Mengutip berita dari nu.or.id Seperti di belahan dunia lainnya, kaum Muslim di Jerman juga merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, persisnya pada Ahad malam, 12 Januari 2014. Mereka menyebut perayaan ini “Die Mawlid-Nacht” (malam maulid).
Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman Suratno lewat surat elektronik menceritakan, sore itu menjelang waktu shalat isya’ ia pergi ke masjid Turki (Islami Hizmetler Dernegi e.V) yang tidak jauh dari apartemennya.
Masjid dua lantai berukuran kira-kira 120 meter persegi ini terletak di samping eschborn-bahnhof (stasiun). Lokasi yang strategis untuk beribadah bagi kaum Muslim di wilayah itu karena di dekatnya juga ada kedai kebab dan gedung-gedung perkantoran seperti GIZ (Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), Techem (perusahaan gas), Vodafone dan banyak lagi yang lainnya.
Masjid ini berafiliasi dengan DITIB (Diyanet Isleri Turk Islam Birligi/Turkish Islam Union for Religious Affairs) cabang Jerman yang pusatnya di kota Cologne. DITIB di dirikan oleh Turkish Presidency for Religious Affairs tahun 1984 merupakan organisasi komunitas Muslim terbesar di Jerman, menjadi payung lebih dari 870 organisasi dan dianggap menjadi aktor integrasi kaum Muslim terhadap masyarakat Jerman. Tahun November 2004 DITIB pernah mengorganisir demonstrasi besar-besaran, diikuti oleh lebih dari 250 ribu orang, dengan tema “Gemeinsam fuer Frieden und gegen Terror”.
Setelah selesai shalat isya’, sekitar pukul 19.00 acara pun dimulai. Pertama-tama dibacakan ayat-ayat al-Qur’an. Lalu semua peserta bersama-sama menyenandungkan shalawat Nabi.
Suratno mengaku menikmati suasana kebersamaan yang kental di antara para peserta karena mereka bersenandung sambil berdiri dan bergandengan tangan. Selesai shalawat dilanjutkan dengan ceramah maulid oleh seorang ustadz.
Sayangnya, kata Kandidat Doktor Goethe-Uni Frankfurt Jerman ini, sang ustadz yang ia lupa namanya itu menyampaikan khotbah secara umum memakai bahasa Turki, meski sesekali dalam bahasa Jerman. Suratno merekam ceramah berbahasa Jerman di bagian awal yang kira-kira berbunyi seperti ini:
“Jedes Jahr aufs Neue nehmen wir diese Nacht zum Anlass, um uns der Botschaft des Propheten Muhammed Mustafa (saw), der gesandt wurde als Barmherzigkeit für die Welten, nochmal zu vergegenwärtigen. Um uns seinen vorbildlichen Charakter nochmals in Erinnerung zu rufen, auf dass auch wir diesem Vorbild folgen, und auf dass wir schließlich die Liebe zu ihm in Worte gießen und diese aus unseren Herzen in das gesellschaftliche Bewusstsein weiter tragen.”
(Setiap tahunnya kita mengambil malam ini (mawlid-nacht) sebagai kesempatan untuk mengingatkan diri kita sendiri pada pesan-pesan Nabi SAW, yang diutus sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam. Dia yang kita jadikan teladan dalam ingatan kita, menjadi role-model yang kita ikuti, dan bahwa kita mencurahkan cinta pada Nabi SAW dengan bershalawat dan membawanya dari hati kita kepada kesadaran sosial).
Selebihnya, sang ustadz berceramah dengan bahasa Turki. Suratno mengaku tak paham dengan bahasa ini. Tentang isi pesannya, ia menanyakan dengan berbisik-bisik pada pemuda di sebelahnya yang menjelaskan sambil berbisik-bisik juga. “Intinya tentang bagaimana mengaktualisasikan pesan-pesan mulia Nabi SAW dalam kehidupan pribadi dan sosial kaum Muslim.”
Sebelum 2009, kebanyakan masjid-masjid DITIB dalam khotbahnya menggunakan bahasa Turki. Tapi keadaan berubah setelah para ustadz (yang mayoritas datang dari Turki) menjalani pelatihan bahasa dan budaya Jerman hasil kerja sama antara DITIB dan DIK (Deutsche Islam Konferenz). DITIB juga mulai merekrut ustadz-ustadz berbasis kampus. Setelahnya, banyak masjid DITIB khotbah memakai bahasa Jerman.
Menjelang pukul 20.00 acara mawlid-nacht selesai. Memang acaranya terasa cepat bila dibandingkan dengan di Indonesia. Tetapi memang begitu karena esok paginya tidak ada libur hari Maulid Nabi seperti di Indonesia.
Sebagian peserta harus bekerja sehingga acaranya berjalan tidak terlalu lama. Setelah selesai dilanjutkan menyantap kue-kue khas Turki, seperti baklava, kue manis terbuat dari adonan phyllo pastry berlapis-lapis dengan isian cincangan kacang pistachio atau walnut ditambah sirup gula atau madu.
Kue ini konon sudah kondang sejak Dinasti Ottoman dan meluas sampai ke beberapa bagian Asia Tengah dan Barat Daya. Puas menyantap baklava, Suratno pamit pulang pada beberapa orang di sampingnya, keluar masjid berjalan kaki menuju apartemen sekitar 25 menit menembus dinginnya musim winter di Jerman. “Semoga manfaat dan berkah,” tuturnya.
(NU/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email