Dalam Al-Adab Al-Mufrad, Bukhari, halaman 120, hadis ke 823:
Ali bin Abi Thalib (as) berkata: Ketika Al-Hasan lahir aku menamainya Harb, kemudian Nabi saw datang dan berkata: Perlihatkan kepadaku puteraku, apa yang kalian namakan padanya? Kami menjawab: Harb. Nabi saw berkata: namai dia Hasan. Ketika Al-Husein lahir, aku menamainya Harb. Kemudian Nabi saw datang dan berkata: Perlihatkan kepadaku puteraku, apa yang kalian namakan padanya? Kami menjawab: Harb. Beliau berkata: Namai dia Husein. Ketika anakku yang ketiga lahir aku menamainya Harb. Kemudian Nabi saw datang dan berkata: Perlihatkan kepadaku puteraku, apa yang kalian namakan padanya? Kami menjawab: Harb. Beliau berkata: Namai dia Muhsin. Kemudian Nabi saw bersabda: “Aku menamai mereka dengan nama-nama putera Harun: Syabar, Syubair dan Musybir.”
Hadis ini juga terdapat dalam:
1. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 165. Al-Hakim berkata: Hadis ini sanadnya shahih.
2. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1 halaman 98, hadis ke 771.
3. Sunan Al-Baihaqi, jilid 6 halaman 165, hadis ke 11926; jilid 7 halaman 63, hadis ke 13390.
4. Usdul Ghabah Ibnu Atsir, jilid 2 halaman 18, hadis ke 1165; jilid 4 halaman 308, hadis ke 4688.
5. Al-Isti’ab, Ibn Abd Al-Birr, jilid 1 halaman 139.
6. Kansul Ummal, jilid 6 halaman 221, hadis ke 34275 dan 34276.
7. Ash-Shaqa’iq Al-Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 115, hadis ke 27.
8. Dzkhair Al-Uqba, halaman 120.
9. Al-Ishabah, Ibnu Hajar, jilid 8 halaman 117, hadis ke 603.
10. Majma’ Az-Zawaid Al-Haitsami, jilid 9 halaman 174.
____________________________________________
Mengenai Sebab Nabi saw Yang Menamai Hasan, Husein dan Muhsin Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan.
IMAMAH
Imam secara etimologis adalah seseorang yang memiliki pengikut serta seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap masyarakatnya dalam ritual keagamaan, politik, sosial serta keilmuan dan diikuti oleh yang lainnya.
Dengan memperhatikan makna luas kata “Imam” yang luas. Maka, Imamah merupakan sesuatu yang bersumber dari Tuhan, bukan berdasarkan pemilihan. Hal tersebut, sebagaimana Tuhan menunjuk Nabi Muhammad Saw. Kedudukan inipun, diberikan oleh Tuhan kepada seseorang yang paling sesuai, pandai serta merdeka. Pada pembahasan ini, akan disampaikan dua hal antara lain:
1) Urgensi Imam
2) Penetapan seorang Imam oleh Tuhan
Urgensi Keberadaan Imam
Dengan meneliti serta memperhatikan kelaziman diutusnya seorang Nabi secara umum, akan membawa kita kepada hakikat pentingnya keberadaan Imam Maksum. Karena jelas sekali bahwa setiap bentuk perubahan baik materi maupun spiritual membutuhkan seorang pemimpin yang mumpuni.
Mungkin saja karena ketiadaan seorang pemimpin yang memiliki peran penting, akan mengakibatkan penyimpangan dalam perjalanan yang di tempuh. Berbagai kekuatan akan musnah, tujuan akan hilang serta tidak akan sampai pada tujuan. Mekipun Tuhan membekali manusia dengan kekuatan akal serta mengutus para Nabi dan kitab. Tetapi, manusia sendiri sebagai makhluk yang mudah menyimpang, terpengaruh oleh situasi dan kondisi serta tekanan penguasa, bisa saja melakukan kesalahan dalam menentukan arah perjalanannya. Alih-alih bertujuan untuk sampai pada jalan kebahagiaan dan kesempurnaan, malah menempuh jalan penderitaan dan kenestapaan.[1]
Hanya Imam Maksumlah yang dapat menyelamatkan masyarakat dari dosa serta penyimpangan. Tujuan Imam Maksum sebagaimana Nabi, penyempurna tujuan penciptaan. Dengan kata lain, Imam maksum merupakan penjamin kaum muslimin, pemimpin agama, politik, sosial serta tauladan manusia untuk mencapai martabat kemanusiaan serta kemajuan di dunia dan akhirat. Dengan keberadaan Imam, akan tercipta kesempurnaan materi dan spiritual serta kebahagiaan dunia dan akhirat, sebab para Imam merupakan manifestasi kebesaran Ilahi.
Siapa yang Berhak Menunjuk Imam
Pemahaman kaum muslimin terhadap konsep Imamah menjadi pangkal perbedaan akidah serta terbaginya mereka ke dalam kelompok Syiah dan Sunni. Menurut pemahaman Syiah, berdasarkan firman Tuhan, sabda Nabi serta Ahlul Bait, Imamah merupakan kepanjangan dari risalah dan kenabian. Nabi, atas perintah Tuhan, menunjuk seorang pemimpin serta pengganti setelah beliau dan menyerahkan persoalan agama serta sosial kemasyarakatan kepadanya.
Imam di samping berkewajiban mengatasi persoalan sosial kemasyarakatan kaum muslimin. Lebih dari itu, beliau juga sebagai pengawal keaslian hukum Tuhan dari penyimpangan serta menjadi penjelas berbagai persoalan Islam yang memerlukan penjelasan. Oleh karena itu, kaum Syiah menempatkan Imamah sebagai salah satu pokok akidah. Sebagaimana dalam memahami konsep kenabian, dalam mengenal Imampun tidak diperkenankan untuk taklid. Tetapi, setiap individu berkewajiban memahami persoalan tersebut melalui berbagai argumentasi.
Kenabian dan Imamah laksana saudara kembar yang tak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki hubungan satu sama lain dalam beberapa bagian penting persoalan keagamaan. Perbedaanya adalah jika Nabi sebagai peletak dasar agama, penyampai aturan langit serta memiliki hubungan langsung dengan wahyu. Maka, seorang Imam merupakan penjelas serta penafsir agama Nabi yang karena berbagai situasi serta kondisi belum dijelaskan secara sempurna.
Imam maksum, di samping sebagai pemimpin pemerintahan Islam, beliau juga bertanggung jawab untuk melaksanakan aturan serta menjaga keaslian agama dari berbagai penyimpangan dan pemikiran keliru dengan tujuan-tujuan terselubung. Lebih dari itu, Imam merupakan pemandu batin serta penyempurna maknawi tiap individu masyarakat. Berbagai karakteristik tersebut menuntut bahwa seorang pengganti Nabi yang memiliki kedudukan, tanggung jawab serta menjadi pemimpin masyarakat, haruslah seperti pribadi Nabi yang memiliki berbagi sifat terpuji, karakteristik terpilih serta kekhususan lainnya.
Imam sebagaimana Nabi harus maksum dan terjaga dari kealpaan serta dosa, memiliki keilmuan yang memadai dalam urusan agama serta dunia.
Masalah yang Penting
Dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang sulit serta pentingnya posisi seorang Imam as, dapatkah dianggap remah persoalan pengganti Nabi Saw serta pemimpin ummat? Sama sekali tidak. Karena, penentuan Imam Maksum as merupakan hak Tuhan dan Dia tidak akan memberikan kedudukan ini kepada sembarang orang.
Pada sisi lain, mungkinkah Nabi Muhammad Saw yang telah melewati masa sulit serta bersabar menghadapi segala penderitaan untuk dapat meletakkan dasar agama Islam, membiarkan ummatnya tanpa menunjuk seorang pengganti? Apakah akal membenarkan bahwa Nabi Saw diam dalam menghadapi persoalan mendasar ini?
Dapatkah dipercaya, jika Nabi Saw untuk beberapa hari saja keluar dari kota madinah, menunjuk seorang pengganti. Tetapi, untuk umat Islam yang memiliki wilayah kekuasaan luas, tidak menentukan pengganti setelahnya serta meninggalkan masyarakat dalam kebingungan? Apakah masuk akal, Islam yang merupakan agama dunia serta tidak dibatasi situasi dan kondisi, Nabinya tidak melakukan sesuatu yang dapat memperpanjang jalan ini dan begitu saja melupakan masalah kepemimpinan?
Dengan sedikit merenung, akal berpendapat bahwa penentuan Imam serta pengganti merupakan keniscayaan. Dengan merujuk kepada sejarah serta berbagai riwayat, persoalan ini akan menjadi jelas. Karena Nabi Saw secara terang-terangan menjelaskan bahwa:“Siapa saja yang mati tanpa mengetahui Imam Maksum masanya, maka dia mati dalam keadaan jahiliah”. Dalam hadis di atas, sedemikian pentingnya mengenal pemimpin maksum, sampai-sampai seseorang ditempatkan dalam batas kufur dan jahiliah. Dengan adanya sifat tersebut, bagaimana mungkin Rasul Saw merelakan ummat Islam kembali pada masa jahiliah?
Nabi Muhammad Saw dalam permulaan seruan risalahnya, atas perintah Tuhan mengundang keluarga beliau ke rumah pamannya, Abu Thalib, beliau bersabda: “Tuhan memerintahkan kepadaku untuk menyeru kalian kepada agama-Nya. Siapa diantara kalian yang akan menyertaiku sebagai saudara, washi serta penggantiku?” Tak ada seorangpun yang menjawab kecuali Imam Ali as. Kemudian, Nabi Saw menunjuk beliau sebagai khalifah serta Imam setelahnya.
Peristiwa Ghadir Khum
Nabi Muhammad Saw pada hari-hari terakhir kehidupannya setelah menghadiri manasik Haji yang dikenal dengan “Hajjatul Wada”, beliau kembali ke kota Madinah di tempat bernama “Ghadir Khum” Tempat ini, secara geografis merupakan perbatasan yang memisahkan jalan menuju Madinah, Yaman, Irak dan Habasyah. Di sinilah kaum muslimin satu sama lain saling terpisah untuk kembali ke negerinya masing-masing. Di tempat ini pula, malaikat turun menyampaikan wahyu, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan dari Tuhanmu. Jika tidak dilakukan, maka kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah melindungi kamu dari gangguan manusia ”[2]:
Nabi Muhammad Saw memerintahkan kepada para jamaah untuk berhenti. Mereka yang telah berjalan lebih awal, diminta untuk kembali. Sedang mereka yang berjalan di belakang diminta untuk segera bergabung dengan Nabi Saw. Selepas menunaikan shalat Zuhur, Rasul Saw berdiri di atas mimbar yang terbuat dari pelana unta, dengan suara keras menyampaikan khutbah Ghadir:
“Ketahuilah wahai manusia! Tiba saatnya seruan kebenaran akan kupenuhi....Aku akan tinggalkan amanat yang berharga dan mulia di antara kalian. Pertama, al-Quran dan yang lainnya adalah keluarga, Ahlul Baitku. Tuhan mengabarkan kepadaku bahwa keduanya tidak akan pernah terpisah......”. Kemudian Nabi Muhammad Saw memegang tangan Imam Ali as, mengangkatnya serta menjelaskan kepada masyarakat bahwa Imam Ali as merupakan pengganti serta Imam setelah beliau.
Nabi Saw bersabda tiga kali:“Siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpin), maka Ali as adalah maula baginya”. Kemudian Nabi Saw menengadahkan tangan ke langit seraya bersabda:“Wahai Tuhanku! Cintailah siapa saja yang mencintai Ali serta murkailah siapa saja yang memusuhi Ali. Tuhanku! Tolonglah para pembela Ali serta hinakanlah para musuhnya. Jadikanlah Ali sebagai neraca kebenaran”.
Kemudian Rasul Saw juga bersabda: “Saat ini, telah turun malaikat pembawa wahyu dan membawa ayat berikut[3]: Hari ini, telah Kusempurnakan agamamu dan telah Kupenuhi nikmatmu dan Aku jadikan Islam sebagai agama yang sempurna”. Peristiwa sejarah ini dapat dirujuk pada buku “al-Ghadir” yang memuat sumber-sumber terperinci dari kalangan Syiah dan Ahli Sunnah.
Imamah: Pertama dan Terakhir Perintah Wahyu
Pada permulaan dakwah Islam, Nabi Muhammad Saw telah memperkenalkan pengganti beliau kepada orang-orang yang hadir di majelis saat itu (peristiwa dakwah keluarga). Demikian pula, pada akhir perjalanan dakwah Islam, dengan dihadiri sejumlah besar kaum muslimin di tempat Ghadir Khum, Nabi Saw mengulangi kembali pengangkatan tersebut didukung penetapan Tuhan akan kesempurnaan agama. Di antara dua peristiwa tersebut, Nabi Saw berulang kali dalam berbagai momentum mengingatkan Imam serta pengganti beliau, Ali as, agar tidak tersisa sedikitpun keraguan.
Demikian pula, sampai kepada kita berbagai hadis Mutawatir melalui jalur Ahli Sunnah dari Nabi Saw tentang para Imam maksum yang masing-masing dari mereka ditetapkan oleh Tuhan sebagai Imam. Tak jarang mereka disebutkan dengan istilah Itrat atau Ahlul Bait. Terkadang dijelaskan jumlah bilangan para Imam: “Para Imam setelahku ada dua belas seperti bilangan para pemimpin Bani Israil serta para sahabat Nabi Isa as”.
Pengganti dan Penerus Nabi Muhammad Saw
1) Imam Ali bin Abi Thalib as
2) Imam Hasan al-Mujtaba as
3) Imam Husein Syahid as
4) Imam Zainal Abidin, Ali bin Husein as
5) Imam Baqir, Muhammad bin Ali as
6) Imam Shadiq, Jafar bin Muhammad as
7) Imam Kazhim, Musa bin Jafar as
8) Imam Ridha, Ali bin Musa as
9) Imam Jawad, Muhammad bin Ali as
10) Imam Hadi, Ali bin Muhammad as
11) Imam Askari, Hasan bin Ali as
12) Imam Mahdi af
Syiah: Nama dari Langit
Kata “Syiah” terdapat dalam Quran dan berkaitan dengan Nabi Ibrahim as dalam sebuah ayatوان من شیعته لابراهیم [4]Artinya” Sesungguhnya Nabi Ibrahim as adalah pengikut Nabi Nuh as”. Nabi Muhammad Saw menggunakan istilah “Syiah” untuk para pengikut serta sahabat Imam Ali as, sebagaimana juga yang disebutkan oleh ulama Ahli Sunnah.
Benar, kata “Syiah” yang merupakan kata membanggakan bagi para pengikut Ahlul Bait pernah disebutkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam kaitan ini Jabir bin Abdillah berkata: “Saat itu aku sedang duduk bersama Rasul Saw, dari kejauhan terlihat Ali as. Nabi Saw bersabda: Saudaraku datang. Kemudian Nabi Saw menghadap kabah serta tangan mulianya menyentuh kabah tersebut seraya bersabda: Demi zat yang Muhammad berada di tangannya, Ali serta Syiahnya (pengikutnya akan berbahagia pada hari kiamat). Panggilan mulia ini pada masa Rasulullah Saw ditujukan kepada Salman, Abu Zar, Miqdad serta Amar, sebagai sahabat Imam Ali as yang setia”
Ahlul Bait dan Keluarga Wahyu
Dalam bagian ini, kiranya pantas untuk mengupas sekelumit kehidupan Ahlul Bait Nabi Saw: Fatimah az-Zahra as serta para Imam yang suci as.
Putri Rasul
Fatimah az-Zahra, ayahnya adalah seorang utusan Tuhan, Muhammad bin Abdillah dan Ibundanya adalah wanita mulia Islam, Sayyidah Khadijah, Ummul Mukminin. Beliau merupakan istri pengganti Rasul, Ali Amiril Mukminin serta Ibunda sebelas Imam dan Hujjah Tuhan bagi seluruh alam.
Sayyidah Zahra lahir pada tanggal dua puluh Jumadi Tsani tahun ke empat puluh lima dari kelahiran Nabi. Beliau syahid pada hari selasa tanggal tiga Jumadi Tsani, sebelas tahun pasca hijrahnya Rasul di usia tujuh belas tahun.
Imam Ali menangani langsung prosesi pemandian, pengkafanan serta pemakaman beliau. Sesuai wasiat Sayyidah Zahra, jenazah beliau dimakamkan di tempat tersembunyi di kota Madinah. Hal ini sebagai saksi hidup atas kezaliman yang menimpa beliau dan menjadi bukti ketidakrelaannya atas para perampas hak beliau dan suaminya Amiril Mukminin sampai hari kiamat.
Wanita mulia ini senantiasa beribadah kepada Tuhan, takwa serta menjadi cermin keutaman. Dalam quran Tuhan menjelaskan berbagai sebab turunnya ayat yang berkaitan dengan beliau.[5]
Nabi Muhammad saw, berdasarkan perintah Tuhan memberi gelar “Pemimpin para wanita seluruh alam” kepadanya. Rasul Saw sangat mencintai Sayyidah Zahra sampai setiap kali memasuki pertemuan, sebagai tanda hormat Rasul Saw berdiri, mengucapkan selamat datang serta mempersilahkan Sayyidah Zahra sa untuk duduk di samping beliau. Tak jarang juga Rasul Saw mencium tangannya seraya bersabda:“Tuhan rela dengan kerelaan Fatimah serta marah karena kemarahan Fatimah”
Sayyidah Zahra menghadiahkan kepada Imam Ali as dua putri: Sayyidah Zainab sa dan Sayyidah Ummu Kultsum sa juga memberikan tiga putra: Hasan as, Husein as dan Muhsin as. Putra yang terakhir Sayyidah Zahra sa ini meninggal dunia (keguguran) akibat kekejian yang dilakukan oleh para perampas khalifah.
Imam Pertama
Imam Ali as merupakan putra dari pasangan Abu Thalib serta Fatimah binti Asad. Beliau adalah anak paman serta menantu Rasulullah Saw serta ayah dari para Imam yang merupakan pemimpin ummat di dunia setelah Nabi Muhammad Saw.
Imam Ali as dilahirkan pada tanggal 13 Rajab, 30 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad Saw, di kota Mekah dalam Kabah, tempat kiblatnya kaum muslimin sedunia. Sedangkan beliau mencapai derajat kesyahidan pada malam Jumat, tanggal 19 Ramadhan di masjid Kufah dalam mihrab melalui pukulan pedang Abdurahman bin Muljam Muradi, tiga hari setelah genap berusia 63 tahun.
Imam Hasan as serta Imam Husein as menangani prosesi pemandian, pengkafanan serta pemakaman ayahnya. Jasad suci Imam Ali as dimakamkan di kota suci Najaf secara tersembunyi, sesuai wasiat beliau untuk menghindari gangguan musuh semisal Khawarij serta kelompok Hajjaj. Kemudian, Imam Shadiq as serta Imam Kazhim as menunjukkan tempat mulia tersebut.
Amirul mukminin, memiliki keutamaan yang luar biasa. Beliau merupakan orang pertama yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw serta selama hidupnya tidak pernah menyembah berhala. Beliau memberikan sumbangsih luar biasa dalam memenangkan peperangan dan tidak pernah sekalipun lari dari peperangan. Dalam memutuskan hukum yang khusus diperuntukan para Nabi dan Wali Tuhan, beliau sedemikian lihai sampai Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sandaran memutuskan hukum yang merupakan hak para Nabi dan washi, hanya sesuai untuk Ali as. Karena dia paling tahu dalam bidang ini”.
Imam Ali as dalam pengetahuan serta keilmuan sedemikian tinggi, sampai Rasul Saw bersabda: “Saya adalah kota ilmu dan Ali pintunya”. Dalam menapaki kebenaran sedemikian rupa sehingga Rasul Saw bersabda: “Ali beserta kebenaran dan kebenaran beserta Ali”
Beliau senantiasa berlaku adil dalam kehidupan bermasyarakat serta membagikan harta baitul mal secara merata kepada masyarakat. Beliau juga menjaga diri dari keindahan dunia yang hanya sesaat. Setiap melewati gudang harta karun masyarakat, beliau mengisyaratkan pada emas dan perak seraya berkata: “Wahai emas dan perak pergilah, rayulah selainku, karena aku tak akan tergoda oleh rayuanmu” Kemudian beliau membagikan harta tersebut kepada orang yang membutuhkan.
Imam Ali as senantiasa bersikap welas asih kepada kaum papa, bergaul dengan kaum fakir serta meringankan kebutuhan mereka. Beliu juga memutuskan hukum secara benar serta memberi keputusan secara adil. Pendek kata, sifat-sifat beliau seperti Nabi Muhammad Saw sampai al-Quran dalam ayat Mubahalah secara jelas menyebutkan bahwa beliau adalah diri (nafs) atau bagian dari Nabi Muhamamd Saw[6].
Imam Ke Dua
Imam Hasan as adalah putra dari pasangan Ali bin Abi Thalib as dan Fatimah Zahra as, putri mulia Nabi Muhammad Saw. Beliau merupakan cucunda Rasulullah Saw, pengganti ke dua setelahnya serta menjadi pemimpin masyarakat pasca Amiril Mukminin.
Beliau lahir pada hari Selasa, pertengahan bulan Ramadhan tahun ke tiga Hijriah di kota Madinah.Beliau wafat hari kamis, tanggal 7 Safar tahun ke 49 Hijriah pada usia ke 47 tahun dengan cara diracun[7].
Imam Husein as, bertanggung jawab untuk memandikan, mengkafani serta menguburkan saudara beliau. Imam Hasan as dimakamkan di pekuburan Baqi, yang oleh kaum wahabi dihancurkan.
Beliau merupakan penghulu masyarakat pada masanya dalam keilmuan dan ibadah serta orang yang paling mirip Rasulullah Saw. Beliau juga orang yang paling dermawan serta paling sabar di masanya.
Imam Hasan as sangat dermawan, hingga suatu hari salah seorang budak beliau memberikan setangkai bunga, beliau berkata kepadanya:“Aku bebaskan kamu di jalan Tuhan” Kemudian beliau berpesan: “Demikianlah Tuhan mendidik kami” Allah berfirman dalam al-Quran,”Setiap kali diberikan padamu hadiah, maka persembahkanlah sesuatu yang setara atau lebih baik” [8]
Adapun tentang kesabaran Imam diriwayatkan bahwa suatu hari seorang penduduk Syam melihat beliau serta mencelanya. Tetapi beliau berlapang dada sampai orang tersebut selesai berbicara. Kemudian Imam mendatangi serta mengucapkan salam padanya, dengan wajah tersenyum berkata: “Wahai tuan, nampaknya Anda orang jauh, mungkin saja Anda keliru. Jika Anda bersedia, kami maafkan. Jika Anda menginginkan sesuatu, akan kami berikan. Jika Anda meminta petunjuk akan kami tunjukkan. Jika menginginkan perlindungan, akan kami terima. Jika Anda lapar, akan kami berikan makanan. Jika Anda memerlukan baju, akan kami penuhi. Jika Anda membutuhkan pertolongan, kami akan membantu. Jika Anda bangkrut, kami berikan perlindungan. Jika Anda perlu sesuatu, akan kami penuhi”.
Saat mendengar tutur kata Imam Hasan as, orang Syam tersebut menangis serta mulai memahami betapa seruan serta kebohongan Muawiyah telah menyesatkannya. Kemudian ia berkata: “Aku bersaksi bahwa Anda adalah hujjat Tuhan di muka bumi”. Dalam al-Quran disebutkan,”Tuhan maha tahu kepada keluarga siapa risalah-Nya diberikan”[9]
Imam Ke Tiga
Imam Husein as adalah putra dari pasangan Ali bin Abi Thalib serta Fatimah az-Zahra sa, putri Nabi Muhammad Saw. Imam Husein juga merupakan cucunda Rasulullah Saw, pengganti beliau serta pemimpin ummat setelah saudaranya, Imam Hasan as.
Imam Husein as lahir pada hari Kamis, tanggal 3 Syaban tahun ke 3 Hijriah di kota Madinah yang mulia serta mencapai kesyahidan dalam kondisi kehausan pada hari Sabtu 10 Muharam tahun ke 61 Hijriah, yang dikenal dengan peristiwa Asyura.[10]
Imam Zainal Abidin as, putra beliau, mengebumikan jenazah ayahnya yang berlumuran darah di tempat yang saat ini dikenal dengan Karbala, tiga hari setelah kesyahidannya. Imam Husein as pada saat itu berusia 57 tahun.
Keutamaan Imam Husein as lebih dari apa yang telah dijelaskan, beliau adalah belahan jiwa Rasulullah Saw. Nabi Saw bersabda: “Husein adalah bagian dariku dan Aku adalah bagian dari Husein”. Masih tentang Imam Husein as dan saudaranya, Nabi bersabda: “Hasan dan Husein ibarat dua bungaku yang harum semerbak di dunia”. Demikian juga Nabi bersabda: “Hasan dan Husein adalah dua pemuda penghulu ahli surga” Dalam hadis yang lain,“Hasan dan Husein keduanya merupakan pemimpin, baik berperang maupun tidak”.
Imam as adalah orang yang paling pandai serta paling rajin beribadah. Beliau adalah cerminan pribadi ayahnya, Amirul Mukminin as serta kakeknya, Rasulullah Saw.
Pada malam-malam hari, beliau seorang diri memikul makanan untuk dihantarkan kepada yang membutuhkan. Kejadian ini baru diketahui pada saat beliau wafat, ada tanda di punggung Imam as akibat pikulan tersebut. Beliau juga orang yang sangat dermawan, ksatria serta penyabar.
Dalam sebuah riwayat dijelaskan: Seorang arab Badui membacakan syair seraya meminta imbalan dari Imam as:
Setiap orang yang menaruh harap padamu, tak akan pernah kecewa
Demikian pula yang mengetuk pintu rumahmu
Engkau begitu dermawan dan pelindung kaum papa
Ayahmu adalah pemusnah kaum fasikin
Jika tak ada lentera penerang dari ayah dan kakekmu
Niscaya kami semua akan terbakar dalam api neraka
Kemudian Imam Husein memberikan 4000 dinar kepadanya serta meminta maaf seraya bersabda:
Ambilah pemberian ini, terimalah maafku
Ketauhilah aku sangat menyayangimu
Jika suatu hari roda pemerintahan berada di tangan kami
Niscaya harta yang melimpah akan sampai kepamu
Namun, apa yang bisa kuperbuat
Apa yang saat ini kuberikan sedemikian kecil
Orang Badui tersebut mengambil uang pemberian Imam as sambil menangis. Kemudian Imam as bertanya kepadanya: “Apakah kamu sedih karena pemberianku yang tak seberapa?” Si Baduipun menjawab: “Tidak, aku menagis karena menyayangkan, mengapa bumi ini menyembunyikan orang yang sangat dermawan”
Ya, pribadi demikianlah yang menegakkan kebangkitan berdarah untuk menghidupkan agama kakenya, Islam untuk selamanya. Kebangkitan Husein merupakan kebangkitan yang tiada tara.
Imam Husein as adalah seorang yang terbaik di dunia yang menyumbangkan darahnya untuk menyirami taman Islam, setelah kakaknya, Imam Hasan as.
Imam Ke Empat
Imam Zainal Abidin as adalah putra dari pasangan Imam Husein as dan Syahr Banu, putri dari salah seorang raja Persia. Imam as lahir pada hari kamis, tanggal 5 Syaban tahun ke 38 Hijriah. Dalam versi lain disebutkan, beliau dilahirkan hari kamis di kota Madinah yang mulia, tanggal 15 Jumadil Awal tahun ke 36 Hijriah, yaitu tepat di hari kakeknya, Amirul Mukminin as membebaskan kota Basrah. Adapun beliau mencapai kesyahidan dengan jalan diracun[11], pada hari Sabtu, tanggal 12 Muharam, dalam riwayat lain 25 Muharam tahun 95 Hijriah. Pada saat itu usia Imam as mencapai 57 tahun, dalam riwayat lain 59 tahun.
Jenazah suci beliau dimakamkan oleh putra tercintanya, Imam Baqir as di pekuburan Baqi, kota Madinah, di samping makam pamannya, Imam Hasan Mujtaba as.
Imam Zainal Abidin as pada masanya tiada yang menandingi dalam keilmuan, keutamaan, takwa serta pelindung kaum papa. Para ulama menceritakan berbagai riwayat yang tak terbilang jumlahnya, nasihat serta doa-doa beliau[12]. Di kegelapan malam, Imam as menutup wajahnya agar tak seorangpun dapat mengenal beliau. Lalu Imam memikul karung yang dipenuhi oleh bawaan berupa emas dan perak atau terkadang makanan dan kayu bakar. Imam as mendatangi dari pintu ke pintu serta di tengah gulita membagikannya kepada yang membutuhkan. Setelah kesyahidan beliau, barulah masyarakat menyadari bahwa orang yang selalu menutup wajahnya serta membawa karung itu adalah Imam Zainal Abidin as. Beliau sangat pemurah hingga duduk satu meja dengannya anak-anak yatim, kaum papa dan miskin.
Termasuk akhlak mulia Imam Zanal Abidin as adalah setiap bulan beliau mengumpulkan para pembantunya dan berkata kepada mereka: “Siapa diantara kalian yang menginginkan istri, maka aku nikahkan. Siapa yang menginginkan untuk dijual kepada yang lain, maka akan aku persilahkan. Siapa yang menginginkan merdeka, maka aku akan bebaskan”. Setiap kali ada seorang peminta yang menghampirinya, Imam as bersabda: “Terima kasih atasmu yang dengan sedikit bekal ini akan menyampaikan kami kepada akhirat”.
Karena demikian panjangnya sujud Imam Zainal Abidin as, sampai-sampai beliau dijuluki “as-Sajjad” (ahli sujud). Bekas sujudnya, nampak dari kasarnya dahi, kedua telapak tangan serta kedua lututnya. Karena begitu banyaknya beliau beribadah, hingga dikenal dengan “Zainul Abidin” yaitu perhiasan bagi para ahli ibadah.
Setiap kali Imam Zainal Abidin as berdiri untuk shalat, tubuhnya bergetar dan wajahnya memucat. Ketika seseorang mencaci maki beliau, Imam as diam dan tidak mengatakan apapun. Beberapa saat kemudian Imam as menghampirinya, orang-orang mengira Imam as akan membalas celaan tersebut. Tetapi, Imam as malah membacakan ayat Quran berikut: “Mereka yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Tuhan mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan”[13]
Kemudian Imam as berkata kepada lelaki itu: “Wahai saudaraku, kamu menentangku dan mengatakan ini dan itu..... Jika kamu benar dan sifat tersebut ada padaku, maka aku akan memohon ampunan Allah. Tetapi, jika tuduhanmu itu tidak benar dan sifat itu tidak ada padaku, maka aku akan memohonkan ampun untukmu.
Imam Ke Lima
Imam Muhammad Baqir as adalah putra dari pasangan Imam Zainal Abidin as dan Fatimah, putri dari Imam Hasan al-Mujtaba as. Beliau dilahirkan pada hari Jum’at, tanggal 1 Rajab. Menurut riwayat lain, hari Senin, tanggal 3 Safar tahun ke 57 Hijriah di kota Madinah yang mulia. Beliau mencapai kesyahidan pada hari Senin, tanggal 7 Dzulhijah tahun ke 114 Hijriah dengan jalan diracun[14]. Saat itu, Imam Baqir as berusia 57 tahun. Jenazah suci beliau dimakamkan di pekuburan Baqi kota Madinah, di samping makam ayah serta pamannya.
Imam as memiliki keutamaan yang luar biasa, terhormat (mulia), berprinsip teguh pada agama dan memiliki keluasan ilmu, sangat penyabar, berakhlak mulia, ahli ibadah, rendah hati serta sangat dermawan.
Tentang keindahan budi pekerti beliau, diceritakan: Suatu hari seorang yang beragama Kristen berkata kepada beliau: “Kamu seekor sapi” Imam as menjawab: “Tidak, aku seorang penyebar ilmu” Ia kembali berkata: “Kamu anak perempuan tukang masak” Imam as kembali menjawab: “Ini adalah perkataannya” Lagi-lagi, ia berkata: “Kamu anak seorang perempuan kulit hitam jelek perilakunya dari Afrika” Imam as menjawab: “Jika kamu benar, semoga Tuhan mengampuni perempuan itu. Tetapi, jika tuduhan itu tidak tepat, semoga Tuhan mengampunimu”. Kerena pertemuan yang demikian mengesankan inilah, akhirnya ia masuk Islam.
Imam Baqir as dalam bidang keilmuan begitu luas seperti ayah dan kakeknya, setiap pertanyaan dijawab dengan tangkas oleh beliau. Ibnu Ata Makki menceritakan: “Para ulama besar yang datang menghadap Imam Baqir as, nampak kecil. Mereka sedemikian tawadhu di hadapan Imam as sampai tak pernah kusaksikan ketawadhuan mereka seperti ini di hadapan yang lainnya”
Hakam bin Aqabah dengan seluruh kebesarannya di tengah masyarakat, di hadapan Imam Baqir as laksana anak kecil di hadapan gurunya. Muhammad bin Muslim berkata: “Setiap kali aku teringat sesuatu, segera aku tanyakan pada Imam as dan pertanyaanku itu seakan menanyakan tiga puluh ribuan hadis”
Imam Baqir as senantiasa mengingat Tuhan. Putra beliau, Imam Shadiq as menceritakan: “Ayahku senantiasa mengingat Allah dan aku selalu bersamanya, beliau selalu bertasbih kepada-Nya. Meskipun sedang berbicara dengan seseorang, tidak lalai dari mengingat Tuhan. Imam as dalam beribadah sedemikan luar biasa dan tak jarang air matanya bercucuran”.
Imam Ke Enam
Imam Jafar Shadiq as adalah putra dari pasangan Imam Muhammad Baqir as dan Fatimah, Ummu Farwah. Imam as lahir pada hari Jumat, tanggal 17 Rabiul Awal bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, tahun 83 Hijriah. Adapun beliau mencapai kesyahidan pada tanggal 25 Syawal tahun 148 Hijriah dengan jalan diracun[15]. Usia beliau saat itu mencapai 65 tahun. Imam as dimakamkan di pekuburan Baqi kota Madinah, di samping makam ayah serta kakeknya.
Imam as memiliki ilmu dan keutamaan, fakih serta hikmah, zuhud, jujur, adil, mulia dan besar hati, dermawan dan pemberani serta masih banyak lagi sifat terpuji yang beliau miliki.
Almarhum Syekh Mufid ra menyebutkan: Para ulama begitu banyak meriwayatkan hadis dari Imam Shadiq as, sampai tidak ada satupun dari Ahlul Bait lainnya yang menandinginya. Para perawi terpercaya yang meriwayatkan hadis dari Imam as mencapai empat ribuan orang.
Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi dari kalangan Ahli Sunnah, termasuk salah seorang murid Imam Shadiq as. Demikian halnya dengan para pemimpin mazhab Ahli Sunnah lainnya juga pernah menjadi murid beliau. Bahkan, ada di antara mereka yang menjadi murid melalui perantara. Imam Shadiq as merupakan peletak berbagai ilmu modern seperti kimia, fisika, ilmu perbintangan, metode mengeluarkan barang tambang dan masih banyak lagi.
Imam Shadiq as sedemikian zuhudnya, sampai-sampai makanan beliau terbuat dari cuka dan minyak zaitun, pakaiannya kasar dan tak jarang mengenakan yang sudah tidak layak pakai dan bekerja di ladang.
Ibadah serta shalat Imam Shadiq as sedemikian panjang. Berbagai bantuan diberikannya pada sesama tak pandang kawan maupun lawan. Kecintaan serta kesungguhannya dalam menyebarkan agama Tuhan, menjelaskan hukum al-Quran serta berbagai masalah syariah lainnya yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Beliau dengan baik menggunakan kesempatan pertikaian antara Bani Umayah dan Abasiyah untuk memperbaharui bangunan keagamaan serta penetapan hukum Islam secara jelas. Para pengikut mazhab beliau dikenal dengan nama “Jafari”.
Imam Ke Tujuh
Imam Musa bin Jafar as yang dikenal dengan Kazhim adalah putra dari pasangan Imam Jafar Shadiq as dan Hamidah (Mushaffah).
Imam lahir pada hari Ahad, tanggal 7 Shafar tahun 128 Hijriah, di “Abwa” sebuah tempat antara Mekah dan Madinah. Sedang beliau wafat pada tanggal 25 Rajab tahun 183 Hijriah melalui jalan diracun, setelah 14 tahun berada di penjara tanpa peradilan di masa rezim Abbasiyah. Pada saat itu, usia beliau mencapai 55 tahun.[16] Imam Ridha as, putra beliau, bertangung jawab dalam memandikan, mengkafani serta memakamkan jenazah beliau. Imam Musa as dikebumikan di kota Kazhimain.
Imam Musa as adalah orang yang paling pandai, mulia serta berani pada masanya. Beliau juga memiliki perilaku yang baik serta akhlak yang mulia. Keutamaan serta keilmuan beliau masyhur bagi semua orang. Beliau memiliki kedudukan yang tinggi.
Ibadah serta sujud Imam as sangat panjang. Beliau sedemikian mampu menahan amarah, sampai mendapat julukan “Kazhim” serta begitu shalih sehingga dikenal sebagai sebutan “Hamba yang shalih”.
Imam Musa as memiliki berbagai disiplin keilmuan yang luar biasa serta terbaik pada masanya. Ucapan masyhur “Barihah” seorang pembesar Kristiani, merupakan contoh jelas betapa tingginya keilmuan Imam as. Setelah takluk menghadapi Imam as, pendeta tersebut masuk Islam serta menjadi seorang muslim yang taat.
Tentang kedermawanan beliau dikisahkan: Ketika seorang pengemis meminta kepada Imam Musa as 100 dirham. Agar tidak membuatnya merasa malu serta mendorongnya untuk memperoleh ilmu, Imam Musa as mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya. Karena ia dapat menjawab dengan baik, Imam as menghadiahkan 2000 dirham.
Bacaan al-Quran Imam Musa as begitu indah. Ibadah, penghambaan, tangisan serta ketawadhuan beliau di hadapan Tuhan terbaik pada masanya.
Imam Ke Delapan
Imam Ali bin Musa Ridha as merupakan putra dari pasangan Imam Musa as dan Najmah. Imam as lahir pada hari Jumat, 11 Dzulqaidah tahun 148 Hijriah di kota Madinah Munawarah. Sedang beliau meninggal dengan jalan diracun pada hari terakhir bulan Safar tahun 203 Hijriah pada usia 55 tahun.[17]
Imam Jawad as, putra beliau bertanggung jawab menangani prosesi pemandian serta pengkafanan beliau. Imam Ali Ridho as dimakamkan di tempat yang saat ini dikenal dengan khurasan di kota suci Masyhad.
Keilmuan, keutamaan, kemuliaan, keberanian, akhlak, ketawadhuan serta ibadah Imam as sedemikian masyhur hingga tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Ma’mun, salah seorang khalifah Bani Abas yang terkenal dengan tipu muslihatnya, meminta Imam as untuk menerima jabatan khalifah menggantikannya. Tetapi, Imam as tidak menerimanya, karena mengetahui kelicikan Ma’mun dan akhirnya Imam as menerima penawaran putra mahkota (wali ahdi), atas desakan Ma’mun dengan syarat tidak akan turut campur dalam persoalan kenegaraan saat itu.
Makmun selalu berupaya menteror pisik maupun pemikiran Imam Ridha as. Suatu saat, ia mengadakan pertemuan ilmiah yang dihadiri berbagai tokoh agama dan mazhab serta mengundang Imam Ridha as untuk ikut serta di dalamnya. Beliau hadir dalam pertemuan tersebut dengan segenap kemampuannya yang mumpuni, hingga membuat hadirin terkesima dan mendapatkan banyak pujian. Untuk kesekian kalinya makmun menemui kekalahan menghadapi Imam Ridha as.
Imam Ridha as senantiasa mengisa waktunya dengan beribadah. Sebagian besar malam, beliau pergunakan untuk beribadah. Setiap tiga hari, Imam Ridha mengkhatamkan al-Quran. Dalam sehari semalam, ribuan rakaaat beliau lakukan. Seringkali berjam-jam kepala manusia suci ini bersujud dan menyampaikan permohonannya kepada Allah Swt.
Imam Ridha melakukan puasa sunah yang tidak terhitung jumlahnya. Ketika bersedekah beliau lakukan dengan sembunyi terutama pada malam hari yang gelap beliau menyampaikan langsung pada orang-orang yang membutuhkan.
Imam Ridha sangat menghargai sesama manusia. Ketika berkata tidak pernah salah dan selamanya tidak pernah menyakiti hati orang lain.. Dalam setiap pertemuan Imam Ridha duduk dalam posisi tidak menyandar, beliau juga tidak pernah tertawa dengan suara keras.
Imam Ridha senantiasa menikmati hidangan bersama dengan tuan rumah dan para pembantunya. Hal ini terjadi terutama ketika Imam menjadi putra mahkota di Khurasan.
Imam Ke Sembilan
Imam Muhammad Jawad as adalah putra Ali Bin Musa Ridha as dan ibu beliau adalah Sabikah .
Imam Jawad dilahirkan pada hari kesepuluh bulan Rajab 195 H di Madinah. Beliau diracun hingga menemui kesyahidan pada akhir Dzulqaidah 220 Hijriah dalam usia 25 tahun.[18] Imam Jawad dimakamkan di samping makam kakeknya Imam Musa bin Ja’far as di kota Kazhimain.
Pada masanya, beliau termasuk orang yang paling pandai, mulia, pemurah dan fasih di tengah-tengah masyarakat. Setiap akan bepergian, beliau membawa sekantung dinar dan dirham yang dibagikan kepada masyarakat. Imam Jawad selalu membantu siapa saja yang datang memohon pertolongan padanya. Jika salah seorang dari putra pamannya datang memohon bantuan, beliau memberikan tidak kurang dari lima puluh dinar. Apabila salah seorang dari putri bibinya datang memohon bantuan, beliau memberikan tidak pernah kurang dari lima dinar.
Salah satu contoh dari pengetahuan Imam Jawad yang luas dan tinggi adalah setahun setelah pelaksanaan haji, delapan puluh orang pemikir berkumpul dan menanyakan sejumlah persoalan pada Imam Jawad, kemudian dijawab dengan baik oleh beliau.
Hal lain yang menakjubkan dari Imam Jawad as, ketika beliau berusia sembilan tahun masyarakat berkumpul mengelilinginya dalam suatu pertemuan. Mereka menanyakan pada beliau sekitar tiga ribu pertanyaan yang dijawab dengan baik dan tanpa kesalahan sedikitpun.
Semua keistimewan yang beliau miliki tidak jauh dari naungan wahyu dan al-Quran. Khalifahpun pernah beberapa kali menguji beliau dengan pertanyaan rumit, namun semua dijawab dengan jawaban terbaik.
Imam Ke Sepuluh
Imam Ali Naqi as adalah putra Imam Muhammad Jawad as dan ibu beliau bernama Samanah. Imam Naqi dilahirkan pada hari ke lima belas Dzulhijah atau dua Rajab 212 H di kota Madinah. Beliau diracun hingga menemui kesyahidan pada hari Senin tiga Rajab 254 H di usia empat puluh dua tahun[19] dan dimakamkan di kota Samara.
Beliau adalah orang yang paling utama akhlaknya, paling pandai ilmunya, paling pemurah, paling fasih bahasanya, paling abid ibadahnya ketika itu.
Arbili menuturkan tentang bagaimana indah dan mengesankan akhlak Imam Naqi as saat itu, “suatu hari Khalifah mengirimkan tiga ribu Dirham pada Imam Naqi as. Semua uang tersebut oleh beliau diberikan kepada seseorang yang membutuhkan pertolongan. Imam naqi as berkata:”Bayarkanlah hutang-hutangmu dengan uang ini dan sisanya gunakanlah untuk keperluan keluargamu. Tapi, maafkanlah hanya itu yang dapat saya berikan. Lelaki itu berkata:“Wahai putra Rasulullah, harapan saya tidak lebih dari sepertiga uang ini. Tapi Allah maha mengetahui bahwa Risalahnya berada pada orang yang tepat”. Selepas itu, ia pergi dengan perasaan gembira.
Imam Ke Sebelas
Imam Hasan Askari as adalah putra dari Imam Ali Naqi as dan ibu beliau adalah Hudis. Imam Askari dilahirkan pada hari Jumat delapan Rabiul Tsani 232 H di kota Madinah. Beliau diracun hingga menemui kesyahidan pada hari Jumat delapan Rabiul awal 260H pada usia dua puluh delapan tahun di kota Samara. Jenazah beliau dimandikan, dikafani dan dikebumikan di kota Samara oleh putranya Imam Mahdi af.
Keutamaan ibadah dan akhlak serta kepandaian ilmu beliau diketahui oleh seluruh masyarakat ketika itu. Dalam usia yang relatif muda, wajah dan perawakan yang menawan menambah keagungan beliau yang akhlaknya mirip Nabi Saw ini. Ismail menuturkan bahwa suatu hari ia menemui Imam Askari as dan menyampaikan maksudnya. Imam berkata,”Apakah kamu tidak akan berbohong atas nama Tuhan, padahal kamu menyembunyikan dua ratus dinar ? lalu beliau menambahkan, perkataanku ini tidak bermaksud untuk menjauhkan kamu untuk memberi pada yang lain. Ketika itu Imam melhat pada salah seorang pembantunya dan berkata, “Apa saja yang kamu miliki berikanlah padanya”. Lalu pembantu imam itu memberikan seratus dinar padaku.
Seorang lelaki lain yang memerlukan bantuan lima ratus dirham di sertai putranya yang membutuhkan pertolongan tiga ratus dirham, mendengar kemuliaan Imam Askari as yang banyak membantu masyarakat dan sangat pemurah. Lalu mereka menemui beliau dan menyampaikan maksudnya. Imam melalui pembantunya memberikan lima ratus dirham untuk lelaki tersebut dan tiga ratus dirham untuk putranya.
Imam Askari as tidak hanya membantu mengatasi kesulitan kaum muslimin bahkan non muslim pun diperlakukan dengan baik. Tidak heran jika orang kristen ketika itu memandang beliau dengan keutamaan, kepandaian dan kemujizatan sebagaimana Nabi Isa as.
Imam Hasan Askari as sangat kuat dalam beribadah, beliau senantiasa menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah pada Allah Swt.
Imam Ke Dua belas
Imam Mahdi Muhammad as putra pasangan Imam Hasan Askari as dan Nargis. Beliau dipanggil Abul Qasim, sebutan yang sama pada kakekanya Rasulullah Saw. Imam ke dua belas ini dilahirkan pada pertengahan Sya’ban 255 H di kota Samara.
Imam Mahdi af. merupakan hujah terakhir Tuhan di muka bumi ini dan pengganti terakhir Risalah Rasulullah Saw. Allah Swt memanjangkan usia beliau dan menyembunyikannya hingga dihadirkan kembali pada akhir masa Kehadiran Imam Mahdi as mengisi dunia dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezaliman yang merajalela.
Rasulullah Saw dan Maksumin as melalui berbagai hadis, mengabarkan pada kita bahwa Mahdi as akan hidup hingga suatu hari beliau dimunculkan kembali untuk menebarkan keadilan dan menumbangkan kezaliman di dunia ini. Imam Mahdi as akan kembali dihadirkan hingga Allah memenangkan Islam diatas agama lainnya, walaupun orang-orang musyrik tidak rela.
Ketika Imam Mahdi as ghaib, kaum muslimin menziarahi tempat tersebut yang sekarang lebih dikenal dengan sardab ghaibah.
Pada masa ghaibah Imam mahdi as, tugas pengikut syiah sangatlah banyak. Di antaranya mengenal Imam Masa as secara sempurna, menanti kehadiran beliau, doa untuk keselamatan beliau, tawasul dalam kesulitan dan tugas lainnya yang tidak cukup diuraikan dalam tulisan ini.
Kita mengharap kepada Allah taufik untuk menjalankan kewajiban ini. Ya Allah, percepatkanlah kehadirannya dan jadikan kami pengikutnya yang setia.
Referensi:
[1] Sebagai contoh antara Jepang dan Irak, kedua negara tersebut setelah PD II mengalami kerusakan dan kehancuran yang sangat parah dua-duanya. Tetapi setelah beberapa lama berjalan, Jepang mencapai kemajuan industri yang spektakuer. Namun hal ini jauh berbeda dengan kondisi Irak, bahkan tidak bisa menciptakan sebatang jarum sekalipun. Inilah peran pemimpin di dunia. Hal ini baru di dunia, belum nanti di akhirat. Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda,”Penderitaan di dunia diringi penderitaan akhirat”. Sayidah Zahra sa berkata,”Jika hak Ali tidak dicuri, maka pada setiap ajaran di dunia tidak ada yang mengalami ikhtilaf”.
[2] Qs. al-Maidah: 67.
Qs. al-Maidah: 3.
[4] Qs. Ash-Shaffat: 83.
[5] Dalam pembahasan ini, bisa merujuk kitab “Fatimah az-Zahra dalam al-Quran” Karya Ayatullah Uzma Sayid Shadiq Syirazi.
[6] Qs. al-Imran: 61.
[7] Beliau diracun oleh Ju’dah, istri beliau atas perintah Muawiyah.
[8] Surat an-Nisa ayat 86.
[9] Qs.al-Anam: 124.
[10] Imam Husein Syahid di tangan Syimir bin Jausyan, atas perintah Yazid bin Muawiyah.
[11] Atas perintah Walid bin Abdul Malik di tangan saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang Khalifah Bani Marwan.
[12] Para Imam Maksum as pada masanya berhadapan dengan berbagai persoalan besar, karena para khulafa Bani Umayah dan Bani Abbas mengambil alih kekhalifahan Islam. Mereka memimpin kaum muslimin dengan kekerasan dan kekuasaan. Mereka juga mencegah hubungan masyarakat dengan keluarga Nabi Saw. Oleh karena itu, meskipun para Imam as berada di tengah-tengah masyarakat, tidak begitu banyak yang merujuk pada beliau. Mereka lebih banyak melewati waktu dengan beribadah kepada Tuhan.
[13] Qs.al-Imran: 134.
[14] Atas perintah Ibrahim bin Walid, salah seorang khalifah Bani Marwan.
[15] Atas perintah Mansur Dawaniqi, khalifah ke dua Bani Abbas.
[16] Beliau di racun oleh seorang Yahudi bernama Sindi Syahik atas perintah Harun.
[17] Dilakukan oleh Ma’mun Abasi.
[18] Diracun oleh Istri beliau yang bernama Umul Fadhl putri Ma’mun atas perintah Mu’tashim Abasi.
[19] Diracun oleh Mu’tazi Abasi.
(Al-Hassanain/Tafsir-Tematis/Sirazi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email