Pesan Rahbar

Home » » Adab Berdoa

Adab Berdoa

Written By Unknown on Friday, 10 June 2016 | 17:24:00


Dalam kitab Makarimul Akhlaq, Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

لا يزال الدعاء محجوبا حتى يصلي على محمد وآل محمد

“Do’a akan selalu terhijabi sehingga bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya.”

Imam Ja’far As-Shadiq (sa) berkata:

من قدم أربعين من المؤمنين ثم دعا أستجيب له

“Barangsiapa yang memberi sesuatu kepada empat puluh orang mukmin, kemudian ia berdo’a, niscaya do’anya diijabah.”

Salah seorang sahabat Imam Ja’far As-Shadiq (sa) berkata kepadanya: aku mendapati dua ayat di dalam kitab Allah, aku telah berusaha dengan dua ayat itu untuk memperoleh sesuatu tetapi aku tidak memperolehnya.
Beliau bertanya: Apakah dua ayat itu?
Aku menjawab: Firman Allah “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Kuijabah bagimu,” lalu kami berdo’a kepada-Nya, tetapi kami tidak merasakan ijabah-Nya.
Beliau berkata: “Apakah kamu memandang Allah pernah mengingkari janjiNya?”
Aku menjawab: Tidak.
Beliau bertanya lagi: “Tahukah kamu mengapa demikian?”
Aku menjawab: Aku tidak tahu.
Beliau berkata: “Aku beritahu kamu, barangsiapa yang mentaati Allah dalam semua perintah-Nya kemudian berdoa kepada-Nya, dari sisi ini, niscaya Dia mengijabah doanya.”
Aku bertanya: apa yang dimaksudkan dengan dari sisi ini?
Beliau berkata: “Kamu memulai doa dengan memuji Allah dan mengingat nikmat-nikmat-Nya sehingga kamu bersyukur kepada-Nya kemudian bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian kamu mengingat dosa-dosamu sehingga kamu mendekatkan diri kepada-Nya lalu memohon ampun dari dosa-dosamu, inilah sisi doa.
Imam Ja’far (sa) bertanya lagi: Ayat yang mana lagi?
Aku menjawab: Firman Allah “apa saja yang kamu nafkahkan, Allah akan menggantinya” (Saba’: 39), aku telah mengeluarkan infak, tetapi aku tidak melihat gantinya.
Beliau menjawab: Apakah kamu memandang Allah pernah mengingkari janji-Nya?
Aku menjawab: Tidak.
Beliau bertanya: Tahukah kamu mengapa demikian?
Aku menjawab: Aku tidak tabu.
Beliau berkata: “Sekiranya salah seorang dari kamu bekerja untuk mendapatkan harta yang halal lalu menginfakkan hak hartanya, niscaya ia tidak menginfakkan satu dirham kecuali Allah menggantinya.”

Allamah Thabathaba’i mengatakan: Hadis-hadis tersebut menunjukkan pada adab berdoa, sehingga adab itu mendekatkan seorang hamba pada hakekat do’a dan permohonan.

Dalam kitab Ad-Durrul Mantsur, Rasulullah saw bersabda:

ان الله إذا اراد ان يستجيب لعبد اذن له في الدعاء

“Sesungguhnya Allah, jika Dia menghendaki untuk mengijabah doa seorang hamba, Dia mengizinkannya untuk berdoa.” Hadis ini bersumber dari Ibnu Umar.

Dari sumber yang sama Rasulullah saw bersabda:

من فتح له منكم باب الدعاء فتحت له ابواب الرحمة

“Barangsiapa yang dibukakan pintu doa, maka dibukakan baginya pintu rahmat.”

Dalam hadis yang lain disebutkan:

من فتح له في الدعاء منكم فتحت له ابواب الجنة

“Barangsiapa yang dibukakan pintu doa, maka dibukakan baginya pintu-pintu surga.”

Allamah Thabathaba’i mengatakan: Makna hadis seperti ini juga diriwayatkan dari jalur Ahlul bait Nabi saw:

من أعطي الدعاء أعطي الاجابة

“Barangsiapa yang dikaruniai doa, ia dikaruniai ijabah.” Maksud hadis ini jelas sebagaimana yang telah kami terangkan.

Dalam Ad-Durrul Mantsur, Rasulullah saw bersabda:

لو عرفتم الله حق معرفته لزالت لدعائكم الجبال

“Sekiranya kamu mengenal Allah dengan pengenalan yang benar, niscaya doamu dapat memindahkan gunung-gunung.” Hadis ini bersumber dari Muadz bin Jabal.

Allamah Thabathaba’i mengatakan: Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengenal maqam Zat Yang Maha Benar dan kekuasaan Rububiyah-Nya, serta bersandar pada sebab-sebab lahiriyah, akan menyebabkan ia tunduk pada pengaruh sebab-sebab lahiriyah dan membatasi suatu akibat dari pengaruh penyebab yang sebenarnya. Sehingga, ia tidak tunduk pada pengaruh sebab yang sebenarnya walaupun ia meyakini sebab-sebab sebagai plantara.

Kita menyaksikan bahwa gerak dan perjalanan dapat mendekatkan sesuatu pada tujuan. Jika kita tidak meyakini pengaruh perjalanan dapat mendekatkan sesuatu pada tujuan, kita tetap meyakini bahwa perjalanan adalah plantara dan Allah swt sebagai Pemberi pengaruh. Karena tanpa gerak dan perjalanan, sesuatu tak akan sampai pada tujuan.

Kesimpulan: seluruh akibat tidak akan menyalahi sebab-sebabnya, dan tak ada semua sebab-sebab itu kecuali hanya sebagai plantara, bukan sebagai pemberi pengaruh. Disini jelas bahwa kejahilan tidak akan pernah dibenarkan oleh pengenalan yang benar tentang maqam Allah swt dan tak akan pernah sesuai dengan kekuasaan Ilahi yang sempurna.

Sebenarnya, hanya kahyal kita yang mengharuskan kita berkeyakinan bahwa seluruh akibat mustahil menyalahi sebab-sebab lahiriyah seperti berat dan daya tarik dalam dunia fisik, dekat dan gerak, lapar dan makan, haus dan minum, dan seterusnya. Hal ini telah kami jelaskan dalam kajian tentang mu’jizat bahwa hukum sebab-akibat adalah plantara antara Allah swt dan semua akibat, dan ini benar tidak perlu diragukan. Tetapi, hal ini tidak harus membatasi bahwa semua peristiwa bergantung pada sebab-sebab yang lahiriyah. Bahkan teori rasional, Al-Qur’an dan sunnah menetapkan kaidah yang mendasar tentang plantara dan membatalkan pembatasan.

Jika Anda telah memahami hal ini, Anda akan mengetahui bahwa pengenalan yang benar terhadap Allah mengharuskan pengakuan bahwa setiap apa yang dikhayalkan oleh umumnya manusia bukanlah kemustahilan yang subtansial. Karena itu pengaruh doa yang dimustahilkan oleh manusia umum Allah justru mengijabahnya, seperti peristiwa mu’jizat para Nabi. Peristiwa mu’jizat sebenarnya doa para nabi yang diijabah oleh Allah swt.

Dalam tafsir Al-Ayyasyi, tentang firman Allah swt: “Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,” (Al-Baqarah: 186) Imam Ja’far As-Shadiq (sa) berkata:

يعلمون اني اقدر ان أعطيهم ما يسألوني

“Mereka tahu bahwa Aku (Allah) Maha Kuasa memberi mereka apa yang mereka mohon pada-Ku.”

Dalam Tafsir Majma’ul Bayan, tentang firman Allah swt: “Dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran,” (Al-Baqarah: 186) Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Hendaknya mereka meyakini bahwa Aku (Allah) Maha Kuasa memberi mereka apa yang mereka mohon kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” Yakni agar mereka mendapat petunjuk kepada kebenaran.

(Disarikan dari Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathaba’i, jilid 2: 42-43).

(Tafsir-Tematis/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: