Di dalam perjalanan berumah tangga, terkadang muncul berbagai konflik atau perbedaan kepentingan yang memicu pertengkaran. Pertengkaran kecil yang bisa diatasi dengan segera, tentu baik sebagai bumbu romantika keluarga. Namun bila masalah yang ada tetap muncul dan kekesalan menumpuk dalam diri suami-istri, justru akan memicu masalah yang lebih besar di kemudian hari. Berikut ini adalah beberapa teknik untuk menghadapi konflik dan pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tangga.
Tenangkan Pikiran
Ketika terjadi sebuah pertengkaran, pikiran seseorang akan menjadi kalut serta kacau, di saat seperti ini orang tidak akan dapat menggunakan akal sehatnya dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, segeralah cari cara supaya tenang, jangan mengeluarkan kata-kata dalam kondisi marah, apalagi mengambil suatu keputusan. Segera ambil wudhu dan ubah posisi (dari duduk, menjadi berdiri, jalan-jalan ke kebun belakang, dll).
Tenangkan pikiran Anda, stop pertengkaran anda untuk sesaat, dan setelah tenang, diskusikan masalah yang ada dengan tenang.
Fokus Pada Masalah
Saat mendiskusikan masalah, sangat wajar bila muncul perdebatan. Jagalah agar perdebatan itu logis dan tidak melebar kemana-mana. Jangan mengaitkannya dengan hal-hal di luar masalah yang ada, apalagi mengungkit persoalan masa lalu pasangan. Memperlebar persoalan justru akan mempersulit mendapatkan solusi terbaik dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Gunakan Cara Bicara yang Konstruktif
Dalam studi yang menguji “gaya bertengkar” dari 373 pasangan selama 16 tahun, Kira Birditt, Ph. D mengungkapkan, pola pertengkaran yang dilakukan pasangan suami istri yang usia pernikahannya lebih dari 10 tahun, adalah menggunakan “teknk konstruktif” saat berargumen (berbicara dengan tenang, mendengarkan, dan memasukkan humor di dalamnya). Artinya, pernikahan bisa langgeng (lewat 10 tahun), jika pasangan melakukan gaya bertengkar yang konstruktif saat bertengkar; tidak mengumbar emosi, apalagi berkata-kata yang tidak sepantasnya.
“Menghadapi problem adalah cara terbaik, tapi,sangat penting untuk tidak menggunakan nada meremehkan,” kata Birditt.
Contoh gaya konstruktif adalah, misalnya, suami menolak menjemput anak, padahal istri besok juga ada keperluan penting sehingga tidak bisa menjemput anak. Dalam hatinya, istri yang kesal ingin berteriak, “Kamu selalu saj mendahulukan kantor, kau egois, kamu tidak mau memahami kesulitanku!”
Tapi, ia memilih berkata tenang, “Aku tahu kamu sibuk bekerja. Aku bisa menjemput besok, tapi bisakah kamu mengantar anak di pagi hari sehingga aku bisa datang ke kantor lebih pagi, dan pulang kantor lebih cepat.” Dengan cara ini, istri tidak menyalahkan, tapi memberi saran, apa yang sebaiknya dilakukan suami
(Liputan-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email