Pesan Rahbar

Home » » Hadis Ahlil Bait Dalam Kehidupan Individu dan Masyarakat

Hadis Ahlil Bait Dalam Kehidupan Individu dan Masyarakat

Written By Unknown on Friday, 30 September 2016 | 20:36:00


Oleh: Muhammad Muhammadi Rei Syahri


Ayatullah Rei Syahri lahir di kota Rei yang bersebelahan dengan ibukota Iran, Teheran. Dia pergi ke kota Qom pada tahun 1340 Hs. untuk meningkatkan jenjang pendidikannya, dari saat itu sampai kemenangan revolusi Islam Iran dia menempuh berbagai jenjang tinggi pendidikan Islam bersama guru-guru besar seperti Ayatullah Uzma Fadhil Lankarani, Ayatullah Uzma Jawad Tabrizi, Ayatullah Muhammad Ridha Gulpaigani, Ayatullah Uzma Wahid Khurasani, Ayatullah Muhammad Ali Araki, Ayatullah Uzma Ali Misykini, dan Ayatullah Uzma Khomaini.

Sejak awal kebangkitan Islam pada tanggal 15 Khurdad 1342 Hs. dia sudah mengenal tujuan dan pandangan Imam Khomaini. Pada tahun 1344 Hs. dia ditangkap oleh Badan Inteljen Sawak (badan inteljen kerajaan) di kota Masyhad dan dijebloskan ke penjara. Dia konsisten berjuang melawan rezim kerajaan sampai kemenangan revolusi Islam dan berkali-kali dia dikejar, ditahan, dan disiksa oleh Sawak. Pasca kemenangan revolusi, dia memikul berbagai tanggungjawab besar di Iran.

Ayatullah Rei Syahri adalah pendiri pusat kebudayaan pertama dan yang terbesar di bidang hadis dan ilmu-ilmu yang terkait dengannya. Pendirian Yayasan Darul Hadis dan fakultas ilmu-ilmu hadis juga merupakan salah satu hasil jerih payah dia.

Pada tahun 1369 Hs. pimpinan tertinggi revolusi Ayatullah Uzma Khameneh'i mengangkat Ayatullah Rei Syahri sebagai penanggungjawab Haram Suci Sayid Abduladzim Hasani. Pelantikan ini merupakan awal perubahan besar dalam pembangunan dan perluasan pusat kegiatan religius ini. Dari sekitar tahun 1991 sampai akhir tahun 2009 M. kemarin, di samping kegiatannya yang padat di bidang penelitian, pendidikan, dan pengelolaan Haram Sayid Abduladzim dia juga dipercaya oleh pimpinan revolusi sebagai amir haji dan perwakilan wali fakih dalam ibadah sosial haji. Banyak sekali karya yang telah dia tuliskan, dan sampai detik ini sudah lebih dari 30 judul buku hasil penelitian dalam 59 jilid tebal yang diterbitkannya.

Agar kita lebih banyak mengetahui kegiatan-kegiatan berharga Ayatullah Rei Syahri dan mengenal kedudukan hadis-hadis Ahli Bait as. serta kondisi hadis-hadis itu pada era sekarang, maka kami mengunjunginya dan alhamdulillah dia mau menerima kunjungan kami di sela-sela kesibukannya. Berikut ini kami akan menyajikan bagian pertama dari wawancara kami dengannya.


Bila anda setuju, kami akan memulai wawancara ini dengan pembahasan tentang esensi hadis dan kedudukannya. Kami mohon anda mau menjelaskannya kepada kami?

Menurut istilah para ahli hadis, kata-kata yang menyuratkan ucapan, tindakan atau persetujuan manusia yang suci (yaitu Nabi Muhammad saw. dan Ahli Bait as.) disebut dengan hadis, khabar atau riwayat. Hadis adalah hujat atau otoritas dan bukti, karena dia berasal dari manusia suci dan kandungannya terhitung wahyu Ilahi. Al-Qur'an menduduki posisi sebagai undang-undang dasar agama Islam yang lebih sering menjelaskan hal-hal universal dan memasrahkan perinciannya kepada hadis. Oleh karena itu, setelah Al-Qur'an, sunnah merupakan sumber terpenting dalam pengenalan agama. Maka oleh karena itu pula umat Islam memberikan perhatian yang istimewa terhadap penyimakan hadis, pencatatan dan pembukuannya, sehingga buku-buku induk hadis sekarang telah memuat ribuan hadis tentang berbagai topik yang bersentuhan langsung dengan kehidupan umat beragama. Setelah atau bersamaan dengan itu lahirlah berbagai ilmu yang terkait dengan hadis, seperti ilmu rijal, sejarah hadis, terminologi hadis, fikih hadis, dan lail-lain yang semuanya bermaksud untuk melestarikan, menyebarkan, memahamkan dan menjelaskan hadis-hadis tersebut.

Pembukuan hadis yang tersaji sekarang menjadi bukti bahwa sejak awal sejarah Islam sampai sekarang muslimin selalu menjunjung tinggi hadis setelah Al-Qur'an lebih daripada yang lain. Di masa kini, para intelekual muslim kembali memusatkan perhatian kepada literatur hadis dan berusaha untuk menggunakan sumber yang berharga ini secara maksimal, mereka mengambil langkah-langkah penting dalam rangka ini dengan cara mendirikan universitas, pusat penelitian dan lain sebagainya.


Bagaimanakah hubungan antara hadis dan Al-Qur'an?

Hadis memainkan peran yang sangat penting dalam mengabdi pada Al-Qur'an dan ajarannya yang luas dan mendalam. Kita bisa menyimpulkan peran hadis terhadap Al-Qur'an itu sebagai berikut: 1- Mengajarkan cara penafsiran Al-Qur'an yang benar; 2- Mengajarkan cara menerapkan undang-undang dan syariat di semua aspek kehidupan; 3- Menentukan letak pembatasan, pengecualian, dan penghapusan sebagian ayat Al-Qur'an; 4- Menerangkan perincian hukum Al-Qur'an; 5- Menjelaskan hukum Islam di bidang tertentu yang sengaja dibiarkan oleh Al-Qur'an; 6- Mengulas sejarah para nabi yang telah lalu sekaligus ajaran-ajaran mereka; 7- Memperkenalkan umat kepada isi Al-Qur'an yang sangat dalam dengan cara mengungkapkan takwil, batin atau obyek ayat-ayatnya; 8- Dan yang paling penting adalah mempersiapkan lahan dan kerangka ijtihad atau penyimpulan hukum Islam dari tuntunan Al-Qur'an. Dengan kata lain, menyuguhkan agama yang dapat dipercaya dan dipraktikkan bahkan pada masa gaibnya Imam Zaman, Imam Mahdi af.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai masalah ini, anda dapat membacanya dalam pendahuluan kitab "Mîzân Al-Hikmah". Di sana, tepatnya di judul Kedudukan Sunnah Dalam Pengetahuan Agama, dari halaman 19 sampai dengan 52 menerangkan masalah ini secara detil.


Menurut anda, sejak kapan hadis dikumpulkan?

Penulisan hadis, dalam kapasitasnya sebagai sumber kedua dalam pengenalan agama, telah dilakukan oleh tokoh-tokoh agama Islam sejak awal, pada zaman Rasulullah saw. sendiri sudah pernah ada kumpulan-kumpulan hadis seperti Sahifah Ali bin Abi Thalib as. dan Kitabu Ali as.

Setelah Rasulullah saw. wafat, penulisan hadis sempat berhenti sampai kurang-lebih satu abad, yaitu sampai periode Khalifah Umar bin Abdulaziz, itu terjadi karena memang para khalifah secara resmi melarang penulisan hadis nabawi. Sebagian ulama Ahli Sunnah memandang larangan ini diterapkan oleh para khalifah berdasarkan larangan Nabi Muhammad saw. akan penulisan hadisnya, tapi menurut sebagian yang lain larangan itu tidak lebih dari keputusan khalifah-khalifah itu sendiri agar hadis tidak bercampur aduk dengan Al-Qur'an, agar Al-Qur'an tidak diabaikan, dan lain sebagainya. Ulama Syi'ah sama sekali tidak menerima alasan-alasan itu, menurut mereka motivasi di balik larangan itu adalah kepentingan-kepentingan politis dalam rangka melawan aliran yang dibina oleh Ahli Bait Nabi saw., dan hilangnya sebagian besar hadis nabi serta menyusupnya hadis-hadis palsu adalah sebagian dari dampak negatif yang wariskan oleh ketetapan politis itu.

Meskipun para penguasa saat itu secara resmi melarang penulisan hadis dan bahkan menyiksa sebagian orang yang melanggarnya, akan tetapi Ahli Bait as. tetap berusaha sedapat mungkin untuk menyebarkan hadis, mencatat dan melestarikannya. Hal itu terbukti dengan tersusunnya empat ratus buku kumpulan hadis (ashl) yang lebih dikenal dengan sebutan "Ushûl Arba‘a Mi'ah", terbukti pula dengan besarnya jumlah hadis Syi'ah dan keterhindaran mayoritas hadis itu dari berbagai cela jika dibandingkan dengan jumlah dan nasib hadis Ahli Sunnah. Adapun Ahli Sunnah, baru memulai penulisan hadis di abad ke-II H. atas perintah Khalifah Umar bin Abdulaziz, sehingga pada abad ke-III H. tersusunlah enam buku induk hadis yang dikenal dengan nama "Kutubus Sittah".


Pada prinsipnya apa saja poin-poin dasar yang harus diperhatikan dalam menggunakan hadis?

Ulama ternama kita menjelaskan bahwa kita harus memperhatikan poin-poin berikut ini sebelum menggunakan hadis, yaitu:

1- Prinsip munculnya hadis.

Langkah pertama yang harus diambil adalah memastikan munculnya hadis dari manusia yang suci (maksum). Proses pemastian ini terkadang sampai tingkat keyakinan, seperti dalam hadis mutawatir, tapi terkadang hanya menghasilkan dugaan yang berharga akan kemunculan hadis tersebut, seperti dalam khabar wahid. Tanggungjawab ini pada umumnya diemban oleh ilmu rijal.

2- Prinsip keadaan hadis.

Dengan memperhatikan perjalanan sejarah Syi'ah dan perlakuan keras para penguasa terhadap para imam maksum as., setiap orang akan menyadari bahwa pada kondisi-kondisi tertentu hadis harus disampaikan secara taqiyah, seperti pada kondisi bertahan menghadapi bahaya lawan. Kendala besar ini terdapat pada hadis Syi'ah pada masa kehadiran imam. Tapi meskipun demikian, para perawi kawakan dan ahli hadis yang teliti pada masa itu sekalipun mampu mendeteksi hadis-hadis yang berdasarkan taqiyah dan kemudian menyisihkannya. Namun, sampai sekarang masih banyak hadis yang berdasarkan taqiyah di dalam literatur kita yang menuntut penelitian ulang. Data-data rijal dan teksual hadis akan sangat membantu kita dalam mendeteksi hadis-hadis itu.

3- Prinsip arti hadis.

Dari sisi teks, setiap hadis mengandung makna yang harus dicapai. Makna-makna hadis seyogianya disimpulkan dari kata-kata yang digunakannya. Pada tahap pertama makna literal kata-kata itu harus diterangkan, kemudian berdasarkan ketelitian ilmiah dalam mengamati indikator dan bukti-bukti lain kita melintas sampai maksud yang sesungguhnya dikehendaki oleh manusia suci dari teks itu. Ilmu fikih hadis dan ilmu-ilmu cabang lainnya bertugas menyelesaikan persoalan ini.

Salah satu poin penting dalam pemahaman hadis adalah memperhatikan keluarga dan famili hadis, dan alhamdulillah buku-buku kumpulan hadis yang disusun oleh Yayasan Darul Hadis memberikan perhatian yang proporsional terhadap hal ini.


Apa yang dimaksud dengan ilmu-ilmu hadis?

Asas agama Islam adalah Al-Qur'an, dan perinciannya ditanggung oleh sunnah. Allah swt. berfirman, "dan telah kami menurunkan dzikr (Al-Qur'an) kepadamu supaya engkau menjelaskan pada manusia apa saja yang diturunkan kepada mereka." [QS. An-Nahl: 44]. Banyak juga ayat lain yang dalam rangka ini mengharuskan manusia sekalian untuk mematuhi Rasulullah saw., seperti ayat "Taatlah kalian kepada Allah dan taalah kalian kepada Rasul." [QS. An-Nisa': 59] yang berulang kali ditekankan oleh Al-Qur'an, "Apa saja yang didatangkan kepada kalian oleh Rasul maka ambillah, dan apa saja yang dilarang atas kalian olehnya maka hentikanlah." [QS. Al-Hasyr: 7], "Sungguh-sungguh pada –diri- Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian." [QS. Al-Ahzab: 21], "Barangsiapa yang menaati rasul maka sungguh dia menaati Allah." [QS. An-Nisa': 80], "Tetapi tidak, demi Tuhanmu mereka tidak beriman sehingga mereka menerima engkau sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian di dalam hati mereka tidak terdapat keberatan atas apa yang engkau putuskan, dan mereka pasrah sepasrah-pasrahnya." [QS. An-Nisa': 65] dan ayat-ayat lain yang membuktikan otoritas sunnah nabawi.

Di samping itu, bukti-bukti pasti lainnya seperti hadis mutawatir Tsaqalain (dua pusaka Nabi saw.) telah menetapkan sunnah para imam Ahli Bait as. sebagai pemberi keterangan terhadap Al-Qur'an dan syariat Islam.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan sunnah adalah apa saja yang muncul dari pihak Nabi saw. dan Ahli Bait suci beliau. Ulama usul fikih pada umumnya meyakini ucapan, tindakan dan persetujuan manusia suci (maksum) sebagai sunnah yang berharga. Bahkan sebagian dari ahli hadis juga telah memasukkan sifat maksum ini saat mendefinisikan sunnah. Kesimpulannya, yang dimaksud dengan sunnah adalah ucapan, tindakan dan persetujuan manusia suci yang sesungguhnya.

Sedangkan hadis bertugas melaporkan sunnah kepada generasi yang akan datang. Untuk itu mereka mendefinisikan hadis dengan 'apa saja yang melaporkan ucapan manusia suci, tindakan dan persetujuannya.' Sepanjang sejarah, sunnah Nabi saw. dan para imam suci as. sampai ke tangan kita dalam bentuk hadis, begitu banyak perawi dan ahli hadis yang berusaha keras untuk mewariskan hadis-hadis sahih kepada generasi setelah mereka, baik secara lisan maupun tulisan.

Di sela-sela jerih payah tulus para perawi dan muhadis yang rajin dan amanat, masih saja ada cela yang merusak amanat nabawi dan imami (hadis imam) secara sengaja atau tidak disengaja. Oleh karena itu, hadis senantiasa menuntut penelitian dan kajian yang mendalam. Ulama-ulama pakar hadis telah menyusun beberapa ilmu untuk meneliti hadis dengan berbagai aspeknya berdasarkan ilmu-ilmu dasar tersebut. Dan mereka menyebut ilmu-ilmu yang berporos pada hadis itu dengan ilmu-ilmu hadis.


Dibagi menjadi berapakah pokok-pokok dasar ilmu hadis?

Ilmu hadis terbagi menjadi empat kelompok utama:

1- Ilmu Rijal.

Hadis terdiri dari dua bagian; sanad dan matan. Pada umumnya kajian tentang munculnya hadis dari manusia suci (maksum) dilakukan melalui penelitian sanad dengan prinsip otoritas khabar tsiqah (hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya). Ilmu rijal berperan mengenali perawi dan meneliti apakah dia dapat dipercaya ataukah tidak? Disiplin ilmu ini memisahkan antara perawi-perawi yang terpercaya dan perawi-perawi yang tidak dapat dipercaya atau bahkan pendusta. Kategori ilmu ini juga mencakup ilmu jarh dan takdil, tingkatan-tingkatan para rawi, dan ilmu-ilmu cabang yang lain.

2- Fikih hadis.

Kajian tentang matan atau teks hadis dan penggapaian pesan yang diusung olehnya adalah tugas ilmu ini, penggapaian makna literal dan maksud yang sesungguhnya itu sering dilakukan berdasarkan indikator dalam hadis itu sendiri atau bukti-bukti lain yang mengiringinya.

Prinsip dan kaidah yang mesti digunakan dalam menggapai makna dan maksud hadis telah dibahas dalam ilmu ini. Di samping dia juga mencakup beberapa ilmu cabang seperti gharibul hadis; yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata asing dalam hadis, dan ilmu sababu wurudil hadis; yaitu ilmu yang menerangkan latarbelakang munculnya hadis.

3- Dirayah Hadis.

Ilmu yang pada zaman sekarang dikenal juga dengan nama usul hadis atau mustalah hadis, tapi para ulama hadis terdahulu menyebutnya dengan dirayah hadis. Apa yang mereka maksud dari ilmu ini adalah hadisologi atas dasar pembagian hadis, pengenalan macam-macam hadis, dan hukum-hukum yang terkait dengan masing-masing hadis.

Ada juga yang menggunakan nama ini untuk ilmu fikih hadis. Tapi secara historis istilah ini digunakan oleh ulama syi'ah untuk pokok-pokok pembahasan yang tersebut di atas.

4- Ilmu Sejarah Hadis

Di zaman sekarang, berbagai ilmu telah menerima bubuhan filsafat, dan filsafat ilmu itulah yang menjadi topik pembahasan dan penelitian. Dalam hal ini, hadis juga menjadi obyek penelitian filsafat ilmu, dan kajian eksternal paling penting mengenai hadis adalah sejarah hadis. Peneliti di bidang ini, terlepas dari kajian ilmu-ilmu hadis, memusatkan perhatiannya kepada sejarah hadis dan pasang-surutnya sejarah tersebut, lalu dia menganalisis berbagai titik tolak sejarah hadis dan pergolakannya.

Usia ilmu ini masih belum lama, tapi sekitar setengah abad yang terakhir urgensi ilmu ini jauh lebih tampak daripada sebelumnya, khususnya bersamaan dengan munculnya kaum orientalis yang membangun kajian kritis mereka berdasarkan data-data sejarah.

Sudah barang tentu penguasaan terhadap sejarah munculnya hadis, sejarah penulisan dan pembukuan hadis serta pergolakan yang terjadi selama berabad-abad sangat memudahkan lahirnya gagasan-gagasan yang benar dalam menyikapi hadis dan mempertimbangkannya.

Perlu diketahui bahwa apa yang sekarang disebut dengan ilmu-ilmu hadis pada hakikatnya adalah ilmu-ilmu di luar hadis dan tidak mencakup makna dan ajaran yang terkandung dalam hadis itu sendiri. Artinya, ilmu-ilmu hadis adalah pengantar menuju makna dan maksud dari hadis-hadis Islam. Dan tujuan yayasan ilmu dan budaya Darul Hadis adalah menyiapkan program-program penting untuk memaksimalkan penggunaan hadis oleh para peneliti dan pecinta ilmu serta ajaran hadis.


Tolong jelaskan posisi hadis di tengah ulama Syi'ah?

Tepat seperti yang diungkapkan oleh pimpinan revolusi Ayatullah Khameneh'i, hadis adalah ibu semua ilmu islami atau minimal mayoritas dari ilmu-ilmu tersebut. Syi'ah, sejak awal berdiri berdasarkan nash dan ketaatan terhadap sunnah Nabi Muhammad saw. yang sesungguhnya. Itulah kenapa sepanjang sejarah Islam, dan khususnya pada periode awal munculnya Islam, perawi-perawi Syi'ah berusaha seamanat mungkin untuk memelihara sunnah dan menerapkannya. Petunjuk-petunjuk Ahli Bait as. dalam hal ini menjadi lentera bagi mereka. Dengan itu mereka berhasil melakukan berbagai kegiatan yang penting, seperti:

1- Penulisan dan pembukuan hadis.

Mulai dari zaman Amirul Mukminin Ali as. sampai seterusnya para sahabat imam serius sekali dalam mencatat dan membukukan hadis. Empat ratus karya kumpulan hadis (ashl) merupakan hasil jerih payah mereka selama itu. Empat ratus ashl itulah yang kemudian menjadi referensi penulisan buku-buku induk hadis Syi'ah. Perhatian ekstra mereka terhadap pemeliharan hadis secara teliti ini sangatlah berharga dan istimewa.

2- Kritik atas sanad hadis.

Berdasarkan riwayat Nahjul Balaghah, prinsip pertama yang diajarkan oleh Imam Ali as. untuk memperlakukan hadis adalah klasifikasi perawi hadis. Beliau membagi perawi hadis Nabi saw. menjadi empat kelompok: 1- Perawi yang munafik dan pendusta; 2- Perawi yang tidak cakap (hafidz), yakni perawi yang tidak mempunyai kemampuan ilmiah dalam mencerap hadis; 3- Perawi yang tidak teliti, yakni perawi yang tidak mampu mengenali mana hadis yang nasikh (menghapus) dan mana yang mansukh (dihapus) dan lain sebagainya; 4- Perawi yang jujur, cakap dan teliti. (perawi yang memenuhi semua syarat penerimaan riwayat).

Imam-imam setelah beliau juga mengajarkan berbagai petunjuk yang penting untuk diperhatikan dalam menyikapi hadis. Dan atas dasar petunjuk-petunjuk itulah para ulama Syi'ah dari dulu sampai sekarang menyusun prinsip-prinsip penilaian sanad hadis.

3- Fikih Hadis.

Ahli Bait as. selalu membimbing sahabat mereka untuk menggapai makna dan maksud hadis, dan banyak sekali kegiatan sahabat mereka dalam rangka itu, berbagai buku dan artikel mereka membuktikan hal tersebut, seperti karya tentang kata-kata hadis, kata asing dalam hadis, kelompok hadis tertentu dan keterangannya, pertentangan antar-hadis, dan lain sebagainya. Buku-buku induk hadis Syi'ah juga disusun oleh para ulama berdasarkan fikih hadis yang mereka pelajari dari Ahli Bait as.

Semua ini mereka lakukan demi mengoptimalkan penggunaan hadis di berbagai bidang ilmu-ilmu islami, karena pada umumnya ilmu-ilmu islami berhubungan erat dengan hadis. Ulumul Qur'an dan tafsir, ilmu kalam atau teologi, fikih, sejarah dan lain-lain yang bersumber dari hadis. Peran dan kedudukan penting hadis menurut ulama Syi'ah ini membuat mereka sangat mempedulikan penulisan buku-buku dan makalah mengenai hadis. Itulah sebabnya banyak sekali karya tulis yang diwariskan oleh mereka –mulai dari sahabat Nabi saw. sampai sahabat Imam Ali Alhadi as.- tentang tema besar ini.

Perhatian mereka menunjukkan peran dan kedudukan penting hadis pada masa imam-imam as., setelah itu mereka menulis tentang teologi literal berdasarkan hadis seperti kitab Al-Tauhîd dan Ushûl Al-Kâfî, begitu pula fikih literal berdasarkan hadis seperti empat buku induk hadis yang dikenal dengan sebutan Al-Kutub Al-'Arba'ah, akhlak literal berdasarkan hadis seperti kitab Al-Zuhd dan Tuhaf Al-'Uqûl, sejarah literal berdasarkan hadis seperti kitab Al-Irsyâd, dan lain-lain.

Selain memberikan perhatian yang selayaknya kepada hadis di dalam ilmu-ilmu literal islami, para ulama Syi'ah bahkan menyeret hadis sampai ke ruang lingkup filsafat. Mulla Sadra contohnya, karya-karya dia penuh dengan isyarat-isyarat hadis, Faidh Kasyani juga sangat berminat pada hadis di dalam kajian-kajiannya tentang teologi dan irfan. Begitu pula dengan ulama yang lain di bidang ilmu-ilmu rasional.


Bagaimana anda memandang kedudukan hadis di tengah kelompok-kelompok muslim lainnya?

Nilai dan kedudukan sunnah dan hadis di kalangan semua kelompok muslim adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Hanya segelintir orang saja di Pakistan yang menamakan dirinya dengan Ahli Qur'an dan sama sekali tidak menghargai sunnah, mayoritas ulama Islam bahkan meragukan keislaman mereka yang menolak sunnah tersebut. Semua mazhab Islam menghormati sunnah atau hadis, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara menggunakan hadis dan berargumentasi dengannya, dengan kata lain pola ijtihad mereka dalam hadis berbeda-beda.

Sebagian dari mereka hanya menerima sunnah Nabi saw., sebagian lagi menambahkan sunnah sahabat Nabi saw. terhadapnya, dan adapun Syi'ah hanya menerima sunnah Nabi saw. serta imam-imam suci as. dari Ahli Bait beliau. Ada juga yang menerima hadis apa pun, mereka adalah kelompok Hasyawiyah. Ada juga kelompok yang secara total menjunjung tinggi buku-buku spesial hadis Syi'ah atau Ahli Sunnah, mereka dikenal dengan sebutan Akhbari atau Ashabul Hadis.


Ciri khas apa saja yang harus dimiliki oleh spesialis ilmu hadis?

Tentunya tiga prinsip di atas, yaitu prinsip kemunculan hadis, keadaan dan makna hadis harus dikuasai oleh spesialis ilmu hadis. Ulama hadis ada yang mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul di tiga prinsip tersebut, dan ada juga yang hanya mampu di salah satu darinya. Kelompok yang pertama adalah spesialis ilmu hadis yang sempurna.

Memang ilmu-ilmu hadis dan undang-undang yang ditetapkannya untuk sampai kepada makna dan tujuan hadis adalah penting, tapi keterampilan, kepiawaian dan ketajaman indra pemahaman hadis seorang spesialis di bidang ini juga tidak kalah penting. Hal itu dapat dimiliki oleh dia melalui pengalaman yang banyak sekali dalam meneliti hadis. Dengan itu dia akan sampai kepada jenjang kemapanan dalam mendeteksi sabda-sabda manusia suci (Nabi saw. dan imam as.), dengan mudah dia dapat mengetahui apakah sabda itu betul-betul sabda mereka atau tidak.

Ahli Bait as. juga telah mengingatkan kita akan hal tersebut. Syekh Shaduq, contohnya, di dalam kitab "Ma'ânî Al-Akhbâr" meriwayatkan dari Imam Ja'far Shodiq as. yang bersabda, 'Satu hadis yang kamu mengerti lebih baik daripada seribu hadis yang kamu nukil, semata-mata seorang di antara kalian tidak akan menjadi fakih (ulama yang sesungguhnya) sampai dia memahami lika-liku tutur kata kami, karena sesungguhnya satu kata dari ucapan kami dapat bermakna sampai tujuh puluh macam ...'.

Ungkapan 'ma'ârîdha kalâminâ' (yang kami artikan lika-liku tutur kata Ahli Bait as.) menunjukkan bahwa bukan sembarang orang yang mampu memahami kedalaman, ketelitian dan pesan tutur kata Ahli Bait as., hanya para ulama rabbani yang mampu melakukannya. Kemampuan itu tidak dapat diperoleh seseorang hanya dengan bekal bakat pribadi dan penguasaan teoritis terhadap ilmu-ilmu hadis, melainkan juga sangat memerlukan cahaya hati yang paling dalam yang hanya dapat dicapai melalui taqwa, ketulusan hati dan kesucian jiwa. Al-Qur'an menyebutkan, "Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepada kalian furqon." [QS. Al-Anfal: 29].

Sudah pasti orang yang hanya bermodal hafalan tidak bisa menjadi ulama dan spesialis di bidang hadis, pemahaman yang dalam tentang ajaran Ahli Bait as. yang menjadi tolok ukur di sini. Jika kalian ingin penjelasan yang lebih terperinci dalam hal ini silahkan membaca pengantar ensiklopedia hadis "Mîzân Al-Hikmah", halaman 35 – 66.


Tolong jelaskan kepada kami tentang jurusan ilmu hadis dan kegunaannya?

Ilmu-ilmu hadis adalah jurusan baru yang tergolong ilmu insani. Meskipun terbilang baru, tapi jurusan ini mampu bahu-membahu dengan jurusan-jurusan yang lain.

Mayoritas ajaran agama kita adalah diambil dari hadis atau sunnah, oleh karena itu kegunaan jurusan ini juga sangat luas. Banyak juga hadis dari manusia-manusia suci (Nabi saw. dan imam as.) yang sampai kepada kita tentang berbagai ilmu insani, bahkan juga tentang sains. Penelitian akan hadis-hadis ini akan sangat membantu kita dalam memperjelas pandangan-pandangan Islam tentang tema-tema tersebut. Banyak sekali hadis-hadis mereka yang sangat berharga di bidang ilmu teologi, hadis, fikih, ekonomi, psikologi, sosiologi, politik, kedokteran, dan lain-lain.

Ulama terdahulu sudah berusaha keras untuk meneliti hadis-hadis di bidang ilmu fikih, usul fikih, dan teologi, mereka berhasil mengembangkannya dan itu patut dihargai, tapi masih dirasa perlu penelitian hadis di bidang ilmu-ilmu modern seperti ekonomi, psikologi, sosisologi, politik dan lain-lain.


Apa saja pengantar yang harus dimiliki seseorang untuk menguasai ilmu hadis?

Pengantar hadisologi itu telah kami jelaskan secara terperinci di dalam pendahuluan ensiklopedia hadis "Mîzân Al-Hikmah", globalnya adalah ilmu rijal, dirayah, kritik dan penilaian teks hadis melalui tolok ukur sesuai atau tidaknya hadis dengan Al-Qur'an, dan sesuai atau tidaknya hadis dengan akal pasti, dan tidak lupa juga seseorang harus memiliki cahaya hati kecil yang terang benderang. Inilah pengantar-pengantar penting yang harus dimiliki oleh siapa saja yang hendak menguasai ilmu hadis.

Penerjemah: Nasir Dimyati

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: