Pesan Rahbar

Home » » Pohon Yang Terkutuk Dalam Al-Qur'an dan Hadis

Pohon Yang Terkutuk Dalam Al-Qur'an dan Hadis

Written By Unknown on Friday 30 September 2016 | 20:54:00


Penerjemah: Nasir Dimyati


Pengantar

Al-Qur'an adalah kitab suci yang menjelaskan asas ajaran-ajaran wahyu Tuhan dalam rangka memberi petunjuk kepada semua manusia sampai Hari Kiamat dan diturunkan kepada Nabi Suci Muhammad saw.. Terkadang, karena maslahat tertentu, di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang disampaikan tidak secara eksplisit melainkan disampaikan secara implisit dan dengan menggunakan kata-kata yang fasih, mafhum serta mampu menyibak tabir hakikat. Kata-kata itu dipilih sekiranya dapat menerangkan makna sebagaimana ayat-ayat jelas lainnya sehingga bisa dimengerti dengan baik oleh orang yang menyimak dan merenungkannya.

Dan yang penting dalam pemahaman ayat-ayat ini adalah keterbebasan dari himpitan format-format sempit dan fanatisme mazhab serta golongan, al-Qur'an sendiri mengingatkan bahwa apabila ayat-ayat tersebut dipandang dengan kaca mata yang bernoda fanatisme niscaya pembacanya tidak akan memperoleh apa-apa selain bahaya dan kerugian. [1]

Salah satu kata yang mempunyai beragam penggunaan dalam al-Qur'an adalah kata syajaroh yang secara literal berarti pohon, seperti syajaroh mamnu'ah (pohon yang terlarang), syajaroh thoyyibah (pohon yang bagus), syajaroh khobitsah (pohon yang jelek), dan syajaroh mubarokah (pohon yang diberkahi). Adapun syajaroh mal'unah (pohon yang terkutuk) merupakan salah satu perumpamaan dalam al-Qur'an yang berdasarkan ayat keenam puluh surat al-Isra', Allah swt. menampakkan makna yang sesungguhnya dari pohon itu dalam mimpi yang dialami oleh Rasulullah saw. dan Dia peringatkan ahli pohon tersebut.

Al-Qur'an mengandung makrifat-makrifat Ilahi yang menjulang untuk umat manusia dan menggunakan metode penyampaian yang beraneka ragam. Di antara metode yang sering digunakan oleh kitab suci ini adalah bahasa perumpamaan. Karena penggunaan tamsil dan perumpamaan dalam pembicaraan akan sangat membantu dalam menyampaikan makna dan juga memahaminya secara cepat. Maka dari itu metode ini menjadi metode terbaik dalam menyampaikan persoalan-persoalan ilmiah dan rasional. [2]

Satu di antara tamsil-tamsil indah al-Qur'an adalah tamsil syajaroh mal'unah atau pohon yang terkutuk. Allah swt. berfirman:


﴿ وَ اِذ قُلنَا لَکَ اِنَّ رَبَّکَ اَحَاطَ بِالنَّاسِ وَ مَا جَعَلنَا الرُّؤیَا الَّتِي اَرَینَاکَ اِلَّا فِتنَةً لِلنَّاسِ وَ الشَّجَرَةِ المَلعُونَةِ فِي القرآنِ وَ نُخَوِّفُهُم فَمَا یَزِیدُهُم اِلَّا طُغیَانًا کَبِیرًا ﴾ /الإسراء: 60 .

Artinya: “Dan ingatlah ketika Kami berkata kepadamu (Muhammad) sesungguhnya Tuhanmu meliputi seluruh manusia, dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia, demikian pula pohon yang dilaknat dalam al-Qur’an, dan Kami mempertakuti mereka maka tiadalah (ancaman) itu kecuali menambah kedurhakaan besar bagi mereka”. (QS. al-Isra’: 60).

Di dalam ayat ini, Allah swt. menetapkan pohon yang terkutuk di dalam al-Qur’an sebagai bahan ujian. Dan untuk memahami ayat ini secara teliti, pertama-tama harus membedah arti secara mendalam kata syajaroh dan penggunaannya dalam kalimat.


Arti Syajaroh secara Bahasa dan Istilah

Syajaroh adalah kata tunggal yang dijamakkan dalam bentuk kata syajar, syajarot, dan asyjar. Syajar adalah sekelompok tumbuhan yang berpokok. [3] Dan berhubung syajaroh (pohon) adalah tumbuhan yang berpokok dan berakar kuat maka secara istilah kata itu juga digunakan untuk asal-usul dan keturunannya. Kalimat fulanun min syajarotin mubarokah berarti dia mempunyai asal-asul yang diberkahi. [4]

Dan berdasarkan penjelasan ini, dapat disaksikan bahwa ada beberapa ayat al-Qur’an yang menunjukkan makna itu, seperti:


﴿ اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّه‏ُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةً اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَ فَرْعُهَا فِي السَّماءِ ﴾ / ابراهیم: 24

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang bagus, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit”. (QS. Ibrahim: 24).
Dan ayat:


﴿ وَ مَثَلُ كَلِمَةِ خَبِيثَةً كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوقِ الاْءَرْضِ مَالَهَا مِنْ قَرَارٍ ﴾ / ابراهیم: 26

Artinya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang jelek, yang terbongkar dari tanah, tidak dapat tetap (tegak)”. (QS. Ibrahim: 26).

Penggunaan kata ini juga bisa ditemukan dalam hadis-hadis, contohnya dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.: “Wahai Ali! Orang-orang berasal dari berbagai pohon, sedangkan aku dan kamu berasal dari satu pohon”. [5]

Syajaroh atau pohon dalam hadis ini berarti asal-usul dan silsilah keturunan. Mawardi mengartikannya dalam bentuk yang berbeda tapi berdekatan dengan makna yang telah kami sebutkan di atas, dia berkata: “Syajaroh merupakan metafora atau kiasan dari wanita, dan masyarakat adalah anak-anak wanita seperti cabang-cabang pohon”. [6]


Sekilas tentang Ayat

Ayat tersebut terdiri dari empat bagian dan setiap bagiannya secara terpisah menunjukkan makna yang jelas, tapi dari sisi hubungan yang terjalin di antara bagian-bagian itu terdapat sesuatu yang masih global dikarenakan bagian yang kedua dan ketiga, yakni mimpi dan pohon, sebab Allah swt. tidak menerangkan apa yang Dia perlihatkan pada Rasulullah saw. dalam mimpi, selain itu di ayat-ayat lain tidak ada yang menafsirkan mimpi tersebut, dan mimpi yang dimaksudkan dalam ayat ini tidak sesuai dengan mimpi yang dijelaskan dalam ayat [7]

 لَقَد صَدَقَ اللهُ رَسُولَهُ الرُّؤیََا بِالحَقِّ لَتَدخُلُنَّ المَسجِدَ الحَرَامَ ... 

(artinya: “Sungguh Allah membuktikan kebenaran mimpi kepada Rasul-Nya bahwa sungguh kamu akan memasuki Masjidil Haram ...”, sebab ayat yang sedang kita bahas turun di Mekkah dan sebelum hijrah sedangkan ayat 27 surat al-Fath berhubungan dengan fenomena setelah hijrah.

Yang pasti bahwa di dalam ayat ini (al-Isra’ 60) Allah swt. tidak sedang menjelaskan dua bagian ayat tersebut yaitu kisah dalam mimpi dan kisah pohon terkutuk yang menjadi bahan ujian bagi masyarakat, melainkan Dia hanya ingin menunjukkannya secara global, dan mungkin sebagian dari perincian dua kisah itu bisa dimengerti dari konteks ayat-ayat yang bersangkutan. Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan sebuah persoalan bahwa manusia akan datang sama dengan manusia yang terdahulu dalam hal ketidakpedulian terhadap firman-firman Tuhan dan bahkan mendustakannya, mereka senantiasa menjadi model untuk generasi berikutnya sehingga secara gradual umat-umat manusia dari satu abad sampai abad selanjutnya merasakan siksa Tuhan berupa kebinasaan atau sedikit di bawah itu. Adapun ayat-ayat setelahnya dimulai dengan ayat [8]

 وَ اِذ قُلنَا لِلمَلَائِکَةِ اسجُدُوا لِآدَمَ ... 

(artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, sujudlah kalian kepada Adam, ...”.) dan menceritakan kisah Iblis serta menerangkan kemampuannya yang menakjubkan dalam menyesatkan bani Adam, ini menunjukkan bahwa ayat-ayat itu masih melanjutkan konteks ayat-ayat yang sebelumnya, atas dasar itu mimpi dan pohon yang terkutuk merupakan dua hal yang segera muncul di tengah masyarakat atau sudah muncul pada masa turunnya ayat-ayat tersebut dan mereka mengalami fitnah lantaran dua ujian itu sehingga kerusakan tersebar luas di antara mereka dan penindasa terus berkembang.

Berdasarkan hal di atas, Allah swt. mengutuk pohon itu di dalam al-Qur’an, dan dari sini pula dapat dimengerti bahwa memang kutukan terhadap pohon itu memang benar ada di antara kutukan-kutukan dalam al-Qur’an, sebab ayat tersebut mengatakat:[9]

 وَ الشَّجَرَةُ المَلعُونَةُ فِي القُرآنِ 

(artinya: “demikian pula pohon yang dilaknat dalam al-Qur’an”.).


Kutukan dalam al-Qur’an

Menurut ayat-ayat al-Qur’an, Iblis, [10] Yahudi, [11] orang-orang musyrik, [12] orang-orang munafik, [13] dan yang lain-lain adalah terkutuk sebagaimana orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, [14] orang yang menyembunyikan ayat-ayat al-Qur’an yang turun, [15] atau orang yang mengganggu Allah swt. dan Rasul-Nya[16].

Dengan berlandaskan arti syajaroh atau pohon yang telah dijelaskan sebelumnya (yakni asal-asul dalam keturunan) maka jelas bahwa yang dimaksud dengan pohon yang terkutuk adalah salah satu dari kelompok yang terkutuk dalam firman-firman Allah swt. di atas, dan kelompok itu memiliki sifat yang sama dengan pohon dari sisi pertumbuhan, percabangan, kelestarian, dan pembuahan, dan pada hakikatnya itulah fitnah yang menjadi bahan ujian bagi umat Islam.

Tentunya, karakteristik di atas hanya sesuai dengan salah satu dari tiga kelompok, yaitu Ahli Kitab, orang musyrik, atau orang munafik. Kehidupan dan kelestarian mereka di tengah masyarakat ada kalanya melalui cara reproduksi sehingga dengan peningkatan populasi mereka merusak agama sekaligus dunia masyarakat, dan ada kalanya melalui cara memproduksi kepercayaan atau mazhab sesat dan kemudian mereka sebarluaskan sehingga dari generasi ke generasi masyarakat mengikuti dan mewariskannya.

Setelah mengetahui bahwa pohon atau silsilah keturunan yang terkutuk di dalam al-Qur’an tidak keluar dari tiga kemungkinan ini, maka langkah berikutnya adalah mempelajari keadaan masing-masing dari mereka pada saat turunnya al-Qur’an. Ternyata, baik kelompok musyrik maupun Ahli Kitab dan baik sebelum hijrah maupun setelahnya mereka tidak mempunyai karakteristik yang telah disebutkan di atas; karena Allah swt. telah mengamankan umat Islam dari kejahatan mereka dan telah memberi mereka kebebasan sebagaimana firman-Nya di akhir hayat Rasulullah saw.:


﴿ اَلیَومَ یَئِسَ الَّذِینَ کَفَرُوا مِن دِینِکُم فَلَا تَخشَوهُم وَ اخشَونِ ﴾ / المائدة: 3

Artinya: “Pada hari ini orang-orang kafir putus asa untuk (mengalahkan) agama kalian, sebab itu janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku”. (QS. al-Ma’idah: 3).

Dengan demikian, tersisa hanya satu kelompok yang menjadi pusat perhatian di sini, mereka adalah kelompok munafik yang secara lahir menampakkan dirinya muslim dan melangsungkan kehidupan serta menyebar fitnah di tengah masyarakat melalui cara reproduksi atau dengan cara mengembangkan aliran sesat. Dan dari ikatan yang terkait dalam ayat yang bersangkutan dapat dimengerti bahwa ayat tersebut sedang menjelaskan masalah penting yang diawasi oleh Allah swt. dan di saat yang sama nasihat atau peringatan Kami terhadap masyarakat tidak berdampak apa-apa bagi mereka melainkan mereka semakin bertambah zalim. Maka dari itu, duduk persoalan di sini menjadi jelas bahwa Allah swt. telah menayangkan pohon atau silsilah keturunan yang terkutuk sekaligus sepak terjang mereka kepada Rasulullah saw. di alam mimpi, lalu Dia jelaskan kepadanya bahwa itu adalah fitnah yang akan menguji masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas maka makna ayat

 وَ مَا جَعَلنَا الرُّؤیَا الَّتِي اَرَینَاکَ اِلَّا فِتنَةً لِلنَّاسِ وَ الشَّجَرَةَ المَلعُونَةَ فِي القُرآنِ 

adalah Kami tetapkan pohon yang terkutuk –yang orang dan sepak terjang mereka telah Kami tunjukkan kepadamu dalam mimpi– sebagai fitnah dan ujian bagi masyarakat. Dan kata ganti majemuk dalam potongan ayat

 وَ نُخَوِّفُهُم فَمَا یَزِیدُهُم اِلَّا طُغیَانًا کَبِیرًا 

berarti masyarakat, dan yang dimaksud dengan penakutan atau peringatan di sini adalah peringatan dengan cara nasihat atau penakutan melalui tanda-tanda langit dan bumi yang mengerikan tapi tidak sampai membinasakan, jadi arti ayat itu adalah sebagai berikut: “Dan Kami telah mempertakuti umat manusia maka tiadalah (ancaman) itu kecuali menambah kedurhakaan besar bagi mereka”, mereka tidak takut dan peduli dengan ancaman Kami untuk meninggalkan perbuatan mereka yang telah lalu, sebaliknya mereka membalas ancaman Kami dengan kedurhakaan yang lebih besar.

Yang dimaksud dengan mimpi di dalam ayat ini adalah mimpi Rasulullah saw. tentang Bani Umayyah, sedangkan yang dimaksud dengan pohon terkutuk adalah silsilah keturunan mereka. Inilah juga yang disampaikan oleh mayoritas hadis-hadis dari jalur Ahli Sunnah yang terkait dengan tema pembahasan sekarang, begitu pula seluruh hadis dari jalu para imam suci Ahlul Bayt as.. [17]


Penafsiran Ayat Menurut para Mufasir Ahli Sunnah

Karya-karya tafsir Ahli Sunnah menunjukkan perbedaan para mufasir dalam menafsirkan ayat ini. Sebagian dari mereka menerangkannya secara sekilas dan lewat begitu saja tanpa menyinggung latar belakang sejarah Islam yang bersangkutan, sebagian lagi menyebutkan hadis-hadis yang serupa dengan hadis-hadis Syi’ah tapi secara terang-tarangan mereka tidak memberikan pernyataan tentang hadis tersebut, dan sebagian yang lain berusaha untuk menggugurkan popularitas hadis-hadis itu dengan cara melemahkan satu atau dua perawi yang meriwayatkan hadis-hadis itu. Berikut ini ada beberapa contoh pandangan mufasir-mufasir Ahli Sunnah sehubungan dengan ayat di atas:

1. Alusi

Dia menukil beberapa hadis setelah menyebutkan ayat itu, dan untuk meringkas penjelasan kami hanya membawakan satu contoh dari hadis-hadis yang dia nukil, yaitu: “Ibnu Murdawaih meriwayatkan bahwa suatu saat Aisyah berkata kepada Marwan bin Hakam: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda pada ayah dan kakekmu: “Kalian adalah pohon yang terkutuk dalam al-Qur’an”.” Kemudian Alusi berkomentar: “Atas dasar itu, yang dimaksud dengan Allah meliputi umat manusia adalah kekuasaan-Nya atas Dinasti Umayyah, akan tetapi yang dimaksud dengan Dinasti Umayyah bukan seperti anggapan Syi’ah yang menyebutkan orang-orang tertentu dari mereka, melainkan Dinasti Umayyah secara mutlak”. [18]


2. Brusawi

Dia menafsirkan mimpi di dalam ayat dengan sesuatu yang disaksikan oleh Rasulullah saw. di malam Isra’ Mi’raj. Di dalam tafsirnya, dia sama sekali tidak pernah menjelaskan apa yang dimaksud dengan pohon yang terkutuk di dalam al-Qur’an. [19]


3. Ibnu Katsir

Menurut dia, pohon yang terkutuk dalam al-Qur’an adalah pohon Zaqqum. Ketika Rasulullah saw. memberitakan surga dan neraka jahannam kepada masyarakat, mereka mendustakan beliau dan di antara mereka Abu Jahal berkata: “Ambilkan kurma dan mentega –yang dalam istilah mereka dua hal itu disebut dengan Zaqqum– untukku” lalu dia memakannya seraya berkata kepada yang lain: “Makanlah kalian juga darinya, sungguh kita tidak mengenal Zaqqum selain macam makanan ini”. Ibnu Katsir melanjutkan: “Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pohon yang terkutuk adalah Dinasti Umayyah, padahal hadis ini adalah hadis yang ghorib (aneh) dan lemah. [20]

Setelah itu, dia menukil hadis dari Ibnu Jarir sebagai berikut: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Hasan bin Zubalah yang meriwayatkan dari Abdul Muhaymin bin Abbas bin Sahal bin Sa’id yang berkata ayahku meriwayatkan dari kakekku berkata: “Suatu saat Rasulullah saw. melihat Bani Fulan menaiki mimbar beliau bagaikan kera, maka sejak itu sampai wafat beliau tidak pernah berkumpul dengan mereka sambil tertawa, dan Allah swt. menurunkan ayat

 وَ مَا جَعَلنَا الرُّؤيَا الَّتِي اَرَينَاکَ اِلَّا فِتنَةً لِلنَّاسِ 

(dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia) sehubungan dengan kesaksian Rasulullah saw. tersebut”. Lalu Ibnu Katsir mengkritisi hadis ini seraya berkata: “Sanad hadis ini sangat lemah, karena Muhammad bin Hasan bin Zubalah adalah orang yang tidak diakui dalam periwayatan hadis, sama dengan gurunya”. [21]


Menimbang Perkataan Ibnu Katsir:
a. Hadis itu bukan hanya diriwayatkan melalu jalur Sahal bin Sa’id dan berakhir pada Muhammad bin Hasan bin Zubalah, melainkan diriwayatkan dari berbagai jalur sebagaimana tercantum dalam kajian hadis.
b. Umumnya para mufasir Ahli Sunnah yang menolak penafsiran pohon yang terkutuk dalam al-Qur’an dengan Dinasti Umayyah, ketika dihadapkan pada hadis dari Aisyah dan perkataannya terhadap Marwan bin Hakam mereka diam saja seakan-akan mereka menerima kemutlakan hadis tersebut.


4. Fakhrur Razi

Dia berkata dengan bersandarkan pada pendapat mayoritas mufasir[22] bahwa yang dimaksud dengan pohon yang terkutuk adalah pohon Zaqqum yang disebutkan dalam al-Qur’an, dan menurut dia makna ini diperoleh dari ayat [23] اِنَّ شَجَرَةَ الزَّقُّومِ طَعَامُ الاَثِيمِ (artinya: “Sesungguhnya pohon Zaqqum itu, adalah makanan orang yang banyak berdosa”). Kemudian dia mengajukan sebuah kejanggalan bahwa jika memang benar pohon yang terkutuk adalah pohon Zaqqum lalu kenapa di dalam al-Qur’an sama sekali tidak ada laknat atau kutukan terhadap pohon tersebut, dia jawab bahwa ada beberapa kemungkinan untuk menghilangkan kejanggalan ini, yaitu:
• Maksud dari laknat di dalam ayat tersebut adalah kutukan terhadap orang-orang kafir yang mengonsumsi pohon Zaqqum. [24]
• Mengingat bahwa masyarakat arab menyebut semua makanan yang berbahaya dan tidak mereka sukai dengan makanan yang terkutuk maka pohon Zaqqum pun disebut terkutuk karena alasan yang sama. [25]
• Kata la’n (laknat) berarti menjauhkan. Maka pohon Zaqqum disebut terlaknat karena jaraknya yang jauh dengan seluruh sifat baik, [26] sebab pohon itu terletak di ujung neraka dan tumbuh di lokasi yang paling jauh dari rahmat Tuhan. [27]

Fakhrur Razi juga menukil sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa pohon yang terkutuk adalah Dinasti Umayyah; yakni Hakam bin Ash. Rasulullah saw. melihat dalam mimpi bahwa keturunan Marwan memindahkan mimbar beliau dari satu tangan ke tangan yang lain. Lalu Rasulullah saw. menceritakan mimpinya tersebut kepada Abu Bakar dan Umar yang pada waktu itu sedang berada di rumah beliau. Dan ketika mereka sudah keluar, Rasulullah saw. mendengar berita bahwa Hakam telah mengetahui kisah mimpi beliau. Kala itu Rasulullah saw. betul-betul marah dan menuding Umar sebagai pembuka rahasia, tapi setelah itu terbongkar bahwa Hakam sendiri menguping perbincangan Rasulullah saw. dengan Abu Bakar dan Umar.

Kemudian Fakhrur Razi menganalisa riwayat ini dengan meminjam bahasanya Wahidi, dia berkata: “Cerita ini terjadi di Madinah ( ketika keturunan Marwan telah memerintah ), padahal surat al-Isra’ turun di Mekkah. Oleh karena itu, riwayat ini jauh di luar kesahihan hadis, kecuali apabila dikatakan bahwa dari sekian ayat surat al-Isra’ hanya satu ayat ini yang madani ( turun di Madinah ), tapi tidak ada seorang pun yang berpendapat demikian”.

Dia juga berkata di akhir penjelasannya bahwa: “Salah satu hal yang menguatkan takwil pohon yang terkutuk dengan Dinasti Umayyah adalah perkataan Aisyah terhadap Marwan: “Allah (swt.) mengutuk ayahmu di saat kamu berada di tulang rusuknya, oleh karena itu kamu juga termasuk bagian dari orang yang dikutuk oleh Allah (swt.)”.”. [28]


5. Sayid Qutub

Dia menafsirkan mimpi tersebut dengan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah swt. kepada rasul-Nya di malam islar-mi’raj, dan menurut dia pohon yang terkutuk adalah pohon Zaqqum, tapi dia sama sekali tidak menyinggung hadis-hadis yang ada dalam kitab-kitab tafsir Syi’ah dan Ahli Sunnah. [29]


6. Baidhawi

Baidhawi adalah satu lagi dari mufasir Ahli Sunnah yang menyebutkan hadis ini ketika dia menafsirkan ayat 60 surat al-Isra’, dia berkata: “Kata sebagian orang, Rasulullah saw. melihat sekelompok dari Dinasti Umayyah menaiki mimbar beliau dan melompat-lompat di atasnya bagaikan kera, maka beliau bersabda: “itu adalah perolehan mereka dari dunia yang diberikan karena keislaman mereka” atas dasar itu maka yang dimaksud dengan firman Allah swt. اِلَّا فِتنَةً لِلنَّاسِ adalah fitnah yang terjadi pada masa mereka”.
Dia berpendapat bahwa pohon yang terkutuk adalah pohon Zaqqum, dan dia menakwilkannya dengan setan, Abu Jahal, dan Hakam bin Abi Ash. [30]


7. Thabari

Ibnu Jarir Thabari menukil hadis itu melalui jalur Sahal bin Sa’ad, redaksi hadis itu adalah sebagai berikut: “Rasulullah saw. melihat dinasti fulan melompat-lompat di atas mimbar beliau bagaikan kera, perbuatan mereka itu membuat beliau marah sehingga sejak dari itu sampai wafat beliau tidak pernah berkumpul bersama mereka sambil tertawa. Dan Allah swt. menurunkan firman-Nya

 وَ مَا جَعَلنَا الرُّؤيَا الَّتِي اَرَينَاکَ ... 

(dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia) sehubungan dengan kesaksian Rasulullah saw. tersebut”. [31]

Jelas pernyataan Thabari di atas tidak menentukan dinasti siapakah yang dilihat oleh Rasululah saw.? itulah sebabnya dia menulis dinasti fulan sebagai ganti dari Dinasti Umayyah. Di sela-sela penjelasannya atas berbagai hadis dari perawi yang berbeda-beda, selain dia tidak menolak hadis yang menyebut Dinasti Umayyah dia berpendapat: “Sebaik-baik pendapat dan yang paling benar di antara berbagai pendapat adalah pendapat yang mengatakan maksud dari mimpi di sini adalah tanda-tanda kebesaran dan pelajaran-pelajaran yang disaksikan oleh Rasulullah saw. selama perjalanannya menuju Baitul Maqdis. Atas dasar itu pula Thabari berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah ujian bagi orang-orang yang murtad setelah masuk Islam.

Dalam penafsiran ayat

 وَ الشَّجَرَةَ المَلعُونَةَ فِي القُرآنِ 

Thabari menukil hadis-hadis yang seluruhnya menakwilkan pohon yang terkutuk dengan pohon Zaqqum dan sama sekali tidak menyebutkan Dinasti Umayyah. [32]


8. Qurthubi

Dia menukil tiga hadis dari Ibnu Abbas. Hadis pertama mengatakan mimpi Rasulullah saw. adalah mimpi yang ditayangkan untuk beliau pada malam perjalanan menuju Baitul Maqdis. Ibnu Abbas juga menambahkan bahwa maksud dari pohon yang terkutuk adalah pohon Zaqqum, dan Tirmidzi menyatakan kesahihan hadis ini. Hadis kedua mengatakan mimpi dalam ayat yang bersangkutan di atas adalah mimpi Rasulullah saw. bahwa dia akan kembali masuk ke Mekkah pada Tahun Hudaibiyah. Dan ketika beliau kembali dari sana serta gagal pergi ke Mekkah maka muslimin pada waktu itu sedang diuji, dan pada akhirnya Allah swt. menurunkan ayat [33]

 لَقَد صَدَقَ اللهُ رَسُولَهُ الرُّؤيَا بِالحَقِّ 

(artinya: “Sungguh Allah membuktikan kebenaran mimpi kepada Rasul-Nya”.)

setahun setelah kejadian itu. Lalu Qurthubi menambahkan bahwa di dalam penakwilan ini terdapat kelemahan, karena surat al-Fath adalah surat makki (turun di Mekkah atau sebelum hijrah) sedangkan mimpi Rasulullah saw. tentang masalah Mekkah tersebut beliau saksikan di Madinah. Adapun hadis yang ketiga dia nukil bahwa Rasulullah saw. melihat Dinasti Marwan di alam mimpi sedang melompat-lompat di atas mimbar beliau bagaikan kera, perbuatan itu membuat beliau marah sehingga ada yang berkata “itu sekedar dunia yang diberikan kepada mereka” dan perkataan itu membuat beliau senang. Qurthubi menambahkan bahwa di Mekkah Rasulullah saw. tidak mempunyai mimbar, tapi mungkin saja mimpi melihat mimbar di Madinah itu terjadi pada diri Rasulullah saw. di Mekkah. Dia berkata: “Takwilan ketiga ini juga dibawakan oleh Sahal bin Sa’ad yang menyebutkan “sesungguhnya mimpi ini tidak lain adalah Rasulullah saw. melihat Dinasti Umayyah melompat-lompat di atas mimbar beliau bagaikan kera, maka beliau gelisah atas pemandangan itu sehingga sejak hari itu sampai wafat beliau tidak pernah terlihat tertawa saat berkumpul”.

Penulis buku Jami’ul Ahkam mengatakan: “Ayat ini turun ketika Allah swt. hendak memberitahukan pada umat manusia bahwa kekuasaan dinasti ini adalah fitnah atau ujian bagi mereka. Hasan bin Ali as. berkata dalam pidatonya tentang baiat kepada Muawiyah sebagai berikut: “Itu adalah fitnah bagi kalian dan harta benda kalian sampai hari kebangkitan”. Dan Ibnu Athiyah mengatakan: “Takwil ini –yakni takwil yang ketiga– masih perlu direnungkan lagi, karena yang jelas Usman, Umar bin Abdul Aziz dan Muawiyah tidak masuk dalam kategori mimpi itu”. [34]

Di akhir pembahasan, Qurthubi menerangkan pohon yang terkutuk dalam al-Qur’an dan menukil hadis dari Ibnu Abbas yang berkata: “Pohon di sini adalah Dinasti Umayyah, dan sesungguhnya Nabi saw. menyangkal Hakam”, lalu dia sendiri berpendapat: “Ini adalah perkataan lemah yang diada-adakan, karena surat yang bersangkutan adalah surat makki sehingga jelas takwil yang demikian adalah tidak mungkin, kecuali jika dikatakan bahwa hanya ayat ini saja dari sekian ayat dalam surat tersebut yang madani, tapi hal itu tidak terbukti, dan sungguh Aisyah telah berkata kepada Marwan “Allah (swt.) telah mengutuk ayahmu di saat kamu masih berada di tulang punggungnya, maka dari itu kamu juga merupakan bagian dari yang dikutuk oleh Allah (swt.)”. [35]


Referensi:

1. Allah swt. berfirman:

وَ نُنَزِّلُ مِنَ القُرآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحمَةٌ لِلمُؤمِنِینَ وَ لَا یَزِیدُ الظَّالِمِینَ اِلَّا خَسَارًا. ( الإسراء: 82)

Artinya: “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu sebagai penyembuh dan rahmat bagi orang-orang mukmin, dan ia (al-Qur’an) tidak menambahkan bagi orang-orang zalim melainkan kerugian”. (QS. al-Isra’: 82)
2. Pazhuhesyi dar Ulume Qur’an, halaman 195.
3. Lisanul Arob, jilid 7, halaman 36.
4. Ibid.
5. Kanzul Ummal: 32944.
6. Tafsirul Mawardi: jilid 3, halaman 254.
7. QS. al-Fath: 27.
8. QS. al-Isra’: 61.
9. Al-Mizan: jilid 13, halaman 136-138. dan penukilan ini secara ringkas.
10. an-Nisa’: 118.
11. QS. al-Ma’idah: 13 dan 64.
12. QS. al-Ahzab: 64.
13. QS. at-Taubah: 68.
14. QS. al-Baqarah: 161.
15. QS. al-Baqarah: 159.
16. QS. al-Ahzab: 58.
17. Al-Mizan: jilid 13, halaman 138-140. ringkasan.
18. Ruhul Ma’ani: jilid 15, halaman 107.
19. Ruhul Bayan: jilid 5, halaman 178.
20. Hadis Ghorib ada tiga macam: ghorib (aneh) dari sisi sanad (silsilah perawi)nya, aneh dari sisi redaksi, dan aneh dari sisi sanad sekaligus redaksi hadisnya. Ibnu Katsir ingin mengatakan bahwa hadis ini ghorib dari sisi sanadnya, yakni dalam setiap tingkatan perawi hanya ada satu orang yang meriwayatkan dari satu orang sebelumnya, dan yang dia maksud dengan hadis dho’if (lemah) adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis yang shahih, seperti hadis yang perawinya tidak dapat dipercaya.
21. Tafsirul Qur’anil Adzim: jilid 3, halaman 52.
22. Marhum Thabarsi juga menukil riwayat ini ( tapi dengan redaksi “dikatakan” ), tapi bukan berarti dia mengakuinya. Majma’ul Bayan: jilid 6, halaman 655.
23. QS. ad-Dukhon: 43-44.
24. Al-Kasyyaf: jilid 2, halaman 455; Ruhul Bayan: jilid 5, halaman 178.
25. Ibid., jilid 2, halaman 456.
26. At-Tafsirul Kabir: jilid 20, halaman 238.
27. Al-Kasyyaf: jilid 2, halaman 456; Ruhul Bayan: jilid 5, halaman 178.
28. At-Tafsirul Kabir: jilid 20, halaman 238. Sebagaimana Anda perhatikan, Farkhrur Razi setelah menggugat pendapat yang menyatakan pohon yang terkutuk adalah Dinasti Umayyah dengan meminjam bahasa Wahidi, dia menukil perkataan Aisyah terhadap Marwan yang sebetulnya menguatkan pendapat tersebut, dan dia tidak ada penjelasan selanjutnya. Maka dari itu, sikap dia yang tidak menolak riwayat Aisyah menjadi bukti yang membenarkan tafsir atau pendapat tersebut.
29. Fi Dzilalil Qur’an: jilid 5, halaman 341.
30. Ibid., jilid 15, halaman 113.
31. Jami’ul Bayan: jilid 15, halaman 112.
32. Ibid: jilid 15, halaman 113.
33. QS. al-Fath: 27.
34. Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an: jilid 10, halaman 183-184.
35. Ibid., jilid 10, halaman 185.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: