Pesan Rahbar

Home » » Keberagaman di Dunia Kontemporer Barat

Keberagaman di Dunia Kontemporer Barat

Written By Unknown on Monday, 19 September 2016 | 16:48:00


Oleh: iHamid Katsir

(Seminar ini diselenggarakan oleh pusat penelitian Madreseh Olie Fiqh Wa Ma’orefe Islomi dengan kerjasama fakultas Filsafat dan Teologi, dan dihadiri oleh Prof. Dr. Muhammad Legen Hausen serta Dr. Hamid Katsiri, pada tanggal 15 – 10 – 1384 Hs.)


Moderator:

Bismillahirrohmanirrohim. Sebelum saya buka acara seminar ini secara resmi, ijinkan saya untuk memperkenalkan secara singkat biografi dua guru besar yang hadir di sini. Dr. Muhammad Legen Hausen lahir di New York, Amerika pada tahun 1953 M., dia mendapat gelar doktor filsafat dari Universitas Boston pada tahun 1983 M., dan pada tahun tahun 1979 terpilih sebagai dosen fakultas, dia mengajar pengantar ilmu logika, pengantar filsafat, aestetika, etika, filsafat mazhab dan metafisika di sana sampai tahun 1989.
Dia mengisahkan bagaimana dirinya masuk Islam sebagai berikut, “Saya dulunya beragama Kristen Katolik dan juga berpendidikan agama. Tapi setelah masuk universitas, saya tinggalkan agama Kristen dan secara filosofis saya terpengaruh kuat oleh Eksistensialisme Atheis dan Logika Positivisme. Kemudian, pada tahun 1979 saya mulai mengenal kitab Nahjul Balaghah, karya-karya Allamah Thaba’ Thaba’i dan Syahid Mutahhari melalui murid-murid muslim saya di universitas Texas selatan. Dengan mempelajari buku-buku itu, semakin hari saya semakin tertarik kepada agama Islam dan terpengaruh oleh pemikiran Maulana, Sa’di, Attar, dan para arif muslim lainnya. Adapun dari sudut pandang politik, saya betul-betul terpengaruh oleh kegiatan-kegiatan Imam Khomaini ra. dan revolusioner lainnya yang memperjuangkan keadilan dan mengorbankan seluruh kehidupannya demi menyukseskan Revolusi Islam. Lalu, pada tahun 1983 saya mengucapkan dua syahadat di sebuah masjid di Boston, dan setelah itu saya termasuk orang yang mendirikan organisasi mahasiswa muslim di universitas Texas selatan. Pada tahun 1985, saya mendapat kesempatan untuk datang ke Iran dalam rangka memperingati tahun keenam kemenangan Revolusi Islam. Dan pada tahun 1989 saya diundang oleh yayasan 'Hikmat Dan Filsafat' untuk datang ke Iran, 4 tahun saya mengajar di sana. Kemudian Ayatullah Misbah Yazdi mengundang saya untuk mengajar filsafat di pusat pendidikan yang didirikannya, maka sejak itu sampai sekarang saya rutin mengajar di Muassasah Omuzesyi Pazuhesyi Imam Khomaini ra.”

Artikel-artikel Dr. Legen Hausen seringkali dapat dibaca dalam majalah-majalah spesialis. Teman-teman yang akrab dengan diskursus etika, filsafat dan teologi pasti telah membaca artikel-artikel dia. Selain itu, dia juga telah menulis buku-buku seperti Islom Wa Kasrat Gero’i, Siyohate Andisyeh Dar Seqle Din, dan lain-lain.

Hujjatul Islam Walmuslimin Dr. Kasiri pernah mengenyam pendidikan Hauzah Ilmiah sampai tiga tahun Kuliah Kharij (Luar Biasa) Fikih. Ada banyak karya yang ditulisnya, seperti karya-karyanya tentang Imam Khomeini ra. yang merupakan hasil penelitian dia secara khusus selama tiga tahun. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikannya sampai tahun 1375 Hs. di Austria, jurusan teologi, dan dia mendapat gelar doktor jurusan itu di sana. Salah satu ciri khas Dr. Kasiri yang bisa diambil pelajaran oleh peserta di seminar ini adalah penguasaan dia terhadap bahasa Inggris, Jerman, Ibrani, dan Arab. Sekarang, dia sedang menyelesaikan penelitian pasca doktoral di bidang hermonetika. Doktor Kasiri mempunyai ijasah mengajar teologi Kristen Katolik di seluruh dunia, dia dosen undangan di Universitas Austria dan Swiss. Dia juga termasuk anggota di berbagai proyek internasional, seperti filsafat agama, sistem internasional agama dan kekerasan. Dia juga telah menulis berbagai artikel dengan berbagai bahasa seperti Inggris.

Pasca tragedi 11 September dan kejadian-kejadian yang muncul di Amerika setelah itu, ada dua pola pandang terhadap Islam di Barat: Pola pandang pertama mengira dapat menambah tekanan terhadap muslimin dengan cara menuding mereka sebagai pelaku tragedi 11 September, sehingga dengan demikian Barat bisa menyimpanggunakan tragedi ini dan melancarkan proganda tajam anti Islam serta menghentikan atau –minimal- memperlambat pertumbuhan Islam di sana. Tapi untungnya, meskipun berbagai proganda anti Islam di Barat telah digulirkan, media-media massa Barat mengerahkan semua kekuatannya untuk menghadang perkembangan Islam, tetap saja setiap hari kita menyaksikan di surat kabar harian, majalah, situs internet, dan kanal-kanal televisi dunia bahwa Islam di Barat terus berkembang dan jumlah orang yang memeluk agama itu bertambah banyak. Walaupun demikian, Barat terus menambah gencar propagandanya anti Islam. Persoalan ini mengundang tanda tanya di kepala para mahasiswa dan pelajar agama, apa sebetulnya pandangan dunia Barat sekarang tentang Islam? apa faktor-faktor yang menyebabkan kecenderungan pada agama Islam di Barat tetap ramai? Untuk itu, di sini kami telah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang ingin kami tujukan kepada guru-guru tamu yang terhormat.

Pertama, kami berharap kepada Dr. Legen Hausen untuk berbicara tentang kecenderungan pada agama di dunia kontemporer Barat sebagai pengantar atas pembahasan kita sekarang.


Dr. M. Legen Hausen:

Bismillahirrohmanirrohim. Kecenderungan pada agama di Barat, bahkan di dalam satu negara, mempunyai metode yang beragam. Kita tidak bisa secara global mengatakan bagaimana kondisi minat terhadap agama di dunia Barat? Saya akan berbicara sedikit tentang keberagamaan di Amerika. Menurut statistik yang ada, mayoritas penduduk Amerika adalah orang yang beragama. Yakni, dari sisi statistik dan ketika penduduk ditanya apakah Anda termasuk anggota gereja atau kelompok religius tertentu, ataukah tidak? Jika dibandingkan dengan penduduk negara-negara Eropa, mayoritas penduduk Amerika menjawab iya, mereka termasuk orang yang beragama. Transmisii keberagamaan di Amerika sekarang bergerak cepat sekali. Ada banyak gereja besar dan terkenal di Amerika. Katolik, Loterik, dan Kardenik, masing-masing mempunyai pendukung yang banyak dan masih aktif. Tapi, jika dibandingkan dengan masa lalu, keikutsertaan mereka dalam acara-acara sudah berkurang; khususnya di kalangan pengikut mazhab Katolik.

Di Amerika, kelompok-kelompok protestan, yang dikenal sebagai kelompok kecil dan sempalan, tidak begitu terorganisir tapi jauh lebih aktif daripada yang lain. Saya orang New York, gereja-gereja di sana mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu. Gereja-gereja Katolik di New York mewajibkan pengikutnya untuk hadir dalam acara religius pada setiap hari minggu. Tapi, orang-orang katolik sedikit sekali yang mengikuti acara tersebut. Bahkan, orang-orang yang hadir juga malas-malasan mengikutinya. Sebagian gereja di New York tutup, karena keanggotaan mereka terlampau sedikit. Pastur-pastunya sedikit sekali. Sekarang ini, gereja-gereja katolik di New York mendatangkan pastur-pastur dari Afrika. Berapa meter dari gereja katolik, ada toko yang disewa oleh sekelompok orang kristen dan mereka menyelenggarakan acara-acara religius mereka sendiri di sana. Di sana, penduduk bukan pengangguran, secara intelektual mereka semangat sekali, kelompok-kelompok aktifis yang semangat pada umumnya, secara politik mereka mendukung kubu kanan; artinya, setengah dari pengikut katolik di Amerika adalah pendukung Bush, dan setengah yang lain menentang dia. Dengan ibarat yang berbeda, setengah dari mereka pendukung kubu kanan, dan setengahnya yang lain pendukung kubu kiri.

Di Amerika, gereja-gereja yang terkenal malah mempunyai anggota sedikit, sedangkan kelompok-kelompok kecil yang menekankan program-program emosional ternyata lebih berkembang. Biasanya, propaganda-propaganda anti Islam membuat masyarakat berpandangan negatif terhadap Islam, tapi sebagian orang malah terdorong oleh propaganda itu untuk meneliti agama Islam dan mencari informasi tentangnya. Dan sebagian dari mereka yang melakukan penelitian itu jadi tertarik bahkan memeluk agama Islam.


Moderator:

Pertanyaan yang sama, tapi untuk kawasan Eropa, kami lontarkan kepada Dr. Kasiri. Kami harap dia juga memberikan penjelasan tentang aliran-aliran Kristen, jika memang dia pandang hal itu patut untuk dibicarakan.


Hujatul Islam Dr. Kasiri:

Bismillahirrohmanirrohim. Pertanyaan ini sangat global; tapi tak apalah, saya coba sebisa mungkin untuk memberikan jawaban yang komprehensif. Saya ucapkan terimakasih kepada Dr. Legen Hausen yang telah menyebutkan apa itu Barat? Jika kalian tanyakan, cuaca di dunia sekarang bagaimana? Jelas, tidak ada jawaban apa pun di dunia ini untuk pertanyaan semacam itu. Dimanakah Barat? Barat yang mana? Singapura juga Barat, Jepang juga termasuk dunia Barat. Oleh karena itu, pertanyaan ini global sekali, dan untuk menjawabnya membutuhkan waktu berjam-jam.

Jika saya ingin mengkaji agama di kawasan Eropa terkini, jelas hal itu membutuhkan berbagai penelitian. Secara ringkas saya katakan bahwa, Eropa Barat secara geografi agama terbentuk dari tiga bagian asli; Utara Eropa yang pada umumnya protestan, Eropa Tengah yang terdiri dari pengikut protestan dan katolik, dan Eropa Selatan yang pada umumnya katolik. Eropa Timur juga mempunyai pembagian yang tersendiri. Pada umumnya di sana, gereja-gereja ortodoks yang aktif. Ortodoks sendiri mempunyai berbagai cabang. Bahkan, sekarang ada juga yang namanya Ortodoks – Protestan, yakni Ortoprotestan, Ortokatolik, dan Ortoortodoks. Gereja-gereja etnikal di Eropa Timur aktif sekali; seperti geraja Armenia yang mempunyai budaya dan bahasa Armenia; tentu, bukan berarti mereka pasti protestan, karena di antara mereka ada yang protestan, katolik dan juga ortodoks.

Pertanyaannya sekarang tentang agama, dan bukan teologi. Perbedaan antara agama dan teologi sangat jauh sekali seperti antara langit dan bumi. Masyarakat dunia sekarang, khususnya di Eropa, hidup dengan agama, tapi bukan dengan teologi. Agama mereka terbatas pada semacam ritual-ritual yang bentuk sosialnya adalah hadir di gereja-gereja, itu pun sekali dalam seminggu. Keberagamaan dalam bentuk rumah tangganya adalah keluarga religius di rumah, pada saat makan mengusap salib; yakni, agama di sini maksudnya adalah agama yang sudah menurun atau tergembosi.

Sekarang pun, dua sisi di atas juga tidak begitu diperhatikan. Itulah sebabnya kita sering menyaksikan gereja-gereja di Eropa Utara dan Eropa Tengah yang disewakan atau bahkan dijual. Di Inggris dan Prancis sekarang, gereja-gereja dijual dan diubah menjadi masjid. Sebagian gereja yang membutuhkan biaya perawatan tinggi, dihadiahkan kepada orang-orang Islam; karena, jika gereja itu tidak mereka hadiahkan, maka berubah menjadi pasar barang-barang antik atau bekas yang dikunjungi oleh masyarakat, sekali atau dua kali dalam seminggu dengan maksud perniagaan. Menurut mereka, lebih baik orang-orang muslim menunaikan ritual shalat di sana daripada gereja ini menjadi pasar barang bekas. Saya menyaksikan sendiri masalah ini di Paris dan Inggris. Di Belanda juga sekarang banyak gereja yang diliburkan. Di Eropa Tengah, kehadiran masyarakat di gereja sangat minim sekali.

Setelah tragedi 11 September, gereja-geraja mengalami peningkatan dari sisi jumlah orang kristen yang hadir di sana. Hal itu karena para kapital politik zaman sekarang menginginkan agar masyarakat senantiasa berada dalam ketakutan, beda halnya dengan agama Islam yang menginginkan masyarakat tetap hidup dengan modal harapan. Ini adalah salah satu perbedaan esensial antara pemikiran Islam dan pemikiran Kristen zaman sekarang.

Setelah tragedi 11 September, untuk pertama kalinya para pengikut protestan dan katolik sama-sama pergi ke gereja; gereja yang sebelumnya sama sekali tidak dihormati sekarang jadi penuh oleh peserta, bahkan sebagian dari mereka terpaksa harus berdiri di luar. Tentunya, jangan disalahpahami bahwa agama di Barat mirip dengan gambaran yang kita miliki di dunia Islam. Agama ala Eropa tidak selamanya berdasarkan pada prinsip-prinsip teologis; melainkan telah digembosi sehingga tidak lebih dari ritual-ritual saja; untuk itu, sekarang posisi agama Kristen telah direbut oleh perusahaan-perusahaan ekonomi seperti Adidas dan Nike. Sekarang, Adidas sudah menjadi agama; karena, mempunyai pahlawan, tradisi, adat istiadat dan selogan-selogan tertentu. Begitu pentingnya Adidas sampai foto-foto pahlawannya digantungkan di dada-dada pengikutnya, dan di rumah-rumah pun mendapatkan penghormatan yang luas biasa. Ini adalah bentuk baru dari keberagamaan, yang diajarkan atas nama teologi di kampus-kampus seperti pada masa abad-abad pertengahan, atau bahkan lebih buruk daripada itu.

Istilah-istilah yang sangat njelimet dan rumit sekali diajarkan di sana; tapi, karena tuntunan-tuntunan agama ini tidak berdiri di atas dasar-dasar teologi yang dalam, maka tidak begitu memainkan peran penting di tengah masyarakat.

Menurut kepercayaan kita, manusia secara fitrahnya selalu mencari Tuhan. Sekarang, dunia sudah ditemukan gantinya. Di sini, saya ingin menyinggung istilah yang baru saja muncul. Berkenaan dengan cuaca, contoh kita katakan bahwa minggu ini di Teheran kita mengalami Inuersion; yakni pergantian cuaca, yakni, udara tidak lagi bergerak, asap tebal tinggal di bawah, sehingga udara jadi berat sekali. Dalam pembahasan agama zaman sekarang juga telah terjadi semacam Inuersion. Maksudnya, para penganalisa persoalan-persoalan agama zaman sekarang, yang dalam hal ini mereka senada dengan para politikus, tidak mampu menganalisa kenapa sekarang terjadi pergantian religius di Barat dan Timur. Di Barat sekarang, kepercayaan agama-agama timur sedang populer, dan ini wajar saja terjadi; karena, pertama bahwa manusia adalah makhluk yang senantiasa ingin tahu, dan secara fitrah setiap manusia menganut agama dan mencari hakikat yang dapat memuaskan fitrahnya. Sebab, di dalam agama-agama pribumi terdapat ruang hampa sehingga tidak mampu memberikan jawaban terhadap kebutuhan manusia berfitrah. Maka, mau tidak mau manusia mencari agama yang lain sebagai ganti. Kedua, pada zaman sekarang, ada sebagian agama yang sengaja ingin ditanamkan di Eropa dengan alasan-alasan politik; contohnya, di Eropa sekarang, Budisme dan Hinduisme gencar sekali dipropagandakan pada saat minat masyarakat kepada Islam lebih besar dari sebelumnya. Sebaliknya pun demikian; di negara-negara seperti Cina, Jepang, Korea, India, bahkan Iran minat ke arah agama Kristen lebih besar dari sebelumnya.

Semua itu terjadi karena dua sebab: rasa ingin tahu yang terpatri dalam diri manusia, dan faktor-faktor politik. Ketika Barat berusaha keras untuk melokasikan Budisme dan Hinduisme, dan dengan mudah sekali mereka menyediakan pusat-pusat budaya dan klub-klub propaganda untuknya, mereka tidak memberikan sambutan yang sama terhadap sekolah-sekolah islami. Bukan saja mereka tidak menyambut hangat pusat-pusat kegiatan islami; bahkan, mereka dengan segala cara dan berbagai alasan berusaha menekan orang-orang muslim. Di Btoston Inggris, ada pusat islami di daerah yang strategis, ramai, dan dekat dengan beberapa universitas. Tidak lama kemudian muslimin berhasil membeli tempat dan baungunan itu dengan bantuan dari Iran dan beraktifitas sebagai pusat islami untuk universitas-universitas setempat. Melihat gejala itu, Inggris segera memberikan setengah dari bangunan yang masih kosong itu kepada kelompok homoseksual. Praktis, sekarang klub homoseksual semarak di sana. Oleh karena itu, ada budjet yang dikucurkan di sana untuk aktifitas kebudayaan, tapi sayang pusat-pusat islami seperti itu selalu berada di bawah tekanan.

Agama dan aliran-aliran pokok Eropa sekarang betul-betul di bawah pengaruh Amerika. Dari aspek sosial, masyarakat ingin sekali berpola Amerika. Kalau saja Anda mengikuti berita berbahasa Jerman, setiap minggu kanal ZDF Jerman pasti menyampaikan sebuah berita dari New York, apa pun beritanya tidak jadi persoalan, walau hanya –contoh- monyet ini telah mati atau melahirkan di kebun binatang New York. Aliran-aliran fundamental protestan Amerika sekarang aktif sekali di Eropa, dan masalah ini membuat gelisah para politikus dan tokoh religius di Eropa. Di Olimpiade Yunani, ada sepuluh anten yang giat mempropagandakan aliran-aliran Amerika di sana. Athena adalah tempat lahirnya aliran Ortodoks. Setahun sebelum penyelenggaraan Piala Dunia 2006 M. di Munchen, aliran-aliran Amerika sudah memesan tempat di sana untuk menyebarkan ajaran Kristen pada waktu diselenggarakannya pertandingan sepakbola. Dan kenyataan ini membuat gerah sebagian pihak di Eropa.

Dengan demikian, perbedaan antara aliran-aliran Kristen seperti halnya mereka bertanya kepada kita, apakah kamu Syi’ah atau Ahli Sunnah? Apa perbedaan asasi antara Syi’ah dan Ahli Sunnah? Kita jawab bawa perbedaan utama antara kita terletak pada persoalan imamah dan otoritas penafsiran teks suci Islam. Di gereja pun demikian halnya. Ada satu pertanyaan yang asasi di antara mereka. Masalah-masalah sejarah telah melahirkan cabang-cabang tertentu. Dan secara teologis, semuanya kembali pada persoalan ini.
Pertanyaannya adalah, siapa yang mengerti seutuhnya kitab suci dan berwenang untuk menafsirkannya? Pertanyaan ini mempunyai dasar-dasar yang berbeda-beda, atau dapat dipandang dari berbagai sudut yang berbeda-beda pula. Perhatian terhadap persoalan ini telah menyebabkan munculnya aliran-aliran Kristen.


Moderator:

Kami bertanya kepada Dr. Legen Hausen: apa faktor-faktor kecenderungan Barat kepada agama Islam? Apakah spiritualitas dan irfan islami yang menyebabkan mereka jadi lebih menyukai agama Islam? Ataukah rasionalitas agama Islam yang menyebabkan orang-orang barat berminat kepadanya? Atau ada faktor selain itu semua?


Dr. Legen Hausen:

Ada macam-macam faktor kecenderungan orang-orang Barat kepada agama Islam. Di Amerika, banyak yang menyukai irfan islami. Saya sering berbicara dengan orang Amerika yang masuk Islam, ternyata banyak sekali di antara mereka yang menyukai irfan. Maksud saya dari irfan di sini bukan karya-karya Maulawi atau Kaisari. Mereka senang sekali dengan puisi Maulawi. Ada seorang penyair Amerika yang melantunkan puisi-puisi indah berdasarkan karya-karya Maulawi. Spiritualitas mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Kita menyaksikan berbagai kecenderungan di antara kelompok-kelompok yang berbda-beda. Kecenderungan orang-orang kulit hitam kepada Islam ada kaitannya dengan sejarah Amerika. Salah satu faktor kecenderungan orang kulit hitam kepada Islam adalah ketertindasan mereka di Amerika. Sebagian orang kulit hitam mengatakan, kita pergi ke gereja, ternyata kita melihat Almasih digambarkan seperti lelaki eropa yang kemudian disalib. Kami tidak ingin menyembah orang kulit putih. Itulah sebabnya kami jadi muslim. Saya juga pernah bertemu dengan sekelompok orang muslim di Amerika yang mengatakan bahwa imam-imam suci as. adalah orang-orang kulit hitam. Fatimah Zahra as. adalah orang kulit hitam, Abu Bakar berwajah merah, atau –contoh yang lain- kaum arab adalah rasis dan tidak menyukai orang kulit hitam. Untuk itu kami masuk Syi’ah. Sebagian yang lain mengatakan bahwa sekarang ini peran agama dan budaya masyarakat lemah sekali, peran laki dan perempuan tidak jelas. Orang tidak tahu mana perbuatan yang benar dan hukum apa yang mesti diterima. Kita masuk Islam, karena segala sesuatunya di sana jelas. Sebagian orang kristen yang jenuh dengan perseteruan teologis mengatakan, kami menyukai agama Islam, karena kesederhanaannya. Ada banyak aliran. Sebagian lagi mengatakan bahwa kami pergi ke masjid, lalu melihat orang-orang di sana seperti saudara. Itulah kenapa kemudian kami juga memilih Islam sebagai agama kita.


Moderator:

Kami berharap dari Hujjatul Islam Kasiri untuk mengalihkan pembahasan dari kecenderungan masyarakat umum kepada kecenderungan kalangan akademisi. Kami rumuskan pertanyaannya sebagai berikut: Apakah kecenderungan pada agama Islam dan penelitian tentangnya juga muncul di tengah diskursus-diskursus intelektual dan akademisi Barat, ataukah tidak? Apakah selain yayasan-yayasan islami yang didirikan oleh muslimin di negara-negara Eropa dan Amerika dengan segenap kajian-kajian islami di sana, orang-orang barat sendiri berminat untuk meneliti agama Islam dan mengenalinya?


Hujjatul Islam Kasiri:

Di awal uraian tadi, sudah saya katakan bahwa minat natural dan rasa ingin tahu manusia terhadap agama-agama lain, ihwal tidak menemukan jawaban yang proporsional dalam agama mereka sendiri, serta konflik-konflik politik telah menyebabkan masyarakat di sana berminat pada agama-agama selain yang mereka yakini. Ini pada tataran masyarakat umum. Adapun di kalangan orang-orang yang terpelajar dan akademisi, ada beberapa kecenderungan dan penjelasan di Barat. Ada yang memandangnya dengan kaca mata keamanan; yakni, para politikus tidak ingin Islam yang sesungguhnya muncul ke permukaan. Padahal, pada saat yang sama mereka tetap memberikan berbagai keistimewaan kepada cabang-cabang tertentu dari aliran-aliran Islam. Sebaliknya, ada juga sekelompok orang yang memilih pola pandang ilmiah terhadap Islam, pilihan ini dilandasi oleh berbagai alasan; salah satunya adalah pada masa kini, Uni Eropa mengharuskan fakultas-fakultas teologi dan agama untuk menyisihkan dua SKS khusus untuk perkenalan dengan agama Islam. Mau tidak mau, setiap mahasiswa jurusan harus mengambilnya. Di lain sisi, sekarang ini agama Islam adalah agama resmi yang kedua di Eropa. Sebagian tokoh-tokoh Barat berusaha agar jangan sampai agama Islam menduduki posisi yang istimewa di Eropa; contohnya, Mitterand secara terang-terangan berkata kepada Ibrahim Izat Begović bahwa bagaimana pun juga tidak mungkin kita membiarkan pemerintahan Islam terbentuk di Bosnia. Di Bosnia, kalau pun pemerintahan Islam tidak terbentuk di sana, akan tetapi masyarakat muslim telah terbentuk di sana. Sekarang juga Turki yang merupakan negara terbesar Uni Eropa adalah negara muslim. Di Austria, Islam juga merupakan agama resmi kedua negara. Sebagian negara Eropa menggodok sebuah rencana untuk menanamkan bahwa agama pertama Katolik, kedua Protestan, dan ketiga adalah Islam; padahal, Katolik dan Protestan bukan agama, melainkan mazhab atau aliran dalam satu agama. Di Indonesia, rencana itu telah dijalankan. Sekarang, agama Islam telah menjadi bagian dari identitas orang-orang beragama di Eropa, dan di sebagian negara pengajaran agama Islam di sekolah-sekolah adalah sebuah keharusan.

Di samping itu semua, sekarang ini orang-orang Barat ingin sekali mempelajari agama Islam. Keinginan mereka ini ada dua alasan: yang pertama adalah, di Barat sekarang, dan lebih spesifiknya di Austria, Jerman, dan Universitas Zürich Swiss, ada proyek besar berkenaan dengan filsafat Islam; sebab, orang-orang muslim sudah menjadi bagian dalam Uni Eropa, kurang – lebih tiga puluh atau empat puluh juta orang Islam berdomisili di negara-negara Eropa. Dan di sebagian negara Eropa, Islam merupakan agama resmi kedua.
Betapa banyak orang muslim yang hidup di Eropa dan beridentitas Eropa, tapi mereka masih mempunyai pikiran-pikiran fundamental. Fundamentalisme tidak ada hubungannya dengan Islam. Fundamentalisme diderivasi dari aliran-aliran Protestan Amerika, seperti halnya perang suci. Di dalam agama Islam, tidak ada yang namanya perang suci. Ini adalah istilah orang-orang katolik yang mengatakan bahwa muslimin di Eropa adalah fundamentalis; yakni, keislaman mereka bukan berdasarkan pada prinsip-prinsip rasional. Oleh karena itu, Barat sekarang benar-benar ingin meneliti filsafat Islam dan pemikiran rasional Islam.

Kenapa mereka sebut fundamentalis? Rasulullah saw. orang yang sangat bijaksana dan berakal, Islam yang dibawanya juga berdasarkan asas yang rasional. Dengan itu mereka ingin berkata kepada orang-orang muslim bahwa tingkah laku kalian ini bertentangan dengan akal, bahkan bertentangan dengan agama kalian sendiri. Bisa dibilang, ini semacam pengendalian pemikiran Islam di sana dengan cara menonjolkan salah satu dimensi positifnya. Di Univesitas Zürich mereka sedang mempersiapkan proyek besar-besaran di bidang ini. Pada saat yang sama, mereka giat menutup bangku-bangku islamologi di Eropa. Mayoritas bangku-bangku islamologi di universitas-universitas Eropa diduduki oleh dosen-dosen jurusan sastra arab; dan dari sisi ini kuliah-kuliah mereka disambut hangat oleh para mahasiswa. Sewaktu saya di sana, kuliah-kuliah saya yang diselenggarakan dengan topik pemikiran Islam, khususnya Syi’ah, adalah kuliah terbesar dan paling semarak. Orang-orang barat telah sampai pada kesimpulan bahwa jika memang mereka ingin memperkenalkan bangsa Barat kepada Islam yang sesungguhnya, maka mereka harus mengundang islamolog-islamolog yang betul-betul mengenal agama Islam secara baik, mengenal pemikiran Barat, dan menguasai bahasa serta pemikiran Eropa, sehingga dengan demikian mereka dapat menyajikan konsep-konsep Islam dalam bingkai pemikiran Eropa dan dengan mudah dicecap oleh konsemennya. Selain itu, kuliah-kuliah ini pasti gagal, dan universitas-universitas itu tidak akan memperoleh bujget yang dibutuhkan.

Di samping itu, sekarang ini sering sekali ada konferensi-konferensi atas nama Islam yang diselenggarakan di Eropa. Mereka sudah menerima realitas Islam; tapi, kita yang bertanggungjawab atas agama masih belum mengambil langkah tepat, cakrawala pandang kita buntu, sampai sekarang kita masih belum memandang persoalan ini dengan pola pandang internasional, selalunya kita berpikir sektarian dan terbatas, kita belum mempersiapkan diri kita sendiri sehingga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan akademisi Eropa masa kini. Belum satu pun di antara kita yang melangkah pasti di jalan ini. Oleh karena itu, seandainya saya mau tinggal penuh selama tiga ratus enam puluh lima hari di Eropa, setiap hari saya punya acara. Berapa hari yang lalu, saya mengisi konferensi di Swiss. Di sana, saya diundang lagi oleh salah satu universitas lain di Swiss dan dua universitas di Austria untuk mengisi kuliah di sana. Dan waktu mereka melihat sendiri program kuliah saya, mereka sedih dan berkata, “Ternyata Anda sama sekali tidak punya waktu.” Sambutan hangat dan luar biasa. Saya mengisi kuliah di Eropa, tapi saya tidak bisa tinggal lama di sana. Kadang-kadang saya hanya tinggal dua puluh hari. Satu contoh, bulan Ramadan tahun ini, kadang-kadang dalam sehari saya harus mengisi kuliah selama sembilan jam. Ruangan kuliah pun penuh dan tidak cukup. Sambutan di universitas-universitas sungguh luar biasa. Oleh karena itu, siapa saja yang mengenal budaya Barat, Islam, bahasa, dan pikiran Barat harus melangkah di jalan ini dan mengamalkan tugas islami ini.


Moderator:

Dr. Legen Hausen, ijinkan kami untuk keluar dari pembahasan tentang pola pandang terhadap Islam di dunia Barat dan memasuki pembahasan baru. Kami ingin membicarakan dialog antara Islam dan Kristen. Berapa tahun terakhir, ada banyak kajian tentang dialog antar agama, sebagian ulama dan cendekiawan kita optimis dan memandang positif persoalan ini, menurut mereka dialog antar agama bisa menjadi jalan keluar yang baik untuk menyajikan Islam di dunia Barat, minimal di Eropa dan Amerka. Apakah menurut Anda, dengan mengingat mental peradaban Barat yang merasa unggul daripada selainnya, dialog antar agama Islam dan Kristen ini bisa berhasil positif atau tidak?


Dr. Legen Hausen:

Menurut saya, dialog antar agama, khususnya dengan agama Kristen, urgen dan bermanfaat sekali. Tapi hal yang lebih penting dari itu adalah, bagaimana kita berdialog. Ketika dialog itu sepenuhnya pembelaan diri; yakni, salah satu pihak dialog berusaha untuk melemahkan pihak lawannya, maka dialog dengan pola seperti ini sama sekali tidak sukses. Pola lain dalam berdialog adalah, masing-masing agama mengatakan bahwa di dalam agama kami ada beberapa titik kelemahan yang harus kita benahi, pola seperti ini juga tidak benar. Semestinya, tiap-tiap pihak dialog harus konsisten terhadap keyakinan agamanya, sama-sama mempunyai kepercayaan diri, lalu masuk ke ranah dialog dengan maksud bagaimana caranya kita menyingkirkan kesalahpahaman-kesalahpahaman dua belah pihak dan di mana saja kita bisa bekerja sama.

Salah satu jalan yang terbaik untuk menemukan jalan masuk ke dunia Barat adalah dialog antar agama. Di Amerika, berapa kali saya menyaksikan sendiri mereka berusaha untuk membuat acara dialog antar agama, tapi sayangnya jelek sekali; sebab, orang yang berbicara atas nama muslimin di sana tidak memenuhi syarat minimal dalam mengenal agama Islam, dia hanya mampu membawakan segelintir ayat dan riwayat, dan ini sama sekali tidak cukup untuk sebuah diskursus ilmiah. Ketika seorang insinyur yang kebetulan menjadi ketua sebuah lembaga Islam di sana berdialog dengan seorang teolog kristen, maka orang-orang yang mengikuti dialog itu akan mengatakan betapa indahnya teolog kristen ini berbicara dan betapa berilmunya dia, sedangkan orang muslim itu bisanya hanya membaca ayat dan riwayat, itu pun dengan fanatisme yang tinggi. Dialog seperti ini sama sekali tidak bagus, mubalig tidak bisa begitu saja masuk ke ranah dialog. Doktor Kasiri telah menjelaskan bahwa orang yang mau melangkah di medan ini harus punya kemampuan yang mencukupi dan menguasai bahasa yang ilmiah, ketika itu Islam akan mempunyai daya tarik bagi masyarakat. Tujuan kita dalam dialog ini bukan mengislamkan pastur atau siapa saja yang menjadi lawan dialog kita. Kita ingin menyingkirkan pandangan negatif terhadap Islam.


Moderator:

Kami juga ingin menanyakan hal yang sama dari Hujatul Islam Kasiri, mohon kami diberi penjelasan yang lebih.


Hujjatul Islam Kasiri:

Kami sudah mempersiapkan proposal tentang sistem global agama dan kekerasan, di antara kami ada tiga puluh profesor dari berbagai penjuru dunia Islam. Kebetulan, saya termasuk anggota dalam kelompok ini. Kami juga sudah berusaha untuk mengundang seorang anggota dari kalangan Yahudi, tapi sayang kami tidak menemukan orang yang tepat untuk itu. Saya juga beraktifitas di Eropa, dan lebih sering membidangi bangsa yang berbahasa Jerman. Adapun dalam kaitannya dengan dialog, saya memegang beberapa prinsip. Pada masa kini memang terdapat keinginan kuat pada berbagai pihak di Barat –dan khususnya di Eropa- untuk menyelenggarakan dialog antara Islam dan Kristen, itu pun dengan dasar-dasar yang beraneka ragam. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa agama kami adalah agama dialog; satu contoh, Islam mengajak semua orang tanpa terkecuali, metode yang diajukan juga jelas; sebuah ajakan dan dakwah yang sudah berlangsung 1400 tahun dan setiap hari disampaikan kepada orang yang lain. Ajakan Islam ini sampai kepada semua orang dengan cara membaca dan menyimak Al-Qur’an serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Sejarah Nabi Muhammad saw. memuat banyak cerita tentang dialog. Para Imam suci as. juga sering berdialog dengan tokoh-tokoh agama yang lain, dan sebagiannya telah dinukil oleh kitab Tauhid Syekh Shaduq atau Ihtijaj Thabarsi.

Para penguasa kontemporer Eropa berusaha untuk mengatakan bahwa menurut agama, dialog adalah sesuatu yang penting sekali, begitu pula menurut kaca mata sosial, bahkan hal itu tergolong esensial dalam kehidupan manusia. Artinya, orang muslim, yahudi, dan kristen di samping tetap menjaga identitas masing-masing seyogianya melangkah maju bersama ke arah kehidupan yang damai dengan cara dialog atas dasar pokok-pokok rasional. Dialog sudah dipandang oleh mereka sebagai sesuatu yang krusial dalam kehidupan. Para ilmuan di bidang polikit memiliki pola pandang yang khas. Pakar-pakar ekonomi juga mempunyai cara pandang yang khas. Namun demikian, kesadaran yang sama dalam hal pentingnya dialog belum menunjukkan kesuksesan yang berarti. Itulah kenapa sekarang ada beberapa pihak yang mempersoalkan apakah ekonomi dialog adalah ekonomi yang rasional? Maksudnya, umur, waktu, biaya dan sarana sebanyak ini telah dikorbankan demi dialog antar-agama dalam rangka mencapai kehidupan yang damai, tapi ternyata tidak ada hasilnya untuk kita, masuk akalkah pembiayaan semacam ini? Para ahli sedang mencari apa penyebab kegagalan di sini.

Menurut saya, orang-orang yang menghadiri dialog ini pada umumnya kehadiran mereka tidak lebih dari sebuah formalitas; seperti kehadiran ketua organisasi tertentu. Atau seperti yang tadi diceritakan oleh Doktor Legen Hausen, mereka mengirim seorang insinyur untuk berdialog tentang persoalan-persoalan agama. Sudah barang tentu dialog semacam ini tidak akan sukses. Orang-orang yang keluar negeri untuk berdialog, ternyata bukan ahli di tema dialog yang dihadirinya. Dialog telah berubah menjadi sekedar formalitas.
Faktor kedua kegagalan dialog adalah faktor-faktor politik. Pernah saya mengamati beberapa dialog di Iran, tamu-tamu undangan dari luar negeri yang datang untuk berdialog tentang hubungan Iran dan Amerika ternyata sudah didikte secara strategis oleh pihak-pihak tertentu di luar.

Adapun faktor yang ketiga kegagalan dialog adalah, peserta-peserta dialog dan penyelenggaranya hanya sampai pada interpretasi instruksional dan dramatikal; oleh karena itu, dialog belum tertanam dalam diri mereka, mereka masih belum sampai pada tingkat interpretasi psikologis; yakni, belum mendarah daging dalam diri mereka, memang secara lisan mereka mengatakan bahwa dialog adalah krusial dalam kehidupan bersama, akan tetapi mereka belum merasakan urgensi dan krusialitas itu dengan darah dan daging mereka.
Ada juga faktor lain di balik kegagalan dialog. Mereka mengatakan bahwa pada saat kita meneliti sejarah dialog atau sejarah agama-agama lain yang terbagi menjadi tiga tahapan pokok yang tidak bisa saling dipisahkan, maka tahapannya yang pertama adalah exisian. Apa maksudnya? Dengan itu mereka ingin menyinggung sebuah pernyataan yang terkenal dari Gereja Katolik bahwa hanya orang kristen katolik yang akan selamat dan bahagia. Mereka ingin menyusun dasar-dasar ideologis dan filosofis dialog di atas prinsip ini. Artinya, mereka ingin berdialog, dan mereka mengatakan bahwa kita harus melakukan sedikit perubahan dalam dasar-dasar ideologi dan agama kita.

Tahapan yang berikutnya adalah crusian. Apa maksudnya? Sejak kapan mulainya? Gerakan beranjak dari Gereja Katolik. Maksudnya adalah, mereka ingin katakan bahwa kamilah penyelamat yang sesungguhnya; namun, pintu menuju keselamatan tidak tertutup bagi orang lain. Mereka juga bisa membuka pintu menuju keselamatan. Yang pertama adalah orang-orang katolik, kemudian orang-orang protestan, ortodoks, yahudi, muslim dan yang terkahir adalah pengikut agama-agama yang lain.

Tahapan yang selanjutnya adalah pluralisian. Tidak ada satu agama pun yang sampai pada tahapan ini. Mereka menghendaki pola pluralisme dalam berdialog. Mereka menyerukannya secara terang-terangan, bahkan mereka juga menyelenggarakan konferensi-konferensi untuk itu; akan tetapi, secara praktis mereka tidak menindaklanjuti dialog itu; yakni, mereka masih belum keluar dari kulit kebekuan, berpikir bebas dan berdialog secara ilmiah. Tentunya, masalah ini terdapat baik di dunia Islam maupun dunia Barat.

Banyak sekali cerita tentang hal ini. Suatu hari, di salah satu acara televisi, rencananya akan disiarkan sebuah dialog. Dua orang masuk ke ruangan. Salah satu di antara mereka mengira orang yang bersamanya adalah cameraman, untuk itu dia berkata kepadanya, “Pak, kami akan berdialog, tapi jangan kira bahwa mereka benar, mereka semua batil dan kami tidak meragukan hal itu. Formalitas saja kami datang dan berbicara di sini.” Tidak lama kemudian, moderator datang dan memulai dialog. Ketika itu dia tahu bahwa ternyata orang yang masuk bersamanya tadi adalah lawan dialognya. Sekarang pun demikian halnya. Orang-orang yang mempunyai dua pijakan kaki di dua dunia, dan praktis dia mengusung dua peradaban atau agama, pasti menyadari pentingnya persoalan ini, merekalah para ahli yang sesungguhnya. Dan seandainya tugas dialog ini diserahkan kepada mereka, niscaya mereka dapat merekomendasikan jalan-jalan perdamaian kepada umat manusia.


Moderator:

Banyak sekali pertanyaan yang sampai ke tangan kami di sini. Mengingat dua guru besar yang terhormat mengenal agama-agama dan peradaban-peradaban non-Islam, mengingat pula kami –para pelajar agama- perlu mendapatkan informasi-informasi semacam itu, maka berharap sekali kepada Anda sekalian untuk memberikan bimbingan-bimbingan penting kepada kami, kajian-kajian apa yang semestinya kita lakukan, jurusan-jurusan apa yang lebih tepat untuk kita pilih sekarang? Apa yang diperlukan dunia sekarang dalam kajian-kajian ilmiah?


Doktor Legen Hausen:

Kegiatan ilmiah penting sekali, tapi yang lebih penting dari itu adalah moral. Sebagian mubalig yang dikirim ke Amerika lebih banyak memikirkan kehidupan diri sendiri. Dan biasanya, mereka mengumpulkan orang-orang yang sebahasa. Satu contoh, mubalig-mubalig Pakistan datang ke yayasan-yayasan Islam yang menyelenggarakan acara-acara religius di Amerika dengan bahasa Urdu dan mengundang orang-orang pakistan di sekitarnya. Dengan demikian, tidak ada hubungan yang terjalin bersama selain orang-orang pakistan dan merekrut mereka.

Lima belas tahun yang lalu, saya mendatangi salah satu yayasan Islam di New York yang berada di bawah naungan Ayatulla Khu’i, kepada pengurus yayasan itu saya katakan, “Apa program Anda untuk menarik masyarakat Amerika dan memperkenalkan agama Islam kepada mereka, khususnya untuk masyarakat yang hidup di sekitar masjid ini?” Dia menjawab, “Tidak ada.” Lalu saya tanya kembali, “Lantas, apa yang kalian lakukan di sini?” Dia menjawab, “Memberikan layanan kepada orang-orang arab syi’ah yang hidup di New York.” "Memangnya orang-orang arab syi’ah yang hidup di New York ada berapa?" pikir saya. Memberikan layanan kepada mereka adalah perbuatan yang baik, tapi tidak begitu efektif. Kadang-kadang ada juga mubalig-mubalig yang datang ke sana pada bulan Muharram dan Ramadan untuk mengisi pidato-pidato agama yang tidak ada sangkut pautnya dengan masyarakat luar. Apabila kalian ingin pergi ke luar negeri, usahakan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Banyak sekali gereja yang ingin menjalin hubungan, ingin mengadakan acara bersama. Dan kita bisa menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan kesalahpahaman-kesalahpahaman dan menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya kepada masyarakat setempat.


Moderator:

Sebagian peserta ingin bertanya kepada Hujjatul Islam Kasiri bahwa, mengingat Anda adalah pelajar agama (santri), bagaiamanakah ceritanya Anda berminat untuk mempelajari agama Kristen Katolik di Barat? Apa pesan yang ingin Anda berikan kepada pelajar agama di sini?


Hujjatul Islam Kasiri:

Saya juga seperti kalian telah mendapatkan taufik Ilahi untuk menjadi pelajar agama. Faktor kedatangan saya ke lembaga pendidikan agama (Hauzah) ada beberapa, bidang ilmu saya pelajari. Beberapa jurusan universitas juga saya coba-coba, dan bahasa-bahasa asing bagi saya saat itu sangat penting. Tapi meskipun demikian, saya masih merasa ada yang kurang dan harus segera saya temukan, sehingga pada akhirnya Allah swt. membuka jalan bagi saya untuk meneliti karya-karya Imam Khomeini di 'Yayasan Penyusunan Dan Penyebaran Karya-Karya Imam Khomeini' dari usia 27 sampai 30 tahun. Hasilnya saya tulis dalam tiga buku.

Penelitian 3 tahun ini berperan besar sekali dalam kehidupan saya; karena, saya mempelajari semua pendapat di sana, dan bagi saya semua itu adalah pelajaran hidup. Sungguh besar hutang budi saya kepada Imam, saya berpikir untuk melunasi setetes dari lautan kasih sayang Imam kepada saya. Sampai kiamat saya tetap berhutang budi kepada ide-ide irfan, akhlak dan filsafat Imam Khomeini. Setelah itu, saya mempelajari agama-agama lain, selama tiga tahun saya menelitinya di Iran.

Betapa pun saya mencari-cari buku, catatan dan atau guru yang ahli di bidang ini, tetap saja saya tidak menemukan. Saya sudah sangat berusaha untuk itu; contohnya, untuk mempelajari data-data ilmiah, terpaksa seminggu sekali saya harus pergi ke Teheran bersama teman-teman dan duduk di bangku pelajaran seorang guru kristen di sebuah gereja. Pada akhirnya, saya sampai kepada sebuah kesimpulan bahwa saya tidak percaya dengan pendidikan jurusan agama-agama di Iran; karena, kita tidak punya satu guru pun yang ahli. Siapa pun guru saat itu, tidak pernah menulis buku, dan juga tidak pernah mengajar bidang itu. Kebanyakan dari mereka hanya mengajarkan catatan 20 halaman yang pernah diajarkan oleh gurunya 20 tahun yang silam, mereka mewarisi catatan itu bahkan tidak pernah diketik, catatan tangan guru mereka dicopy berulang kali sehingga kita tidak sanggup lagi membacanya karena tulisannya kabur.

Etika ilmiah menunut kita untuk membuka jalan dan mempersembahkan kontribusi baru kepada Hauzah; saya berusaha keras dan saya sendiri yang mengusulkan jalan. Saya bermusyawarah dengan berbagai guru, di antaranya almarhum Ayatullah Asytiani di Masyhad yang meninggal pada tahun lalu. Dan waktu saya juga mengutarakannya kepada beberapa orang besar di Teheran, mereka menyebutnya sebagai pekerjaan yang penting sekali. Dengan siapa pun saya bicarakan niat itu, dia menyebutnya sebagai perkejaan yang baru. Tiga tahun lamanya sampai saya diterima di sana. Itu pun melalui proses yang sangat sulit. Puluhan kali saya diselidiki, dari partai apa? Dari kantor mana? Dari departemen apa sehingga saya punya pikiran semacam ini? Kenapa kamu berpikiran demikian? Para duta mengatakan, kami sudah tiga tahun tinggal di sini, tapi kenapa hal itu tidak pernah terpikir di benak kami. Saya katakan kepada mereka bahwa, itu secercah keinginan yang tiba-tiba muncul di benak saya.

Tanda tanya yang lebih besar sebetulnya ada pada orang-orang barat itu sendiri. Mereka menetapkan syarat-syarat yang banyak sekali. Setelah sekian kali penyelidikan, mereka datang ke Teheran, mewawancarai saya, menanyakan karya tulis saya, baik buku maupun makalah. Mereka menguji saya bahasa asing. Salah satu syarat masuk program itu adalah penguasaan lima bahasa. Saya pun datang ke sana dan memenuhi apa saja yang mereka inginkan, sehingga merekan jadi malu. Mereka tidak pernah menyangka ada pelajar agama (santri) di Hauzah yang dapat melengkapi semua persyaratan. Mereka mewawancarai saya di hotel Laleh. Sebagian dari mereka yang datang dari Austria berkata kepada saya, “Bukumu telah sampai ke tangan kita; tapi, kamu harus bisa berbahasa ilmiah. Kebetulan, sore hari itu saya belajar dari seorang guru. Tuhan berkehendak buku yang mereka maksud ada di dalam tasku, saya keluarkan buku itu dan mereka pun mengoreksinya. Saya coba bicara bahasa inggris dengan mereka, mereka juga guru-guru bahasa Ibrani. Mereka juga sedikit menguasai bahasa-bahasa lain. Mereka tidak pernah menyangka selain Bahasa Persia saya juga menguasai bahasa-bahasa yang lain. Salah satu di antara mereka mengatakan, “Kamu harus menguasai Bahasa Latin.” Saya katakan kepadanya bahwa saya telah mempelajarinya bersama si fulan guru. Dia berpikir sejenak lalu berkomentar, “Oya, orang itu guru saudara saya juga.” Dengan rasa malu dia berkata lagi kepada saya, “Pak Kasiri, tersisa Bahasa Jerman yang nanti kamu pelajari di sana.”

Untuk pertama kalinya sepanjang 2000 tahun sejarah Kristen dan 1400 tahun sejarah Islam hal ini terjadi. Menurut Gereja Katolik, orang non-katolik tidak boleh masuk universitas katolik, bahkan menurut undang-undang Austria juga terlarang. Tapi, bagaimana pun juga Alhamdulillah hal itu tersedia bagi saya. Panjang sekali prosesnya, apa saja yang mereka minta saya turuti, pelajaran ini! Siap, pelajaran itu! Siap, buku ini dan bahasa itu! Siap pak. Mereka takjub sekali. Dua tahun setengah lamanya sampai saya memulai program doktoral, mereka tidak bisa disalahkan dalam hal ini, karena mau tidak mau mereka harus mempersiapkan saya untuk itu. Vatikan harus memberikan pandangannya dalam hal ini; karena, ini sebuah pengecualian. Uskuf gereja katolik pada tingkat keuskufannya dan dalam kebijakan-kebijakan yang terkait dengan tanggungjawabnya, adalah suci. Sakralitas dan kesucian ini ternyata menguntungkan bagi saya pada saat itu, dia mengatakan biarkan orang ini sebagai tanggungjawab saya, dan saya nanti yang akan mendukungnya di Vatikan.

Tim yang rencananya akan memberikan keterangan di Vatikan ternyata sudah sampai kepada kesimpulan yang dimaksud sejak di Austria. Secara resmi saya sudah diijinkan mengikuti program doktoral setelah menanti selama dua tahun setengah. Saya menulis tesis doktoral dengan Bahasa Jerman. Bisa-bisa saja saya menulisnya dengan Bahasa Inggris; bahkan, saya juga bisa memilih pendidikan dengan Bahasa Inggris. Tapi, waktu saya perhatikan bahwa tidak ada seorang pun di antara kita yang menguasai Bahasa Jerman, maka saya pun lebih memilih bahasa itu, dan langsung saja saya mempelajarinya. Jam sembilan malam telpon kamar saya berdering, padahal biasanya di Eropa orang tidak menelpon dari jam 8:30 atau 9:00 malam sampai pagi, karena itu waktu istirahat. Tapi malam itu telpon saya berdering, saya mengangkatnya, ternyata di seberang sana mengatakan, “Pak Kasiri, urusan bapak sudah selesai dengan lancar.” Saya tanya kepadanya, “Bagaimana itu bisa terjadi?” dia menjawab, “Ini adalah karunia Ilahi yang menyertai Anda.” Saya ucapkan, “Alhamdulillah.” Dia juga berkata, “Iya, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendukung, dan syukurlah berhasil.”

Mereka kirim kartu doktoral kepada saya, mereka mengundang guru-guru dari berbagai negara. Sungguh mereka tidak pernah menyangka hal ini terjadi, karena memang tidak pernah terjadi di dalam sejarah ada seorang pelajar agama (santri) yang menunjukkan potensinya seperti ini. Jelas, karena kita pelajar agama adalah orang-orang yang ahli berdoa, berakhlak mulia, dan bersuci, maka wajar-wajar saja jika kemampuan intelektual kita lebih daripada yang lain. Sebetulnya, kita dapat dengan mudah melangkah lebih maju daripada orang-orang Eropa dan Barat dalam pendidikan. Ini adalah jalan yang berhasil kami tempuh. Adapun sekarang, ranah itu tetap terbuka bagi kalian semua. Pesan saya adalah hendaknya masing-masing dari kita merasakan derita agama dan kita tidak bisa bergantung kepada orang lain. Masing-masing dari kita harus mempunyai metode dan jalan tersendiri.

Masing-masing dari kita harus menyadari apa saja faktor yang disediakan oleh Allah swt. di muka bumi dan seberapa besar modal yang kita tanamkan untuk pemahaman kita sendiri. Kesantrian atau belajar agama bukanlah profesi, melainkan sebuah misi. Oleh karena itu, jika tanpa ketulusan, atau tanpa etika intelektual, maka tidak akan berguna. Itulah sebabnya apabila kita seorang pelajar gama dan islamolog, maka kita harus memiliki pandangan yang universal, rasional dan ilmiah terhadap Islam. Tidak perlu kalian mengajarkan komentar atau keterangan kitab Fushusul Hikam di salah satu penjuru Eropa, kalian harus mengetahui teologi Al-Qur’an dan telah menjadi keyakinan dalam diri kalian, kalian harus mengetahui ringkasan Islam itu sendiri. Kalian harus menguasai beberapa bahasa populer dunia. Kalian sendiri yang harus melangkah ke sana. Sudah barang tentu Pemilik agama akan membukakan pintu dan jalan untuk kalian. Jangan berusaha untuk mendikte sebuah persoalan kepada orang lain. Mereka sendiri akan mengerti dan menangkap persoalan itu. Di salah satu kuliah saya di Eropa, ketika saya membacakan sabda Amirul Mukminin Ali as. ihwal menjaga keadilan dan barang-barang wakaf, para peserta saat itu tercengang melihat saya seperti action di film-film. Biasanya saya menyelenggarakan kuliah di sana selama 125 menit tanpa jedah istirahat, dan tempo kuliah seperti ini tidak pernah ada di Eropa. Tapi, para peserta semangat mendengarkan dan duduk di bangku kuliah sampai akhir. Keistimewaan Islam terletak dalam rasionalitas dan spiritualitasnya. Jika Islam sudah diterapkan pada diri kita, sungguh hal itu akan berpengaruh sekali. Problemnya adalah, kita tidak tahu bagaimana caranya mempelajari Islam dan bagaimana caranya hidup secara islami. Seandainya kita sudah mengetahuinya, maka Islam dengan sendirinya akan tersebar luas.


Moderator:

Para peserta ingin bertanya kepada Doktor Legen Hausen: Tadi Anda katakan bahwa minat masyarakat di Eropa dan Amerika terhadap Islam terus bertambah. Anda sendiri orang Amerika dan menguasai Bahasa Inggris serta peradaban Barat. Bukankah kehadiran Anda di Barat sebagai seorang muslim dan penyebar pemikiran-pemikiran Islam lebih baik daripada kehadiran Anda di sini? Apa faktor-faktor yang menyebabkan Anda meninggalkan Amerika dan memilih tinggal di Iran?


Doktor Legen Hausen:

Waktu saya berbicara tentang Islam di Amerika, pada umumnya mereka mengatakan indah sekali Anda berbicara tentang Islam, tapi ini tidak lebih dari Islam khayalan Anda sendiri, sedangkan Islamnya mayoritas muslim di dunia tidaklah demikian. Betapa pun saya berusaha dengan cara membawakan ayat Al-Qur’an dan hadis untuk mengatakan bahwa inilah Islam yang sebenarnya, tetap saja mereka tidak menerima dan tidak percaya. Lalu, waktu saya datang ke Iran, saya melihat ada peluang besar di sini bagi saya untuk membantu mendidik para mubalig. Karena, mungkin dengan cara ini pengaruhnya akan lebih besar daripada saya sendiri yang bertablig di sana.


Moderator:

Para peserta ingin bertanya kepada Doktor Kasiri: Tadi, Anda katakan bahwa jika kita ingin beraktifitas di Eropa, maka kita harus menguasai bahasa berpikir Eropa. Bahasa berpikir Eropa macam apa yang Anda sarankan agar kita kuasai?


Hujjatul Islam Kasiri:

Pertanyaan yang bagus sekali. Di dalam istilah teologi, ada yang namanya inti atau substansi. Para ahli di setiap jurusan mengatakan, inti dan dasar pemikiran kami adalah ini. Anda juga bisa bertanya kepada seorang filsuf apakah inti psikologi? Demikian pula Anda bisa bertanya kepada tokoh agama tentang apakah ciri-ciri khas teologi? Para tokoh agama itu, di samping menerangkan inti setiap ilmu dengan menerangkan ciri-ciri khasnya, mereka juga akan menitikberatkan salah satu ciri khas tersebut. Itulah bahwa teologi non-face to face tidak lebih dari sebuah teks ... ambillah jarak dari negeri kalian, hiduplah di lingkungan sana, belajarlah di salah satu sekolah tinggi teologi di sana. Pelajarilah agama di sana dengan mengamati langsung kehidupan masyarakat setempat, perhatikan apa pengertian mereka tentang agama, apa yang mereka pahami dari topik ini, temukan juga padanan-padanan mental untuk kalian sendiri; yakni, cobalah pasang prinsip-prinsip agama dan konsep-konsep agama kalian sendiri dalam bingkai pemikiran mereka. Sudah barang tentu pekerjaan ini tidak bisa dilakukan tanpa hadir di pusat-pusat pendidikan teologi, minimal hal itu nyaris mustahil jika tidak kita katakan seratus persen mustahil. Kita semua harus berusaha keras dan sampai ke target itu.


Moderator:

Para peserta ingin bertanya kepada Doktor Legen Hausen: pada pemilu yang lalu, salah satu propaganda George Bush berbau religius; dia menggunakan diskursus agama dan ajaran-ajarannya sebegitu rupa untuk menarik suara yang lebih banyak, apakah hal ini berarti di Amerika sekarang ada gelombang kecenderungan baru terhadap agama, sehingga rakyat akan memilih kandidat-kandidat yang menunjukkan minatnya terhadap agama sebagai presiden atau jabatan-jabatan yang lain?


Doktor Legen Hausen:

Saya rasa, politikus-politikus Amerika selalu mengikuti kecenderungan-kecenderungan yang ada di tengah masyarakat, dan mereka berusaha untuk memeras keuntungan sebanyak-banyaknya dari kecenderungan itu demi meraih target yang mereka inginkan.


Moderator:

Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada Doktor Kasiri adalah: Sebagian dari cendekiawan kita yang pulang dari Barat, seakan-akan mereka telah menjadi bagian yang terpisah dan mengira bahwa segala sesuatu yang sempurna ada di dunia Barat. Begitu getolnya mereka menghiasi pikiran-pikiran Barat sehingga sebagian mahasiswa juga terpengaruh olehnya. Apa pandangan Anda tentang metode penelitian Barat, apakah metode itu mendalam? Bagaimana Anda menilainya jika dibandingkan dengan kajian-kajian yang kita lakukan di Iran? Apa faktor-faktor yang menyebabkan sebagian cendekiawan kita condong ke Barat beserta pikiran-pikirannya secara total?


Hujjatul Islam Kasiri:

Sebagai manusia, kita harus berinteraksi dengan segala macam pemikiran. Jika seseorang berinteraksi dengan berbagai pemikiran, maka dia tidak akan pernah ketakutan sekali di hadapan pemikiran apa pun. Ini tergantung pada pandangan filosofis yang mereka pilih terhadap topik-topik tersebut. Satu hal lagi yang menarik adalah, isme-isme pemikiran yang sekarang di Iran –atau pun di negara yang lain- mempunyai banyak pendukung yang seratus persen membelanya, ternyata di Barat sendiri telah menghadapi banyak pengkritik, bahkan penentang terbesarnya ada di universitas-universitas atau pusat-pusat pemikiran yang melahirkan isme-isme tersebut. Oleh karena itu, cendekiawan-cendekiawan yang kebarat-baratan ini semestinya lebih memperhatikan cara beretika ilmiah. Kelemahan besar kita di sini adalah tidak adanya guru yang ahli.

Ada berbagai kemungkinan ketika sebuah pertemuan diselenggarakan, adakalanya mereka ingin memberikan informasi kepada kalian. Contoh, Anda masuk ke Madrasah Hujjatiah, tapi Anda tidak tahu di mana letak aula konferensi. Lalu mereka berkata kepada Anda di sebelah kanan, pintu kelima. Sudah barang tentu Anda tidak perlu menghafal informasi itu susah-susah, cukup sekali Anda mendatangi aula itu maka Anda tidak akan lupa lagi letaknya. Adakalanya dengan pertemuan, kelas, atau training itu mereka ingin memberikan sains kepada Anda, adakalanya mereka ingin menyuguhkan tambahan makrifat kepada Anda, adakalanya pula mereka ingin mempersembahkan pola pandang yang bijak terhadap subjek tertentu kepada Anda. Menurut saya, semua ini perlu, tapi tidak cukup.

Selain empat unsur itu, kami juga berusaha untuk melakukan dua pekerjaan yang lain. Saya melihat kelemahan kita di sini adalah, dalam melakukan sesuatu kita tidak punya metodologi dan target yang jelas. Pelajar agama (santri) atau mahasiswa kita, menempuh program 2 sd 3 tahun selama 6 tahun, pelajaran yang semestinya bisa ditempuh dalam satu semester tapi mereka menempuhnya dalam tiga semester, kenapa itu bisa terjadi; karena tidak ada target yang jelas. Mereka kira, dinamika ini sendiri merupakan tujuan. Dan itu karena guru-guru mereka sendiri tidak menempuh jalan –yang benar- ini, prinsip metodologi dan target masih belum tertanam dalam diri mereka. Kita harus berusaha untuk menyodorkan metode kepada teman-teman kita di sini. Sewaktu kalian mempunyai metode dalam beraktifitas, maka empat unsur yang tadi juga akan kalian dapatkan. Memang beginilah adanya guru-guru kita, mereka tidak bersalah, tapi perlu kita sadari bahwa masih ada jalan yang belum ditempuh orang lain. Mau tidak mau seseorang harus mempunyai metode dalam melangkah. Ada dua aliran di Eropa yang sangat aktif dan berhasil. Mereka sukses melalui unsur metode dan target. Jika kalian menengok sejarah psikologi; khususnya aliran Behaviorisme, Anda akan mendapatinya di Amerika lebih maju daripada yang lain, cabang-cabangnya tersebar luas di Eropa, dan di sini pun telah sampai. Keberhasilan itu disebabkan oleh tokoh-tokohnya yang menggunakan metode tertentu dalam menghadiri pertemuan dan kegiatan-kegiatan ilmiah. Ini di dunia sekuler. Adapun di dunia religius, kelompok Jezulik di Gereja Katolik memiliki dasar-dasar pemikiran dan intelektual yang jelas. Seluruh gereja-gereja pendidikan yang sukses di dunia Katolik tidak lain karena guru-guru dari aliran ini. Mereka sukses karena mempunyai target dan metode. Kelemahan utama kita di Hauzah Ilmiah adalah kita tidak punya metode dan target yang jelas.


Moderator:

Trinitas di dalam Kristen adalah tonggak. Tapi, akhir-akhir ini terdengar dan tertulis di dalam buku-buku bahwa orang-orang kristen tidak lagi mempercayai trinitas segetol dulu, bisa dikatakan ada semacam kecenderungan tauhid pada diri mereka. Apa pendapat Anda? Apa pola pandang baru yang muncul di tengah kaum kristen sekarang?


Doktor Legen Hausen:

Menurut saya, tidak perlu kita berbicara tentang trinitas. Ada ribuan pendapat tentang trinitas. Apakah sebenarnya trinitas? Di dalam teologi baru, bahkan di kalangan Katolik sendiri, ada macam-macam pandangan mengenai trinitas; apalagi di kalangan Protestan. Kurang – lebih 90 % dari orang-orang kristen mempercayai trinitas dan di saat yang sama mereka juga bersikukuh bahwa hanya ada satu Tuhan. Mereka menerima kesederhanaan Tuhan, tapi pada saat yang sama mereka mengatakan Tuhan tiga dimensi. Tiga dimensi ini berbeda satu sama yang lain, tapi saling berhubungan. Di suatu pertemuan, saya katakan kepada sebagian teolog kristen di Texas, “Saya ingin bicara tentang konsep ketuhanan dengan Anda.” Satu di antara mereka menjawab, “Baiklah, tapi jangan bicara tentang trinitas, Anda tahu bahwa pembahasan tentang trinitas sulit sekali bahkan untuk kita sendiri.” Artinya, kapan saja Anda menitikberatkan sesuatu, mereka akan mengatakan bahwa kalian tidak memahami kedalaman topik ini, kami berkata tiga dan maksudnya satu, setelah itu mereka mulai menerangkan. Hal yang menarik di dalam agama Islam adalah pembahasan tentang tauhid yang sederhana, siapa saja bisa memahaminya. Tapi, orang yang ingin mencapai kedalamannya akan menghadapi berbagai kesulitan. Dasar tauhid bisa dimengerti oleh semua orang, tapi dasar trinitas tidak dimengerti oleh mayoritas orang-orang kristen yang mengimaninya. Di Texas, saya mendengarkan salah satu acara radio kelompok protestan, pembicara saat itu menyinggung masalah trinitas, dia mengatakan, “Kita sendiri tidak bisa mengerti apa itu trinitas.” Mayoritas mereka tidak memahami trinitas, tapi pada saat yang sama mereka tetap menyebarkan kepercayaan itu.

Saya ingin mengingatkan kembali kepada kalian bahwa sewaktu di Barat, apa yang sangat memberikan dampak positif pada kata-kata kalian adalah metode pembahasan yang tidak fanatik, usahakan sebisa mungkin untuk berdiskusi tanpa fanatisme. Banyak orang muslim yang sangat fanatik sampai-sampai seperti orang gila, contohnya orang-orang Taliban, mereka mengira selain budaya atau agama mereka adalah buruk, itulah sebabnya mereka sudi membunuh orang-orang lain dengan label kafir. Pola pikir semacam ini bisa dengan mudah dilumpuhkan. Propaganda-propaganda anti Islam ini membuka peluang dan memberikan kesempatan kepada kalian. Tapi kalian harus berdiskusi ilmiah dengan penuh tawadhu’ dan kasih sayang. Di sana, orang-orang akan heran melihat ternyata orang muslim juga bisa murah hati. Ada salah satu universitas kristen di Amerika yang punya hubungan baik dengan kami, suatu saat kami mengirimkan film Rangge Khuda (Warna Tuhan) kepada mereka, mereka mengatakan di film ini kita menyaksikan umat Islam saling mengasihi satu sama yang lain, lalu mereka bertanya, memangnya di dalam agama Islam ada yang namanya kasih sayang? Dengan demikian, terbukalah jalan bagi kita untuk berinteraksi lebih baik dengan mereka. Salah satu mahasiswa di sana mengatakan, “Sebelum berdiskusi dengan orang-orang muslim, kami mengira tidak ada ruang lagi bagi kita untuk berdiskusi dengan mereka; karena, kami mengira bahwa mereka hanya berslogan. Tapi ternyata kami melihat kalian memandang berbagai persoalan dengan pola pandang yang menarik sekali, ternyata kalian juga mempunyai pandangan-pandangan yang patut didengarkan tentang politik, budaya, ilmu dan agama.” Dengan demikian, jalan bagi kalian terbuka lagi.

Terakhir, saya ucapkan terimaksih sebesar-besarnya atas undangan ini. Merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya untuk bisa berbicara di tengah para pelajar agama. Saya juga sangat menyukai kegiatan-kegiatan Doktor Kasiri. Sungguh kebanggan yang besar bagi saya untuk bisa menyatakan diri sebagai teman kerjasama.


Moderator:

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Doktor Legen Hausen dan Doktor Hujjatul Islam Kasiri. Kami berharap kalian bisa menghadiri acara-acara yang kami selenggarakan pada waktu yang akan datang.

Penerjemah: Nasir Dimyati

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI