Pesan Rahbar

Home » » Belajar Fikih (Aturan-aturan Hukum di Dalam Syiah Imamiyyah)

Belajar Fikih (Aturan-aturan Hukum di Dalam Syiah Imamiyyah)

Written By Unknown on Sunday, 30 October 2016 | 21:38:00


Oleh: Muhammad Husein Falah Zadeh

Untuk tingkat Remaja

Sesuai dengan fatwa-fatwa para mujtahid besar Syi'ah

Penerjemah: Emi Nur Hayati

Majma' Jahani Ahlul Bait


DAFTAR ISI

Prakata Penerbit

Pengatar

Pelajaran 1: Peran Fikih Dalam Islam

Pembagian Hukum

Taklid

Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja'

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 2: Ijtihad dan Taklid

Siapa Mukallaf

Usia Balig

Perbedaan antara Ihtiyath Wajib dan Ihtiyath Mustahab

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 3: Bersuci

Pendahuluan-pendahuluan Salat

Hal-hal yang najis

Hukumnya Bangkai

Bangkai Hewan

Hukum Bangkai Binatang

Hukum-hukum Darah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 4: Bagaimana Sesuatu yang Suci Bisa Menjadi Najis

Benda-benda yang Bisa Menyucikan

Hukum-hukum Air Mudhaf

Macam-macam Air Mutlak

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 5: Hukum-hukum Air

Air Qalil (Sedikit)

Air kur, Air mengalir, Air sumur

Ciri-ciri Air Hujan

Hukum-hukum Keraguan tentang Air

Bagaimana Sesuatu yang Terkena Najis Menjadi Suci dengan Air

Penyucian Sesuatu yang Ternajisi

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 6: Cara Menyucikan Tanah Yang Najis

Menyucikan Tanah

Tanah

Sinar Matahari

Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci

Islam

Hilangnya Benda Najis

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 7: Wudu

Cara Berwudu

Amalan-amalan Wudu

Pembasuhan

Pengusapan

Mengusap Kepala

Mengusap Kaki

Masalah-masalah yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 8: Syarat-syarat wudu

Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya

Syarat-syarat Anggota Wudu

Syarat-syarat Cara Berwudu

Syarat-syarat Pelaku Wudu

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 9: Wudu Jabirah:

Definisi Jabirah

Cara-cara Wudu Jabirah

Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu

Bagaimana Wudu Menjadi Batal

Kesimpulan pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 10: Mandi

Macam-macam Mandi Wajib

Mandi Janabah

Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi Orang Junub

Surat-surat Al-Quran yang Mengandung Sujud Wajib

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 11: Pelaksanaan Mandi

Cara melaksanakan mandi

Syarat Sahnya Mandi

Mandi Menyentuh Mayat

Mandi Mayat

Mandi yang Khususkan bagi Perempuan

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 12: Tayamum (pengganti wudu dan mandi)

Bagaimana Caranya Bertayamum

Hal-hal yang bisa Digunakan untuk Bertayamum

Syarat Sahnya Tayamum

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 13: Waktu Salat

Macam-macam salat

Waktu Salat Sehari-hari

Hukum-hukum Waktu Salat

Kesimpulan pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 14: Kiblat dan Pakaian Salat

Kiblat

Pakaian Salat

Ukuran Pakaian

Pada Kondisi-kondisi Seperti ini, Salat dengan Badan atau Pakaian Najis maka Hukumnya Batal

Pada Kondisi-kondisi Seperti ini Salat dengan Badan atau Pakaian Najis maka Hukumnya Sah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 15: Tempat salat, Azan dan Iqomat

Syarat-syarat Tempat Salat

Hukum Tempat Salat

Persiapan Salat

Azan dan Iqomat

Hukum-hukum Azan dan Iqomat

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 16: Kewajiban-kewajiban Salat

Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun

Hukum Kewajiban-kewajiban Salat

Kewajiban-kewajiban Takbiratul ihram

Berdiri

Macam-macam Berdiri

Hukum-hukum Berdiri

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 17: Kewajiban-kewajiban Salat

Hukum-hukum Bacaan

Hal-hal yang Disunahkan dalam Bacaan

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 18: Kewajiban-kewajiban Salat

Ruku

Sujud

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 19: Kewajiban-kewajiban Sujud

Zikir

Ketenangan (Tuma'ninah)

Bangun dari Sujud

Keberadaan Tujuh Anggota Sujud di atas Tanah

Kesetaraan Tempat Sujud

Meletakkan Dahi di atas Sesuatu yang Sah Dipakai Sujud

Hukum-hukum Sujud

Tugas Orang yang tidak Bisa Sujud secara Normal

Sunah-sunah dalam Sujud

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 20: Hukum-hukum Kewajiban Salat

Sujud Wajib Al-Quran

Tasyahud

Salam

Tertib

Muwalat

Qunut

Ta'qib Salat

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 21: Hal-hal yang Membatalkan Salat

Hukum Hal-hal yang Membatalkan Salat

Berbicara

Tertawa dan Menangis

Membelakangi Kiblat

Merusak Cara Salat

Hal-hal yang Makruh dalam Salat

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 22: Terjemahan Azan, Iqomat dan Salat

Azan

Terjemahan Salat

Pertanyaan

Pelajaran 23 dan 24: Keraguan-keraguan dalam Salat

Macam-macam Keraguan dalam Salat

Keraguan yang Membatalkan Salat

Keraguan yang Tidak Perlu Diperhatikan

Keraguan Pada Salat Empat Rakaat

Catatan

Salat Ihtiyath

Sujud Sawi

Kesimpulan pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 25: Salat Musafir

Masalah-masalah yang Menjadikan Salat tetap Sempurna sekalipun dalam Bepergian

Tempat-tempat di mana Salat harus Dikerjakan secara Sempurna

Apa yang Dimaksud dengan Wathon (Tempat Tinggal)

Niat sepuluh hari

Kesimpulan pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 26: Salat Qadha

Salat Qadhanya Ayah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 27: Salat Jamaah

Pentingnya Salat Jamaah

Syarat-syarat salat jamaah

Mengikuti salat jamaah

Beberapa kondisi untuk bisa mengikuti salat jamaah

Rakaat Pertama

Rakaat Kedua

Rakaat Ketiga

Rakaat Keempat

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 28: Hukum Salat Jamaah

Tugas Makmum dalam Salat Jamaah

Cara-cara Makmum Mengikuti Imam Jamaah

Jika Makmum Lupa Sebelum Gerakan Imam

Sunah-sunah dan Makruhnya Salat Jamaah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 29: Salat Jumat - Salat Hari Raya

Pentingnya salat Jumat

Cara-cara Salat Berjamaah

Syarat-syarat Salat Jumat

Tugas Imam Salat Jumat ketika Mengutarakan Dua Khotbah

Tugas Jemaah Salat Jumat

Salat Hari Raya

Waktu Salat Hari Raya

Cara-cara Salat Hari Raya

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 30: Salat Ayat, Salat-salat Sunah

Cara-cara Mengerjakan Salat Ayat

Hukum-hukum Salat Ayat

Salat-salat Sunah

Salat Tahajud

Waktu Salat Tahajud

Nafilah Salat Sehari Semalam

Salat Ghufailah

Cara Mengerjakan Salat Ghufailah

Kesimpulan pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 31: Macam-macam Puasa

Puasa-puasa Wajib

Sebagian dari Puasa-puasa Haram

Puasa-puasa Sunah

Puasa-puasa Makruh

Niat Puasa

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 32: Sesuatu yang Membatalkan Puasa

Hukum-hukum Sesuatu yang Membatalkan Puasa

Makan dan Minum

Suntik

Sampainya Debu Tebal ke Tenggorokkan

Memasukkan Seluruh Kepala ke Dalam Air

Muntah

Istimna'(Onani)

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 33: Sesuatu yang Membatalkan Puasa

Tetap dalam Kondisi Junub sampai Subuh

Pekerjaan-pekerjaan yang Makruh untuk Pelaku Salat

Qadha dan Kaffarahnya Puasa

Puasa Qadha

Kaffarah Puasa

Hal-hal Menyebabkan Wajibnya Qadha Puasa akan tetapi Tidak Wajib Kaffarah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 34: Hukum-hukum Qadha dan Kaffarahnya Puasa

Hal-hal yang Tidak Menyebabkan Wajibnya Qadha Puasa juga tidak ada Kaffarahnya

Puasa Qadha Ayah dan Ibu

Puasa Musafir

Hukum Puasa Musafir

Zakat Fitrah

Ukuran Zakat Fitrah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 35: Khumus

Khumus Hukumnya Wajib pada Tujuh Sesuatu

Biaya Setahun

Tahun Membayar Khumus

Harta-harta yang Tidak Ada Khumusnya

Akibat Tidak Membayar Khumus

Hukum-hukum Khumus

Penyerahan Khumus

Syarat-syarat Sayyid yang Bisa Menerima Khumus

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 36: Zakat

Beberapa Hal yang Wajib Di Bayar Zakatnya

Ukuran Nisab (Batas Membayar Zakat)

Nisab Gandum, Juw, Kurma dan Kismis

Ukuran Zakat Gandum, Juw, Kurma dan Kismis

Nisabnya Binatang Ternak

Nisab Emas dan Perak

Hukum-hukum Zakat

Penggunaan Zakat

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 37: Amar makruf dan Nahi mungkar

Pentingnya amar makruf dan Nahi mungkar

Definisi Amar makruf dan Nahi mungkar

Syarat-syarat Amar makruf dan Nahi mungkar

Tahapan Amar makruf dan Nahi mungkar

Hukum-hukum Amar makruf dan Nahi mungkar

Adab Beramar makruf dan Nahi mungkar

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 38: Jihad dan Pertahanan

Macam-macam Pertahanan

Macam-macam Pertahanan Islam dan Negara Islam

Mempertahankan Jiwa dan Hak-hak Pribadi

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 39: Jual beli

Jual beli Wajib

Jual beli Sunah

Jual beli haram

Jual beli makruh

Adab Jual beli

Hukum-hukum Jual beli

Membatalkan Muamalah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 40: Sewa menyewa, Hutang piutang dan Amanat

Sewa menyewa

Syarat-syarat Barang yang Disewakan

Hukum-hukum Sewa menyewa

Hutang piutang

Macam-macam Hutang piutang

Hukum-hukum Hutang piutang

Amanat

Hukum-hukum Amanat

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 41: Pinjam meminjam, Sedekah, Barang temuan

Pinjam meminjam

Sedekah

Hukum-hukum Sedekah

Barang-barang Temuan

Kehilangan Sepatu

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 42: Makan dan Minum

Macam-macam Makanan

Hukum-hukum Makanan

Makanan dari Jenis Tumbuhan

Makanan dari Jenis Binatang

Binatang Berkaki empat

Jenis Binatang yang Bersayap (Terbang)

Binatang yang Hidup Di Dalam Air

Adab Makan

Adab Minum

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 43: Melihat, Kawin

Mahram dan Bukan Mahram

Orang-orang yang Mahram bagi Laki-laki

Melihat Orang lain

Kawin

Istri yang Baik

Istri yang Tidak baik

Akad Nikah

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 44: Hukum-hukum Masjid, Al-Quran dan Mengucapkan Salam

Hukum-hukum Masjid

Hukum-hukum Al-Quran

Memegang Tulisan-tulisan Al-Quran

Hukum-hukum Mengucapkan Salam

Tata Krama Mengucapkan Salam

Kesimpulan Pelajaran

Pertanyaan

Pelajaran 45: Ghasab, Sumpah, Bohong dan Hibah

Definisi Ghasab

Macam-macam Ghasab

Hukum-hukum Ghasab

Bersumpah

Berbohong

Ghibah (Menggunjing)

Definisi Ghibah

Hukum-hukum Ghibah

Mencukur Jenggot

Kesimpulan pelajaran

Pertanyaan


PRAKATA PENERBIT

Sesungguhnya warisan Ahlul Bait - yang telah dipelihara oleh para pengikutnya dari kemusnahan - merupakan madrasah yang mencakup seluruh cabang-cabang ilmu Islam.

Madrasah ini telah mampu mendidik jiwa-jiwa yang telah siap menerima dan memanfaatkan anugerah ini. Dan ulama-ulama besar yang selalu berjalan di jalan Ahlul Bait telah memberikan kontribusi bagi umat Islam serta menanggapi isu-isu dan beraneka masalah mazhab serta golongan-golongan pemikiran dari dalam dan luar peradaban Islam, dengan mengetengahkan jawaban-jawaban yang kokoh dan solusinya sepanjang masa.

Lembaga internasional Ahlul Bait berangkat dari rasa tanggung jawab yang ada diemban, bergegas untuk mendukung atau mempertahankan kehormatan risalah dan realitas risalah yang telah di sembunyikan oleh tokoh-tokoh mazhab dan golongan yang menentang Islam, dengan terus mengikuti langkah Ahlul Bait a.s. dan para pengikut madrasahnya yang terus gigih menjawab berbagai tantangan yang terus menerus dan berupaya untuk senantiasa siap siaga dalam menghadapi tantangan tersebut, sesuai dengan tingkat yang diharapkan pada setiap zaman.

Pemikiran-pemikiran yang tersimpan dalam buku-buku ulama madrasah Ahlul Bait dalam pertarungan ini sangat unik dan jarang sekali, karena memiliki muatan ilmu yang dalam yang bersandar kepada akal dan argumen, serta jauh dari pada hawa nafsu, fanatisme dan mengajak bicara para ulama dan pemikir yang memiliki spesialisasi dengan bahasa yang bisa di terima oleh akal dan fitrah yang bersih.

Lembaga Internasional Ahlul Bait berupaya untuk mengupayakan tahapan baru dari beragam pemikiran untuk para pencari kebenaran lewat kumpulan pembahasan pembahasan dan karya-karya yang ditulis oleh para penulis kontemporer yang telah bermazhab Ahlul Bait atau dari kalangan penulis yang telah mendapatkan nikmat Allah untuk bisa bergabung dalam madrasah ini. Di samping itu, lembaga ini mencetak dan menyebarkan serta merealisasikan beberapa manfaat dari karya-karya ulama-ulama Syi'ah terdahulu yang diharapkan juga, agar karya-karya tersebut memberikan kepuasan dan kesejukan bagi jiwa-jiwa yang sedang haus mencari kebenaran.

Supaya realitas kebenaran yang dihidangkan madrasah Ahlul Bait terbuka di seantero alam ini, di mana akal-akal manusia sedang mencari kesempurnaannya dan jiwa-jiwa telah dapat berinteraksi secara cepat dan unik.

Maka kami sampaikan terimah kasih banyak kepada Syeikh Muhammad Husein Falah Zadeh yang telah menulis buku ini dan juga kepada Sdri. Emi Nur Hayati yang telah berusaha keras menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, serta kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penerbitan buku ini.

Kami semua berharap bahwa apa-apa yang telah kami lakukan tercatat sebagai salah satu pelaksanaan sebagian tugas yang ada pada kami terhadap Tuhan Yang Maha Agung. Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segalah agama-agama. Dan hanya Allah sebagai saksi.

Divisi Kebudayaan

Majma' Jahani Ahlul Bait


PENGANTAR

Sepanjang sejarah, umat manusia senantiasa menyaksikan usaha orang-orang besar, para mujaddid serta cendekiawan dalam membangun sebuah masyarakat yang adil dan makmur dan membina sebuah umat yang unggul dan jauh dari keburukan. Dalam rangka ini, mereka selalu berfikir dan berupaya mengetengahkan sistem dan undang-undang yang dapat mengatur masyarakat agar dapat mencapai tujuannya. Sistem dan undang-undang tersebut ditata untuk dapat mengatur kehidupan mereka; mulai dari yang bersifat pribadi sampai yang berkaitan dengan sisi sosial, bahkan lebih luas dari sekedar itu, yakni mencakup alam semesta.

Sebagai agama terakhir yang menjamin kebahagiaan manusia, Islam juga turut menjadi salah satu peletak gagasan-gagasan pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Islam memulai gagasan-gagasan besarnya dengan keimanan. Sebuah keimanan dan keyakinan yang benar dapat menyelamatkan pemikiran manusia. Keimanan Islam memberikan kepada manusia sebuah kaca mata untuk melihat awal dan akhir dari sebuah kehidupan. Keimanan yang diinginkan Islam dapat membebaskan seseorang dari kekosongan dan keterasingan. Pada puncaknya, keimanan Islam menunjukkan kepada manusia bentuk kehidupan yang memiliki tujuan dan makna.

Namun demikian, Islam menolak bila sekadar memiliki keyakinan yang benar dianggap sebagai satu-satunya penentu kebahagiaan manusia. Pada tataran teoretis, itu merupakan suatu kelaziman hidup seseorang yang tidak dapat dihindarkan. Namun, pada tataran praktis, pada akhirnya dia harus memilih dan memilah mana jalan yang benar, lalu mengamalkan kebenaran yang telah ditemukannya.

Di antara ajaran-ajaran Islam, fikih adalah bagian yang memikul tanggung jawab mulia ini. Fikih adalah kumpulan hukum dan sistem praktis Islam untuk menyelesaikan masalah di atas. Sistem praktis ini bersumber dari wahyu ilahi yang telah dijelaskan dan diuraikan oleh para imam maksum a.s.; sistem yang mencakup seluruh permasalahan yang sedang atau akan dihadapi manusia. Hukum dan undang-undang yang terkandung di dalamnya tidak dapat diubah-ubah sesuka hati. Cakupannya yang luas tidak lantas membuat prinsip-prinsipnya mengalami perubahan.

Mengenal sistem hukum praktis ini (baca: fikih) termasuk salah satu dari pelajaran-pelajaran vital dan menjadi fondasi Hawzah Ilmiyah (pusat pendidikan agama dalam masyarakat Syi'ah). Perkembangan studi-studi keislaman di sana berawal dari ilmu Fikih. Dengan sendirinya, para ahli fikih (fakih) merupakan kelompok ulama yang memiliki keistimewaan di atas sekalian ulama yang menekuni ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sejarah juga mencatat nama-nama cemerlang mereka dengan tinta emas. Prestasi gemilang ini juga ditegaskan oleh Imam Khomeini dalam catatannya: "Selama ratusan tahun, kelompok ulama (fakih) menjadi tulang punggung kaum mustadh'afin. Masyarakat Syi'ah senantiasa mendapatkan pemahaman keagamaan mereka melalui para fakih".

Sejarah mencatat bagaimana para fakih yang sekaligus sebagai pengawal fikih dan syariat Islam menanggung berbagai kesulitan dengan tingkat kesabaran dan jerih payah yang luar biasa demi menyebarkan hukum-hukum suci agama seutuh mungkin.

Betapa banyak kitab-kitab yang ditulis oleh para fakih dalam kondisi taqiyah atau di dalam penjara. Betapa banyak perpustakaan yang dibangun berkat jerih payah dan usaha mereka selama ratusan tahun akan tetapi begitu saja hangus dibakar karena kedengkian musuh dan yang terkejam dari segalanya adalah tangan penguasa-penguasa yang mengatasnamakan Islam.

Para fakih mengorbankan jiwa dan raga mereka demi menjaga cita-cita luhur dan agama. Sering kali darah mereka harus membasahi kitab-kitab mereka sendiri, dan tidak jarang jasad mereka pun ikut dibakar hangus. Meski begitu, mereka tidak akan pernah putus asa atau menghentikan usaha, sekalipun harus terus berhadapan dengan segala kemungkinan bahaya dan kesulitan. Usaha yang telah mereka lakukan adalah menyimpulkan hukum-hukum fikih dari masalah-masalah yang muncul dan menatanya sedemikian apik dan sistematis. Ya, hidup mereka diinfakkan demi memenuhi kebutuhan masyarakat kepada agama.

Koleksium atau buku kumpulan hukum yang kini beredar di tengah masyarakat - yang umumnya dikenal dengan nama risalah amaliyah atau Risalah Taudhih Al-Masail - adalah karya para Marja' Taklid (Mujtahid). Usaha mereka dalam menyimpulkan sebuah hukum dari sumber-sumbernya terkadang memakan waktu yang cukup panjang. Namun, mengingat risalah-risalah amaliyah itu disusun dengan tujuan menjadi rujukan masyarakat, dan kondisi ini telah berjalan lebih dari lima puluh tahun sehingga buku-buku tersebut tidak dapat dijadikan materi pelajaran yang relevan bagi generasi muda, terutama kaum remaja. Kesulitan ini menjadi lebih mendesak tatkala buku-buku itu menggunakan istilah-istilah teknis fikih dan gaya penulisan yang rumit sehingga tidak mudah dipahami, meskipun amat berguna dalam kapasitasnya sebagai buku fikih dengan tujuan penyusunannya untuk memenuhi kebutuhan kalangan khusus. Bila diandaikan risalah amaliah yang ditulis selama ini, ia tak ubahnya dengan toko obat yang tidak dibuat khusus untuk kelompok usia tertentu yang dapat memanfaatkannya, tetapi dibuka untuk segala usia.

Dari dulu sampai sekarang pun di Hawzah Ilmiyah, sudah tertata secara baik kitab-kitab khusus untuk setiap tingkat pendidikan dari masing-masing jurusan dan bidang ilmu, termasuk jurusan fikih. Sejak dahulu tidak ada pemula yang hendak mendalami fikih akan diajarkan kepadanya kitab Makasib karya Syaikh Al-Anshari. Sebagaimana untuk mempelajari ilmu ushul fikih, seorang pelajar muda tidak langsung membaca kitab Kifayah Al-Ushul karya Al-Muhaqqiq Al-Khurasani. Atau, katakanlah mereka yang ingin mempelajari filsafat tidak akan memulainya dengan membaca kitab Al-Asfar Al-Arba'ah adikarya Mulla Shadra . Karena secara logis, setiap pelajar pemula akan mulai studi dengan menelaah kitab-kitab yang sederhana sehingga mendapatkan kerangka dasar dari ilmu yang akan ditekuninya untuk kemudian mempelajari kitab yang lebih spesifik dan detail.

Saat ini, materi pelajaran fikih di Hawzah Ilmiyah dibagi menjadi tiga macam:

1. Fikih nirargumentasi seperti; Risalah Taudhih Al-Masail dan Al-'Urwah Al-Wutsqa .

2. Fikih semi argumentatif seperti; Ar-Raudhah Al-Bahiyah dan Syarayi' Al-Islam .

3. Fikih murni argumentatif seperti; Jawahir Al-Kalam dan Al-Hadaiq An-Nadhirah .

Dengan demikian, sudah seharusnya risalah amaliyah diterbitkan sesuai dengan tingkat pemahaman masyarakat dan kebutuhan mereka sehingga proses belajar dan pelaksanaan tugas-tugas syariat dengan tanpa adanya kesulitan serta bisa menambah ilmu agama mereka dengan cara yang paling tepat.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait dengan penjelasan hukum telah diusahakan penyebaran buku-buku yang dapat dimanfaatkan. Namun tetap saja masih dirasakan kekosongan terutama berkaitan dengan pengajaran fikih sesuai dengan tingkatan pendidikan dan untuk masyarakat umum. Kekosongan ini membuat kami berusaha untuk memenuhi kebutuhan untuk kelompok umur sekolah menengah umum. Tulisan ini diusahakan dengan tidak mengubah fatwa namun hanya dengan mengganti bahasa agar lebih sederhana dan mudah dipahami serta penjelasan contoh-contoh.

Dengan melihat adanya hukum-hukum yang khusus untuk wanita dan khusus untuk pria maka kami, selain memperhatikan kelompok umur, perbedaan jenis kelamin mendapat perhatian khusus. Oleh karenanya kami memisahkan masalah yang khusus berkaitan dengan pria dengan menuliskan buku terpisah. Sementara untuk wanita karena kekhususannya kami juga menuliskan buku terpisah.

Sangat mungkin sekali ada sebagian anggota masyarakat tidak mengenyam pendidikan yang semestinya namun dalam masalah keagamaan tidak kurang dari mereka yang berpendidikan. Namun pun demikian buku ini memang dikhususkan sesuai dengan kelompok umur berdasarkan pendidikannya.

Buku yang telah kami siapkan sebagai berikut:

1. Pelajaran fikih khusus anak-anak.

2. Pelajaran fikih tingkatan awal diperuntukkan bagi tingkatan sekolah menengah pertama (khusus perempuan - khusus laki-laki).

3. Pelajaran fikih tingkatan menengah diperuntukkan bagi tingkatan sekolah menengah atas (khusus perempuan - khusus laki-laki).

4. Pelajaran fikih tingkatan atas diperuntukkan bagi mahasiswa (khusus perempuan - khusus laki-laki).

5. Metode mengajar fikih khusus para guru dan pelajar ilmu agama

Peringatan:

1. Teks kitab sesuai dengan fatwa pendiri revolusi islam Ayatullah Imam Khomeini ra.

2. Di tambah dengan fatwa-fatwa tiga marja' besar; Ayatullah Araki, Ayatullah Gulpaigani, Ayatullah Khu'i, yang mana masalah perbedaan di halaman tersebut ditandai dengan tanda (*).

3. Pada teks kitab mayoritas masalah yang dikaji lebih bersifat global dan umum dan tidak banyak membahas detil masalah. Masalah-masalah yang dibahas adalah masalah yang tidak memiliki banyak perbedaan pendapat di dalamnya. Bila ada perbedaan fatwa itu tidak berati bahwa mukallid (orang yang bertaklid) tidak mengamalkan teks fatwa. Artinya, ia tidak mengamalkan sesuai dengan fatwa marja' yang diyakininya. Tidak demikian. Buku ini ditulis sedemikian rupa sehingga walaupun ditemukan perbedaan namun pengamalan teks yang ada tidak keluar dari fatwa marja' yang diyakininya walaupun berbeda. Karena perbedaannya pada ihtiyath wajib (tidak berfatwa). Sebagai permisalan, bila teks masalah adalah fatwa sementara marja' yang diyakini berbeda namun perbedaannya hanya berkisar pada ihtiyath wajib maka sebenarnya tidak terjadi perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan pengamalan fatwa yang ada pada teks artinya sama dengan mengamalkan fatwa marja'nya sendiri yang melakukan ihtiyath wajib. Karena ihtiyath wajib memiliki makna mukallid dalam masalah itu boleh memilih fatwa marja' lain.

4. Masalah-masalah yang dipilih di sini diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan utama para remaja tingkatan sekolah menengah. Detil dan cabang masalah sengaja tidak disebutkan. Topik masalah disusun sedemikian rupa sekiranya tidak mengubah fatwa yang ada. Sebagai contoh dalam pembahasan persucian, sekalipun sesuatu yang dapat menyucikan jumlahnya ada sepuluh sementara yang disebutkan hanya lima itu tidak berarti mengurangi. Sekalipun hanya lima yang disebutkan namun susunan penulisan disusun sedemikian rupa sehingga pada hakikatnya mencakup kesepuluhnya. Ibaratnya demikian, "segala sesuatu yang najis bisa suci dan secara umum, sesuatu yang menyucikan antara lain: ...".

5. Buku yang ada ini dapat dipakai untuk mengajar dan murid bisa belajar dengan gurunya. Metode penulisan buku ini selain untuk pengajaran, disusun sedemikian rupa sehingga bermanfaat untuk dibaca begitu saja guna memahami masalah-masalah syariat.

6. Seandainya pembaca ingin mengetahui masalah secara lebih detil atau ingin melihat teks masalah dari sumbernya, alamat masalah tercantum di garis bawah pada setiap halaman lagi pula keterangan marja' taklid juga dicantumkan sesuai dengan Risalahnya sendiri bersamaan dengan nomor masalah.

7. Kepada para marja' taklid sekali lagi dengan segala hormat, untuk mempersingkat keterangan, gelar mereka dihapus dan cukup dengan gelarnya yang telah dikenal.

8. Buku ini, sebelum dicetak sudah pernah diajarkan dan kekurangannya telah disempurnakan, semampunya. Pengoreksian isi buku telah dilakukan oleh guru sekaligus sahabat saya yang telah sudi meluangkan waktunya. Beberapa saran juga telah disampaikan kepada kami oleh beberapa siswa sekolah menengah atas yang telah membaca dan mempelajarinya. Dengan koreksian yang telah dilakukan diharapkan isinya sesuai dengan tujuan penulisan buku ini. Sekali lagi terima kasih kepada mereka yang telah membantu demi terwujudnya karya ini.

9. Penulisan buku ini merujuk kepada sumber-sumber di bawah ini:

" Tahrir Al-Wasilah, Imam Khomeini, Darul Anwar, Beirut.

" Risalah Taudhih Al-Masail, Imam Khomeini, Bunyad Pezhuhesha-ye Eslami-ye Ustane Qudse Razavi, Masyhad.

" Istifta'at, Imam Khomeini, Daftar Entisharat Eslami, Qum

" Al-'Urwah Al-Wutsqa, (2 jilid) dengan komentar para marja' taklid, Intisharat Ilmiah Islamiyah, Qum.

" Wasilat Al-Najah dengan komentar Ayatullah Al-'Uzma Gulpaigani, Dar At-Ta'aruf lil Mathbu'at, Beirut.

" Risalah Taudih Al-Masail, Ayatullah Al-'Uzma Gulpaigani, Dar Al-Quran Al-Karim, Qum.

" Risalah Taudhih Al-Masail, Ayatullah Al-'Uzma Araki, Daftare Tablighate Eslami-ye Hauzeye Elmiyeh, Qum.

" Risalah Taudhih Al-Masail, Ayatullah Al-'Uzma Khu'i, Chapkhaneye Elmi, Qum.


Beberapa Catatan untuk Para Guru yang Mulia

1. Berangkat dari pengalaman, isi dan kandungan setiap pelajaran disusun untuk waktu setengah jam sampai 45 menit. Itu telah ditambah dengan penjelasan guru. Akan tetapi, ada beberapa pelajaran yang memuat materi yang banyak seperti; pelajaran 35, 36, 39 dan 42. Sekiranya tidak tertuntaskan sesuai dengan waktu yang sudah diperkirakan, maka sisa pelajaran bisa diajarkan pada pertemuan yang akan datang. Ada sebagian pelajaran yang materinya sedikit dan bisa dituntaskan sebelum waktunya, maka waktu yang tersisa bisa digunakan untuk pelajaran berikutnya, seperti pelajaran 22, 26, 32 dan 33.

2. Untuk mengajarkan buku ini tidak cukup hanya membaca buku ini saja, akan tetapi sebelum mengajar, hendaknya para pendidik yang mulia membaca teks buku fikih tingkatan yang lebih tinggi atau Risalah Taudhih Al-Masail atau kitab fikih yang lebih rinci.

3. Di akhir setiap pelajaran, dibubuhkan kesimpulan pembahasan yang merangkum beberapa masalah. Ini dilakukan dengan pertimbangan sejumlah manfaat sebagai berikut:

a. Di akhir pelajaran, para guru dapat menyimpulkan pelajaran yang sudah diterangkan kepada para pelajar yang hadir dalam beberapa menit secara singkat.

b. Apabila siswa tidak punya waktu yang cukup untuk membaca pelajaran secara keseluruhan, dia bisa membaca kesimpulannya sehingga dapat mengingat poin-poin pembahasan dan mengulang pelajaran yang lalu.

c. Para guru bisa menggunakannya sebagai catatan yang cukup untuk mengajar di kelas sehingga tidak perlu membawa kitab ketika hendak mengajar.

4. Kesimpulan pelajaran diambil dari teks pelajaran dengan tanpa rincian masalah dan keterangan para marja' taklid.

5. Untuk setiap pelajaran ditulis beberapa soal dan mayoritas soalnya adalah wujud nyata dan contoh-contoh fikih; di mana para guru diminta supaya murid-murid menjawabnya dan membantu mereka untuk mendapatkan jawabannya.

6. Diharapkan para guru menyisihkan sebagian waktunya untuk menjawab pertanyaan para pelajar yang hadir.

7. Untuk memahamkan pembahasan kepada murid-muridnya, para guru hendaknya menggunakan contoh-contoh yang tepat dan mempraktekkan sebagian dari masalah-masalah seperti: wudu dan tayamum.

Dengan mengharap ridha Allah swt., semoga tulisan yang ada di hadapan pembaca dapat membantu para remaja dalam usaha mereka memahami hukum Islam. Semoga Allah membantu dan menolong para remaja kita agar sukses dalam semua jenjang kehidupan.

Akhir kata, terima kasih kepada seluruh sahabat-sahabat baik saya yang telah membaca dan memberikan saran. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah yang telah memberikan taufik-Nya demi terwujudnya karya ini. Kami menyambut pendapat dan saran-saran yang membangun dari para pembaca.

Wahai Tuhan kami terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


Pelajaran 1: Peran Fikih Dalam Islam

Islam adalah agama terakhir dan sempurna. Ajaran-ajarannya sesuai dengan fitrah dan maslahat manusia. Menjalankan ajaran Islam merupakan jalan yang menjamin kebahagiaan manusia. Sebuah lingkungan masyarakat-yang di dalamnya diterapkan undang-undang Islam-akan menjadi sebuah lingkungan yang ideal. Yang menjadi topik dari pelajaran-pelajaran ini adalah fikih. Fikih adalah salah satu dasar utama dari aturan dan undang-undang islami pembentuk manusia. Ajaran-ajaran penjamin keselamatan dalam Islam terdiri atas:

1. Ajaran-ajaran keyakinan yang disebut dengan ushuluddin.

2. Aturan-aturan praktis yang disebut dengan furu'uddin atau fikih.

3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kejiwaan dan perbuatan; yang bernama akhlak atau moral.

Bagian pertama: adalah ajaran yang berkaitan dengan penyelamatan pikiran dan keyakinan manusia. Ajaran ini harus diakui dan diterima berdasarkan argumentasi (sekalipun atas dasar dalil yang sederhana). Karena, ajaran ini berkaitan dengan masalah keyakinan dan memerlukan suatu kepercayaan. Maka, dalam ushuluddin tidak diperbolehkan taklid dan ikut-ikutan pandangan orang lain.

Bagian kedua: adalah ajaran-ajaran praktis yang menentukan tugas-tugas manusia sekaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan atau yang harus ditinggalkan. Ajaran yang demikian ini disebut dengan fikih. Berkenaan dengan fikih, tidak ada larangan untuk bertaklid kepada seorang marja' atau mujtahid.


Pembagian Hukum

Dalam Islam, setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh manusia memiliki hukum tertentu. Hukum-hukum tersebut antara lain:

1. Wajib: adalah pekerjaan yang harus dilakukan, dan jika seseorang meninggalkannya, ia akan mendapatkan siksa, seperti salat dan puasa.

2. Haram: adalah pekerjaan yang harus ditinggalkan, dan jika seseorang mengerjakannya, ia akan mendapatkan siksa, seperti bohong dan menzalimi orang lain.

3. Sunah: adalah pekerjaan yang jika seseorang dilakukannya, ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia meninggalkannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti salat tahajud dan bersedekah.

4. Makruh: adalah pekerjaan yang jika seseorang meninggalkannya, ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia melakukannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti meniup makanan dan memakan makanan panas.

5. Mubah: adalah pekerjaan yang hukumnya sama antara mengerjakannya dan meninggalkannya, pelakunya tidak mendapatkan siksa juga tidak mendapatkan pahala; seperti berjalan dan duduk.


Taklid

Taklid berarti mengikuti. Mengikuti dalam masalah fikih yaitu mengikuti seorang fakih (seorang ahli fikih). Artinya, seorang mukallaf (muslim) dalam melakukan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan fatwa-fatwa seorang atau mujtahid yang diyakininya.

1. Seseorang yang bukan mujtahid-dan tentunya dia tidak mampu menyimpulkan hukum-hukum dan aturan-aturan Allah swt. secara langsung dari sumber-sumbernya-kewajiban yang harus dilakukannya adalah bertaklid (mengikuti) pendapat dan fatwa seorang marja' atau mujtahid.

2. Tugas sebagian besar dari masyarakat dalam fikih islam adalah bertaklid, karena hanya sedikit orang yang mampu berijtihad di idang fikih.

3. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain disebut sebagai marja' taklid ; yakni tempat rujukan dalam bertaklid.

4. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adil.

b. Hidup.

c. Laki-laki.

d. Balig.

e. Syi'ah Imamiyah.

f. Berdasarkan ihtiyath wajib , hendaknya dia paling pandai (a'lam) di antara para mujtahid, dan tidak rakus akan dunia.


Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja'

1. Adil adalah seseorang yang berada pada tingkatan takwa. Artinya dia selalu mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa. Tanda-tanda seseorang yang memiliki sifat adil adalah tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak mengulangi dosa-dosa kecil.

2. Seseorang yang baru mencapai usia balig atau selama ini belum pernah bertaklid, dia harus menetapkan seorang mujtahid yang masih hidup sebagai marja'-nya. Dia tidak boleh menjadikan seorang mujtahid yang sudah meninggal dunia sebagai marja'-nya untuk memulai dalam bertaklid.

3. Seseorang yang bertaklid kepada seorang marja' yang kemudian meninggal dunia, sementara dia masih ingin bertaklid kepadanya, dia harus mendapat izin dari mujtahid yang masih hidup yang diikutinya. Bila mendapat izin untuk itu, maka dia dapat tetap bertaklid kepada marja' sebelumnya yang telah meninggal dunia itu.

4. Ada kondisi-kondisi di mana seseorang yang telah mendapat izin untuk tetap bertaklid kepada marja'-nya yang telah meninggal harus merujuk kepada marja' kedua (sekarang) yang masih hidup. Kondisi-kondisi tersebut antara lain; bila marja' sebelumnya (yang telah meninggal) dalam sebuah masalah tidak memiliki fatwa, sementara marja'nya yang sekarang memiliki fatwa. Dan dalam masalah-masalah baru yang tidak terdapat di masa marja' sebelumnya seperti; perang atau gencatan senjata dan lain-lainnya.

5. Seorang mujtahid yang diikuti fatwanya oleh orang lain harus sebagai penganut mazhab Syi'ah Imamiyah; yaitu mazhab Syi'ah yang meyakini dua belas imam. Oleh karenanya, seorang mukallaf yang bermazhab Syi'ah Imamiyah tidak boleh mengamalkan fatwa-fatwa ulama dan para mujtahid selain yang bermazhab Syi'ah Imamiyah.

6. Islam menetapkan tugas perempuan dan laki-laki sesuai dengan tabiat dan kodrat penciptaannya. Perempuan tidak dibebani tanggung jawab untuk menjadi marja'. Tanggung jawab menjadi marja' sangatlah berat; sebuah posisi yang benar-benar rawan dan begitu penting. Namun, itu tidak berarti menghapus kebebasan mereka. Tidak dibolehkannya perempuan menjadi marja' tidak serta merta berarti ketakbolehannya menjadi mujtahid. Islam memperbolehkan perempuan mencapai puncak keilmuan dengan menjadi mujtahid, namun tidak menjadi marja'. Perempuan yang mujtahid dapat menggali sendiri hukum-hukum Allah dari sumber-sumbernya (Al-Quran, Sunah, Akal dan Ijma'). Pada posisi ini, dia memang tidak perlu bertaklid kepada seseorang.

7. Yang dimaksudkan dari "paling pandai" ialah ihwal seorang mujtahid yang dalam menggali hukum-hukum fikih dari sumber-sumbernya lebih mahir dari mujtahid-mujtahid yang lain.

8. Wajib bagi seorang mukallaf untuk melakukan penelitian (tafahhush) dalam rangka menentukan mujtahid yang paling pandai.

9. Setiap pribadi memiliki kebebasan dalam bertaklid dan tidak harus sama dengan orang lain. Seorang istri, misalnya, dalam hal bertaklid tidak harus sama dengan suaminya. Bila dia telah menentukan seseorang sebagai mujtahid yang telah memiliki syarat-syarat untuk ditaklidi, maka dia bisa bertaklid kepadanya sekalipun suaminya telah bertaklid kepada mujtahid yang lain.


Kesimpulan Pelajaran

1. Ajaran-ajaran Islam terdiri dari: akidah, fikih dan akhlak.

2. Hukum praktis terdiri dari: wajib, haram, sunah, makruh dan mubah.

3. Taklid adalah: mengamalkan fatwa seorang marja'.

4. Tidak dilarang untuk tetap bertaklid pada mujtahid yang sudah meninggal dunia selagi ada izin dari mujtahid yang masih hidup.

5. Seseorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam masalah-masalah baru harus bertaklid kepada mujtahid yang masih hidup.

6. Dalam bertaklid, setiap orang bebas dan tidak harus sama dengan orang lain.


Pertanyaan:

1. Sebutkan ushuluddin!

2. Apa tugas seorang mukallaf dalam ushuluddin dan furu'uddin? Jelaskan!

3. Sebutkan lima hukum praktis dalam Islam!

4. Apakah seorang wanita yang telah mencapai derajat ijtihad boleh beramal atas dasar fatwanya sendiri? Atau juga harus bertaklid kepada orang lain?

5. Siapakah orang yang adil itu? Dan bagaimana dia bisa diketahui?

6. Apa tugas seorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam masalah-masalah baru; seperti perang dan jihad?


Pelajaran 2: Ijtihad dan Taklid

1. Cara-cara Mengetahui Mujtahid dan Orang yang Paling Pandai

a. Seseorang dengan sendirinya merasa yakin dan tahu akan mujtahid yang paling pandai. Misalnya, dia termasuk orang yang berilmu dan bisa mengetahui bahwa si fulan adalah mujtahid, dan mengetahui bahwa si fulan adalah yang paling pandai di bidangnya.

b. Dua orang adil yang bisa menentukan dan membenarkan bahwa si fulan adalah mujtahid atau si fulan adalah orang yang paling pandai.

c. Sekelompok ilmuwan yang bisa menentukan bahwa si fulan adalah mujtahid dan orang yang paling pandai. Kesaksian-kesaksian mereka bisa dipercaya bahwa si fulan memang seorang mujtahid atau si fulan memang orang yang paling pandai.


2. Cara-cara untuk mendapatkan fatwa mujtahid:

a. Mendengar sendiri dari sang mujtahid.

b. Mendengar dari dua orang atau seorang yang adil.

c. Mendengar dari seorang yang bisa dipercaya dan jujur.

d. Membaca risalah amaliyah (kumpulan fatwa) mujtahid.

3. Jika mujtahid yang paling pandai dalam masalah tertentu tidak memberikan fatwa, maka seorang mukallid (yang bertaklid) bisa merujuk kepada mujtahid lain yang memiliki fatwa sekaitan dengan masalah tersebut. Dan berdasarkan ihtiyath wajib, mujtahid yang menjadi marja' (tempat rujukan) masalah tersebut harus paling pandai dari yang lain.

4. Jika fatwa mujtahid dalam masalah tertentu berubah, maka seorang mukallid harus mengamalkan fatwanya yang baru dan tidak boleh mengamalkan fatwa yang lama.

5. Manusia wajib belajar masalah-masalah yang selalu diperlukannya.


Siapakah Mukallaf?

Mukallaf adalah orang-orang yang berakal dan balig. Artinya, mereka adalah orang-orang yang memiliki tugas untuk menjalankan hukum-hukum fikih. Oleh karena itu, anak-anak yang belum balig dan orang-orang gila (tidak berakal) bukanlah mukallaf.


Usia balig

Usia balig anak laki-laki adalah setelah genap berusia lima belas tahun, dan usia balig anak perempuan setelah genap usia sembilan tahun. Bila telah memasuki usia itu, mereka termasuk orang-orang yang balig dan harus menjalankan seluruh tugas-tugas syariat. Jika usia seorang anak masih di bawah usia balig lalu mengerjakan amalan-amalan yang baik, seperti salat secara benar, dia akan mendapatkan pahala.


Perlu diperhatikan bahwa usia balig dihitung berdasarkan tahun hijriah qamariyah; yang jumlah setiap tahunnya adalah 354 hari 6 jam.


Perbedaan antara Ihtiyath Wajib dan Ihtiyath Mustahab

Ihtiyath mustahab selalu beriringan dengan fatwa. Artinya, berkenaan dengan sebuah masalah, pertama-tama seorang mujtahid memberikan fatwa kemudian memberikan ihtiyath . Ihtiyath ini dinamai sebagai ihtiyath mustahab. Sekaitan dengan ini, mukallid dapat mengamalkan fatwa atau mengamalkan ihtiyath mustahab, namun dia tidak boleh merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya, jika seseorang mengerjakan salat dan dia tidak tahu pasti apakah badan atau bajunya itu najis ataukah tidak. Seusai salat, dia baru sadar bahwa ketika melakukan salat, badan atau bajunya najis, maka salatnya sah. Akan tetapi, atas dasar ihtiyath mustahab, jika waktu salat masih tersisa, dia hendaknya mengulangi salatnya.

Ihtiyath wajib tidak berdampingan dengan fatwa. Seorang mukallid harus beramal sesuai dengan ihtiyath tersebut atau bisa merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya, menurut ihtiyath wajib, seorang mukallid tidak boleh bersujud di atas daun anggur yang masih baru dan basah.


Kesimpulan Pelajaran

1. Cara-cara untuk mengenal mujtahid dan orang yang paling pandai adalah sebagai berikut:

" Mukallid meyakini dan mengetahui dengan sendirinya.

" Dua orang adil yang menyatakan demikian.

" Sekelompok ilmuwan yang menyatakan demikian.

2. Cara-cara untuk mendapatkan fatwa mujtahid adalah sebagai berikut:

" Mendengar langsung dari mujtahid.

" Mendengar dari dua atau satu orang yang adil atau minimal satu orang yang bisa dipercaya dan jujur.

" Membaca risalah amaliyah mujtahid.

3. Orang-orang yang balig dan berakal harus menjalankan hukum-hukum Allah swt.

4. Anak laki-laki setelah genap berusia 15 tahun dan anak perempuan setelah genap berusia 9 tahun termasuk orang-orang yang sudah balig.

5. Dalam ihtiyath wajib, seorang mukallid bisa merujuk ke fatwa mujtahid lain. Akan tetapi dalam ihtiyath mustahab, dia tidak bisa merujuk demikian ini.


Pertanyaan:

1. Siapa saja orang-orang yang bisa menyatakan derajat kemujtahidan dan kepandaian seseorang?

2. Siapa saja orang-orang yang wajib melaksanakan hukum-hukum fikih?

3. Dalam sebuah masalah dinyatakan bahwa berdasarkan ihtiyath, seseorang tidak boleh mengambil upah dalam mengajarkan kewajiban-kewajiban salat, akan tetapi dalam mengajarkan sunah-sunahnya dia boleh mengambilnya. Tentukan jenis ihtiyath dalam masalah; apakah termasuk ihtiyath wajib atau ihtiyath mustahab?


Pelajaran 3: Bersuci

Sebagaimana pada pelajaran ke-1, semua ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan amalan disebut dengan fikih. Dalam fikih Islam, salah satu yang paling penting adalah menjalankan kewajiban-kewajiban. Salah satu dari kewajiban-kewajiban yang paling penting dan mendasar adalah salat.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan salat dapat dibagi menjadi tiga:

1. Pendahuluan-pendahuluan salat (muqaddamat).

2. Amalan-amalan salat (muqarinat).

3. Hal-hal yang membatalkan salat (mubthilat).

Maksud dari pendahuluan-pendahuluan salat yaitu bahwa seorang pelaku salat harus menjaganya sebelum melakukan salat.

Maksud dari amalan-amalan salat yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan bacaan salat; dari takbiratul ihram sampai pembacaan salam.

Dan maksud dari hal-hal yang membatalkan salat yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan segala sesuatu yang bisa membatalkan salat.


Pendahuluan-pendahuluan Salat

Dari sekian masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku salat sebelum mengerjakan salat ialah bersuci dan kesucian. Pelaku salat harus menyucikan badan dan pakaiannya dari najis. Untuk bersuci dari najis dan cara menyucikan sesuatu yang najis diperlukan pengetahuan tentang najis. Oleh karena itu, kami akan menjelaskan ihwal najis.

Sebelum mengenal hal-hal yang najis, perhatikan sebuah kaidah umum dalam fikih Islam:

"Apa saja yang ada di alam ini adalah suci, kecuali sebelas benda najis dan apa saja yang bersentuhan dengan mereka."


Hal-hal yang najis:

1. Kencing.

2. Kotoran.

3. Mani.

4. Bangkai.

5. Darah.

6. Anjing.

7. Babi.

8. Arak dan setiap cairan yang memabukkan.

9. Fuqqa'; yaitu minuman yang dibuat dari bulir (sejenis gandum).

10. Orang kafir.

11. Keringat unta pemakan kotoran manusia.


Keterangan:

Kencing dan tinja manusia dan hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

Hewan yang darahnya mengalir adalah hewan yang jika urat nadinya dipotong maka darahnya memancur seperti: kucing dan tikus.

Manusia dan hewan yang darahnya mengalir seperti: kambing, maka air sperma, bangkai dan darah mereka adalah najis.

Anjing dan babi yang hidup di darat adalah najis, tetapi anjing dan babi yang hidup di laut tidak najis.

Bersuci (thaharah) berbeda dengan kebersihan. Demikian juga najis tidak identik dengan kotoran. Boleh jadi sesuatu itu dianggap bersih, akan tetapi menurut hukum Islam, ia belum tentu dinyatakan suci. Yang diinginkan oleh Islam adalah kesucian dan kebersihan. Artinya, manusia harus memikirkan kesucian dan kebersihan dirinya, juga lingkungan serta kehidupannya. Dan kini, pembahasan kita sekaitan dengan kesucian.

1. Kencing dan tinja manusia dan seluruh hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

2. Kencing dan tinja seluruh hewan yang dagingnya halal seperti: sapi, kambing dan seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir seperti: ular dan ikan adalah suci.

3. Kencing dan tinja seluruh hewan yang dagingnya makruh seperti: kuda dan keledai adalah suci.

4. Tinja seluruh burung yang dagingnya haram seperti; gagak, adalah najis.


Hukum Bangkai

Mayat manusia, walaupun baru meninggal dunia dan badannya belum dingin (selain anggotanya yang tidak bernyawa seperti: kuku, rambut dan gigi) seluruh badannya najis, kecuali:

" Meninggal dunia di medan perang (syahid).

" Sudah dimandikan (tiga kali mandi secara sempurna).


Bangkai Hewan

1. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir seperti; ikan, adalah suci.

2. Bangkai hewan yang darahnya mengalir, maka anggota-anggota tubuhnya yang tidak memiliki ruh seperti: bulu dan tanduk, adalah suci, sementara anggota-anggota tubuhnya yang bernyawa seperti: daging dan kulit, adalah najis.


Hukum Bangkai Binatang

Bangkai Binatang:

1. Anjing dan babi; seluruh anggota badan mereka adalah najis.

2. Binatang-binatang selain anjing dan babi:

a. Yang darahnya memancur:

- Anggota badannya yang bernyawa adalah najis.

- Anggota badannya yang tidak bernyawa adalah suci.

b. Yang darahnya tidak memancur, seluruh anggota badan mereka adalah suci.


Hukum-hukum Darah

1. Darah manusia dan darah setiap hewan yang darahnya mengalir adalah najis seperti; ayam dan kambing.

2. Darah hewan yang darahnya tidak mengalir adalah suci seperti; ikan dan nyamuk.

3. Darah yang kadang-kadang ada pada telur adalah tidak najis. Akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya tidak memakannya. Jika darah sudah bercampur dengan kuning telur dan tidak kelihatan lagi, maka tidak ada larangan untuk memakan kuningnya.*

4. Darah yang keluar dari sela-sela gigi (gusi), jika sudah bercampur dengan air ludah dan tidak kelihatan lagi, maka hukumnya suci, dan dengan demikian tidak ada larangan untuk menelan ludah tersebut.


Kesimpulan Pelajaran

1. Untuk mengerjakan salat, badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

2. Seluruh apa yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali 11 benda najis.

3. Jenazah manusia, jika meninggalnya tidak di medan perang dan belum dimandikan, maka hukumnya najis kecuali anggota tubuhnya yang tak bernyawa.

4. Bangkai anjing, babi dan anggota-anggota yang bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah najis.

5. Bangkai seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir, begitu juga anggota-anggota yang tidak bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah suci.

6. Seluruh hewan, yang darahnya mengalir, maka darah mereka adalah najis.

7. Darah yang berada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya jangan memakannya kecuali jika sedikit sekali sehingga ketika dikocok tidak tampak lagi.

8. Darah yang keluar dari sela-sela gigi, jika bercampur dengan air ludah dan tidak tampak lagi, hukumnya suci dan tidak apa-apa menelannya.


Pertanyaan:

1. Apa hukumnya bangkai ular, kalajengking dan katak?

2. Apa hukumnya kotoran keledai dan kotoran burung gagak?

3. Apa hukumnya darah yang tampak di mulut ketika menyikat gigi?

4. Manusia yang bagaimana badannya suci tatkala meninggal dunia?

5. Apakah bulu kambing yang sudah mati bisa digunakan?


Pelajaran 4: Bagaimana Sesuatu yang Suci Bisa Menjadi Najis?

Pada pelajaran yang lalu, telah dijelaskan bahwa semua yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali sebagian kecil saja. Namun demikian, sesuatu yang suci bisa menjadi najis karena bersentuhan dengan benda najis. Ini terjadi dengan syarat; salah satu dari keduanya (benda yang suci atau benda yang najis) harus basah. Perlu ditambahkan, bahwa kebasahan salah satu dari kedua benda itu berpindah ke yang lain.

1. Jika benda yang suci bersentuhan dengan benda najis dan salah satu dari keduanya basah dan mempengaruhi yang lain dengan kebasahannya, maka benda yang suci itu menjadi najis.

2. Kasus-kasus di bawah ini dihukumi suci.

" Tidak tahu pasti; apakah benda yang suci telah bersentuhan atau tidak dengan benda najis.

" Tidak tahu pasti; benda yang suci dan benda najis itu basah atau tidak.

" Tidak tahu pasti; kebasahan salah satunya berpengaruh dan berpindah kepada yang lain atau tidak.


Beberapa Masalah

1. Jika seseorang tidak tahu; benda yang tadinya suci telah menjadi najis atau belum, maka hukumnya suci dan tidak wajib untuk memeriksanya, walaupun bisa diketahui kenajisannya atau kesuciannya.

2. Hukum memakan dan meminum sesuatu yang najis adalah haram.

3. Jika seseorang melihat orang lain memakan sesuatu yang najis atau salat dengan baju yang najis, dia tidak wajib untuk memberitahukannya.


Benda-benda yang Bisa Menyucikan

Bagaimana sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci?

Semua yang terkena najis bisa kembali menjadi suci. Benda-benda yang dapat menyucikan antara lain:

1. Air.

2. Tanah.

3. Sinar matahari.

4. Islam.

5. Hilangnya najis.

Air bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Air banyak macamnya. Mengetahui macam-macam air akan sangat membantu kita untuk lebih mudah dalam mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengannya.


Macam-macam air:

1. Air mudhaf.

2. Air mutlak:

" Air sumur

" Air mengalir

" Air hujan

" Air diam:

1. Kur (banyak).

2. Qalil (sedikit).

Air mudhaf adalah air yang diambil dan diperas dari sesuatu seperti; air apel dan air semangka, atau air yang sudah bercampur sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa itu air; seperti: sirup.


Air mutlak adalah air yang selain mudhaf.

Hukum-hukum Air Mudhaf

1. Tidak bisa menyucikan sesuatu yang najis (bukan termasuk benda yang bisa menyucikan).

2. Akan menjadi najis jika bersentuhan dengan najis, walaupun najisnya sedikit dan bau atau warna atau rasanya tidak berubah.

3. Hukum berwudu dan mandi dengannya adalah batal.


Macam-macam Air Mutlak

Yaitu air yang keluar dari bumi, atau turun dari langit, atau tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit. Air yang turun dari langit disebut air hujan, dan air yang keluar dari bumi, kalau dia bergerak disebut sebagai air mengalir, dan kalau dia tidak bergerak disebut sebagai air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit disebut sebagai air diam. Air diam; kalau ukurannya banyak, maka disebut sebagai kur (banyak), dan kalau sedikit, dia disebut sebagai qalil (sedikit).


Ukuran Kur

1. yaitu air yang berada dalam bak mandi yang ukurannya tiga jengkal setengah. (lebih kurang 70 cm baik panjang, lebar dan tingginya).*

2. Beratnya sekitar 377 hingga 419 kilogram.


Ukuran air qalil (sedikit)

Air yang kurang dari kur disebut dengan qalil. Hanya air mutlak yang bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Boleh jadi, air mudhaf bisa membersihkan kotoran, akan tetapi dia sama sekali tidak akan bisa menyucikan najis.

Pada pelajaran yang akan datang, kita akan mengenal hukum-hukum air mutlak dan cara-cara bersuci dengannya.


Kesimpulan Pelajaran

1. Sesuatu yang bisa menyucikan dapat menyucikan semua benda yang terkena najis. Artinya, tidak ada sesuatu yang terkena najis yang tidak bisa disucikan.

2. Sesuatu yang bisa menyucikan antara lain; air, tanah, sinar matahari, Islam dan hilangnya benda najis.

3. Di antara yang bisa menyucikan adalah air, itu pun air mutlak; bukan air mudhaf.

4. Air yang keluar dari bumi dan bergerak adalah air mengalir. Air yang keluar dari bumi dan tidak bergerak adalah air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit adalah air diam. Lalu, jika air yang diam itu banyak, dia disebut kur (banyak), dan jika sedikit, dia disebut qalil (sedikit).

5. Jika berat air mencapai 377 hingga 419 kg, maka dia disebut air kur.


Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara air mutlak dan air mudhaf?

2. Apa perbedaan antara air sumur dan air mengalir.

3. Hitunglah bak air yang panjangnya 25 jengkal, lebarnya 5 jengkal dan dalamnya 1 jengkal; apakah mencapai kur atau tidak?

4. Seseorang yang kakinya basah dan menginjak karpet yang najis, akan tetapi dia tidak tahu apakah kebasahan kakinya sampai pada karpet atau tidak, apakah kakinya dihukumi najis?


Pelajaran 5: Hukum-hukum Air


Air Qalil (Sedikit)

1. Jika air qalil bersentuhan dengan najis, maka ia menjadi najis (misalnya, disiramkan ke permukaan benda najis atau benda yang najis bertemu dengannya).

2. Jika air qalil yang najis dan bercampur bersambung dengan air kur atau air mengalir, maka ia menjadi suci. Misalnya, air qalil yang sudah najis diletakkan di bawah kran air yang bersambung dengan sumber air kur, lalu kran air tersebut dibuka sehingga bercampur dengan air qalil tersebut*.


Air kur, air mengalir, air sumur

1. Segala macam air mutlak selain air qalil, selama bau atau warna atau rasanya tidak terpengaruh najis maka, hukumnya suci. Dan jika bersentuhan dengan najis sehingga bau atau warna atau rasanya berubah maka hukumnya adalah najis. Air yang sama memiliki hukum di atas adalah air mengalir, air sumur, air kur begitu juga air hujan.

2. Hukum air ledeng yang bersambung dengan sumber air kur adalah seperti hukum air kur itu sendiri.


Ciri-ciri Air Hujan

1. Jika air hujan turun hanya sekali pada permukaan sesuatu yang najis yang tidak ada benda najis padanya,** maka sesuatu itu menjadi suci.

2. Jika air hujan turun pada permukaan karpet dan baju yang najis, maka karpet dan baju menjadi suci dan tidak perlu diperas.*

3. Jika hujan turun pada permukaan tanah yang najis, maka tanah ini menjadi suci.

4. Mencuci sesuatu yang najis di genangan air hujan yang kurang dari satu kur, maka selama hujan masih berlangsung dan air genangan itu tidak berubah bau, warna atau rasanya, hukum air itu adalah suci.


Hukum-hukum Keraguan tentang Air

1. Air yang ukurannya tidak jelas; apakah air kur atau bukan; jika tersentuh najis, maka ia tidak najis, akan tetapi tidak memiliki hukum-hukum air kur.

2. Air yang ukuran sebelumnya adalah kur, tetapi sekarang diragukan; apakah sudah menjadi air qalil atau belum, maka hukumnya adalah air kur.

3. Air yang tidak jelas; apakah suci atau najis, maka hukumnya adalah suci.

4. Air yang sebelumnya suci tetapi diragukan; apakah sekarang masih suci atau sudah najis, maka hukumnya adalah suci.

5. Air yang sebelumnya najis tetapi belum jelas; apakah sudah menjadi suci atau masih najis, maka hukumnya adalah najis.

6. Air yang sebelumnya mutlak akan tetapi tidak jelas; apakah sudah menjadi mudhaf atau masih mutlak, maka hukumnya adalah air mutlak.


Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat Kembali Suci dengan Air

Air adalah sumber kehidupan dan penyuci kebanyakan hal-hal yang ternajisi. Air terhitung sebagai penyuci yang digunakan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang, mari kita belajar bagaimana sesuatu yang ternajisi bisa menjadi suci dengan air.


Penyucian Sesuatu yang Ternajisi:

1. Penyucian tempat - dengan air kur: cukup dengan sekali siraman.

- dengan air qalil: tiga kali siraman.

2. Penyucian selain tempat - najis karena terkena kencing - dengan air kur: sekali*

- dengan air qalil: dua kali.

- terkena najis selain kencing - dengan air kur: sekali.

- dengan air qalil: sekali.


Keterangan:

a. Untuk menyucikan sesuatu yang (terkena) najis, pertama-tama hilangkan benda najisnya kemudian cucilah sesuai dengan penjelasan di atas. Misalnya, tempat yang najis dan setelah benda najisnya dihilangkan, lalu jika dicuci di air kur, maka sekali cucian saja sudah cukup.

b. Karpet, pakaian atau apa saja yang semacamnya yang bisa menyerap air dan bisa diperas, jika menyucikannya dengan air qalil, maka setiap kali disiram hendaknya diperas sehingga air yang ada di dalamnya keluar, atau dengan cara apa saja sehingga air itu keluar. Bila menyucikannya dengan air kur atau dengan air mengalir, maka berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya diperas sampai airnya keluar.**

c. Hukum air mengalir dan air sumur untuk menyucikan sesuatu yang najis adalah seperti hukum air kur.


Masalah:

Cara menyucikan tempat atau wadah yang najis sebagai berikut:

Dengan air kur: masukkan ke dalamnya kemudian angkat.

Dengan air qalil: penuhilah tempat dengan air sebanyak tiga kali dan kosongkan. Atau siramkan air ke tempat sebanyak tiga kali, dan setiap siraman digoyangkan sedemikian rupa sehingga airnya sampai pada letak-letak yang terkena najis kemudian buanglah airnya.


Kesimpulan Pelajaran

1. Bila air qalil bersentuhan dengan najis, ia menjadi najis.

2. Tentang air kur, air mengalir, air sumur, dan air hujan; jika bau, warna dan rasa mereka berubah karena bersentuhan dengan najis, maka semua air ini menjadi najis.

3. Tentang seluruh air yang hukumnya sebagaimana hukum air kur; selama bau, warna dan rasa mereka tidak berubah karena najis, maka hukum mereka adalah suci.

4. Air hujan adalah menyucikan, dan untuk karpet dan baju tidak perlu diperas. Dan selama bau, warna dan rasanya tidak berubah karena najis, hukumnya adalah suci.

5. Tentang air yang tidak diketahui secara jelas; apakah air itu kur atau bukan; jika bersentuhan dengan najis, maka ia tidak menjadi najis.

6. Air yang tidak diketahui secara jelas; apakah suci atau tidak, hukumnya adalah suci.

7. Air tidak diketahui, apakah mutlak atau mudhaf? Maka hukumnya mutlak.

8. Seluruh barang yang najis (selain tempat) dengan sekali siraman menjadi suci, kecuali jika najisnya lantaran terkena kencing, maka jika menyucikannya dengan air qalil, hendaknya dicuci sebanyak dua kali.

9. Untuk menyucikan karpet dan pakaian dan semacamnya, maka dalam setiap siraman, hendaknya diperas atau dengan cara apa saja sehingga airnya keluar.


Pertanyaan:

1. Bagaimana air kur bisa menjadi najis?

2. Apakah hukum air hujan yang bergenang dalam sebuah genangan dan hujan itu sudah berhenti seperti hukum air hujan yang sedang berlangsung?

3. Jika sumber air kadarnya lebih dari satu kur, lalu kita ragu apakah air yang ada di dalamnya sebanyak satu kur atau tidak, apakah hukum air itu?

4. Bagaimana cara menyucikan pakaian najis karena terkena darah dengan memakai air qalil atau air parit?


Pelajaran 6: Cara Menyucikan Tanah Yang Najis

Menyucikan Tanah:

1. Dengan air kur: pertama, buanglah tanah yang terkena najis kemudian siramkan air kur atau air mengalir ke permukaannya sehingga sampai ke seluruh letak najis.

2. Dengan air qalil:

a. Kalau sekiranya permukaan tanah menjadikan air tidak bisa mengalir di atasnya ( tanah tidak menyerap air), maka tanah tidak bisa suci dengan air qalil.*

b. Air bisa mengalir di atas permukaan tanah, tempat yang dialiri air menjadi suci.

Masalah 1: Dinding yang najis bisa suci seperti permukaan tanah.

Masalah 2: Dalam menyucikan permukaan tanah, jika air itu mengalir dan masuk ke dalam sumur, atau air itu mengalir ke tempat lain, maka seluruh permukaan tanah yang dialiri air tersebut menjadi suci.


Tanah

1. Jika telapak kaki atau bawah sepatu berjalan dalam keadaan najis dan karena bersentuhan dengan tanah sehingga benda najisnya hilang, maka menjadi suci. Dengan demikian, tanah adalah penyuci telapak kaki dan bawah sepatu, akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat:

a. Hendaknya tanah itu suci.

b. Hendaknya tanah itu kering (tidak basah).

c. Tanah penyuci dapat berupa tanah, pasir, batu, trotoar dan sebagainya.

Masalah: bila sentuhan telapak kaki atau bawah sepatu dengan tanah dapat menghilangkan benda najisnya, maka dia menjadi suci. Akan tetapi, sebaiknya berjalan minimal sampai lima belas langkah.


Sinar Matahari

Sinar matahari dengan syarat-syaratnya yang akan disebutkan dapat menyucikan benda-benda seperti:

1. Tanah.

2. Bangunan dan bahan-bahannya, seperti pintu dan jendela.

3. Pohon dan tumbuhan.


Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci

1. Benda yang terkena najis hendaknya basah; sedemikian rupa sehingga benda lain akan basah seketika bersentuhan dengannya.

2. Benda yang terkena najis menjadi kering karena pancaran sinar matahari. Bila tetap basah atau lembab, maka dia belumlah suci.

3. Hendaknya tidak ada penghalang yang menghalangi pancaran sinar matahari seperti awan atau gorden, kecuali jika sangat tipis dan tidak sampai menghalangi pancaran sinar matahari.

4. Benda yang terkena najis itu menjadi kering semata-mata akibat sinar matahari. Artinya, tidak dibantu oleh, misalnya, angin kering.

5. Ketika sinar matahari memancar, hendaknya benda najis sudah tidak ada pada benda yang ternodainya.* Bila benda najis itu masih ada padanya, maka sebelum adanya pancaran sinar matahari, hendaknya ia dihilangkan terlebih dahulu dari benda yang ternodai tersebut.

6. Bagian luar dan dalam dinding atau tanah hendaknya kering sekaligus. Oleh karena itu, bila pada hari ini bagian luarnya kering dan pada esok hari, bagian dalamnya baru kering, maka yang suci pada hari ini adalah bagian luarnya saja.

Masalah: jika tanah dan sebagainya terkena najis, akan tetapi tidak basah, maka siramkanlah sedikit air atau sesuatu yang bisa membasahinya ke atasnya, kemudian sinar matahari memancar dan menyucikannya.


Islam

Jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat, maka dia menjadi muslim, dan dengan keislamannya ini, seluruh badannya menjadi suci. Kalimat syahadat adalah seperti di bawah ini:

اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ


Hilangnya Benda Najis

Pada dua perkara, sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci dengan hilangnya benda najis dan tidak memerlukan siraman air, yaitu:

1. Anggota badan binatang. Misalnya, patuknya ayam tatkala memakan benda najis; patuk ayam menjadi suci seketika hilangnya benda najis darinya.


2. bagian-bagian dalam badan manusia seperti; bagian dalam mulut, hidung dan telinga. Misalnya, ketika menggosok gigi, darah keluar dari gusi. Bila air ludah tidak berwarna darah, maka mulut itu suci dan tidak perlu mencucinya


Kesimpulan pelajaran

1. Tanah yang permukaannya tidak bisa dialiri atau menyerap air, tidak dapat disucikan dengan air qalil.

2. Jika menyucikan tanah dengan air qalil, permukaan yang dialiri air, hukumnya suci dan permukaan yang digenangi air, hukumnya najis.

3. Telapak kaki dan bawah sepatu yang najis-dengan hanya berjalan di atas tanah lalu benda najisnya hilang-menjadi suci.

4. Sinar matahari dengan syarat-syaratnya bisa menyucikan tanah, bangunan, pohon dan tumbuhan.

5. Jika orang kafir menjadi muslim, maka dia menjadi suci.

6. Bagian dalam mulut dan hidung menjadi suci dan tidak perlu dicuci hanya dengan hilangnya najis dari bagian-bagian dalam tersebut


Pertanyaan:

1. Sebagian dari dinding rumah najis. Jelaskan bagaimana caranya sehingga ia menjadi suci!

2. Bawah sepatu terkena lumpur yang najis. Bagaimana ia bisa menjadi suci dengan hanya berjalan kaki?

3. Apakah sinar matahari bisa menyucikan kayu, gandum dan padi?

4. Bisakah menjadi suci; jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat dengan bahasa Persia atau Inggris?


Pelajaran 7: Wudu

Setelah belajar mukadimah salat yang paling awal, yaitu penyucian badan dan pakaian dari hal-hal najis, kita akan menjelaskan mukadimah kedua, yaitu wudu. Sebelum mengerjakan salat, pelaku salat hendaknya berwudu dan mempersiapkan dirinya untuk menunaikan ibadah yang agung ini.

Pada sebagian perkara bahkan wajib untuk mandi; artinya menyiram seluruh badan. Bila tidak bisa berwudu atau mandi, harus melakukan amalan pengganti yang disebut dengan tayamum yang akan diperkenalkan hukumnya masing-masing pada pelajaran ini dan pelajaran yang akan datang.


Cara Berwudu

Dalam berwudu, pertama-tama membasuh wajah, lalu membasuh tangan kanan kemudian tangan kiri. Setelah membasuh ketiga anggota ini, segera mengusap kepala dengan air dari basuhan yang tersisa di telapak tangan. Yakni, usapkan telapak tangan kanan pada kepala dan lanjutkan dengan mengusap kaki kanan, dan akhirnya usaplah kaki kiri dengan air yang tersisa di tangan kiri.

Untuk lebih detail, kini perhatikan penjelasan amalan-amalan wudu di bawah ini:

Amalan-amalan Wudu:

1. Pembasuhan:

a. Wajah: ukuran panjangnya dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan ukuran lebarnya antara ujung ibu jari sampai ujung jari tengah. Ini bisa dilakukan dengan meletakkan telapak tangan di tengah-tengah muka.

b. Tangan kanan: dari siku sampai ujung jari.

c. Tangan kiri: dari siku sampai ujung jari.

2. Pengusapan:

a. Kepala: bagian depan di atas dahi.

b. Kaki kanan: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.*

c. Kaki kiri: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.


Keterangan Amalan-amalan Wudu

Pembasuhan

1. Ukuran wajib dalam membasuh wajah dan kedua tangan adalah sebagaimana di atas. Akan tetapi, untuk lebih yakin, basuhlah yang wajib dan basuhlah sedikit sekitarnya.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib,** membasuh wajah hendaknya dari atas ke bawah. Bila membasuh wajah dilakukan sebaliknya, maka wudunya tidak sah.


Pengusapan

Mengusap kepala

1. Letak usapan: sebagian dari kepala yang berada di atas dahi (kepala bagian depan).

2. Ukuran wajibnya usapan: sekadarnya sudah cukup (yakni, sekadar orang dapat melihatnya dan mengatakan bahwa ia telah mengusap kepalanya).

3. Ukuran sunahnya usapan: selebar tiga jari rapat dan sepanjang satu jari.

4. Boleh mengusap dengan tangan kiri.***

5. Mengusap tidak harus pada kulit kepala, bahkan mengusap rambut di bagian depan kepala sudah sah, kecuali jika rambutnya begitu panjang sehingga ketika di sisir mengurai ke arah wajah, maka pada kondisi seperti ini hendaknya mengusap kulit kepala atau pangkal rambut.

6. Mengusap rambut di selain letak yang ditentukan itu tidak sah, sekalipun rambut itu dikumpulkan di atas letak pengusapan kepala.


Mengusap Kaki

1. Letak usapan: punggung kaki.

2. Ukuran wajibnya usapan: punggung kaki dari ujung jari sampai tonjolannya.* Lebarnya: sekedarnya sudah cukup walaupun selebar satu jari.

3. Ukuran sunahnya usapan: seluruh punggung kaki (dari ujung jari kaki sampai pergelangannya).

4. Usaplah kaki kanan terlebih dahulu sebelum mengusap kaki kiri.**Akan tetapi, tidak harus mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan kaki kiri dengan tangan kiri.


Masalah-masalah yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki.

1. Dalam mengusap kepala dan kaki, tanganlah yang harus bergerak. Bila tangan tidak bergerak dan kepala atau kaki yang bergerak, maka wudunya tidak sah. Namun, ketika tangan sedang membasuh namun kepala atau kaki sedikit bergerak, maka tidak apa-apa (tidak membatalkan wudu).

2. Jika untuk mengusap, tidak ada sisa air di telapak tangan, maka tidak boleh membasahi tangan dengan air lain, akan tetapi harus mengambil air yang tersisa dari anggota wudu lainnya.

3. Ukuran air di tangan adalah sekadar berpengaruh untuk mengusap basah kepala dan kaki.

4. Letak usapan (kepala dan punggung kaki) hendaknya kering. Oleh karenanya, bila letak usapan itu basah, hendaknya dikeringkan terlebih dahulu. Akan tetapi, jika basahnya sedikit sekali sehingga tidak sampai menghalangi pengaruh basahnya tangan pada letak usapan, maka tidak apa-apa.

5. Hendaknya antara tangan dan kepala atau kaki tidak ada penghalang seperti jilbab, topi atau kaos kaki dan sepatu, walaupun tipis sekali, sehingga air usapan bisa sampai pada kulit usapan (kecuali dalam keadaan terpaksa).

6. Letak usapan harus suci. Oleh karena itu, jika letak usapan najis dan tidak mungkin untuk disucikan, maka hendaknya bertayamum.


Kesimpulan Pelajaran

1. Wudu adalah membasuh wajah dan tangan dan mengusap kepala dan kaki dengan syarat-syarat yang akan datang.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya wajah dan kedua tangan dibasuh dari atas ke bawah.

3. Dalam berwudu, setelah membasuh wajah dan kedua tangan, harus mengusap kepala bagian depan dan punggung kedua kaki.

4. Ukuran wajibnya mengusap kepala adalah sekadar dapat dikatakan bahwa pewudu telah mengusap kepala.

5. Mengusap kepala harus pada kepala bagian depan di atas dahi.

6. Mengusap punggung kedua kaki sekedarnya saja sudah cukup, walaupun lebarnya hanya satu jari, tetapi ukuran panjangnya yang harus diusap ialah dari ujung jari sampai tonjolan punggung kaki.

7. Dalam mengusap hendaknya:

a. Tangan yang ditarik bergerak.

b. Letak usapan suci.

c. Tidak ada penghalang di antara tangan dan letak usapan.


Pertanyaan:

1. Sebutkan cara-cara wudu!

2. Seseorang menyisir rambut sampingnya ke bagian depan kepala. Apakah kewajiban pelaku wudu ketika dia harus mengusap kepala?

3. Jelaskan empat dari masalah-masalah yang sama dalam mengusap kepala dan kaki!

4. Apakah boleh mengusap kepala dalam keadaan berjalan?

5. Apakah boleh mengusap kaos kaki atau sepatu jika udara dingin sekali?

6. Jelaskan ukuran wajib dan sunahnya mengusap kepala dan punggung kedua kaki!


Pelajaran 8: Syarat-syarat Wudu

Wudu akan sah dengan syarat-syarat di bawah ini. Tentunya, dengan kurangnya salah satu dari mereka, wudu seseorang menjadi tidak sah.


Syarat-syarat Wudu

1. Syarat-syarat air dan tempat air:

a. Air wudu harus suci (tidak najis).

b. Air wudu harus mubah; bukan milik orang tanpa seizinnya (ghasab).*

c. Air wudu harus mutlak (bukan mudhaf).

d. Tempat air wudu harus mubah, bukan milik orang lain tanpa seizinnya (ghasab).

e. Tempat air wudu bukan dari emas dan perak.

2. Syarat-syarat Anggota Wudu:

a. Harus suci.

b. Tidak ada penghalang yang menghalangi sampainya air.

3. Syarat-syarat Cara Berwudu:

a. Menjaga tertib (keteraturan dan urutan amalan wudu sebagaimana telah kita simak dalam amalan-amalan wudu).

b. Menjaga muwalat (di antara amalan-amalan wudu tidak ada tenggat pemisah sehingga merusak keutuhan dan kesatuan wudu).

c. Mengerjakan wudu sendiri dan secara langsung (tidak meminta tolong orang lain).

4. Syarat-syarat Pelaku Wudu:

a. Baginya tidak ada larangan untuk menggunakan air.

b. Niat berwudu untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. (bukan niat riya).


Syarat-syarat Air Wudu dan Tempatnya

1. Hukum berwudu dengan air najis dan air mudhaf adalah tidak sah, baik pelaku tahu ataupun tidak, ataupun lupa bahwa air itu najis atau mudhaf.

2. Air wudu harus mubah. Oleh karena itu, pada perkara-perkara di bawah ini, wudu seseorang tidak sah:

a. Berwudu dengan air yang pemiliknya tidak rela (ketidakrelaannya jelas).

b. Air yang tidak jelas; apakah pemiliknya rela atau tidak.

c. Air yang diwakafkan secara khusus seperti; kolam di sebuah sekolah dan tempat wudu di sebagian hotel, losmen dan sebagainya.

3. Berwudu di sungai-sungai besar tidaklah apa-apa, walaupun pelaku wudu tidak tahu pasti; apakah pemiliknya rela atau tidak, akan tetapi jika pemiliknya melarang, berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya ia tidak berwudu di sana.

4. Jika air wudu berada di tempat ghasab, lalu berwudu dengannya, maka hukum wudu demikian ini tidak sah.


Syarat-syarat Anggota Wudu

1. Anggota wudu harus suci ketika dibasuh dan diusap.

2. Jika ada satu penghalang pada anggota wudu (anggota yang dibasuh) sehingga menghalangi sampainya air kepadanya, atau pada anggota yang diusap, walaupun tidak menghalangi sampainya air, maka penghalang itu harus hilangkan terlebih dahulu.

3. Coretan pena, bercak warna, minyak dan krem, kalau hanya tinggal warnanya saja tanpa zatnya, maka tidak dianggap sebagai penghalang air wudu, akan tetapi jika masih ada zatnya (dan menghalangi kulit), maka harus dihilangkan.


Syarat-syarat Cara Berwudu

1. Tertib : amalan-amalan wudu harus dikerjakan berdasarkan urutan di bawah ini:

a. Membasuh wajah

b. Membasuh tangan kanan

c. Membasuh tangan kiri

d. Mengusap kepala

e. Mengusap kaki kanan

f. Mengusap kaki kiri

Jika tertib wudu dia atas ini tidak dijaga, maka wudunya tidak sah, sekalipun kaki kanan dan kaki kiri diusap secara bersamaan.*


2. Kesinambungan (muwalat)

a. Muwalat yaitu mengerjakan secara berurutan dan tidak ada tenggat waktu pemisah di antara amalan-amalan wudu.

b. Jika di antara amalan-amalan wudu terdapat tenggat waktu pemisah sehingga ketika hendak membasuh atau mengusap satu letak wudu, letak-letak yang sudah dibasuh atau diusap sebelumnya telah menjadi kering, maka wudu demikian ini tidak sah.


3. Tidak Boleh Minta Tolong Orang Lain

a. Seseorang yang mampu berwudu, maka tidak boleh minta tolong orang lain. Oleh karena itu, jika orang lain membasuh wajah dan kedua tangannya atau mengusap kepala dan kakinya, maka wudunya tidak sah.

b. Seseorang yang tidak mampu berwudu, hendaknya mencari pengganti agar berwudu untuknya. Jika pengganti minta upah dan dia mampu membayar, maka berikanlah upahnya, akan tetapi dia sendiri tetap harus niat berwudu.


Syarat-syarat Pelaku Wudu

1. Jika seseorang tahu bahwa berwudu akan membuatnya sakit atau takut sakit, maka dia harus bertayamum. Dan jika dia tetap saja berwudu, maka wudunya tidak sah. Akan tetapi, jika dia tidak tahu bahwa air berbahaya bagi dirinya lalu dia berwudu dengannya, kemudian dia tahu bahwa air itu berbahaya bagi dirinya, maka wudunya sah. *

2. Wudu harus dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt. Yakni, berwudu dengan niat mengerjakan perintah Allah swt.

3. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata atau dilintaskan di dalam hati, bahkan sekedar tahu bahwa dirinya sedang berwudu sudah mencukupi. Yakni, sekiranya dia ditanya; "Kamu sedang mengerjakan apa?" dia akan menjawab: "Saya sedang berwudu".


Masalah:

Jika waktu salat sempit sehingga jika dia berwudu, seluruh atau sebagian dari salatnya dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.


Kesimpulan Pelajaran

1. Air wudu harus suci, mutlak dan mubah. Maka, hukum berwudu dengan air najis dan air mudhaf dalam keadaan apapun adalah tidak sah, baik najisnya air atau mudhaf-nya air itu diketahui ataupun tidak.

2. Berwudu dengan air ghasab, jika diketahui bahwa air tersebut adalah air ghasab, maka wudunya tidak sah.

3. Jika anggota wudu najis, maka wudunya tidak sah. Begitu juga, jika terdapat penghalang yang menghalangi sampainya air ke anggota wudu.

4. Jika tertib dan muwalat wudu tidak dijaga, maka wudunya tidak sah.

5. Seseorang yang mampu berwudu, dia tidak boleh minta tolong orang lain dalam membasuh dan mengusap.

6. Wudu harus dilakukan dengan niat menunaikan perintah Allah swt.

7. Jika seseorang hendak berwudu dan akan mengakibatkan seluruh atau sebagian dari salat dikerjakan di luar waktunya, maka dia harus bertayamum.


Pertanyaan:

1. Apa hukum berwudu di tempat wudu kantor pemerintahan bagi selain pejabat kantor tersebut?

2. Apa hukum berwudu dengan air sumber atau air khusus untuk minum?

3. Apa tugas orang yang tidak mampu berwudu dengan sendirinya?

4. Terangkan niat mendekatkan diri kepada Allah dalam berwudu?

5. Apa perbedaan antara tertib dan muwalat dalam berwudu?


Pelajaran 9: Wudu Jabirah

Definisi Jabirah

Obat yang dibubuhkan di atas luka, dan pembalut yang membalutnya disebut dengan jabirah.

1. Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika dia mampu berwudu secara normal, maka dia harus berwudu secara normal.

Misalnya:

a. Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.

b. Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air tidak berbahaya baginya.

2. Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan permukaan luka terbuka dan air berbahaya baginya,* maka membasuh sekitarnya sudah cukup.

3. Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di punggung kaki (letak usapan) dan permukaannya terbuka; jika tidak bisa diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan usaplah permukaan kain tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan. **


Cara-cara Wudu Jabirah

Dalam wudu jabirah, basuhlah atau usaplah secara normal letak-letak basuhan dan usapan yang bisa dibasuh dan diusap. Jika tidak memungkinkan, maka usaplah jabirah dengan tangan yang basah.


Beberapa Masalah

1. Jika jabirah melebihi ukuran biasa sampai menutupi sekitar luka dan tidak mungkin untuk dibuka,* maka harus berwudu jabirah dan berdasarkan ihtiyath wajib, juga harus bertayamum.

2. Seseorang tidak tahu tugasnya; apakah berwudu jabirah atau bertayamum, maka berdasarkan ihtiyath wajib dia harus melakukan kedua-duanya.

3. Jika seluruh wajah dan seluruh salah satu dari dua tangan dibalut penuh dengan jabirah, maka berwudu jabirah sudah cukup. **

4. Jika telapak tangan dan jari-jarinya tertutup jabirah dan ketika berwudu, tangan yang basah telah mengusapnya, maka dia bisa*** mengusap kepala dan kaki dengan sisa basahan dari tangan tersebut atau mengambil basahan dari anggota wudu yang lain.

5. Jika pada wajah dan kedua tangan ada beberapa jabirah, maka sela-sela di antara mereka harus dibasuh. Jika terdapat beberapa jabirah di kepala dan punggung kedua kaki, maka sela-sela di antara mereka harus diusap. Sedangkan pada letak-letak yang jabirah berada di atas mereka, harus beramal sesuai dengan aturan jabirah.


Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu

1. Mengerjakan salat.

2. Mengerjakan tawaf di Ka'bah.

3. Menyentuh tulisan Al-Quran dan nama-nama Allah swt. *


Beberapa masalah

1. Hukum salat atau tawaf tanpa wudu adalah tidak sah.

2. Anggota badan seseorang yang tidak memiliki wudu tidak boleh bersentuhan dengan tulisan-tulisan ini:

a. Tulisan Al-Quran, akan tetapi terjemahannya tidak apa-apa.

b. Nama Allah, ditulis dalam bahasa apapun; seperti: Allah, Khuda atau God.

c. Nama Nabi Muhammad saw. (berdasarkan ihtiyath wajib).

d. Nama-nama imam maksum a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib).

e. Nama-nama Sayyidah Fathimah a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib)

3. Untuk pekerjaan-pekerjaan di bawah ini disunahkan untuk berwudu.

a. Pergi ke masjid dan ke makam para imam maksum a.s.

b. Membaca Al-Quran.

c. Membawa Al-Quran.

d. Menyentuh sampul atau sekitar Al-Quran.

e. Berziarah ke pekuburan.


Bagaimana Wudu Menjadi Batal?

1. Keluarnya air kencing atau kotoran atau kentut dari manusia.

2. Tidur; selama tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat.

3. Sesuatu yang bisa menghilangkan (kesadaran) akal seperti: gila, mabuk, pingsan.

4. Keluarnya darah istihadhah bagi perempuan.**

5. Sesuatu yang mewajibkan mandi seperti: janabah dan memegang mayat.


Kesimpulan Pelajaran

1. Seseorang yang pada anggota wudunya terdapat luka, borok atau patah, akan tetapi bisa berwudu secara normal, dia harus berwudu secara normal.

2. Seseorang yang anggota wudunya tidak bisa dibasuh atau tidak bisa terkena air, maka jika sekitar lukanya dapat dibasuh, ini sudah cukup dan tidak perlu bertayamum.

3. Jika permukaan luka atau yang patah terbalut dengan jabirah, akan tetapi bisa dibuka (tidak menyulitkan), maka jabirah-nya harus dibuka dan berwudu secara normal.

4. Jika permukaan luka terbalut dan air berbahaya baginya, maka dia tidak perlu membukanya, walaupun dia bisa saja untuk membukanya.

5. Untuk mengerjakan salat dan tawaf dan untuk bersentuhan anggota badan dengan tulisan Al-Quran dan nama Allah diharuskan berwudu terlebih dahulu.

6. Berdasarkan ihtiyath wajib, anggota badan seseorang yang tak berwudu tidak boleh bersentuhan dengan nama Nabi Muhammad saw., nama para imam maksum dan nama Sayyidah Fathimah a.s.

7. Air kencing dan kotoran membatalkan wudu.

8. Tidur, gila, pingsan, mabuk, janabah, dan memegang mayat membatalkan wudu.


Pertanyaan:

1. Apa tugas orang yang tiga jari kakinya terbalut dengan jabirah sekaitan dengan cara wudunya?

2. Jelaskan cara mengerjakan wudu jabirah dengan menyebutkan contoh!

3. Apakah bisa mengusap dengan basahan yang ada pada jabirah?

4. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang jabirah pada lukanya najis dan tidak memungkinkan untuk dibuka?

5. Apakah mengantuk membatalkan wudu?

6. Apakah wudu seseorang menjadi batal selekas menyentuh mayat?


Pelajaran 10: Mandi

Kadang-kadang untuk mengerjakan salat (dan seluruh pekerjaan yang harus disertai dengan wudu), diharuskan mandi. Artinya, untuk menunaikan perintah Allah swt., seluruh badan harus disucikan. Sekarang akan dijelaskan masalah-masalah mandi dan cara-caranya.


Macam-macam Mandi Wajib

1. Umum; bagi laki-laki dan perempuan:

a. Janabah

b. Menyentuh mayat

c. Mayat

2. Khusus perempuan:

a. Haid

b. Istihadhah

c. Nifas

Setelah definisi dan pembagian macam-macam mandi, segera kita menyimak masalah-masalah dari setiap mandi wajib.


Mandi Janabah

1. Bagaimana manusia menjadi junub (mengalami janabah)?

Sebab-sebab janabah:

a. Keluarnya cairan mani

- Sedikit ataupun banyak.

- Dalam keadaan tidur ataupun terjaga.

b. Jima' (bersetubuh)

- Dengan cara halal ataupun haram.

- Mani keluar ataupun tidak.

2. Jika cairan mani bergerak dari asalnya tetapi tidak sampai keluar, dia tidak menyebabkan janabah.

3. Seseorang tahu bahwa cairan mani telah keluar dari dirinya, atau tahu bahwa yang keluar adalah cairan mani, maka dia adalah orang yang junub dan harus mandi.

4. Seseorang tidak tahu apakah yang keluar dari dirinya cairan mani atau bukan, sementara ciri-cirinya adalah sebagaimana cairan mani, maka dia adalah orang yang junub. Namun, jika ciri-cirinya bukan sebagaimana cairan mani, dia tidak dihukumi sebagai junub.

5. Ciri-ciri cairan mani:

a. Keluar dengan syahwat.

b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.

c. Setelah keluar, badan menjadi lemas.*

Dengan demikian, orang yang dari dirinya keluar cairan dan dia tidak tahu; apakah itu cairan mani atau bukan, sementara cairan itu memiliki seluruh ciri-ciri di atas, maka dia dihukumi sebagai junub. Namun, jika tidak memiliki ciri-ciri di atas, maka dia tidak dihukumi sebagai junub, bahkan sekalipun tidak terdapat satu dari ciri-ciri itu, kecuali perempuan dan orang yang sakit di mana dengan adanya satu ciri; yakni keluarnya cairan karena syahwat, mereka ini sudah cukup (untuk dihukumi sebagai junub).**

6. Setelah keluarnya mani, seseorang disunahkan untuk kencing. Jika dia tidak kencing lantas mandi dan setelah itu keluar cairan darinya yang dia sendiri tidak tahu; apakah itu mani atau cairan lain, maka cairan itu dihukumi sebagai mani.


Pekerjaan-pekerjaan yang Diharamkan bagi Orang Junub

1. Bersentuhannya anggota badan dengan tulisan Al-Quran, nama Allah dan-berdasarkan ihtiyath wajib-nama para nabi dan para imam maksum serta nama Sayyidah Fathimah a.s.*

2. Masuk Masjidil Haram (di Mekkah) dan Masjid Nabawi (di Madinah), sekalipun masuk dari suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain.

3. Berdiam diri di dalam seluruh masjid.

4. Meletakkan sesuatu di dalam masjid, walaupun dari luar masjid.**

5. Membaca surat-surat Al-Quran yang mengandung sujud wajib, walaupun hanya satu huruf.***

6. Berhenti di makam-makam para imam maksum a.s. (berdasarkan ihtiyath wajib).****

7. Jika seorang junub masuk masjid dari suatu pintu dan keluar dari pintu yang lain (lewat tanpa berhenti) tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; untuk lewat saja dia tidak dibolehkan.

8. Jika seseorang menentukan sebuah kamar di rumahnya sebagai musalla (tempat salat) begitu juga di kantor, tempat tersebut hukumnya bukan sebagaimana hukum sebuah masjid.


Surat-surat Al-Quran yang Mengandung Sujud Wajib.

1. Surat ke-32: surat Sajadah.

2. Surat ke-41: surat Fussilat.

3. Surat ke-53: surat Najm.

4. Surat ke-96: surat 'Alaq.


Kesimpulan Pelajaran

1. Mandi wajib dibagi menjadi dua macam:

a. Umum; baik untuk laki-laki maupun perempuan.

b. Khusus untuk perempuan.

2. Jika dari seseorang keluar cairan mani atau dia melakukan persetubuhan, maka dia dihukumi sebagai orang junub.

3. Seseorang tahu bahwa dia telah junub, maka dia wajib mandi janabah. Dan seseorang yang tidak tahu; apakah junub atau tidak, maka dia tidak wajib mandi.

4. ciri-ciri cairan mani antara lain:

a. Keluar dengan syahwat.

b. Keluar dengan tekanan dan pancaran.

c. Setelah cairan mani keluar, badan menjadi lemas.

5. Amalan-amalan ini haram untuk orang yang junub:

a. Menyentuh tulisan Al-Quran, nama Allah swt., nama para Nabi dan imam maksum dan nama Sayyidah Fathimah a.sS.

b. Masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dan berhenti di seluruh masjid.

c. Membaca surat-surat Al-Quran yang mengandung sujud wajib.

6. Lewat ke dalam seluruh masjid; jika tidak sampai berhenti, bahkan masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain tidaklah apa-apa, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; yang sekalipun lewat saja tidak dibolehkan.


Pertanyaan:

1. Sebutkan macam-macam mandi yang umum; baik bagi laki-laki maupun perempuan!

2. Seseorang bangun dari tidur lalu dia melihat sesuatu pada pakaiannya, namun berulang kali dia memikirkannya, ingatannya masih juga tidak jatuh pada ciri-ciri cairan mani, lalu apa yang harus dia lakukan?

3. Apa hukum atas seorang junub yang masuk ke makam para anak cucu imam maksum?

4. Apakah orang junub bisa berhenti di dalam mushalla yayasan-yayasan dan kantor-kantor?



Pelajaran 11: Pelaksanaan mandi

Dalam pelaksanaan mandi, seluruh badan dan kepala serta leher harus disiram, baik mandi wajib, seperti: mandi janabah, maupun mandi sunah, seperti mandi hari Jumat. Dengan kata lain, dalam melaksanakan semua macam mandi, tidak ada perbedaan kecuali pada niat.


Mandi bisa dilaksanakan sebagai berikut:

Cara melaksanakan mandi:

1. Mandi tartibi (secara berurutan) :

a. Pertama membasuh kepala dan leher.

b. Lalu membasuh setengah badan bagian kanan

c. Setelah itu membasuh setengah badan bagian kiri.

2. Mandi irtimasi (menyelam):

a. Dengan niat mandi, membenamkan diri secara sekaligus ke dalam air sehingga seluruh badan dan kepala berada di dalam air.

b. Atau membenamkan diri secara bertahap ke dalam air, sampai pada akhirnya seluruh badan dan kepala berada di dalam air.

c. Atau masuk ke dalam air, kemudian menggerakkan badan dengan niat mandi.


Keterangan:

Mandi bisa dikerjakan dengan dua cara; tartibi dan irtimasi. Pada mandi tartibi, pertama-tama membasuh kepala dan leher, kemudian setengah badan bagian kanan, dan setelah itu setengah badan bagian kiri.

Pada mandi irtimasi, seluruh badan dan kepala berada di dalam air secara sekaligus. Oleh karena itu, untuk melakukan mandi irtimasi, diperlukan air yang cukup supaya bisa memasukkan seluruh badan dan kepala ke dalamnya.


Syarat Sahnya Mandi

1. Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu juga berlaku pada sahnya mandi, kecuali muwalat. Begitu juga, tidak perlu menyiram badan dari atas ke bawah.

2. Seseorang yang punya kewajiban beberapa mandi bisa melakukan satu mandi saja dengan beberapa niat mandi wajib.

3. Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika hendak menunaikan salat, maka dia tidak perlu berwudu. Akan tetapi pada selain mandi janabah; untuk menunaikan salat dia harus berwudu terlebih dahulu. *

4. Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci. Akan tetapi dalam mandi tartibi, seluruh badan tidak harus suci. Dan jika setiap bagian dari badan yang hendak dibasuh itu disucikan terlebih dahulu, maka demikian ini sudah cukup. **

5. Mandi jabirah adalah seperti wudu jabirah. Hanya saja berdasarkan ihtiyath wajib,*** mandi ini harus dilakukan secara tartibi.

6. Seseorang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi, karena orang yang berpuasa tidak boleh memasukkan seluruh kepalanya ke dalam air. Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi karena lupa, maka puasanya tetap sah.

7. Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok dengan tangan. Hanya dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh badan, maka ini sudah cukup.


Mandi Menyentuh Mayat

1. Jika sebagian dari anggota badan seseorang telah bersentuhan dengan badan mayat yang sudah dingin dan belum dimandikan, maka dia harus mandi menyentuh mayat.

2. Menyentuh badan mayat di bawah ini tidak menyebabkan mandi:

a. Mayatnya orang yang mati sebagai syahid di medan perang, yakni orang yang menghembuskan nafas terakhirnya di medan perang.*

b. Mayat yang badannya masih hangat dan belum dingin.

c. Mayat yang sudah dimandikan.

3. Mandi menyentuh mayat harus dilakukan seperti mandi janabah. Akan tetapi, orang yang menyelesaikan mandi menyentuh mayat harus berwudu jika dia hendak melakukan salat.


Mandi Mayat

1. Setiap orang mukmin** yang meninggal dunia; wajib atas para mukallaf supaya memandikan, mengkafani, menyalati, dan menguburkannya. Bila sebagian mukallaf telah melakukannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lain.

2. Mayat harus dimandikan tiga kali:

a. Pertama, dengan air yang dicampur dengan air bidara.

b. Kedua, dengan air yang dicampur dengan kapur.

c. Ketiga, dengan air murni.

3. Mandi mayat adalah seperti mandi janabah, dan berdasarkan ihtiyath wajib; sebisa mungkin mayat dimandikan secara tartibi dan tidak secara irtimasi.


Mandi yang Khusus bagi Perempuan

Haid, Nifas, Istihadhah:

1. Darah yang keluar ketika perempuan melahirkan anak adalah darah nifas.

2. Darah yang keluar dari perempuan pada hari-hari menstruasi adalah darah haid.

3. Ketika perempuan sudah suci dari darah haid dan nifas harus mandi untuk salat dan ibadah-ibadah yang memerlukan kesucian.

4. Darah lain yang keluar dari perempuan adalah darah istihadhah. Dan pada sebagian macam dari darah istihadhah ini, dia harus mandi untuk melakukan salat dan ibadah-ibadah yang memerlukan kesucian.


Kesimpulan Pelajaran

1. Dalam mandi, seluruh badan harus disiram; secara tartibi atau irtimasi.

2. Syarat sahnya mandi adalah seperti syarat sahnya wudu, kecuali muwalat dan membasuh anggota dari atas ke bawah.

3. Orang yang telah mandi janabah tidak harus berwudu untuk salat, kecuali jika ketika atau sesudah mandi terjadi hal-hal yang membatalkan wudu.

4. Seseorang yang wajib melakukan beberapa mandi bisa mandi sekali saja dengan beberapa niat (mandi wajib), bahkan pada saat itu juga dia bisa niat mandi sunah; seperti mandi Jumat.

5. Persentuhan satu dari anggota badan seseorang dengan tubuh mayat adalah penyebab kewajibannya untuk mandi menyentuh mayat.

6. Jika satu dari anggota badan seseorang menyentuh tubuh mayat yang syahid, atau mayat yang belum dingin, atau mayat yang sudah dimandikan, maka dia tidak diwajibkan mandi menyentuh mayat.

7. Jika seorang mukmin meninggal dunia, dia harus dimandikan tiga kali kemudian dikafani lalu disalati, setelah itu dikuburkan.

8. Mandi mayat terdiri dari:

a. Mula-mula, mandi dengan air bidara.

b. Lalu, mandi dengan air kapur.

c. Lalu, mandi dengan air murni.

9. Mandi haid, mandi nifas dan mandi istihadhah adalah mandi yang diwajibkan khusus bagi perempuan.


Pertanyaan:

1. Bagaimana cara mandi tartibi?

2. Bisakah mandi irtimasi pada air yang kurang dari satu kur?

3. Seseorang junub pada hari Jumat, lalu dia mandi sekali dengan niat mandi janabah dan niat mandi Jumat; apakah dia bisa salat dengan mandi tersebut atau juga harus berwudu?

4. Berikan penjelasan seputar niat mandi!

5. Apakah perbedaan antara mandi mayat dan mandi menyentuh mayat?

6. Dalam keadaan apakah mayat yang syahid tidak seharusnya dimandikan?


Pelajaran 12: Tayamum (Pengganti Wudu dan Mandi)


Tayamum diharuskan pada kondisi-kondisi di bawah ini:

1. Tidak ada air atau tidak menemukan air.

2. Air berbahaya bagi dirinya. Misalnya, karena menggunakan air, ia terjangkiti suatu penyakit.

3. Jika air digunakan untuk berwudu atau mandi, dia atau istrinya atau anak-anaknya atau temannya atau orang-orang yang ada hubungan dengannya akan mati atau sakit karena kehausan (begitu pula hewan-hewan peliharaannya).

4. Badan atau pakaiannya najis sedangkan air tidak cukup untuk menyucikannya dan juga dia tidak punya baju lain.

5. Tidak punya waktu untuk berwudu atau mandi.


Bagaimana Cara Bertayamum?

Amalan-amalan tayamum:

1. Meletakkan kedua telapak tangan secara bersamaan pada sesuatu yang sah untuk dipakai tayamum.

2. Mengusapkan kedua telapak tangan tadi ke seluruh dahi dan kedua sisinya; mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai ke permukaan kedua alis dan ke ujung bagian atas hidungnya.

3. Mengusapkan telapak tangan kiri ke seluruh punggung tangan kanan.

4. Mengusapkan telapak tangan kanan ke seluruh punggung tangan kiri.

Seluruh amalan tayamum harus dilakukan dengan niat tayamum dan untuk melaksanakan perintah ilahi, begitu juga harus dijelaskan bahwa tayamum sebagai ganti wudu atau mandi.


Hal-hal yang Bisa Digunakan untuk Bertayamum:

a. Tanah.

b. Kerikil

c. Batu-batuan seperti: batu koral, batu marmer, batu tahu (sebelum dimasak), batu gamping (sebelum dimasak).

d. Tanah yang sudah dimasak; seperti batu bata, kendi dari tanah liat. *


Beberapa Masalah

1. Tidak ada bedanya antara tayamum pengganti wudu dengan tayamum pengganti mandi, kecuali pada niatnya.

2. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti wudu lalu mengalami sesuatu yang membatalkan wudu, maka tayamumnya batal.

3. Jika seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi lalu mengalami salah satu penyebab mandi wajib seperti: janabah atau menyentuh mayat, maka tayamumnya batal.

4. Tayamum seseorang itu sah jika dia tidak bisa berwudu atau mandi. Oleh karena itu, jika dia bertayamum tanpa uzur, maka tayamumnya tidak sah. Begitu pula, jika dia bertayamum karena ada uzur kemudian uzurnya ini hilang, misalnya; tidak ada air kemudian dia mendapatkan air, maka tayamumnya batal.

5. Seseorang yang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi janabah tidak perlu berwudu untuk salat.** Akan tetapi, jika tayamumnya sebagai pengganti selain mandi janabah, maka dia tidak bisa salat dengan tayamum tersebut, bahkan dia juga harus berwudu. Dan jika dia tidak bisa juga berwudu, maka dia harus bertayamum untuk yang kedua kalinya sebagai pengganti wudu.


Syarat-syarat Sahnya Tayamum

a. Anggota tayamum harus suci, yakni dahi dan kedua tangan.

b. Usaplah dahi dan kedua punggung tangan dari atas ke bawah.

c. Sesuatu yang dipakai untuk bertayamum harus suci dan mubah.

d. Menjaga tertib.

e. Menjaga muwalat.

f. Ketika mengusap, tidak ada penghalang antara tangan dan dahi, begitu juga antara telapak tangan dengan punggung tangan.


Kesimpulan Pelajaran

1. Seseorang tidak punya air, atau tidak bisa mendapatkan air, atau punya uzur dalam menggunakan air, maka dia harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandinya.

2. Dalam bertayamum, dahi dan kedua punggung tangan harus diusap dengan telapak tangan.

3. Bertayamum dengan tanah, kerikil, batu dan tanah yang sudah dimasak hukumnya sah.

4. Tayamum, baik sebagai pengganti mandi maupun pengganti wudu, tidak ada bedanya dengan mandi dan wudu kecuali pada niatnya.

5. Jika tayamum sebagai pengganti wudu, maka apa saja yang membatalkan wudu akan membatalkannya juga. Begitu pula, jika tayamum sebagai pengganti mandi, maka apa saja yang menyebabkan mandi akan membatalkannya juga.

6. Bertayamum tanpa uzur adalah tidak sah.

7. Dalam bertayamum, wajib menjaga tertib dan muwalat. Selain itu, anggota tayamum dan hal-hal yang digunakan untuk bertayamum haruslah suci.


Pertanyaan:

1. Dalam kondisi apakah seseorang harus bertayamum sebagai pengganti wudu dan mandi?

2. Apakah bisa bertayamum karena takut dengan binatang buas?

3. Apa hukumnya bertayamum dengan batu bata dan batu bata yang belum dimasak?

4. Apa hukumnya bertayamum dengan kayu dan daun-daunan?

5. Orang junub yang malu untuk bermandi janabah, apakah dia bisa bertayamum atau tidak sebagai pengganti mandi tersebut?


Pelajaran 13: Waktu Salat

Setelah belajar masalah-masalah kesucian, sedikit demi sedikit kita siap untuk melaksanakan salat. Untuk mengenal masalah-masalah dan hukum salat, pertama-tama perlu kita ketahui bahwa salat ada yang wajib dan ada yang sunah.

Salat wajib ada dua macam; macam pertama adalah salat wajib sehari-hari, di mana setiap hari harus dikerjakan pada waktu-waktu tertentu, dan macam kedua adalah salat wajib yang terkadang hukum wajibnya ini lantaran sebab-sebab tertentu dan bukan termasuk kewajiban sehari-hari. Untuk mengenal salat-salat wajib perhatikan susunan di bawah ini:


Macam-macam salat:

1. Salat wajib:

a. Wajib sehari-hari:

1. Salat Subuh.

2. Salat Zuhur.

3. Salat Asar.

4. Salat Maghrib.

5. Salat Isya.


b. Wajib sewaktu-waktu:

1. Salat Ayat.

2. Salat Tawaf wajib.

3. Salat Jenazah (salat mayat).

4. Salat Qadha ayah yang terbebankan ke atas anak laki-laki terbesar.

5. Salat-salat wajib karena nazar.


2. Salat sunah: banyak sekali macamnya.

Waktu Salat Sehari-hari

Salat sehari-hari ada lima macam, dan jumlah keseluruhan mereka adalah tujuh belas rakaat:

1. Salat Subuh: dua rakaat.

2. Salat Zuhur: empat rakaat.

3. Salat Asar: empat rakaat.

4. Salat Maghrib: tiga rakaat.

5. Salat Isya: empat rakaat.

Sekaitan dengan salat sehari-hari ini, pertanyaan yang paling awal muncul adalah kapan salat-salat ini harus dilaksanakan?


Jawab:

- Waktu salat Subuh: dari azan Subuh sampai terbitnya matahari.

- Waktu salat Zuhur dan salat Asar: dari waktu zuhur syar'i sampai Maghrib.

- Waktu salat Maghrib dan salat Isya: dari Maghrib sampai pertengahan malam.


Di bawah ini gambar waktu-waktu salat sehari-hari:


Keterangan

Waktu Subuh:

Menjelang azan Subuh, terdapat cahaya putih dari arah timur dan bergerak ke atas, ia disebut dengan fajar awal. Dan tatkala cahaya putih itu melebar disebut dengan fajar kedua, dan ketika itulah tiba waktu salat Subuh.


Waktu Zuhur:

Jika kita tancapkan sebatang kayu atau sejenisnya di atas tanah secara tegak, dan bayangan kayu itu sampai pada ukuran yang paling pendek lalu mulai bertambah panjang, ketika itulah mulai waktu zuhur syar'i dan telah tiba waktu salat Zuhur.


Waktu Maghrib:

Maghrib adalah ketika hilangnya mega merah di langit bagian timur, dan biasanya muncul setelah terbenamnya matahari. *


Waktu pertengahan malam:

Jika kita membagi dua rentangan waktu antara terbenamnya matahari dan azan Subuh,** maka titik tengahnya adalah waktu pertengahan malam sekaligus sebagai akhir waktu salat Isya. ***


Hukum-hukum Waktu Salat:

1. Selain salat sehari-hari atau salat sewaktu-waktu tidak memiliki waktu tertentu, tetapi waktu pelaksanaannya tergantung pada sebab wajibnya salat tersebut. Misalnya: salat Ayat tergantung pada terjadinya gempa, atau gerhana matahari, atau gerhana bulan, atau suatu peristiwa alam yang masih berlangsung. Atau salat Jenazah menjadi wajib ketika ada seorang muslim yang meninggal dunia, dan penjelasannya akan tiba secara terinci pada saatnya nanti.

2. Jika seluruh salat (dari rakaat pertama sampai terakhir) dikerjakan sebelum waktunya atau sengaja dimulai sebelum waktunya maka hukumnya batal.

"Jika salat dikerjakan pada waktunya, maka dalam istilah Fikih dinyatakan bahwa salat tersebut dikerjakan secara ada'an. Dan jika suatu salat dikerjakan di luar waktunya, maka dalam istilah Fikih dinyatakan bahwa salat tersebut dikerjakan secara qodhoan".

3. Adalah sunah bila seseorang mengerjakan salat di awal waktunya; semakin dekat dengan awal waktu semakin lebih baik, kecuali jika mengakhirkannya karena sebab yang lebih utama seperti: menunggu sejenak karena hendak mengerjakan salat secara berjamaah.

4. Jika waktu salat sempit sehingga dengan mengerjakan sunah-sunah salat, sebagian dari salat dikerjakan di luar waktunya, maka tidak usah mengerjakan sunah-sunah salat. Misalnya, jika membaca qunut akan menghabiskan waktu salatnya, maka tidak usah membaca qunut.


Kesimpulan Pelajaran

1. Salat wajib ada dua macam:

a. Salat wajib sehari-hari.

b. Salat wajib sewaktu-waktu.

2. Salat wajib sehari-hari yaitu salat Subuh, salat Zuhur, salat Asar, salat Maghrib, dan salat Isya.

3. Salat wajib sewaktu-waktu yaitu salat Ayat, salat Tawaf, salat Jenazah, salat Qodho ayah yang telah meninggal dan menjadi kewajiban anak laki-laki yang paling besar, dan salat Nazar.

4. Waktu salat sehari-hari adalah sebagai berikut:

- Waktu salat Subuh: mulai dari azan Subuh sampai terbitnya matahari.

- Waktu salat Zuhur dan Asar: mulai dari zuhur syar'i sampai Maghrib.

- Waktu salat Maghrib dan Isya: mulai dari Maghrib sampai pertengahan malam.

5. Waktu azan Subuh dan permulaan waktu salat Subuh adalah saat munculnya fajar kedua.

6. Tatkala bayangan suatu benda lurus yang ditegakkan di atas tanah sampai pada ukuran yang paling pendek lalu mulai bertambah panjang, maka ketika itulah waktu zuhur syar'i tiba.

7. Setelah terbenamnya matahari lalu megah merah di langit bagian timur menghilang, ketika itulah waktu Maghrib tiba.

8. Jika renggang waktu antara terbenamnya matahari dan azan subuh dibagi dua, maka titik tengah pembagian ini adalah pertengahan malam dan habisnya waktu salat Isya.

9. Salat yang dikerjakan secara keseluruhan sebelum waktunya adalah batal.

10. Salat ada'an adalah salat yang dikerjakan pada waktunya, dan salat qadha adalah salat yang dikerjakan selepas waktunya.


Pertanyaan:

1. Jelaskan perbedaan antara salat wajib dan salat sunah!

2. Sebutkan nama-nama salat yang harus dikerjakan pada malam hari!

3. Sebutkan dua contoh sebab wajibnya salat Ayat!

4. Tentukan waktu zuhur syar'i untuk hari ini dengan menancapkan kayu di atas tanah!

5. Jika terbenamnya matahari jatuh pada pukul 6:15 dan azan subuh jatuh pada pukul 4:15, lalu pukul berapakah pertengahan malam pada malam ini?

6. Untuk menentukan Maghrib (permulaan waktu Maghrib), apakah kita harus melihat ke timur atau ke barat?


Pelajaran 14: Kiblat dan Pakaian Salat


Kiblat

1. Ka'bah yang berada di kota Mekkah dan di dalam Masjidil Haram adalah kiblat, dan pelaku salat harus melaksanakan salat dengan menghadap ke sana.

2. Orang yang berada di luar kota Mekkah dan berada jauh darinya; sekiranya berdiri dan bisa dikatakan bahwa salatnya menghadap kiblat, maka demikian ini sudah cukup.


Pakaian Salat

Salah satu masalah yang harus diperhatikan sebelum salat adalah masalah pakaian. Nah, kini mari kita menyimak ukuran pakaian dan syarat-syaratnya.


Ukuran Pakaian

1. Laki-laki; harus menutup aurat , dan akan lebih baik bila menutupnya mulai dari pusar sampai lutut.

2. Perempuan; harus menutupi seluruh badan kecuali:

a. Tangan sampai pergelangan.

b. Kaki sampai pergelangan.

c. Wajah sebatas yang harus dibasuh dalam wudu.

3. Perempuan tidak diwajibkan dalam salatnya untuk menutup kedua tangan dan kedua kaki serta wajah sebatas yang tersebut di atas tadi, walaupun menutupinya juga tidak apa-apa.

4. Syarat-syarat pakaian salat adalah sebagai berikut:

a. Suci (tidak najis).

b. Mubah (bukan barang ghasab).

c. Bukan bagian dari anggota bangkai,* misalnya bukan dari kulit hewan yang disembelih tidak atas dasar syariat islam, walaupun sekadar ikat pinggang dan topi.

d. Bukan dari hewan yang dagingnya haram, misalnya dari kulit macan atau babi.

e. Jika pelaku salat adalah laki-laki, dia tidak boleh memakai pakaian yang terbuat dari tenunan emas dan sutera asli.

Di antara syarat-syarat di atas, syarat pertama (pakaian harus suci dan tidak najis) mungkin sekali menjadi masalah bagi siapa saja, karena jarang ada orang melakukan salat dengan pakaian ghasab atau pakaian dari bagian tubuh bangkai. Oleh karena itu, berikutnya kami akan menerangkan syarat pertama. Hanya saja perlu ditegaskan di sini bahwa selain pakaian, badan pelaku salat juga harus suci.

Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian najis adalah batal:

1. Sengaja salat dengan badan atau pakaian najis. Artinya, sekalipun tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, dia tetap salat dalam kondisi demikian.

2. Memandang remeh belajar masalah-masalah atau hukum-hukum fikih,* sehingga dia salat dengan badan atau pakaian najis karena tidak tahu hukumnya.

3. Dia tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, lalu lupa sehingga melakukan salat dengan badan atau pakaian najis.

Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang dengan badan atau pakaian najis adalah sah:

1. Dia tidak tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, seusai salat dia baru tahu kalau badan atau pakaiannya itu najis.

2. Badan atau pakaiannya najis karena luka yang ada pada badannya dan sulit untuk membasuh atau menggantinya.

3. Badan atau pakaiannya najis karena darah, akan tetapi ukuran bercak darah di pakaian itu kurang dari uang logam satu dirham.*

4. Dia terpaksa melakukan salat dengan badan atau pakaian najis, misalnya tidak ada air untuk bersuci.


Beberapa Masalah

1. Jika pakaian-pakaian kecil pelaku salat najis seperti: sarung tangan, kaos kaki atau sapu tangan kecil yang najis di sakunya; maka selama bukan dari anggota bangkai atau binatang yang haram dagingnya tidaklah apa-apa.

2. Memakai jubah, baju putih dan pakaian yang paling bersih dan memakai wangi-wangian serta cincin 'aqiq dalam salat adalah sunah.

3. Memakai pakaian hitam, kotor, ketat dan pakaian yang bergambar wajah serta terbukanya kancing-kancing pakaian adalah makruh.


Kesimpulan Pelajaran

1. Ka'bah yang berada di dalam Masjidil Haram di kota Mekkah adalah kiblat, dan pelaku salat harus melakukan salat dengan menghadap ke sana.

2. Sekiranya pelaku salat berdiri dan bisa dikatakan bahwa dia sedang melakukan salat dengan menghadap kiblat, demikian ini sudah cukup.

3. Laki-laki dalam salatnya harus menutup aurat, dan akan lebih baik bila dia menutupnya mulai dari pusar sampai lutut.

4. Perempuan dalam salat harus menutup seluruh badan kecuali wajah dan kedua tangan sampai pergelangan dan kedua kaki sampai pergelangan.

5. Badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

6. Pakaian pelaku salat harus mubah dan bukan dari anggota bangkai dan hewan yang haram dagingnya.

7. Jika seseroang sebelumnya tidak tahu kalau badan atau pakaiannya najis, lalu seusai salat dia baru tahu demikian, maka salatnya sah.

8. Jika dia sebelumnya tahu bahwa badan atau pakaiannya najis kemudian lupa sehingga dia melakukan salat dengan badan atau pakaian najis tersebut, maka salatnya batal.


Pertanyaan:

1. Apa syarat-syarat bagi pakaian pelaku salat?

2. Apa hukum salat seseorang yang baru tahu-seusai salat-bahwa pakaiannya najis?

3. Dalam kondisi apakah seseorang bisa melakukan salat secara sah sekalipun dia tahu bahwa pakaiannya najis?

4. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang di tengah-tengah salatnya tahu bahwa pakaiannya najis?

5. Berikan tiga contoh untuk keadaan terpaksa yang karenanya salat tetap sah meskipun dengan badan atau pakaian najis!


Pelajaran 15: Tempat Salat, Azan dan Iqomah

Syarat-syarat Tempat Salat adalah Sebagai Berikut:

1. Harus mubah (tidak ghasab).

2. Tidak bergerak (seperti: di dalam kendaraan, maka tidak boleh dalam keadaan bergerak).

3. Tidak sempit dan atapnya tidak pendek sehingga bisa berdiri dan ruku serta sujud dengan sempurna.

4. Tempat dahi (ketika sujud) harus suci.

5. Jika tempat salat najis, kadar basahnya tidak sampai berpengaruh pada badan atau pakaian pelaku salat.

6. Tempat dahi (ketika sujud) tidak boleh lebih rendah atau lebih tinggi-selebar empat jari rapat-dari tempat kedua lutut, dan berdasarkan ihtiyath wajib dari tempat jari-jari kaki.


Hukum Tempat Salat

1. Salat di tempat ghasab (seperti: masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya) adalah tidak sah.

2. Terpaksa salat di tempat yang bergerak-seperti: kereta api dan pesawat-begitu juga di tempat yang atapnya pendek atau ruangnya sempit-seperti: parit pertahanan dan tempat yang tidak rata-tidaklah apa-apa.

3. Seseorang harus menjaga tata krama dan jangan melakukan salat lebih depan dari makam Rasulullah saw. **

4. adalah sunah bila seseorang mengerjakan salatnya di masjid. Dalam Islam, banyak anjuran sekaitan dengan masalah ini.

5. Dari masalah-masalah yang tercantum di bawah ini, kita akan memahami pentingnya hadir di masjid dan salat di dalamnya:

a. Sering pergi ke masjid adalah sunah.

b. Pergi ke masjid yang tidak ada jemaahnya adalah sunah.

c. Tetangga masjid yang tidak punya uzur; jika dia melakukan salat di selain masjid tersebut, maka hukum salatnya adalah makruh.

d. Adalah sunah bila seseorang tidak melakukan hal-hal di bawah ini dengan orang yang tidak mau hadir di masjid:

- Makan bersama.

- Memusyawarahkan urusan-urusan dengannya.

- Bertetangga dengannya.

- Menikah dengan anggota keluarganya.

- Menerimanya sebagai menantu. *


Persiapan Salat

Setelah belajar masalah-masalah wudu, mandi, tayamum, waktu salat, pakaian dan tempat salat, kini tiba saatnya persiapan kita untuk memulai salat.


Azan dan Iqomah

1. Sebelum mengerjakan salat sehari-hari, sunah bagi seseorang untuk mengumandangkan azan kemudian membaca iqomah, setelah itu dia memulai salat.


Azan

Allahu Akbar ( اَللهُ اَكْبَرْ ) ..............................................................................empat kali

Asyhadu alla ilaha illallah ( اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .........................................dua kali

Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah ( اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلَ اللهِ ) ..........dua kali

Hayya 'alash sholah ( حَيَّ عَلَي الصَلاَة ) .......................................................dua kali

Hayya 'alal falah ( حَيَّ عَلَي الْفَلَاحِ ) .............................................................dua kali

Hayya 'ala khoiril 'amal ( حَيَّ عَلَي خَيْرِ الْعَمَلِ ) ...........................................dua kali

Allahu akbar (اَللهُ اَكْبَرْ ) ................................................................................dua kali

La ilaha illallah (لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .......................................................................dua kali



Iqomah

Allahu Akbar ( اَللهُ اَكْبَرْ ) ..............................................................................dua kali

Asyhadu alla ilaha illallah ( اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .........................................dua kali

Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah ( اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلَ اللهِ ) ..........dua kali

Hayya 'alash sholah ( حَيَّ عَلَي الصَلاَة ) .......................................................dua kali

Hayya 'alal falah ( حَيَّ عَلَي الْفَلَاحِ ) .............................................................dua kali

Hayya 'ala khoiril 'amal ( حَيَّ عَلَي خَيْرِ الْعَمَلِ ) ...........................................dua kali

Allahu akbar (اَللهُ اَكْبَرْ ) ................................................................................dua kali

La ilaha illallah (لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ ) .......................................................................satu kali


2. Kalimat "Asyhadu anna 'Aliyyah waliyyullah" ( اَشْهَدُ اَنَّ عَلِيًا وَلِيُّ اللهِ ) bukanlah bagian dari azan, akan tetapi kalimat ini menjadi baik jika dibaca dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt., yaitu tepatnya setelah kalimat "Asyahadu anna Muhammadar Rosulullah ( اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ).


Hukum-hukum Azan dan Iqomah

1. Azan dan iqomah harus dibaca setelah tibanya waktu salat. Jika azan dan iqomah dibaca sebelum waktunya, maka tidak sah.

2. Iqomah harus dibaca setelah pembacaan azan, dan tidak sah jika dibaca sebelumnya.

3. Tidak boleh ada tenggat waktu yang lama di antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya pada azan dan iqomah. Jika tenggat waktu di antara mereka lebih dari yang sewajarnya, maka harus diulang pembacaannya.

4. Jika azan telah dibacakan untuk salat berjamaah, maka orang yang mau ikut salat berjamaah dengan jamaah ini tidak boleh membaca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.

5. Tidak ada azan dan iqomah untuk salat sunah.

6. Pada hari pertama kelahiran bayi, disunahkan untuk membaca azan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya.

7. Adalah sunah memilih muazin dari orang yang saleh, tahu waktu dan bersuara keras.


Kesimpulan Pelajaran

1. Tempat salat hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Mubah.

b. Tidak bergerak.

c. Ruangnya tidak sempit dan atapnya tidak pendek.

d. Tempat sujud untuk dahi harus suci.

e. Tidak rendah, juga tidak tinggi.

f. Jika tempat salat najis, jangan sampai basahannya berpengaruh pada badan atau pakaian pelaku salat.

2. Hukum salat di tempat ghasab adalah tidak sah.

3. Dalam keadaan terpaksa, boleh melakukan salat di tempat yang bergerak, di raung yang atapnya pendek dan di dataran yang tinggi atau yang rendah.

4. Adalah sunah bila seseorang mengerjakan salatnya di masjid.

5. Adalah sunah bila seseorang tidak melakukan hal-hal berikut ini dengan orang yang tidak mau hadir di masjid; makan bersama dengannya, bertetangga dengannya, memusyawarahkan urusan kerja dengannya, menikah dengan salah satu keluarganya, dan menerimanya sebagai menantu.

6. Adalah sunah bila sebelum salat, membaca azan kemudian iqomah, setelah itu memulai salat.

7. Iqomah harus dibaca setelah azan.

8. Seseorang yang mau ikut salat berjamaah; jika azan dan iqomah sudah dibacakan, maka dia tidak perlu membaca azan dan iqomah untuk salatnya sendiri.

9. Adalah sunah bila membaca azan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri bayi yang baru lahir di hari pertama.


Pertanyaan

1. Apa hukum salat di atas karpet yang najis?

2. Apakah kita boleh melakukan salat di atas sejadah yang digelar oleh orang lain untuk dirinya sendiri? Mengapa?

3. Apa perbedaan antara azan dan iqomah?

4. hal-hal apa saja yang disunahkan untuk kita lakukan terhadap orang yang tidak mau hadir di masjid?


Pelajaran 16: Kewajiban-kewajiban Salat

1. Salat dimulai dengan bacaan "Allahu Akbar" (اَللهُ اَكْبَرْ) dan diakhiri dengan salam.

2. Apa-apa yang dilakukan dalam salat ada yang wajib ada pula yang sunah.

3. Kewajiban-kewajiban dalam salat ada sebelas; sebagiannya rukun salat, dan sebagian lainnya bukan rukun salat.


Kewajiban-kewajiban salat:

1. Rukun salat:

a. Niat.

b. Berdiri.

c. Takbiratul ihram.

d. Ruku.

e. Sujud.

2. Bukan rukun salat:

a. Bacaan.

b. Zikir.

c. Tasyahud.

d. Salam.

e. Tertib.

f. Muwalat.


Perbedaan Rukun dengan Bukan Rukun

Rukun-rukun salat termasuk bagian utama dari salat, yang jika dikerjakan secara kurang atau lebih, walaupun karena lupa, maka salatnya batal. Kewajiban-kewajiban salat yang bukan rukun, walaupun harus dikerjakan, namun jika terjadi kekurangan atau kelebihan di dalamnya karena lupa, salatnya tidak batal.


Hukum Kewajiban-kewajiban Salat

A. Niat:

1. Dari awal sampai akhir salat, seseorang harus tahu salat apa yang sedang dikerjakannya, dan dia mengerjakannya dalam rangka menunaikan perintah Allah swt.

2. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata. Akan tetapi kalaupun diucapkan, tidaklah apa-apa.

3. Salat harus jauh dari segala bentuk riya dan unjuk diri. Yakni, salat dikerjakan hanya untuk menunaikan perintah ilahi. Jika seluruh atau sebagian dari salat dikerjakan karena selain Allah, maka salatnya batal. *


B.Takbirotul ihrom:

Sebagaimana yang telah diterangkan, salat dimulai dengan bacaan 'Allahu akbar" (اَللهُ اَكْبَر ). Bacaan ini disebut dengan takbirotul ihrom. Karena dengan takbir inilah banyak pekerjaan yang sebelumnya boleh dikerjakan menjadi haram bagi pelaku salat seperti: makan, minum, tertawa dan menangis.


Kewajiban-kewajiban Takbirotul ihrom:

1. Dibaca dengan bahasa Arab secara benar.

2. Ketika membacanya, badan harus tenang.

3. Tidak boleh dibaca pelan sekali. Yakni, sekiranya tidak ada kendala, pelaku salat dapat mendengarnya sendiri.

4. Berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh disambung dengan bacaan sebelumnya.


" Berdiri

Berdiri adalah bagian dari rukun salat. Jika ditinggalkan, salat menjadi batal. Akan tetapi bagi orang-orang yang tidak mampu berdiri, tugas mereka akan diterangkan pada masalah-masalah yang akan datang.


Macam-macam Berdiri:

1. Rukun:

a. Berdiri ketika takbirotul ihrom.

b. Berdiri sebelum ruku.

2. Bukan rukun:

a. Berdiri ketika membaca surat.

b. Berdiri setelah ruku.


Hukum-hukum Berdiri

1. Sebelum dan sesudah membaca takbiratul ihram, pelaku salat wajib berdiri, supaya yakin bahwa takbir tersebut dibaca dalam keadaan berdiri.

2. Berdiri sebelum ruku artinya pelaku salat harus dalam keadaan berdiri ketika hendak rukuk. Dengan demikian, jika dia lupa rukuk-yakni setelah membaca surat, langsung saja bergerak untuk sujud namun ingat sebelum sampai bersujud-maka dia harus kembali tegap secara sempurna kemudian barulah rukuk, setelah itu sujud.

3. Hal-hal yang harus dihindari ketika berdiri:

a. Menggerakkan badan.

b. Membungkuk.

c. Bersandar pada sesuatu.

d. Melebarkan kedua kaki (tidak rapat).

e. Mengangkat kaki.

4. Dalam keadaan salat, pelaku salat harus meletakkan kedua kakinya di tanah.* Namun, tidak perlu berat badan bertumpu pada kedua kaki; jika terpusat pada satu kaki saja tidaklah apa-apa.

5. jika seseorang sama sekali tidak bisa melakukan salat dengan berdiri, maka dia harus melakukannya dengan duduk sambil menghadap kiblat. Jika dia tidak bisa juga duduk, maka harus melakukan salat dengan berbaring.

6. Setelah rukuk, harus berdiri secara sempurna untuk kemudian bersujud. Jika setelahnya sengaja tidak berdiri, maka salatnya batal.


Kesimpulan Pelajaran

1. Kewajiban salat ada sebelas; yang lima sebagai rukun dan selainnya bukan rukun.

2. Perbedaan kewajiban rukun dengan kewajiban bukan rukun adalah jika salah satu kewajiban rukun dikurangi atau ditambahi-sekalipun karena lupa-maka salatnya batal, akan tetapi jika kelebihan atau kekurangan itu terjadi pada kewajiban bukan rukun karena lupa, maka salatnya tidaklah batal.

3. Niat salat harus bersih dari segala bentuk riya dan unjuk diri.

4. Takbirotul ihrom harus dibaca dengan bahasa Arab secara benar.

5. Berdiri dalam membaca takbiroatul ihrom dan berdiri yang bersambung dengan ruku adalah rukun salat. Dan, berdiri dalam membaca surat dan berdiri setelah ruku bukanlah rukun salat, akan tetapi kewajiban salat dan jika sengaja tidak dikerjakan maka salatnya batal.

6. Selama berdiri, tidak boleh menggerakkan badan atau bersandar pada sesuatu, dan kedua kaki harus diletakkan pada tanah dan tidak terlalu merenggangkan keduanya. Akan tetapi, semua ini tidak apa-apa jika dalam keadaan terpaksa.

7. Seseorang yang tidak mampu berdiri harus melakukan salat dengan duduk, dan seseorang yang tidak mampu duduk harus melakukan salat dengan berbaring.


Pertanyaan:

1. Sebutkan rukun-rukun salat dan jelaskan perbedaannya dengan bukan rukun!

2. Mengapa "Allahu akbar" (اَللهُ اَكْبَر) yang pertama dalam salat disebut sebagai takbirotul ihrom?

3. Berilah penjelasan tentang niat!

4. Berilah penjelasan tentang berdiri dan sebutkan macam-macamnya!

5. Berilah penjelasan tentang berdiri sebelum dan setelah rukuk serta jelaskan perbedaan antara keduanya!


Pelajaran 17: Kewajiban-kewajiban Salat

Bacaan

Maksud dari bacaan di sini ialah membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain pada rakaat pertama dan rakaat kedua salat, serta membaca surat Al-Fatihah (tanpa surat yang lain) atau membaca tasbih yang empat pada rakaat ketiga dan keempat.


Surat Al-Fatihah:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ * اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ * مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ * اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ * اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمِ * صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ * غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ *

Setelah membaca surat Al-Fatihah pada rakaat pertama dan kedua, pelaku salat harus membaca surat yang lain, misalnya surat Al-Ikhlas.


Surat Al ikhlas:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

قُلْ هُوِ اللهُ اَحَدْ * اَللهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدُ وَ لَمْ يُوْلَدُ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا اَحَدُ *

Pada rakaat ketiga dan keempat, pelaku salat harus membaca surat Al-Fatihah atau membaca empat tasbih sebanyak tiga kali, ataupun satu kali saja sudah cukup.


Empat Tasbih:

سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ


Hukum-hukum Bacaan

1. Bacaan rakaat ketiga dan keempat harus dibaca secara pelan. Akan tetapi, hukum surat Al-Fatihah dan surat yang lain pada rakaat pertama dan kedua adalah sebagai berikut:

Salat: Zuhur dan Asar; Pelaku Salat: Pria* dan Wanita; Hukum: Harus membaca secara pelan

Salat: Maghrib, Isya ; Pelaku Salat: Pria; Hukum: Harus membaca secara keras

Salat: Maghrib, Isya ; Pelaku Salat: Wanita; Hukum: Wanita Bila suaranya tidak terdengar oleh yang bukan muhrim, suaranya boleh dikeras-kan. Namun bila terdengar, berdasarkan ihtiyath wajib harus membacanya secara pelan.


2. Jika bacaan salat yang seharusnya dibaca keras tetapi sengaja dibaca pelan, atau yang seharusnya dibaca pelan tetapi sengaja dibaca keras, maka salatnya batal. Akan tetapi, jika semua itu karena lupa atau karena ketidaktahuan akan masalah, maka salatnya sah.

3. Jika di tengah salat, dia sadar akan kesalahannya dalam membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, misalnya; dia membacanya pelan padahal seharusnya dibaca keras, maka dia tidak perlu mengulang bacaan yang sudah dibacanya.

4. Seseorang harus belajar salat supaya tidak salah mengerjakannya, dan orang yang tidak bisa belajar dengan benar harus mengerjakan semampunya, dan berdasarkan ihtiyath mustahab* hendaknya dia melakukan salat dengan berjamaah.

5. Jika seseorang menganggap bahwa lafad yang benar dalam tasyahud adalah "'abdahu" (عَبْدَهُ) dan dalam tasyahud dia pun membacanya demikian, kemudian dia baru paham bahwa bacaannya ini salah dan kata yang harus dibacanya adalah "'abduhu" (عَبْدُهُ), maka dia tidak perlu mengulang salatnya. **

6. Dalam kondisi-kondisi di bawah ini, pelaku salat tidak perlu membaca surat pada rakaat pertama dan kedua, tetapi cukup membaca Surat Al-Fatihah saja:

a. Waktu salat sempit.

b. Terpaksa tidak membaca surat, misalnya; dia kuatir sekiranya membaca surat, pencuri atau binatang buas atau sesuatu yang lain akan membahayakan dirinya.

7. Jika waktu salat sempit, empat tasbih harus dibaca sekali saja.


Hal-hal yang Disunahkan dalam Bacaan

1. Pada rakaat pertama, sebelum surat Al-Fatihah disunahkan untuk membaca :

اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

2. Pada rakaat pertama dan kedua salat Zuhur dan Asar, disunahkan untuk membaca kalimat basmalah dengan suara keras.

3. Sunah membaca ayat-ayat surat Al-Fatihah dan surat yang lain secara satu per satu dan berhenti pada setiap akhir ayat, yakni bacaan satu ayat tidak disambung dengan bacaan ayat berikutnya.

4. Dalam membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain, disunahkan untuk memperhatikan maknanya.

5. Dalam semua salat dan setelah pembacaan surat Al-Fatihah, sunah membaca surat Al-Qadr pada rakaat pertama dan surat Al-Ikhlas pada rakaat kedua.


Zikir

Salah satu dari kewajiban dalam rukuk dan sujud adalah zikir, yaitu membaca "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله) atau "Allahu akbar" (اَللهُ اَكْبَر) dan zikir lainnya yang penjelasannya akan tiba pada pelajaran yang akan datang.


Kesimpulan Pelajaran

1. Bacaan salat yakni membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain dari Al-Quran pada rakaat pertama dan kedua salat, dan membaca surat Al-Fatihah tanpa surat yang lain atau membaca empat tasbih pada rakaat ketiga dan rakaat keempat.

2. Bacaan pada rakaat ketiga dan keempat harus dibaca secara pelan.

3. Orang laki-laki harus membaca Al-Fatihah dan surat yang lain pada rakaat pertama dan kedua dari salat Subuh, Maghrib dan Isya dengan bersuara.

4. Bacaan Al-Fatihah dan surat yang lain pada salat Zuhur dan Asar harus dibaca secara pelan.

5. Karena sempitnya waktu dan dalam keadaan terpaksa, harus membaca hanya surat Al-Fatihah (tanpa surat yang lain) pada rakaat pertama dan kedua, dan harus membaca empat tasbih sekali saja pada rakaat ketiga dan keeempat.

6. Jika seseorang menganggap bacaan suatu lafad itu benar lalu membacanya sesuai dengan anggapannya ini, tetapi kemudian paham kalau yang dibaca selama ini keliru, maka ia tidak perlu mengulangi salatnya.

7. Seseorang harus belajar salat supaya tidak salah mengerjakannya.


Pertanyaan:

1. Apa yang dimaksudkan dengan bacaan? Jelaskan!

2. Apakah selama ini Anda pernah membaca bacaan salat di depan orang lain? Jika tidak, bacalah bacaan salat di depan guru Anda dan mintailah koreksi!

3. Apakah empat tasbih bisa dibaca dengan bersuara (secara keras)?

4. Apakah hukum membaca Al-Fatihah dan surat yang lain dalam salat itu wajib?

5. Selama ini, seorang laki-laki membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain pada salat Subuh, Maghrib dan Isya secara pelan, kemudian dia tahu akan kesalahannya selama itu. Lalu, apa kewajibannya terhadap salat-salatnya yang sudah lalu?

6. Apakah selama ini terdapat kesalahan dalam salat kalian lalu kalian memahaminya?

7. Pada kondisi apa saja pelaku salat tidak boleh membaca surat selain surat Al-Fatihah dan empat tasbih harus dibaca hanya satu kali?


Pelajaran 18: Kewajiban-kewajiban Salat

Rukuk

Pada setiap rakaat dan setelah bacaan, pelaku salat harus menundukkan badan sampai tangan dapat diletakkan di lutut. Pekerjaan ini disebut sebagai rukuk.


Kewajiban-kewajiban dalam rukuk:

1. Menundukkan badan sebatas yang telah dijelaskan di atas tadi.

2. Membaca zikir "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله) minimal tiga kali.

3. Tuma'ninah (ketenangan) badan ketika membaca zikir tersebut.

4. Berdiri setelah rukuk.

5. Ketenangan badan dalam berdiri setelah ruku.


Zikir Rukuk

Dalam rukuk, membaca zikir apa saja sudah dinyatakan cukup. Akan tetapi, berdasarkan ihtiyath wajib,* membaca zikir "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله) sebanyak tiga kali, atau zikir "Subhana robbiyal 'adhimi wa bihamdih" (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ) satu kali dan tidak boleh kurang dari itu.


Ketenangan Badan Selama Rukuk

1. Ketika rukuk yang lamanya sebatas pembacaan zikir wajib, badan harus dijaga tenang.

2. Jika sebelum rukuk dan badan belum tenang lalu sengaja membaca zikir rukuk,** maka salatnya batal.

3. Jika zikir wajib belum selesai lalu sengaja mengangkat kepala (bangun dari rukuk untuk berdiri), maka salatnya batal.


Berdiri dan Tenang setelah Rukuk

Setelah membaca zikir rukuk, diharuskan berdiri dan pastikan badan benar-benar kemudian bersujudlah. Jika sebelum berdiri atau sebelum badan tenang lalu sengaja bergerak untuk sujud, maka salatnya batal.


Tugas Orang yang tidak Mampu Ruku secara Normal

1. Seorang yang tidak bisa menunduk sampai sebatas rukuk harus menunduk semampunya.*

2. Seseorang yang tidak bisa menunduk sama sekali** harus melakukan rukuk dalam keadaan duduk.

3. Seseorang yang tidak bisa rukuk dengan duduk hendaknya salat berdiri dan rukuknya dilakukan dengan isyarat kepala.


Hal-hal yang Disunahkan dalam Rukuk

1. Membaca zikir rukuk sebanyak tiga, atau lima, atau tujuh kali, bahkan lebih dari itu.

2. Membaca takbir sebelum bergerak untuk rukuk dan kondisi badan masih tegak berdiri.

3. Dalam keadan rukuk, melihat ke bawah; tepatnya ke antara dua telapak kaki.

4. Membaca salawat sebelum atau sesudah membaca zikir rukuk.

5. Membaca "Sami'allahu liman hamidah" (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ) sesudah rukuk; yakni ketika telah berdiri dan badan sudah tenang .


Sujud

1. Dalam setiap rakaat dari salat wajib dan salat sunah, setelah ruku pelaku salat harus melakukan sujud dua kali.

2. Sujud ialah menempelkan dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung kedua ibu jari kaki ke tanah.


Kewajiban-kewajiban dalam Sujud

1. Meletakkan tujuh anggota badan tadi di atas tanah.

2. Membaca zikir.

3. Menjaga badan dalam keadaan tenang ketika membaca zikir.

4. Bangun dari sujud dan duduk serta tetap tenang di antara dua sujud.

5. Ketika zikir tujuh anggota harus menempel ke tanah.

6. Tempat sujud harus sama rata (tinggi rendahnya harus sama).

7. Meletakkan dahi di atas sesuatu yang sah untuk dipakai sujud.

8. Tempat dahi bersujud harus suci.

9. Menjaga muwalat di antara dua sujud.

Perincian kewajiban-kewajiban sujud akan dipaparkan pada pelajaran yang akan datang.


Kesimpulan Pelajaran

1. Rukuk harus dilakukan setelah bacaan dari setiap rakaat salat.

2. Rukuk ialah menundukkan badan sebatas tangan dapat diletakkan di lutut.

3. Kewajiban dalam rukuk antara lain:

a. Menunduk sebatas yang telah tersebut di atas.

b. Membaca zikir dan badan tetap tenang ketika membacanya.

c. Berdiri dari rukuk dan tegak tenang.

4. Berdasarkan ihtiyath wajib, rukuk tidak boleh kurang dari pembacaan zikir "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله) sebanyak tiga kali, atau zikir "Subhana robbiyal 'adhimi wa bihamdih" (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ) sebanyak satu kali.

5. Zikir rukuk harus dibaca ketika badan telah tenang, dan tidak boleh dibaca ketika sedang bergerak untuk rukuk atau sedang bergerak untuk bangun dari rukuk.

6. Seseorang yang tidak mampu berdiri harus melakukan rukuk dengan duduk. Jika duduk pun tidak mampu, dia harus melakukan rukuk dengan isyarat kepala.

7. Setelah rukuk, pelaku salat harus bersujud dua kali.

8. Ketika bersujud, tujuh anggota; dahi, kedua telapak tangan, ujung lutut, kedua ujung ibu jari kaki, harus diletakkan di tanah.


Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara rukuk dan zikir rukuk?

2. Berapa batas waktu untuk rukuk?

3. Apakah wajib berdiri setelah rukuk?

4. Apakah definisi sujud? Sujud termasuk dari macam apakah di antara kewajiban-kewajiban salat?

5. Jelaskan empat hal dari kewajiban-kewajiban sujud!


Pelajaran 19: Kewajiban-kewajiban Sujud


Zikir

Dalam sujud, membaca zikir apa saja sudah cukup. Akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajibnya,* hendaknya membaca zikir "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله) sebanyak tiga kali, atau zikir "Subhana Robbiyal A'la wa bihamdih" (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْاَعْلَي وَ بِحَمْدِهِ) sebanyak satu sekali dan tidak boleh kurang dari itu.


Ketenangan (Tuma'ninah)

1. Ketika sujud sebatas pembacaan zikir wajib, badan harus tenang.

2. Jika sebelum dahi sampai ke tanah dan belum tenang lalu sengaja membaca zikir, maka salatnya batal.** Akan tetapi, jika itu dilakukan karena lupa, maka zikirnya harus diulangi ketika sudah tenang.


Bangun dari Sujud

1. Seusai zikir sujud pertama, hendaknya bangun untuk duduk sampai badan tenang kemudian bersujud lagi.

2. Jika zikir sujud belum selesai lalu sengaja bangun dari sujud, maka salatnya batal.


Keberadaan Tujuh Anggota Sujud di atas Tanah

1. Jika saat membaca zikir sujud sengaja mengangkat salah satu anggota sujud dari tanah, maka salatnya batal.*** Akan tetapi, jika tidak sedang membaca zikir sujud, tidaklah apa-apa pelaku salat mengangkat salah satu anggota sujud selain dahi dan kemudian dia meletakkan kembali ke tempatnya.

2. Jika jari-jari kaki yang lain menyentuh ke tanah juga tidak apa-apa.


Kesetaraan Tempat Sujud

1. Tempat sujud dahi pelaku salat tidak boleh lebih rendah juga tidak boleh lebih tinggi dari empat jari rapat dari tempat sujud kedua lutut.

2. berdasarkan ihtiyath wajib,* tempat sujud dahi pelaku salat tidak boleh lebih rendah juga tidak boleh lebih tinggi dari empat jari rapat dari tempat sujud jari-jari kaki.


Meletakkan Dahi di atas Sesuatu yang Sah Dipakai Sujud:

1. Dalam sujud, dahi harus diletakkan di atas tanah atau sesuatu yang tumbuh dari tanah akan tetapi bukan berupa bahan makanan dan pakaian (manusia, -peny.).

2. Beberapa contoh dari sesuatu yang sah untuk dipakai sujud:

a. Tanah.

b. Batu.

c. Batu bata atau genting.**

d. Kapur.

e. Kayu.

f. Rumput.


Hukum-hukum Sujud

1. Tidak sah bersujud di atas barang-barang tambang seperti; emas, perak, batu aqiq, dan batu zamrud.

2. Haram bersujud kepada selain Allah swt.

3. Sah bersujud di atas sesuatu yang tumbuh dari tanah dan berupa bahan pangan hewan, seperti rumput dan jerami.

4. Sah bersujud di atas kertas, walaupun terbuat dari kapas dan semacamnya.*

5. Yang paling utama untuk dipakai sujud adalah turbah** (tanah) Imam Husein a.s. kemudian selainnya yang urutannya sebagai berikut:

a. Tanah.

b. Batu.

c. Tumbuh-tumbuhan.

6. Jika pada sujud pertama, turbah menempel di dahi sampai bangun kemudian sujud lagi dengan tanpa melepasnya, maka salatnya batal.


Tugas Orang yang tidak Bisa Sujud secara Normal:

1. Seseorang yang tidak mampu meletakkan dahinya ke atas tanah harus merundukkan diri semampunya dan menaruh turbah (misalnya) di atas sesuatu yang tinggi seperti bantal kemudian bersujud, akan tetapi kedua telapak tangan dan kedua ujung lutut dan jari-jari kaki harus diletakkan di atas tanah seperti biasa.

2. Jika tidak mampu merunduk, dia harus duduk dan bersujud dengan isyarat kepala, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, dia hendaknya mengangkat turbah dan menempelkan dahi di atasnya.


Sunah-sunah dalam Sujud

1. Membaca takbir (اَللهُ اَكْبَرْ) pada hal-hal di bawah ini

a. Setelah ruku dan sebelum bergerak untuk sujud pertama.

b. Setelah sujud pertama, tepatnya ketika duduk dan badan sudah tenang.

c. Sebelum sujud kedua, ketika duduk dan badan dalam keadaan tenang.

d. Setelah sujud kedua.

2. Memperpanjang sujud.

3. Membaca "Astaghfirullaha wa atuhu ilaih" (َاسْتَغْفِرُ اللهَ رَبِّي وَ اَتُوْبُ اِلَيْهِ) setelah sujud pertama dan badan telah duduk dengan tenang.

4. Membaca salawat dalam setiap sujud.


Kesimpulan Pelajaran

1. Berdasarkan ihtiyath wajib, zikir rukuk tidak boleh kurang dari sekali membaca "Subhana robbiyal 'adhimi wa bihamdih" (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ) atau tiga kali membaca "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله).

2. Seluruh zikir sujud harus dibaca ketika badan dalam keadaan tenang.

3. Dalam sujud, tujuh anggota badan berikut ini harus berada di atas tanah: dahi, dua telapak tangan, dua lutut, ujung jempol kaki.

4. Tempat sujud harus rata; tidak boleh lebih rendah dan lebih tinggi dari empat jari rapat.

5. Sah bersujud di atas kayu, tanah, batu, batu bata yang masih baku dan batu bata yang sudah dimasak adalah sah.

6. Tidak sah bersujud di atas sesuatu yang tumbuh dari tanah yang menjadi bahan makanan dan pakaian manusia.

7. Yang lebih utama dari segalanya untuk dipakai sujud adalah turbah Karbala.


Pertanyaan:

1. Berikan definisi sujud! Sujud bagian dari macam apa di antara kewajiban-kewajiban salat?

2. Jelaskan ukuran zikir wajib dalam sujud!

3. Apa yang dimaksud dengan muwalat di antara dua sujud? Jelaskan!

4. Apa hukum bersujud di atas kayu, kulit kenari, kulit apel dan kulit jeruk?

5. Apa hukum bersujud di atas kertas dan bungkus korek api?

6. Jika seseorang tidak bisa bersujud secara normal, apa yang harus dia lakukan untuk kewajiban sujudnya?


Pelajaran 20: Hukum Kewajiban-kewajiban Salat

Sujud Wajib Al-Quran

1. Di dalam Al-Quran, terdapat ayat sujud yang termuat dalam empat surat. Yakni, jika seseorang membaca ayat tersebut atau mendengarkan orang lain membacanya, maka seusai bacaan ayat tersebut dia harus segera bersujud.

2. Surat-surat yang memuat ayat sujud antara lain:

a. Surat ke-32: Al-Sajadah.

b. Surat ke-41: Fussilat.

c. Surat ke-53: Al-Najm.

d. Surat ke-96: Al-'Alaq.

3. Jika lupa bersujud, setiap kali ingat dia harus segera bersujud.

4. Jika mendengar ayat sujud dari rekaman kaset, dia tidak wajib bersujud. *

5. Jika ayat sujud diperdengarkan secara langsung melalui speaker, radio atau televisi-yakni ada orang yang membacanya pada saat itu dengan perantara alat-alat tersebut dan bukan dari (rekaman) kaset-maka pendengarnya wajib bersujud.

6. Ketika bersujud untuk ayat sujud, dia harus meletakkan dahi di atas sesuatu yang sah untuk dipakai sujud, akan tetapi tidak harus memenuhi syarat-syarat yang lain dari sujud. **

7. Tidak wajib membaca zikir pada sujud ini, tetapi sunah.


Tasyahud

Pada rakaat kedua dan rakaat terakhir dari salat-salat wajib, setelah sujud yang kedua pelaku salat harus duduk dan-ketika badan telah tenang-harus membaca tasyahud sebagai berikut:

Asyhadu alla ilaha illallahu wahdahu la syarikalah,wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rosuluh, Allahumma sholli 'ala Muhammmadin wa ali Muhammad

اَشْهَدُ اَنْ لا اِلهَ اِلاّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ


Salam

1. Pada rakaat terakhir dari setiap salat, setelah tasyahud hendaknya pelaku salat membaca salam, dan dengan salam tadi selesailah salatnya.

2. Batas wajibnya salam adalah salah satu dari kedua bacaan di bawah ini:

a. Assalamu 'alaina wa 'ala 'ibadillahish sholihin

 اَلسَّلامُ عَلَيْنَا وَ عَلَي عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ*

b. Assalamu 'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh

 اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

3. Sebelum membaca dua salam tadi, sunah membaca salam berikut ini:

اَلسَّلامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ




Artinya, sunah membaca ketiga salam di atas ini dengan urutan sebagaimana di bawah ini:

اَلسَّلامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

اَلسَّلامُ عَلَيْنَا وَ عَلَي عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ

اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ


Tertib

Salat harus dikerjakan sesuai dengan tata urut dan ketertiban sebagai berikut; pertama-tama takbirotul ihrom, lalu bacaan, lalu rukuk, lalu sujud, lalu membaca tasyahud pada rakaat kedua setelah sujud, dan membaca salam pada rakaat terakhir setelah tasyahud.


Muwalat

1. Muwalat adalah berturut-turutnya semua pekerjaan salat, dan tidak ada selisih waktu di antara pekerjaan-pekerjaan tersebut.

2. Jika di antara pekerjaan-pekerjaan salat terdapat selisih sehingga tidak dapat lagi dikatakan bahwa itu adalah salat, maka salatnya batal.

3. Memperlama rukuk dan sujud dan membaca surat-surat yang panjang tidaklah merusak muwalat salat.


Qunut

1. Pada rakaat kedua, setelah membaca Al-Fatihah dan surat dan sebelum rukuk, disunahkan membaca qunut, yaitu mengangkat tangan sejajar dengan wajah sambil membaca doa atau zikir.

2. Dalam qunut, boleh membaca zikir apa saja walaupun zikir "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله) sekali saja. Bisa juga membaca doa berikut ini:

رَبَّنَا اَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاَخِرَةِ حَسَتَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّار


Ta'qib Salat

Ta'qib dalam kaitannya dengan salat yaitu membaca zikir dan doa seusai salat.

1. Ketika berzikir dan berdoa, sebaiknya menghadap kiblat.

2. Ta'qib tidak harus berbahasa Arab, akan tetapi apa saja yang dianjurkan dalam kitab-kitab doa sebaiknya dibaca.

3. Sunah membaca tasbih Zahra a.s. Yakni, "Allahu akbar" (اَللهُ اَكْبَر) 34 kali, "Alhamdu lillah" (اَلْحَمْدُ لله) 33 kali dan "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله ) 33 kali.


Kesimpulan Pelajaran

1. Surat-surat seperti Al-Sajadah, Fussilat, Al-Najm, Al-'Alaq memuat ayat sujud yang apabila seseorang membaca atau mendengarnya, dia wajib bersujud.

2. Tidak wajib bersujud jika mendengar ayat sujud dari rekaman. Akan tetapi, jika bacaan ayat tersebut disiarkan secara langsung melalui speaker, radio atau televisi (dan bukan rekaman), maka wajib bersujud.

3. Wajib membaca tasyahud pada rakaat kedua dan rakaat terakhir.

4. Salam adalah penutup salat dan dibaca pada rakaat terakhir setelah pembacaan tasyahud.

5. Wajib menjaga urutan di antara pekerjaan-pekerjaan dalam salat.

6. Tertib dan berurutannya pekerjaan-pekerjaan salat adalah berikut ini: takbirotul ihrom - bacaan - ruku - sujud - membaca tasyahud pada rakaat kedua setelah sujud kedua - membaca salam pada rakaat terakhir setelah tasyahud.

7. Pekerjaan-pekerjaan salat harus dilakukan secara berturut-turut. Maka, jika di antara pekerjaan-pekerjaan tersebut terdapat selisih waktu yang lama, maka salat tersebut batal.


Pertanyaan:

1. Sambil merujuk ke Al-Quran, tulislah ayat-ayat yang menyebabkan sujud wajib!

2. Jelaskan letak urutan tasyahud dalam salat!

3. Jelaskan hal-hal yang wajib dan hal-hal yang sunah dalam salat!

4. Jelaskan perbedaan antara tertib dan muwalat!

5. Tulislah doa dalam qunut selain yang disebutkan dalam pelajaran!


Pelajaran 21: Hal-hal Yang Membatalkan Salat

Dengan membaca takbirotul ihrom, pelaku salat membaca telah memulai salatnya, dan sampai akhir salat ada beberapa hal yang diharamkan untuknya; yang jika dia melakukan salah satu dari mereka, salatnya batal. Hal-hal yang membatalkan salat antara lain:

1. Makan dan minum.

2. Berbicara.

3. Tertawa.

4. Menangis.

5. Menyimpang dari kiblat.

6. Mengurangi atau menambahi rukun salat.

7. Merusak cara salat.


Hukum Hal-hal yang Membatalkan Salat:

Berbicara

1. Jika pelaku salat sengaja mengucapkan sebuah kata* yang dengannya ingin menyampaikan suatu makna, maka salatnya batal.

2. Jika dia sengaja mengucapkan kata yang tersusun dari dua huruf atau lebih, sekalipun dengannya dia tidak ingin menyampaikan suatu makna, berdasarkan ihtiyath wajib dia harus (menyelesaikan salatnya lalu) mengulang dari awal. **

3. Selama dalam keadaan salat, dia tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain. Akan tetapi, jika seseorang mengucapkan salam kepadanya, dia (pelaku salat) wajib menjawabnya dan harus mendahulukan kata salamnya, misalnya; "assalamu alaika", atau "assalamu alaikum". Jadi, tidak boleh menjawab begini: "alaikum salam". *


Tertawa dan Menangis

1. Jika pelaku salat sengaja tertawa dengan suara, maka salatnya batal.

2. Senyum tidak membatalkan salat.

3. Jika dia sengaja menangis dengan suara karena urusan dunia, maka salatnya batal.

4. Menangis tanpa suara dan menangis karena takut Allah swt., atau menangis untuk urusan akhirat-sekalipun dengan suara-tidaklah membatalkan salat. **


Membelakangi Kiblat

1. Jika sengaja sedikit menyimpang dari kiblat sehingga tidak dapat lagi dikatakan bahwa dia masih menghadap kiblat, maka salatnya batal.

2. Jika lupa menolehkan wajah secara keseluruhan ke kanan atau ke kiri kiblat,*** berdasarkan ihtiyath wajib harus (menyelesaikan salat lalu) mengulangnya dari awal. Akan tetapi, jika wajah tidak sampai ke kanan atau ke kiri kiblat, salatnya sah.


Merusak Cara Salat.

1. Jika pelaku salat melakukan sesuatu di tengah-tengah salatnya sehingga merusak cara salat, misalnya; bertepuk tangan, melompat dan sebagainya, salatnya batal sekalipun karena lupa.

2. Jika dia diam di tengah-tengah salatnya sehingga tidak bisa dikatakan bahwa dia sedang salat, maka salatnya batal.

3. Membatalkan salat wajib adalah haram, kecuali dalam keadaan terpaksa seperti di bawah ini:

a. Menjaga jiwa

b. Menjaga hak milik

c. Menghindari kerugian jiwa dan harta.

4. Membatalkan salat untuk membayar hutang boleh-boleh saja dengan syarat:

a. Orang yang menghutangi menagih haknya.

b. Waktu salat tidak sempit, yakni setelah membayar hutang dia bisa mengerjakan salat tersebut pada waktunya.

a. Di tengah-tengah salat tidak bisa membayar hutang.

5. Membatalkan salat demi harta yang tidak penting hukumnya makruh.


Hal-hal yang Makruh dalam Salat

1. Melirik kesana kemari.

2. Bermain dengan jari-jari dan kedua tangan.

3. Diam untuk mendengarkan pembicaraan orang lain ketika membaca Al-Fatihah, atau surat, atau zikir.

4. Segala pekerjaan yang merusak kekhusyukan dan ketundukkan dalam salat.

5. Menolehkan wajah sedikit ke kanan atau ke kiri, (karena bila berlebihan dapat membatalkan salat).


Kesimpulan Pelajaran

1. Pekerjaan-pekerjaan di bawah ini membatalkan salat:

a. Makan dan minum.

b. Berbicara.

c. Tertawa.

d. Menangis.

e. Membelakangi kiblat.

f. Mengurangi atau menambahi rukun-rukun salat.

g. Merusak cara salat.

2. Berbicara dalam salat, sekalipun satu kata yang terdiri dari dua huruf, membatalkan salat.

3. Tertawa bersuara membatalkan salat.

4. Menangis dengan suara dan menangis karena urusan dunia membatalkan salat.

5. Jika pelaku salat menolehkan seluruh wajahnya ke kanan atau ke kiri kiblat atau menyimpang dari arah kiblat, maka salatnya batal.

6. Jika pelaku salat melakukan sesuatu sehingga merusak cara salat, maka salatnya batal.

7. Boleh membatalkan salat untuk menjaga jiwa dan harta, atau untuk membayar utang kepada seseorang dengan syarat orang tersebut menagih hak miliknya dan waktu salat masih luang, atau dalam salat tidak bisa membayar hutang.


Pertanyaan:

1. Pekerjaan apa saja yang bisa membatalkan alat?

2. Apa yang harus dilakukan oleh pelaku salat jika seseorang mengucapkan salam kepadanya?

3. Tawa dan tangis bagaimana yang bisa membatalkan salat?

4. Jika pelaku salat tahu bahwa anak kecil mendekati pemanas ruangan sehingga boleh jadi badannya akan terbakar, apakah dia bisa membatalkan salatnya?

5. Seorang musafir tahu di tengah-tengah salatnya kalau kereta api siap bergerak, apakah boleh membatalkan salatnya supaya tidak tertinggal kereta?


Pelajaran 22: Terjemahan Azan, Iqomah dan Salat*

Azan

Allah Maha Besar اَللهُ اَكْبَرْ

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ

Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Aku bersaksi bahwa Ali Amirul mukminin adalah wali Allah اَشْهَدُ اَنَّ عّلِيًا اَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَلِيُ اللهِ

Marilah kita mengerjakan salat حَيَّ عَلَي الصَّلَاةِ

Marilah kita menuju kemenangan حَيَّ عَلَي الْفَلَاحِ

Marilah kita menuju sebaik-baiknya amal حَيَّ عَلَي خَيْرِ الْعَمَلِ

Salat akan ditegakkan قَدْ قَامَتِ الصَّلَوتِ

Allah Maha Besar اَللهُ اَكْبَرْ

Tidak ada tuhan selain Allah لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ


Terjemahan Salat

Takbirotul ihrom:

Allah maha besar. اَللهُ اَكْبَر

Surat Al-Fatihah:

Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ *

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ *

Yang maha pemurah lagi maha penyayang اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ *

Penguasa hari pembalasan مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ *

Hanya kepadamulah kami menyembah dan hanya kepadamu pula kami memohon pertolongan اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ *

Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمِ *

Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ *

Bukan jalan orang-orang yang Engkau marah terhadap mereka dan bukan jalan orang-orang yang sesat. غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لَا الضَّالِّيْنَ *


Surat Al-Ikhlas:

Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ *

Katakanlah Dialah Allah yang Maha Esa قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدْ *

Allah yang tidak membutuhkan اَللهُ الصَّمَدُ *

Yang tidak memiliki anak juga tidak dilahirkan لَمْ يَلِدُ وَ لَمْ يُوْلَدُ *

Dan tidak ada seorang pun yang menyerupainya وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا اَحَدْ *


Zikir rukuk:

Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ


Zikir sujud:

Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya سُبْحَانَ رَبِّيَ الْاَعْلَي وَ بِحَمْدِهِ


Empat tasbih:

Maha Suci Allah. Segala puji bagi Allah. Tidak ada tuhan selain Allah. Dan Allah Maha Besar. سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ لا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ


Tasyahud:

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya اَشْهَدُ اَنْ لا اِلهَ اِلاّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ

Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ

Ya Allah! Sampaikanlah salam atas Muhammad dan keluarga Muhammad saw. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ


Salam:

Salam dan rahmat serta berkah Allah untukmu wahai Nabi اَلسَّلامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

Salam untuk kami (para pelaku salat) dan untuk hamba-hamba Allah yang saleh اَلسَّلامُ عَلَيْنَا وَ عَلَي عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ

Salam dan rahmat serta berkah Allah untuk kalian اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ


Pertanyaan:

1. Terjemahkan kalimat yang ada pada iqomah namun tidak ada pada azan!

2. Terjemahkan empat tasbih!

3. Pilih dan terjemahkan surat yang pendek dari Al-Quran yang tidak tersebut dalam pelajaran!

4. Apa terjemahan kalimat yang paling awal dan paling akhir dalam salat?

5. Ada berapa jumlah kalimat yang ada dalam salat (selain azan dan iqomah) dengan menghapus kalimat yang terulang-ulang?


Pelajaran 23 & 24: Keraguan-keraguan dalam Salat

Kadang-kadang pelaku salat, ketika mengerjakan suatu bagian dari salatnya, mengalami keraguan, misalnya; dia tidak tahu apakah sudah membaca tasyahud atau belum, atau tidak tahu apakah sudah sujud sekali atau sudah dua kali. Dan boleh jadi dia ragu tentang jumlah rakaat yang dikerjakannya, misalnya; dia tidak tahu apakah sekarang sedang dalam rakaat ketiga atau keempat.

Sekaitan dengan keraguan dalam salat, ada hukum-hukumnya secara khusus. Hanya saja, menjelaskan semua masalah-masalahnya dalam buku ini tidak mungkin, namun kami akan menjelaskan macam-macam keraguan dan hukumnya masing-masing secara ringkas.


Macam-macam Keraguan dalam Salat

1. Keraguan dalam bagian-bagian salat:

a. Jika pelaku salat ragu tentang mengerjakan bagian dari salat, yakni tidak tahu apakah sudah mengerjakan bagian tersebut ataukah belum, maka jika belum memulai bagian selanjutnya-artinya, belum keluar dari bagian tersebut-maka dia harus mengerjakan bagian tersebut. Akan tetapi, jika keraguannya terjadi setelah memasuki bagian selanjutnya-yakni sudah keluar dari bagian tersebut-maka dia tidak perlu memperdulikan keraguan semacam ini dan lanjutkan salat dan salatnya sah.

b. Jika dia ragu tentang sahnya bagian dari salat, yakni tidak tahu apakah bagian tertentu darinya sudah dikerjakannya secara sah ataukah tidak, maka dalam kondisi ini dia tidak perlu memperhatikan keraguan tersebut, yakni anggap saja bagian tertentu itu telah dikerjakannya secara sah lalu lanjutkanlah salat dan salatnya sah.

2. Keraguan dalam rakaat salat:*

- Keraguan yang membatalkan salat:

a. Jika terjadi keraguan tentang rakaat dalam salat yang dua rakaat seperti salat Subuh atau pada salat Maghrib, maka salatnya batal.

b. Ragu antara satu rakaat atau lebih, yakni apakah sudah mengerjakan satu rakaat atau lebih, maka salatnya batal.

c. Jika dalam salat tidak tahu; berapa rakaatkah yang sudah dikerjakannya, maka salatnya batal.

- Keraguan yang tidak perlu diperhatikan:

a. Dalam salat sunah.

b. Dalam salat jamaah.

c. Setelah mengucapkan salam; jika seusai salat terjadi keraguan tentang rakaat atau tentang bagian lain salat, maka tidak perlu mengulangi salatnya.

d. Setelah habis waktu salat; jika waktu salat sudah habis lalu ragu; apakah sudah mengerjakan salat atau belum, maka tidak perlu mengerjakan salat.

- Keraguan pada salat jenis empat rakaat (lihat tabel di bawah ini!):

1. Ragu antara Rakaat 2 atau 3, jika saat berdiri: batal, jika saat rukuk: batal, jika usai rukuk: batal, jika saat sujud: batal, jika usai sujud (duduk): sah. Kewajiban pelaku salat: anggap saja tiga rakaat. Setelah itu tambahkan satu rakaat. Seusai salam lakukan salat ihtiyath satu rakaat sambil berdiri atau dua rakaat sambil duduk.

2. Ragu antara 2 atau 4, jika saat berdiri: batal, jika saat rukuk: batal, jika usai rukuk: batal, jika saat sujud: batal, jika usai sujud (duduk): sah. Kewajiban pelaku salat: anggap saja empat rakaat dan selesaikan salat. Seusai salam, lakukan salat ihtiyath dua rakaat sambil berdiri.

3. Ragu antara 3 atau 4, jika saat berdiri: sah, jika saat rukuk: sah, jika usai rukuk: sah, jika saat sujud: sah, jika usai sujud (duduk): sah. Kewajiban pelaku salat: anggap saja empat rakaat. dan selesaikan salat. Seusai salam, lakukan salat ihtiyath satu rakaat sambil berdiri atau dua rakaat sambil duduk.

4. Ragu antara 4 atau 5, jika saat berdiri: sah, jika saat rukuk: batal, jika usai rukuk: batal, jika saat sujud: batal, jika usai sujud (duduk): sah. Kewajiban pelaku salat: 1. Sedang berdiri, tanpa rukuk langsung duduk dan selesaikan salat. Seusai salam, lakukan salat ihtiyath satu rakaat sambil berdiri atau dua rakaat sambil duduk. 2. Sedang duduk, anggap saja rakaat keempat dan selesaikan salatnya. Seusai salam, lakukan dua sujud sahwi.


Catatan:

1. maksud dari bagian salat yaitu semua bacaan yang dibaca atau semua pekerjaan yang dikerjakan dalam salat.

2. Jika pelaku salat ragu; apakah dia telah mengerjakan bagian tertentu dari salat atau belum, misalnya dia ragu apakah sudah melakukan sujud yang kedua ataukah belum, maka selama belum masuk ke bagian selanjutnya dia harus melakukan bagian tersebut (sujud yang kedua). Akan tetapi, jika sudah memasuki bagian selanjutnya, dia tidak perlu memperhatikan keraguannya. Dengan demikian, jika dia dalam kondisi duduk, misalnya, dan belum memulai bacaan tasyahud lalu ragu; apakah sudah melakukan satu sujud atau dua sujud, maka dia harus bersujud sekali lagi. Akan tetapi jika dia ragu dalam kondisi sedang membaca tasyahud atau setelah berdiri, maka tidak perlu bersujud dan lanjutkanlah salatnya dan hukum salatnya sah.

3. Jika setelah mengerjakan salah satu bagian salat, misalnya setelah membaca Al-Fatihah atau satu ayat dari Al-Fatihah dia ragu apakah; dia mengerjakannya dengan benar atau tidak, maka dia tidak usah memperhatikan keraguannya, tidak perlu juga mengulanginya, dan lanjutkanlah salat dan hukumnya sah.

4. maksud dari keraguan tentang rakaat yaitu keraguan seseorang di tengah-tengah salatnya tentang jumlah rakaat yang sudah dikerjakannya, misalnya ketika sedang membaca empat tasbih yang empat, dia tidak tahu apakah sedang mengerjakan rakaat ketiga atau keempat?

5. Jika dia ragu tentang jumlah rakaat dalam salat sunah, maka anggap saja sebagai rakaat kedua, karena jumlah rakaat seluruh salat sunah hanya dua (kecuali salat witir). Jadi, apabila terjadi keraguan antara satu atau dua rakaat atau lebih, maka anggap saja dua rakaat dan salatnya sah.

6. Dalam salat berjamaah, jika imam ragu namun makmum tidak ragu, maka ingatkanlah imam dengan ucapan Allah Akbar, dan imam tidak perlu memperhatikan keraguannya. Begitu pula, jika makmum ragu namun imam tidak ragu, maka makmum harus melakukan apa yang dilakukan oleh imam dan salatnya sah.

7. Jika salah satu dari keraguan yang membatalkan salat itu terjadi, maka hendaknya berusaha berpikir dan mengingat-ingat. Dan, jika masih juga tidak ingat dan tetap ragu, maka batalkanlah salat dan ulangi dari awal.


Salat Ihtiyath

1. Jika pelaku salat mengalami hal-hal yang mewajibkan salat ihtiyath seperti; ragu antara rakaat 3 atau 4, maka seusai mengucapkan salam-dengan tidak sampai merusak bentuk salat atau melakukan hal-hal yang membatalkan salat-hendaknya berdiri kemudian ber-takbirotul ihrom untuk mengerjakan salat ihtiyath tanpa azan dan iqomah.

- Perbedaan salat ihtiyath dengan salat lainnya:

a. Di dalamnya, niat tidak boleh diucapkan dengan kata-kata.

b. Dalamnya, tidak ada qunut dan surat selain Al-Fatihah, sekalipun salat ithtiyath itu dua rakaat.

c. Al-Fatihah harus dibaca pelan-pelan (berdasarkan ihtiyath wajib)*

2. Jika salat ihtiyath itu hanya satu rakaat, maka setelah sujud dua kali harus bertasyahud kemudian mengucapkan salam. Jika salat ihtiyath itu dua rakaat, maka pada rakaat pertama tidak boleh bertasyahud dan membaca salam, akan tetapi lanjutkan dengan mengerjakan rakaat kedua (tanpa takbirotul ihrom) dan di akhirnya bacalah tasyahud dan salam.


Sujud Sahwi

1. Sekaitan dengan hal-hal yang mewajibkan sujud sahwi, misalnya jika dalam kondisi duduk, pelaku salat ragu antara rakaat 4 atau 5, maka setelah membaca salam dia harus bersujud dan membaca:

بِسْمِ اللهِ وَ بِاللهِ اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَي مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ


Dan lebih utama bila membaca:

بِسْمِ اللهِ وَ بِاللهِ اَلسَّلامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ*

Setelah itu, duduk lalu bersujud untuk kedua kali dengan membaca bacaan di atas, kemudian duduk lagi dan membaca tasyahud lalu salam.

2. Dalam sujud sahwi, tidak ada takbirotul ihrom.


Kesimpulan Pelajaran

1. Jika pelaku salat ragu tentang pelaksanaan bagian salat sementara dia belum masuk ke bagian berikutnya, dia harus mengerjakan bagian yang diragukannya itu.

2. Jika dia ragu tentang bagian salat yang sudah dia lewati, maka tidak perlu memperhatikan keraguan ini.

3. Jika dia ragu tentang sah atau tidaknya bagian dari salat, maka tidak perlu memperhatikan keraguan ini.

4. Jika dia ragu tentang jumlah rakaat dalam salat dua rakaat atau tiga rakaat (seperti salat Subuh dan salat Maghrib), maka salatnya batal.

5. Pada masalah-masalah di bawah ini tidak usah memperhatikan keraguan:

" Pada salat sunah.

" Pada salat jamaah.

" Setelah membaca salam.

" Setelah habisnya waktu salat.

6. Sekaitan dengan keraguan tentang jumlah rakaat salat yang tidak sampai membatalkan salat, jika sisi yang lebih banyaknya tidak lebih dari empat, maka tetapkan saja jumlah rakaat pada yang lebih banyak. Misalnya, ragu antara 3 atau 4, maka tetapkan saja 4.

7. Kegunaan salat ihtiyath ialah untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi pada salat. Oleh karena itu, pada keraguan antara rakaat 3 atau 4, salat ihtiyath satu rakaat harus dikerjakan. Juga pada keraguan antara rakaat 2 atau 4, salat ihtiyath dua rakaat harus dikerjakan.

8. Perbedaan antara salat ihtiyath dengan salat yang lainnya adalah:

" Di dalamnya, niat tidak boleh diucapkan dengan kata-kata.

" Di dalamnya, tidak ada surat (selain Al-Fatihah) ataupun qunut.

" Surat Al-Fatihah harus dibaca secara pelan.

9. Sujud sahwi harus dilakukan segera setelah usai salat. Sujud ini terdiri dari dua sujud tanpa takbirotul ihrom.


Pertanyaan:

1. Jika dalam keadaan membaca empat tasbih ragu; apakah sudah bertasyahud ataukah belum, apa yang harus dilakukan?

2. Berikan 4 contoh untuk keraguan pada bagian-bagian salat!

3. Jika terjadi keraguan tentang jumlah rakaat dalam salat Subuh atau salat Maghrib, apa yang harus dilakukan?

4. Jika terjadi keraguan tentang jumlah rakaat dalam salat empat rakaat (seperti; salat Isya) pada saat rukuk, yakni ragu dalam keadaan rukuk; apakah sekarang ini rakaat ketiga atau keempat, maka apa yang harus dilakukan?

5. Apa yang harus dilakukan oleh orang yang pada jam empat sore ragu; apakah sudah mengerjakan salat Zuhur dan Asar apakah belum?

6. Apa tugas pelaku salat jika setelah membaca takbirotul ihrom ragu; apakah sudah benar membacanya ataukah tidak?

7. Apa tugas pelaku salat yang dalam keadaan berdiri ragu; apakah ini rakaat 4 atau 5?

8. Apakah kamu tahu, kenapa Al-Fatihah dalam salat ihtiyath harus dibaca pelan?

9. Apakah selama ini kamu pernah mengalami keraguan dalam salat? Jika demikian, jelaskan apa yang kamu lakukan ketika itu!

10. Jelaskan cara melakukan sujud sahwi!


Pelajaran 25: Salat Musafir

Bagi orang musafir (yang sedang dalam perjalanan), salat-salat empat rakaatnya harus dikerjakan menjadi dua rakaat dengan syarat; jarak perjalanannya tidak kurang dari 8 farsakh, yaitu kira-kira 45 km (pulang-pergi, -peny.).


Beberapa masalah

1. Jika dari suatu tempat seperti tempat tinggal-yang salat di dalamnya yang harus dikerjakan secara sempurna* (4 rakaat)-seorang musafir pergi ke tempat tujuan dengan menempuh jarak sekurang-kurangnya 4 farsakh dan kembali lagi dengan juga menempuh jarak yang sama (4 farsakh), maka salatnya dalam bepergian ini harus dilakukan secara qoshor, yakni meringkas salat-salat empat rakaatnya menjadi dua rakaat saja.

2. Seorang musafir sudah bisa meng-qoshor (meringkas) salatnya jika perjalanannya telah sampai batas dimana dia tidak bisa melihat** lagi dinding-dinding kota tempat tinggalnya dan tidak mendengar*** lagi suara azannya. jika ingin mengerjakan salat sebelum batas ini, maka dia harus mengerjakannya secara sempurna.

3. Jika dia bepergian dari suatu daerah yang di situ tidak ada rumah, pagar atau dinding,**** maka ketika sampai di sebuah tempat yang-sekiranya ada dinding di daerah itu, darinya dinding ini sudah tidak tampak, dia harus mengerjakan salatnya secara qoshor.

4. Jika dia pergi ke suatu tempat yang memiliki dua jalan; jarak jalan pertama kurang dari 45 km, sedangkan jarak jalan kedua 45 km atau bahkan lebih, maka dia harus meng-qoshor salatnya jika dia pergi dan menempuh jalan yang kedua, dan harus menyempurnakan salatnya jika menempuh jalan pertama.

Pada hal-hal berikut ini, salat dalam bepergian tetap sempurna:

1. Sebelum mencapai 45 km, seorang musafir melewati kota tempat tinggalnya, atau dia ingin tinggal di suatu tempat selama 10 hari.

2. Sejak awal, dia tidak berniat bepergian sejauh jarak 45 km namun ternyata dia telah menempuh jarak tersebut, seperti orang yang mencari sesuatu yang hilang.

3. Mengurungkan niat di tengah perjalanan. Yakni, sebelum mencapai jarak 4 farsakh (22,5 km) dia membatalkan kepergiannya.

4. Orang yang pekerjaannya adalah bepergian, seperti masinis, sopir bus antarkota, pilot dan nakhoda kapal.

5. Orang yang hukum bepergiannya adalah haram, seperti bepergian yang dapat mengganggu orang tua.

Di tempat-tempat di bawah ini salat harus dikerjakan secara sempurna:

1. Di tempat tinggal.

2. Di tempat yang dia tahu atau berniat mau tinggal selama 10 hari.

3. Di tempat yang setelah 30 hari dia dalam keadaan ragu untuk tinggal, yakni tidak menentu; mau tinggal atau mau pergi. Bila sampai 30 hari dia tinggal di sana dalam kondisi seperti ini dan tidak pergi ke tempat lain, maka setelah 30 hari dia harus salat secara sempurna.


Apa yang dimaksud dengan wathon (tempat tinggal)?

1. Negeri adalah tempat yang dipilih oleh seseorang sebagai tempat tinggal dan tempat hidup. Baik dia lahir di sana di mana tempat itu adalah negeri orang tuanya atau dia sendiri memilih tempat tersebut sebagai tempat hidupnya.

2. Selama seseorang tidak berniat untuk tinggal selamanya di selain negerinya yang asli maka tempat itu tidak terhitung sebagai negerinya. *

3. Jika berniat tinggal untuk waktu sebentar di satu tempat yang bukan negeri aslinya kemudian pergi ke tempat lain, maka tempat itu tidak terhitung sebagai negerinya, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang tinggal di satu kota untuk sekolah.

4. Jika seseorang tanpa berniat untuk tinggal selamanya di satu tempat tetapi dia begitu lama tinggal di tempat tersebut sehingga masyarakat menganggapnya bahwa dia adalah penduduk tempat itu, maka tempat itu dihukumi sebagai negerinya.

5. Jika dia pergi ke satu tempat yang sebelumnya adalah negerinya akan tetapi sekarang dia sudah tidak menjadikannya tempat itu sebagai negerinya, maka salatnya tidak boleh dikerjakan secara sempurna walaupun dia belum memilih negeri lain untuk dirinya.

6. Seorang musafir yang kembali ke negerinya, ketika dia melihat* pagar negerinya dan mendengar azan maka salatnya harus dikerjakan secara sempurna.


Niat sepuluh hari

1. Seorang musafir yang berniat tinggal di satu tempat selama 10 hari, jika dia tinggal di sana lebih dari 10 hari selama belum bepergian ke tempat lain maka salatnya harus dikerjakan secara sempurna dan tidak perlu niat lagi untuk tinggal selama 10 hari.

2. Jika seorang musafir membatalkan niatnya yang 10 hari:

a. Jika sebelum mengerjakan salat jenis empat rakaat dia membatalkan niatnya, maka dia harus mengerjakan salatnya secara qasar.

b. Setelah mengerjakan satu salat jenis empat rakaat dia membatalkan niatnya, selama dia masih berada di tempat tersebut maka harus mengerjakan salatnya secara sempurna.

Musafir yang mengerjakan salatnya secara sempurna:

1. Jika tidak tahu, bahwa musafir harus mengerjakan salatnya secara qasar, salat yang sudah dikerjakannya adalah sah.

2. Dia mengetahui hukum bepergian tetapi tidak mengetahui sebagian darinya (sebagian dari perinciannya) atau tidak tahu kalau dirinya sebagai musafir, salat yang sudah dikerjakannya harus diulangi lagi. **

Bukan musafir tetapi mengerjakan salatnya secara qasar:

Seseorang harus mengerjakan salatnya secara sempurna, akan tetapi jika dia mengerjakannya secara qasar maka dalam kondisi bagaimanapun salatnya batal. *


Kesimpulan Pelajaran

1. Seseorang dalam bepergian harus mengerjakan salat jenis empat rakaatnya secara qasar (salat jenis empat rakaat harus di kerjakan dua rakaat) dengan syarat jarak pepergiannya tidak kurang dari 45 km.

2. Dalam bepergian seorang musafir bisa mengerjakan salatnya secara qasar jika sudah jauh sebatas dia tidak melihat lagi pagar daerah tempat tinggalnya dan tidak lagi mendengar azan tempat tersebut.

3. Jika bepergian dari satu tempat yang tidak memiliki pagar maka harus diandaikan, bahwa kalau tempat tersebut memiliki pagar maka pagar itu sudah tidak bisa dilihat lagi.

4. Pada beberapa hal di bawah ini salat harus dikerjakan secara sempurna:

a. Bepergian di mana sebelum 45 km musafir sudah sampai di daerah tempat tinggalnya.

b. Musafir tidak berniat bepergian yang jaraknya 45 km.

c. Pekerjaan musafir adalah bepergian.

d. Orang yang bepergiannya adalah haram.

5. Di daerah tempat tinggal dan tempat di mana musafir berniat tinggal selama sepuluh hari di sana, maka salatnya harus dikerjakan secara sempurna.

6. Daerah tempat tinggal adalah tempat yang dipilih oleh seseorang untuk tinggal dan hidup.

7. Selama manusia tidak berniat tinggal untuk selamanya di tempat yang bukan daerah tempat tinggalnya maka tempat itu tidak bisa dihitung sebagai daerah tempat tinggalnya.

8. Musafir yang kembali ke daerah tempat tinggalnya, ketika dia sampai di tempat di mana dia sudah melihat pagar daerah tersebut dan mendengar azannya maka salatnya harus dikerjakan secara sempurna.

9. Seorang musafir tidak tahu, bahwa salatnya musafir adalah qasar dan dia mengerjakan salatnya secara sempurna maka salatnya sah, akan tetapi jika dia tahu asli permasalahannya namun tidak tahu perinciannya maka jika dia mengerjakan salatnya secara sempurna maka salatnya harus diulangi lagi.

10. Seseorang, wajib baginya mengerjakan salat secara sempurna akan tetapi dia mengerjakannya secara qasar, dalam kondisi bagaimanapun salatnya batal.


Pertanyaan:

1. Salat sehari-hari jenis berapa rakaat yang harus dikurangi ketika bepergian.

2. Seseorang dari daerah tempat tinggalnya pergi menuju ke pedesaan bagian timur yang jaraknya 32 km dan kembali lagi ke daerah tempat tinggalnya kemudian pergi lagi menuju ke pedesaan bagian barat yang jaraknya dengan pedesaan pertama (bagian timur) adalah 50 km kemudian kembali lagi ke daerah tempat tinggalnya, jelaskan apakah salatnya harus sempurna atau qasar antara dua pedesaan dan pertengahan jalan?

3. Pegawai negeri atau TNI, karena pekerjaannya mereka tinggal di satu tempat selama bertahun-tahun, apakah tempat itu termasuk daerah tempat tinggalnya?

4. Jelaskan tolok ukur satu tempat untuk menjadi daerah tempat tinggal?

5. Seorang petani setiap hari pulang pergi ke sawahnya, jarak antara rumah dan sawah 3 farsakh, bagaimana hukum salatnya?

6. Seseorang dari satu desa pergi ke kota untuk bekerja, ketika kembali ke desanya dia harus mengerjakan salat secara sempurna atau qasar?

7. Seorang musafir lupa mengerjakan salatnya secara sempurna, salatnya sah atau tidak?


Pelajaran 26: Salat Qadha

Pada pelajaran 13 dijelaskan, bahwa salat qadha adalah salat yang dikerjakan setelah selesai waktunya. Seseorang harus mengerjakan seluruh salat wajib pada waktunya, jika tanpa uzur salatnya menjadi qadha maka dia terhitung sebagai pendosa dan harus bertaubat dan mengerjakan qadha salatnya.

1. Pada dua hal mengerjakan qadha salat adalah wajib:

a. Jika salat wajibnya tidak dikerjakan pada waktunya.

b. Setelah lewat waktunya dia paham, bahwa salatnya tadi batal.

2. Seseorang yang memiliki qadha salat, tidak boleh meremehkannya akan tetapi tidak wajib langsung mengerjakannya.

3. Macam-macam kondisi manusia sekaitan dengan salat qadha:

a. Dia tahu, bahwa tidak memiliki qadha salat: maka tidak ada kewajiban baginya.

b. Dia ragu, apakah punya qadha atau tidak: tidak ada kewajiban baginya.

c. Ada kemungkinan bahwa dia punya qadha salat: sunah untuk mengerjakan qadhanya.

d. Dia tahu, bahwa punya qadha salat akan tetapi tidak tahu berapa jumlahnya, misalnya tidak tahu apakah 4 atau 5: jika dia mengerjakan 4 (yang lebih sedikit) maka sudah cukup.

e. Jika dia tahu jumlahnya tetapi lupa: jika dia mengerjakan yang lebih sedikit maka cukup.

f. Dia mengetahui jumlahnya: maka dia harus mengerjakan qadhanya.

4. Qadha salat sehari-hari tidak harus* dikerjakan secara tertib, misalnya jika seseorang satu hari tidak salat asar dan hari berikutnya tidak salat zuhur, dia tidak harus pertama mengerjakan qadha asar terlebih dahulu kemudian mengerjakan qadha zuhur.

5. Salat qadha bisa dikerjakan secara berjamaah, baik salatnya imam jamaah jenis ada'an atau qadha, dan tidak harus keduanya (antara makmum dan imam) mengerjakan salat yang sama, misalnya jika makmum mengerjakan salat qadha subuh berjamaah dengan imam yang sedang mengerjakan salat zuhur atau asar, tidak ada masalah.

6. Jika seorang musafir yang wajib mengerjakan salatnya secara qasar, ternyata salat zuhur atau asar atau isyanya menjadi qadha, maka dia harus mengerjakan qadhanya secara qasar (dua rakaat) sekalipun dia ingin mengerjakan qadhanya ketika tidak sedang bepergian.

7. Dalam bepergian seorang musafir tidak boleh berpuasa sekalipun puasa qadha, akan tetapi bisa mengerjakan salat qadha.

8. Jika dalam bepergian ingin mengerjakan salat qadha selain bepergian, maka salat qadha zuhur, asar dan isya harus dikerjakan secara sempurna 4 rakaat.

9. Salat qadha bisa dikerjakan sewaktu-waktu yakni qadhanya salat subuh bisa dikerjakan pada siang hari atau malam hari.


Salat qadhanya ayah

1. Selama manusia masih hidup sekalipun dia tidak mampu mengerjakan salat, orang lain tidak boleh mengerjakan qadha salatnya.

2. Setelah meninggalnya ayah, anak laki-laki yang paling besar wajib mengerjakan qadha salat dan qadha puasa ayahnya. dan berdasarkan ihtiyath mustahab* anak laki-laki yang paling besar juga hendaknya mengerjakan qadha salat dan puasa ibunya yang sudah meninggal.

3. Macam-macam kondisi anak laki-laki paling besar sekaitan dengan salat qadha ayahnya:

a. Dia tahu, bahwa ayahnya punya qadha salat:

1. Dia tahu berapa jumlahnya : maka dia wajib mengerjakan qadhanya.

2. Dia tidak tahu berapa jumlahnya: jika dia mengerjakan yang lebih sedikit jumlahnya maka sudah cukup.

3. Dia ragu apakah ayahnya telah mengerjakan qadhanya sendiri atau tidak: berdasarkan ihtiyath wajib dia harus mengerjakan qadha salat ayahnya.

b. Dia ragu apakah ayahnya punya qadha salat atau tidak: maka tidak ada kewajiban baginya.

4. Jika anak laki-laki ingin mengerjakan qadha salat ayah atau ibunya, maka dia harus mengerjakan sesuai dengan tugasnya, misalnya salat qadha subuh, Maghrib dan isya harus dikerjakan dengan suara keras.

5. Jika sebelum anak laki-laki paling besar mengerjakan qadha salat dan puasa ayahnya, dia meninggal dunia maka tidak ada kewajiban bagi anak laki-laki kedua.. *


Kesimpulan pelajaran

1. Mengerjakan qadha salat-salat yang belum dikerjakan dan salat-salat yang batal adalah wajib.

2. Jika tidak tahu, apakah punya salat qadha atau tidak maka tidak ada kewajiban baginya.

3. Jika dia tahu, punya salat qadha tetapi tidak tahu berapa jumlahnya, jika dia mengerjakan berdasarkan jumlah yang dia ketahui dan itu pun tidak kurang dari jumlah sebenarnya maka sudah cukup.

4. Salat qadha bisa dikerjakan secara berjamaah.

5. Salat qadha bisa dikerjakan sewaktu-waktu baik malam atau siang, dalam bepergian atau tidak.

6. Setelah wafatnya ayah, wajib bagi anak laki-laki paling besar untuk mengerjakan salat dan puasa qadha ayahnya.

7. Jika anak laki-laki paling besar tidak tahu apakah ayahnya punya salat qadha atau tidak maka tidak ada kewajiban baginya.

8. Jika seorang ayah tidak punya anak laki-laki atau anak laki-laki paling besar wafat sebelum mengerjakan salat dan puasa qadha ayahnya, maka tidak ada kewajiban bagi yang lain untuk mengerjakannya.


Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara salat ada'an dengan salat qadha?

2. Apa tugas orang yang mengetahui, bahwa dia punya salat qadha akan tetapi dia tidak tahu berapa jumlahnya?

3. Jika setelah mengerjakan salat zuhur dan asar, ingin mengerjakan salat qadha subuh apakah bacaannya harus di baca keras atau pelan?

4. Seorang anak laki-laki tidak tahu, apakah ayahnya punya salat qadha atau tidak sementara ayahnya dulu tidak mengatakan apa-apa; apa tugasnya?


Pelajaran 27: Salat Jamaah

Dari sekian banyak masalah yang mendapatkan perhatian dalam islam adalah masalah persatuan umat, untuk menjaga dan meneruskannya islam memiliki program-program khusus di antaranya adalah salat jamaah.

Pada salat jamaah salah satu dari para pelaku salat yang memiliki ciri-ciri khusus berdiri di depan dan yang lainnya berdiri secara teratur di belakangnya untuk mengerjakan salat bersama-sama. Orang yang berdiri di depan disebut dengan imam jamaah dan orang yang berada di belakangnya untuk mengikuti salat disebut dengan makmum.


Pentingnya salat jamaah

Dalam hadis-hadis banyak disebutkan tentang pahala salat jamaah, secara detil pada sebagian dari masalah fikih kita akan mendapatkan pentingnya ibadah ini dan di sini kami akan mengisyaratkan sebagian darinya.

1. Adalah sunah mengerjakan salat secara berjamaah khususnya bagi tetangga masjid.

2. Adalah sunah seseorang bersabar sehingga mengerjakan salatnya secara berjamaah.

3. Salat jamaah sekalipun tidak dikerjakan pada awal waktu lebih baik dari pada salat awak waktu yang dikerjakan sendiri.

4. Salat jamaah yang dikerjakan secara singkat lebih baik dari pada salat sendirian yang dikerjakan secara lama.

5. Tidak seyogianya seseorang meninggalkan salat jamaah tanpa uzur.

6. Tidak hadir dalam salat jamaah karena tidak peduli dan tanpa alasan tidak diperbolehkan.


Syarat-syarat salat jamaah

Ketika melakukan salat jamaah syarat-syarat di bawah ini harus dijaga:

1. Makmum tidak boleh berdiri lebih depan dari imam jamaah dan ihtiyath wajib adalah makmum berdiri agak ke belakang di belakang imam.

2. Tempat imam jamaah tidak boleh lebih tinggi dari tempat makmum.

3. Jarak antara imam dengan makmum dan antara barisan-barisan makmum tidak boleh lebar.

4. Antara imam jamaah dengan makmum begitu juga antara barisan-barisan tidak boleh ada pemisah seperti dinding atau tabir akan tetapi adanya tabir pemisah antara barisan laki-laki dengan barisan perempuan tidak apa-apa.

5. Imam salat jamaah harus adil, balig, dan bisa mengerjakan salat dengan benar.


Mengikuti Salat Jamaah

Mengikuti imam untuk salat berjamaah bisa dilakukan dalam setiap rakaat,* itu pun hanya pada saat bacaan dan ruku, oleh karena itu jika imam sudah selesai ruku maka hendaknya menunggu sampai rakaat berikutnya kemudian baru mengikuti, jika mengikuti pada saat imam dalam keadaan ruku maka terhitung satu rakaat.


Beberapa Kondisi untuk Bisa Mengikuti Salat Jamaah.

Rakaat pertama

1. Pada saat bacaan: makmum tidak boleh membaca Al-Fatihah dan surat tetapi harus mengerjakan amalan lainnya bersama imam jamaah.

2. Pada saat ruku: makmum mengerjakan ruku dan amalan lainnya bersama imam jamaah.

Rakaat kedua

1. Pada saat bacaan: makmum tidak membaca Al-Fatihah dan surat akan tetapi mengerjakan qunut, ruku dan sujud bersama imam jamaah. Pada saat imam jamaah membaca tasyahud, berdasarkan ihtiyath wajib makmum hendaknya duduk dalam kondisi jongkok, jika salatnya jenis dua rakaat maka rakaat keduanya dilakukan sendirian dan hendaknya menyelesaikan salatnya, jika salatnya jenis tiga atau empat rakaat sementara makmum berada pada rakaat kedua dan imam jamaah berada pada rakaat ketiga, maka makmum harus membaca Al-Fatihah dan surat sekalipun imam sedang membaca tasbih yang empat, ketika imam jamaah menyelesaikan rakaat ketiganya dan berdiri untuk rakaat keempat, makmum setelah melakukan dua sujud hendaknya membaca tasyahud kemudian berdiri dan mengerjakan rakaat ketiganya sedangkan imam berada pada rakaat keempat dan menyelesaikan salatnya dengan membaca tasyahud dan salam, maka makmum harus melanjutkan satu rakaat lagi sendirian.

2. Pada saat ruku: makmum melakukan ruku bersama imam dan hendaknya melanjutkan salat sebagaimana yang sudah disebutkan.

Rakaat ketiga


1. Pada saat bacaan: jika makmum tahu, bahwa dia punya waktu cukup untuk membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya atau surat Al-Fatihah saja, maka dia bisa mengikuti imam jamaah dan harus membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya atau surat Al-Fatihah saja. Jika dia tahu bahwa waktunya tidak cukup maka berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya bersabar sampai imam melakukan ruku kemudian dia mengikuti imam jamaah.

2. Pada saat ruku: jika makmum mengikuti imam jamaah pada saat imam dalam keadaan ruku, maka makmum harus melakukan ruku bersama imam jamaah dan gugurlah surat Al-Fatihah dan surat lainnya untuk rakaat ini, dan makmum melanjutkan salatnya sebagaimana yang sudah disebutkan.

Rakaat keempat

1. Pada saat bacaan: hukumnya sama dengan mengikuti imam jamaah pada rakaat ketiga, dan ketika imam jamaah pada rakaat terakhir duduk untuk membaca tasyahud dan salam makmum bisa berdiri dan melanjutkan salatnya sendirian dan bisa juga duduk dalam kondisi jongkok sampai imam menyelesaikan salatnya lantas makmum berdiri.

2. Pada saat ruku: makmum melakukan ruku dan dua sujud bersama imam jamaah (sekarang adalah rakaat keempatnya imam dan rakaat pertamanya makmum) dan makmum hendaknya melanjutkan salatnya sendirian.


Kesimpulan Pelajaran

1. Mengerjakan salat wajib secara berjamaah khususnya salat sehari hari adalah sunah.

2. Salat jamaah lebih bagus dari pada salat sendirian yang dikerjakan di awal waktu.

3. Salat jamaah lebih bagus dari pada salat sendirian yang dikerjakan secara lama.

4. Tidak hadir dalam salat jamaah karena acuh tak acuh tidak diperbolehkan.

5. Tidak layak meninggalkan salat jamaah tanpa uzur.

6. Imam jamaah harus adil, balig dan bisa mengerjakan salat dengan benar.

7. Makmum tidak boleh berdiri lebih depan dari imam jamaah begitu juga imam tidak boleh berdiri lebih tinggi dari makmum.

8. Jarak antara imam dengan makmum dan jarak antara barisan-barisan tidak boleh jauh-jauh.

9. Mengikuti salat jamaah pada setiap rakaat hanya boleh pada saat bacaan dan ruku. Oleh karena itu jika makmum tidak sampai pada rukunya imam jamaah maka dia harus mengikuti pada rakaat berikutnya.


Pertanyaan:

1. Jelaskan kalimat ini: tidak ikut salat berjamaah karena tidak peduli, tidak diperbolehkan.

2. Dalam kondisi bagaimana bisa membaca tasyahud empat kali pada salat jenis empat rakaat?

3. Kewajiban salat yang mana makmum tidak boleh membacanya?

4. Jelaskan bagaimana anda mengerjakan kelanjutan salat jika mengikuti imam jamaah pada saat ruku rakaat kedua salat Maghrib.

5. Apa yang dimaksud dari keadilan? Jelaskan.


Pelajaran 28: Hukum Salat Jamaah

1. Ketika imam jamaah mengerjakan salah satu salat wajib sehari-hari, makmum bisa mengikutinya dengan salat wajib sehari-hari yang lainnya. Oleh karena itu jika imam mengerjakan salat asar, makmum bisa mengerjakan salat zuhurnya secara berjamaah dengan imam tersebut, atau bila makmum sudah salat zuhur kemudian didirikan salat jamaah maka makmum yang mengerjakan salat asar bisa mengikuti jamaah zuhurnya imam.

2. Makmum bisa mengerjakan salat qadha secara berjamaah dengan imam yang mengerjakan salat ada'an. Walaupun salat qadha dari salat sehari-hari yang lainnya misalnya imam jamaah mengerjakan salat zuhur sementara makmum mengerjakan salat qadha subuh.

3. Salat jamaah bisa didirikan sekurang-kurangnya dengan dua orang, satu orang sebagai imam satu lagi sebagai makmum, kecuali salat Jumat, salat idul fitri dan idul adha.

4. Salat sunah tidak boleh dikerjakan secara berjamaah kecuali salat minta hujan.


Tugas Makmum dalam Salat Jamaah

1. Makmum tidak boleh membaca takbiratul ihram sebelum imam membacanya bahkan ihtiyath wajib adalah selama takbirnya imam belum selesai makmum jangan membacanya.

2. Makmum harus membaca semua apa yang ada dalam salat kecuali surat Al-Fatihah dan surat lainnya. Akan tetapi jika makmum berada pada rakaat pertama atau kedua sementara imam pada rakaat ketiga atau keempat maka makmum harus membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya.


Cara-cara Makmum Mengikuti Imam Jamaah

1. Dalam hal bacaan seperti Al-Fatihah, surat, zikir dan tasyahud jika makmum mendahului atau ketinggalan dalam bacaannya tidak apa-apa kecuali takbiratul ihram.

2. Dalam hal amalan seperti ruku, bangun dari ruku dan sujud makmum tidak boleh mendahului imam yakni makmum tidak boleh ruku sebelum imam ruku atau bangun dari ruku begitu juga makmum tidak boleh sujud sebelum imam sujud, akan tetapi jika ketinggalan dan tidak jauh jaraknya tidak apa-apa.


Masalah:

Jika mengikuti salat jamaah ketika imam dalam kondisi ruku, kemungkinan akan terjadi beberapa hal di bawah ini:

1. Makmum sampai pada rukunya imam ketika zikir rukunya imam belum selesai maka salat jamaahnya sah.

2. Makmum sampai pada rukunya imam ketika zikir rukunya imam sudah selesai tetapi imam masih dalam kondisi ruku maka salat jamaahnya sah.

3. Makmum sudah ruku tetapi tidak sampai pada rukunya imam jamaah maka salatnya sah secara sendirian dan harus diselesaikan.*

Jika Makmum Lupa Sebelum Gerakan Imam:

1. Makmum ruku sebelum imam jamaah ruku maka wajib bangun dari ruku dan ruku lagi bersama imam jamaah.**

2. Makmum bangun dari ruku sebelum imam bangun maka hendaknya ruku lagi dan bangun dari ruku bersama imam, dalam kondisi seperti ini adanya kelebihan ruku di mana ruku adalah rukun salat namun tidak membatalkan salat.

3. Makmum sujud sebelum imam jamaah sujud maka dia wajib bangun dari sujud dan sujud lagi bersama imam jamaah.

4. Makmum bangun dari sujud sebelum imam bangun maka dia harus sujud lagi.

Jika tempat makmum lebih tinggi dari imam dan ketinggiannya sesuai dengan kondisi zaman dahulu maka tidak apa-apa misalnya imam berada di lantai satu masjid dan makmum berada di lantai dua akan tetapi jika salat jamaah seperti bangunan zaman sekarang yang terdiri dari beberapa tingkat maka jamaahnya bermasalah. **


Sunah-sunah dan Makruhnya Salat Jamaah

1. Adalah sunah imam jamaah berada di depan bagian tengah dan para ulama dan orang yang bertakwa berada di barisan pertama.

2. Adalah sunah barisan jamaah hendaknya teratur dan jangan sampai ada jarak antara jemaah salat yang berada pada setiap barisan.

3. Jika pada barisan salat jamaah ada tempat kosong berdiri sendiri di belakang hukumnya makruh.

4. Adalah makruh jika makmum membaca zikir sekiranya sampai didengar oleh imam jamaah.


Kesimpulan pelajaran

1. Tidak sah salat sunah dikerjakan secara berjamaah kecuali salat minta hujan.

2. Setiap salat wajib sehari-hari bisa dikerjakan secara berjamaah dengan yang lainnya.

3. Salat qadha juga bisa dikerjakan secara berjamaah.

4. Sekurang-kurangnya pelaku salat jamaah terdiri dari dua orang kecuali salat Jumat, idul fitri dan Idul Adha.

5. Cara-cara mengikuti imam jamaah:

a. Sekaitan dengan bacaan:

- Takbiratul ihram: tidak boleh di baca sebelum atau bareng dengan imam.

- Selain takbiratul ihram: mendahului datu ketinggalan imam tidak apa-apa.

b. Sekaitan dengan amalan:

- Mendahului: tidak boleh.

- Ketinggalan: kalau jaraknya tidak jauh tidak apa-apa.

6. Jika sampai pada ruku imam sekalipun zikirnya sudah selesai jamaahnya sah.

7. Jika lupa mendahului imam:

- Ruku: harus bangun dari ruku dan ruku lagi bersama imam.

- Bangun dari ruku: harus ruku lagi.

- Sujud : harus bangun dari sujud dan sujud bersama imam, jika tidak bangun dari sujud salatnya tetap sah.

- Bangun dari ruku: harus sujud lagi.

8. Jika tempat makmum lebih tinggi dari tempat imam tidak apa-apa.


Pertanyaan:

1. Musafir yang salatnya adalah qasar apakah salat asarnya bisa dikerjakan secara berjamaah dengan salat zuhurnya imam pada dua rakaat zuhur yang terakhir?

2. Apakah makmum boleh ruku dan sujud sebelum imam jamaah ruku dan sujud?

3. Apa tugasnya jika makmum bangun dari sujud dan dia melihat imam dalam kondisi sujud?

4. Apa tugasnya jika makmum lupa pada rakaat pertama salat Jumat, dia ruku sebelum baca qunut.

5. Salat sunah yang mana yang bisa dikerjakan secara berjamaah?


Pelajaran 29: Salat Jumat - Salat Hari Raya

Salat Jumat

Salat Jumat adalah salah satu sarana perkumpulan mingguan kaum muslimin. Para jemaah salat pada hari Jumat bisa mengerjakan salat Jumat sebagai ganti salat zuhur. *


Pentingnya Salat Jumat

Imam Khomeini RA. dalam tulisannya tentang pentingnya salat Jumat mengatakan: "Salat Jumat dan dua khotbahnya merupakan peringatan hari besar bagi kaum muslimin seperti musim haji dan hari raya idul fitri serta hari raya Idul Adha, akan tetapi sayangnya kaum muslimin telah lengah dan tidak sadar akan penting tugas siasat ibadah ini, sementara manusia hanya dengan sedikit belajar dan perhatian pada hukum kenegaraan, politik, sosial dan ekonomi islam dia akan memahami bahwa islam adalah agama politik dan barang siapa yang menganggap bahwa agama terpisah dengan politik ia adalah orang bid'ah yang tidak mengena islam juga tidak mengenal politik".


Cara-cara Salat Berjamaah

Kewajiban-kewajiban:

Salat Jumat terdiri dari dua rakaat seperti salat subuh akan tetapi memiliki dua khotbah yang dibaca oleh imam salat Jumat sebelum dilaksanakannya salat Jumat.


Sunah-sunah:

1. Membaca surat Al-Fatihah dan surat dengan suara keras dengan perantara imam salat Jumat.*

2. Membaca surat Jumat setelah membaca surat Al-Fatihah pada rakaat pertama dengan perantara imam salat Jumat.

3. Membaca surat Al-Munafikun setelah membaca surat Al-Fatihah pada rakaat kedua dengan perantara imam salat Jumat.

4. Membaca dua qunut, satunya pada rakaat pertama sebelum ruku dan satu lagi pada rakaat kedua setelah ruku.


Syarat-syarat Salat Jumat

1. Seluruh syarat yang ada pada salat jamaah pada salat Jumat juga harus dipenuhi.**

2. Harus dikerjakan secara berjamaah dan tidak sah jika dikerjakan sendirian.

3. Sekurang-kurangnya jemaahnya terdiri dari lima orang yakni satu orang sebagi imam dan empat orang sebagai makmum.

4. Jarak antara dua salat Jumat sekurang-kurangnya satu farsakh.


Tugas Imam Salat Jumat ketika Mengutarakan Dua Khotbah

1. Memuji Allah swt.

2. Bersalawat untuk Rasul saw dan para Imam maksum a.s.

3. Menganjurkan kepada masyarakat untuk bertakwa dan menghindari dosa-dosa.

4. Membaca surat Al-Quran yang pendek.

5. Meminta ampunan kepada Allah swt Untuk kaum mukminin laki-laki dan perempuan.*

Dan seyogianya mengucapkan beberapa hal di bawah ini:**

1. Masalah-masalah yang diperlukan oleh kaum muslimin baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat.

2. Mengabarkan apa yang terjadi di dunia saat ini baik yang menguntungkan atau yang membahayakan masyarakat.

3. Membicarakan masalah politik dan ekonomi yang berkaitan dengan kemerdekaan dan kebebasan kaum muslimin dan bagaimana caranya berinteraksi dengan seluruh penduduk dunia.

4. Mengabarkan kepada kaum muslimin tentang sikap ikut campur negara-negara zalim dan penjajah dalam urusan politik dan ekonomi yang mengakibatkan tertindasnya mereka.


Tugas Jemaah Salat Jumat

1. Berdasarkan ihtiyath wajib harus mendengarkan khotbah Jumat.

2. Berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya tidak berbicara, seandainya pembicaraan mereka menyebabkan hilangnya faedah khotbah dan tidak mendengarkan khotbah maka wajib untuk tidak berbicara.

3. Berdasarkan ihtiyath mustahab para pendengar ketika dibacakan khotbah hendaknya duduk menghadap ke arah Imam Jumat dan tidak melihat-lihat ke sekitarnya lebih dari yang diizinkan dalam salat.


Salat Hari Raya

Salat hari raya idul fitri dan Idul Adha adalah sunah.


Waktu salat hari raya

1. Waktunya salat hari raya dari terbitnya matahari sampai zuhur.

2. Adalah sunah salat hari raya Idul Adha dikerjakan setelah matahari terbit.

3. Adalah sunah pada hari raya idul fitri setelah terbitnya matahari berbuka (makan atau minum) dan membayar zakat fitrah* kemudian salat hari raya**.


Cara-cara Salat Hari Raya

Salat hari raya idul fitri dan hari raya Idul Adha terdiri dari dua rakaat dan sembilan qunut, mengerjakannya demikian:

1. Pada rakaat pertama, setelah membaca Al-Fatihah dan surat bertakbir lima kali setelah setiap takbir membaca qunut dan setelah selesai qunut kelima hendaknya bertakbir lagi dan ruku kemudian sujud dua kali.

2. Pada rakaat kedua, setelah membaca Al-Fatihah dan surat bertakbir empat kali setelah setiap takbir membaca qunut dan setelah selesai qunut keempat hendaknya bertakbir lagi kemudian ruku dan sujud dua kali serta membaca tasyahud dan salam.

3. Pada qunut salat hari raya membaca doa apa saja cukup, akan tetapi karena mengharap pahala sebaiknya membaca doa ini:

اَلَّلهُمَّ اَهْلَ الْكِبْرِيَاءِ وَ الْعَظَمَةِ وَ اَهْلَ الْجُوْدِ وَ الْجَبَرُوْتِ وَ اَهْلَ الْعَفْوِ وَ الرَّحْمَةِ

وَ اَهْلَ التَّقْوَي وَ الْمَغْفِرَةِ اَسْأَلُكَ بِحَقِّ هَذَا الْيَوْمِ الَّذِيْ جَعَلْتَهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدًا وَ لِمُحَمَّدٍ

صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ الِهِ ذُخْرًا وَ شَرَفًا وَ مَزِيْدًا اَنْ تُصَلِّيَ عَلَي مُحَمَّدٍ وَ الِ مُحَمَّدٍ

وَ اَنْ تُدْخِلَنِيْ فِيْ كُلِّ خَيْرٍ اَدْخَلْتَ فِيْهِ مُحَمَّدًا وَ الَ مُحَمَّدٍ وَ اَنْ تُخْرِجَنِيْ

مِنْ كُلِّ سُوْءٍ اَخْرَجْتَ مِنْهُ مُحَمَّدًا وَ الَ مُحَمَّدٍ صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَ عَلَيْهِمْ اَلَّلهُمَّ اِنِّي

اَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ وَ اَعُوْذُ بِكَ مِمَّا اسْتَعَاذَ مِنْهُ عِبَادُكَ الْمُخْلَصُوْنَ.



Kesimpulan Pelajaran

1. Salat Jumat dikerjakan pada hari Jumat sebagai ganti salat zuhur.

2. Salat Jumat terdiri dari dua rakaat, dan sebelumnya wajib membaca dua khotbah.

3. Syarat-syarat salat Jumat antara lain:

a. Sebagaimana syarat yang ada pada salat jamaah.

b. Harus dikerjakan secara berjamaah.

c. Sekurang-kurangnya terdiri dari lima orang.

d. Sekurang-kurangnya jarak antara dua salah Jumat adalah satu farsakh.

4. Khatib Jumat selain membaca khotbah dan memuji Allah swt. bersalawat untuk Nabi saw. Serta para Imam maksum a.s. hendaknya mengajak masyarakat untuk bertakwa dan menjauhi dosa serta membaca surat dari Al-Quran yang pendek.

5. Berdasarkan ihtiyath wajib para makmum hendaknya mendengarkan khotbah ketika khotbah disampaikan dan sunah untuk tidak berbicara.

6. Salat hari raya terdiri dari dua rakaat dan memiliki sembilan qunut.

7. Pada rakaat pertama salat hari raya setelah membaca Al-Fatihah membaca lima qunut dan enam takbir, Pada rakaat kedua empat qunut dan lima takbir.


Pertanyaan:

1. Sebutkan perbedaan salat zuhur dengan salat Jumat.

2. Makmum salat Jumat minimal harus berapa orang?

3. Dengan merujuk pada pelajaran yang lalu, sebutkan syarat-syarat imam jamaah yang ada juga pada imam Jumat.

4. Menurut pandangan Imam Khomeini ra. Orang yang menganggap bahwa agama pisah dengan politik adalah pribadi yang bagaimana?

5. Salat hari raya memiliki berapa takbir dan qunut?


Pelajaran 30: Salat Ayat, Salat-salat Sunah

Salat Ayat

Salah satu dari salat-salat wajib adalah salat ayat. Ia menjadi wajib disebabkan karena adanya peristiwa yang ada di langit maupun di bumi seperti:

a. Gempa bumi

b. Gerhana bulan (khusuf)

c. Gerhana matahari (kusuf)

d. Kilat dan petir serta halilintar dan angin kuning serta merah dan sebaginya jika mayoritas masyarakat merasa ketakutan. *


Cara-cara Mengerjakan Salat Ayat

1. Salat ayat terdiri dari dua rakaat dan setiap rakaat memiliki lima ruku.

2. Dalam salat ayat, setiap sebelum ruku membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya dari Al-Quran di mana dalam dua rakaat membaca sepuluh Al-Fatihah dan sepuluh surat, akan tetapi satu surat bisa dibagi menjadi lima bagian dan setiap satu bagian dibaca sebelum ruku, dengan demikian dalam dua rakaat membaca dua Al-Fatihah dan dua surat.

Rakaat Pertama

Membaca Al-Fatihah dan Bismillah kemudian ruku dan bangun membaca ayat pertama surat Al Ikhlas kemudian ruku dan bangun lagi membaca ayat kedua surat Al Ikhlas dan bangun lalu membaca ayat ketiga surat Al Ikhlas kemudian ruku dan bangun lagi membaca ayat keempat surat Al Ikhlas kemudian ruku dan sujud dua kali dan bangun lagi untuk rakaat kedua.

Rakaat Kedua

Rakaat kedua seperti rakaat pertama kemudian membaca tasyahud dan salam.


Hukum-hukum Salat Ayat

1. Jika salah satu peristiwa yang menyebabkan wajibnya salat ayat terjadi di satu kota maka hanya penduduk kota tersebut yang harus mengerjakan salat ayat dan salat ayat tidak wajib bagi penduduk kota lain.

2. Jika pada rakaat yang satu membaca Al-Fatihah dan surat lainnya lima kali dan pada rakaat lainnya membaca satu kali Al-Fatihah dan satu surat dibagi lima bagian maka salatnya sah.

3. Adalah sunah membaca qunut sebelum ruku yang kedua, keempat, keenam, kedelapan dan kesepuluh, jika hanya membaca satu qunut sebelum ruku kesepuluh saja tidak apa-apa.

4. Setiap ruku dalam salat ayat adalah rukun, jika sengaja atau lupa dikurangi atau dilebihi maka salatnya batal.

5. Salat ayat bisa dikerjakan secara berjamaah, dalam kondisi ini maka yang membaca Al-Fatihah dan surat hanya imam jamaah.


Salat-salat Sunah

1. Salat sunah disebut juga dengan nafilah.

2. Salat sunah macamnya banyak sekali tetapi di sini kami akan menyebutkan yang lebih penting.


Salat Tahajjud

Salat tahajjud ada 11 rakaat dan bisa dikerjakan dalam bentuk demikian:

a. Dua rakaat dengan niat nafilah malam.

b. Dua rakaat dengan niat nafilah malam.

c. Dua rakaat dengan niat nafilah malam.

d. Dua rakaat dengan niat nafilah malam.

e. Dua rakaat dengan niat nafilah syafa'.

f. Satu rakaat dengan niat nafilah witir.


Waktu Salat Tahajjud

1. Waktu salat tahajjud dari pertengahan malam sampai azan subuh dan lebih baik dikerjakan ketika mendekati azan subuh.

2. Seorang musafir atau orang yang baginya susah untuk mengerjakan salat tahajjud setelah pertengahan malam, dia bisa mengerjakan di permulaan malam.


Nafilah Salat Sehari-semalam

Salat wajib sehari-semalam ada 17 rakaat dan memiliki nafilah sebanyak 23 rakaat hukum mengerjakannya adalah sunah, di antaranya adalah nafilah salat subuh yang dikerjakan sebelum salat subuh dan pahalanya sangat banyak.


Salat Ghufailah

Salat sunah lainnya adalah salat gufailah yang dikerjakan setelah salat Maghrib.


Cara mengerjakan salat ghufailah

Salat ghufailah terdiri dari dua rakaat, pada rakaat pertama setelah membaca Al-fatihah sebagai ganti surat lainnya hendaknya membaca ayat ini:

وَ ذَا النُّوْنِ اِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِى الظُّلُمَاتِ اَنْ لا اله الا اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَ نَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَ كَذلِكَ نُنْجِى الْمُؤْمِنِيْنَ

Dan pada rakaat kedua setelah membaca Al-Fatihah sebagai ganti surat hendaklah membaca ayat ini:

وَ عِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا اِلا هُوَ وَ يَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ وَ مَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ اِلا يَعْلَمُهَا وَ لا حَبَّةٍ فِى ظُلُمَاتِ الْاَرْضِ وَ لا رَطْبٍ وَ لا يَابِسٍ اِلا فِى كِتَابٍ مُبِيْنٍ

Dan untuk qunutnya membaca doa ini:

اَللَّهُمَّ اِنِّى اَسْأَلُكَ بِمَفَاتِحِ الْغَيْبِ اَلَّتِى لَا يَعْلَمُهَا اِلَّا اَنْتَ اَنْ تُصَلِّىَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ وَ اَنْ تَغْفِرَ لِيْ ذُنُوْبِيْ ** اَللَّهُمَّ اَنْتَ وَلِيُّ نِعْمَتِىْ وَ الْقَادِرُ عَلَى طَلِبَتِىْ تَعْلَمُ حَاجَتِى فَاَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ لَمَّا قَضَيْتَهَا لِى


Kesimpulan Pelajaran

1. Jika terjadi gempa bumi atau gerhana bulan atau gerhana matahari maka salat ayat menjadi wajib.

2. Jika terjadi petir dan kilat atau hembusan angin kuning dan merah dan mayoritas masyarakat merasa ketakutan maka salat ayat menjadi wajib.

3. Salat ayat terdiri dari dua ayat dan setiap rakaat memiliki lima ruku.

4. Dalam setiap rakaat dari salat ayat bisa membaca lima Al-Fatihah dan lima surat secara sempurna atau bisa membagi surat menjadi lima bagian dan setiap bagiannya dibaca sebelum ruku.

5. Jika dalam sebuah kota terjadi sebab-sebab wajibnya salat ayat maka salat ayat menjadi wajib bagi penduduk kota tersebut saja.

6. Setiap ruku dari salat ayat merupakan sebuah rukun, dengan mengurangi atau menambahinya maka salat menjadi batal.

7. Salat ayat bisa dikerjakan secara berjamaah.

8. Di antara salat-salat sunah adalah salat tahajjud, salat gufailah dan salat nafilah sehari-hari.


Pertanyaan:

1. Apakah kamu bisa menjelaskan kenapa salat yang dikerjakan karena terjadi gempa dan sebaginya disebut dengan salat ayat?

2. Salat ayat memiliki berapa ruku dan berapa qunut?

3. Salat satu pelajar di kelas hendaknya mengerjakan salat ayat dengan membagi surat dari Al-Quran.

4. Rukun-rukun salat ayat dari pertama sampai akhir secara keseluruhan ada berapa?

5. Apakah kamu bisa menyebutkan nama salat jenis satu rakaat?

6. Berapa jumlah salat nafilah sehari-hari ditambah salat tahajjud? Dan bagaimana hubungannya dengan jumlah rakaat salat wajib?


Pelajaran 31: Puasa

Definisi Puasa

Satu lagi dari kewajiban-kewajiban dan acara tahunan dalam islam untuk membangun diri manusia adalah puasa. Puasa adalah perbuatan manusia untuk menaati perintah Allah dari sejak azan subuh sampai Maghrib dengan meninggalkan sebagian dari pekerjaan-pekerjaan yang penjelasannya akan datang. Untuk mengenal hukum-hukum puasa, pertama kita harus mengenal macam-macamnya.


Macam-macam puasa:

1. Puasa wajib

2. Puasa haram

3. Puasa sunah

4. Puasa makruh


Puasa-puasa wajib

Puasa-puasa ini adalah wajib:

" Puasa bulan Ramadhan.

" Puasa qadha.

" Puasa kaffarah.*

" Puasa karena nazar.

" Puasa qadha ayah yang wajib bagi anak laki-laki paling besar. **


Sebagian dari puasa-puasa haram

" Puasa pada hari raya Idul Fitri (hari pertama bulan Syawal).

" Puasa pada hari raya Idul Adha (hari kesepuluh bulan Zulhijah)

" Puasa sunahnya anak yang menyebabkan terganggunya kedua orang tua.

" Puasa sunahnya anak yang dilarang oleh kedua orang tuanya (berdasarkan ihtiyath wajib)


Puasa-puasa sunah

Berpuasa pada hari-hari dalam setahun selain puasa haram dan makruh adalah sunah. Akan tetapi ada hari-hari tertentu yang lebih ditekankan dan dianjurkan, antara lain:

" Setiap hari Senin dan Jumat.

" Hari dibangkitkannya Nabi saw. Sebagai nabi (27 rajab).

" Hari raya Ghadir ( 18 Zulhijah).

" Hari ulang tahun lahirnya Nabi Muhammad saw.(17 Rabi'ul awal).

" Hari Arafah (9 Zulhijah) selama puasa tidak menyebabkan tidak terlaksananya doa Arafah pada hari itu.

" Seluruh bulan Rajab dan Syaban.

" Tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan.


Puasa-puasa makruh

" Puasanya tamu dengan tanpa izin tuan rumah.

" Puasanya tamu yang dilarang tuan rumahnya.

" Puasanya anak dengan tanpa izin ayahnya.

" Puasa pada hari 'Asyura (10 Muharam).

" Puasa hari Arafah jika menyebabkan tidak terlaksananya doa Arafah pada hari itu.

" Puasa pada hari yang tidak tahu apakah hari Arafah atau hari raya Idul Adha.


Niat puasa

1. Puasa termasuk ibadah dan harus dikerjakan karena melaksanakan perintah Allah swt.

2. Seseorang bisa berniat pada setiap malam di bulan Ramadhan untuk puasa esok harinya dan lebih baik berniat pada malam pertama bulan Ramadhan untuk puasa sebulan.

3. Pada puasa wajib, niat puasa tidak boleh terlambat sampai azan subuh tanpa uzur.

4. Pada puasa wajib, jika karena ada uzur seperti lupa atau pergi yang tidak berniat puasa, selama tidak mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa maka sampai waktu zuhur bisa berniat untuk puasa.

5. Niat tidak harus diucapkan dengan kata-kata, bahkan sebatas tidak mengerjakan pekerjaan yang membatalkan puasa dari subuh sampai Maghrib karena untuk melaksanakan perintah Allah swt. Sudah cukup.


Kesimpulan Pelajaran

1. Waktu puasa, sejak dari azan subuh sampai Maghrib.

2. Puasa bulan Ramadhan, puasa qadha, puasa kaffarah dan puasa nazar adalah termasuk puasa-puasa wajib.

3. Puasa qadha ayah, setelah meninggalnya dia wajib bagi anak laki-lakinya yang paling besar.

4. Puasa hari raya idul fitri dan hari raya Idul Adha serta puasa sunah anak yang menyebabkan terganggunya kedua orang tua adalah haram.

5. Berpuasa pada hari-hari dalam setahun kecuali hari-hari haram dam makruh adalah sunah. Akan tetapi pada sebagian hari-hari ada yang lebih ditekankan seperti:

a. Setiap hari Kamis dan Jumat.

b. Hari ulang tahun kelahiran dan hari pengangkatan Nabi Muhammad saw sebagi utusan Allah swt.

c. Hari kesembilan dan kedelapan belas Zulhijah (hari Arafah dan hari raya Ghadir)

6. Puasa sunahnya anak tanpa izin ayahnya adalah makruh.

7. Pada bulan Ramadhan bisa berniat pada setiap malam untuk puasa esok harinya dan lebih baik berniat pada malam pertama bulan Ramadhan untuk puasa selama sebulan.


Pertanyaan:

1. Apa hukumnya berpuasa pada hari-hari ini? 10 Muharam, 10 Zulhijah, 9 Zulhijah dan pertama Syawal.

2. Apakah seorang anak boleh berpuasa jika ayahnya mengatakan kepadanya bahwa besok jangan berpuasa?

3. Jika seseorang setelah subuh bangun dari tidur apakah dia bisa berniat puasa?


Pelajaran 32: Sesuatu yang Membatalkan Puasa

Pelaku puasa dari azan subuh sampai Maghrib harus menghindari sebagian pekerjaan yang bisa membatalkan salat. Pekerjaan yang membatalkan salat antara lain:

" Makan dan minum.

" Menyampaikan debu tebal ke tenggorokkan.

" Memasukkan seluruh kepala ke dalam air.

" Muntah.

" Berhubungan seks.

" Istimna' (onani)

" Tetap dalam kondisi junub sampai azan subuh.


Hukum-hukum Sesuatu yang Membatalkan Puasa

Makan dan Minum

1. Jika pelaku puasa sengaja makan sesuatu atau minum maka puasanya batal.

2. Jika pelaku puasa sengaja menelan sisa makanan yang ada disela-sela gusi maka puasanya batal.

3. Menelan ludah tidak membatalkan puasa walaupun banyak.

4. Jika pelaku puasa karena lupa (tidak tahu kalau dirinya lagi puasa) dia makan sesuatu atau minum maka puasanya tidak batal.

5. Seseorang tidak boleh membatalkan puasanya karena lemah, tetapi jika karena lemah dia tidak bisa bertahan maka boleh membatalkan puasanya.


Suntik

Suntik, jika bukan suntikan pengganti makanan maka tidak membatalkan puasa,* sekalipun menjadikan anggota badannya terbius.


Sampainya debu tebal ke tenggorokkan

1. Jika pelaku puasa memasukkan debu tebal ke tenggorokkan maka puasanya batal,** baik debu makanan, seperti tepung atau selain makanan, seperti tanah.

2. Pada beberapa hal di bawah ini puasa tidak batal:

a. Debu tidak tebal.

b. Tidak sampai ke tenggorokkan tetapi hanya sampai di dalam mulut.

c. Masuk ke tenggorokkan tanpa ikhtiar.

d. Tidak tahu kalau puasa.

e. Ragu apakah debu tebal sampai ke tenggorokkan atau tidak.


Memasukkan seluruh kepala ke dalam air

1. Jika pelaku salat sengaja memasukkan kepala ke dalam air mutlak*** maka puasanya batal.

2. Pada beberapa hal di bawah ini puasa tidak batal:

a. Lupa memasukkan kepala ke dalam air.

b. Memasukkan sebagian kepala ke dalam air.

c. Memasukkan setengah dari kepala ke dalam air dan memasukkan lagi setengah lainnya.

d. Jatuh ke dalam air tanpa ikhtiar.

e. Orang lain memasukkan kepalanya ke dalam air dengan paksa.

f. Ragu seluruh kepala masuk ke dalam air atau tidak.


Muntah

1. Jika pelaku puasa sengaja muntah sekalipun karena sakit maka puasanya batal.

2. Jika pelaku puasa tidak tahu kalau puasa atau tanpa ikhtiar muntah maka puasanya tidak batal.


Istimna' (onani)

1. Jika pelaku salat beristimna' yakni berbuat sendiri sehingga mani keluar darinya, maka puasanya batal.

2. Jika mani keluar darinya tanpa ikhtiar misalnya junub dalam tidur maka puasanya tidak batal.


Kesimpulan Pelajaran

1. Makan dan minum, menyampaikan debu tebal ke tenggorokkan, memasukkan kepala ke dalam air, muntah, berhubungan seks, istimna' (onani), tetap dalam kondisi junub sampai azan subuh, semua ini membatalkan puasa.

2. Menelan ludah tidak membatalkan puasa.

3. Jika seseorang karena lupa makan sesuatu atau minum maka puasanya tidak batal.

4. Suntikan jika bukan sebagai pengganti makanan maka tidak membatalkan puasa.

5. Jika debu tidak tebal atau tidak sampai ke tenggorokkan atau pelaku puasa ragu apakah debu sampai ke tenggorokkan atau tidak maka puasanya tidak batal.

6. Jika seseorang lupa memasukkan kepala ke dalam air atau jatuh ke dalam air tanpa ikhtiar atau dengan paksa dia dijatuhkan ke dalam air maka puasanya tidak batal.

7. Jika pelaku puasa muntah tanpa ikhtiar atau tidak tahu kalau puasa maka puasanya tidak batal.

8. Jika pelaku salat dalam kondisi tidur dia junub maka puasanya tidak batal.


Pertanyaan:

1. Apa hukumnya membersihkan sisa makanan dalam mulut dengan tusuk gigi atau bersikat gigi dalam kondisi berpuasa?

2. Apakah makan permen karet membatalkan puasa?

3. Seseorang dalam kondisi minum air, ingat bahwa dia sedang berpuasa, apa tugasnya dan hukum puasanya bagaimana?

4. Merokok termasuk bagian yang mana yang membatalkan salat?

5. Apa hukumnya berenang dalam kondisi berpuasa?


Pelajaran 33: Sesuatu yang Membatalkan Puasa

Tetap dalam Kondisi Junub sampai Azan Subuh

Jika orang yang junub sampai azan subuh belum mandi atau jika tugasnya adalah tayamum, ternyata dia tidak bertayamum, pada sebagian masalah puasanya batal misalnya di bawah ini:

1. Jika sampai azan subuh sengaja tidak mandi atau jika tugasnya adalah tayamum ternyata dia tidak bertayamum:

a. Pada puasa Ramadhan dan puasa qadha puasanya batal.

b. Pada puasa selain puasa Ramadhan dan puasa qadha, puasanya tidak batal.

2. Jika lupa tidak mandi atau tidak bertayamum dan ingat setelah sehari atau beberapa hari:

a. Pada puasa bulan Ramadhan, puasa-puasanya waktu itu harus diqadha.

b. Pada qadha puasa bulan Ramadhan, berdasarkan ihtiyath wajib puasa-puasanya waktu itu harus diqadha.*

c. Pada puasa selain bulan Ramadhan dan qadhanya seperti puasa nazar atau puasa kaffarah, puasanya sah.

3. Jika pelaku puasa junub dalam kondisi tidur dia tidak wajib langsung mandi dan puasanya sah.

4. Jika orang yang junub pada malam bulan Ramadhan tahu bahwa dia tidak bisa bangun sebelum subuh untuk mandi maka dia tidak boleh tidur, jika dia tidur dan tidak bisa bangun maka puasanya batal.


Pekerjaan-pekerjaan yang Makruh untuk Pelaku Puasa

1. Melakukan sesuatu yang menyebabkan badannya jadi lemah seperti donor darah.

2. Mencium tumbuhan yang berbau harum, tetapi memakai wangi-wangian tidak makruh.

3. Membasahi pakaian yang dipakai.

4. Bersikat gigi dengan kayu yang basah.


Qadha dan kaffarahnya Puasa

1. Puasa qadha

Jika seseorang tidak berpuasa pada waktunya maka dia harus berpuasa pada hari yang lain sebagai gantinya, oleh karena itu puasa yang dikerjakan setelah waktunya disebut dengan puasa qadha.

2. kaffarah puasa

Kaffarah adalah sangsi yang ditetapkan karena batalnya puasa, yang terdiri dari:

a. Membebaskan seorang budak.

b. Berpuasa selama dua bulan, di mana selama 31 hari harus dilaksanakan secara berturut-turut.

c. Memberi makan 60 orang fakir miskin atau memberi satu mud* makanan kepada masing-masing dari mereka.

Orang yang wajib baginya kaffarah, dia harus melaksanakan salah satu dari tiga di atas, akan tetapi karena budak pada zaman sekarang menurut fikih tidak dapat ditemukan maka melakukan yang kedua dan ketiga, jika dia tidak mampu melaksanakan satu pun darinya hendaknya memberikan makanan kepada fakir sebatas kemampuannya, jika ini pun tidak mampu hendaknya beristigfar.

Pada beberapa hal di bawah ini melakukan qadha puasa adalah wajib tetapi tidak ada kaffarahnya:

1. Sengaja muntah.*

2. Pada bulan Ramadhan lupa tidak mandi janabah dan berpuasa selama satu hari atau beberapa hari dalam kondisi junub.

3. Pada bulan Ramadhan melakukan sesuatu yang membatalkan puasa tanpa mengecek terlebih dahulu apakah sudah subuh atau belum seperti minum air, kemudian ketahuan bahwa sudah subuh.

4. Ada orang mengatakan bahwa belum subuh dan pelaku puasa melakukan sesuatu yang membatalkan puasa berdasarkan kata-kata orang tersebut dan kemudian ketahuan bahwa sudah subuh.

Jika sengaja tidak berpuasa pada puasa bulan Ramadhan atau sengaja membatalkannya maka baginya wajib melaksanakan qadha dan kaffarah.**


Kesimpulan Pelajaran

1. Jika orang yang junub pada puasa bulan Ramadhan dan qadhanya sengaja tidak mandi sampai azan subuh atau jika tugasnya adalah tayamum dan dia tidak bertayamum maka puasanya batal.

2. Jika pada puasa bulan Ramadhan lupa sehingga tidak mandi atau tidak bertayamum dan setelah sehari atau beberapa hari ingat maka puasa-puasanya waktu itu harus diqadha.

3. Jika seseorang junub di siang hari dalam kondisi tidur, dia tidak wajib langsung mandi dan puasanya sah.

4. Jika orang yang junub pada malam bulan Ramadhan tahu bahwa kalau dia tidur tidak bisa bangun sebelum subuh untuk mandi maka dia tidak boleh tidur, jika dia tidur dan tidak bisa bangun maka puasanya batal.

5. Mencium tumbuhan yang wangi dan membasahi pakaian yang dipakainya dalam kondisi berpuasa adalah makruh.

6. Puasa setelah waktunya disebut dengan puasa qadha dan sangsi karena membatalkan puasa disebut dengan kaffarah.

7. Orang yang wajib baginya kaffarah, dia harus memerdekakan budak atau puasa selama dua bulan atau memberi makan 60 orang fakir miskin.

8. Jika sengaja muntah atau pada bulan Ramadhan lupa tidak mandi dan berpuasa sehari atau beberapa hari tanpa mandi, maka puasa-puasa waktu itu harus diqadha akan tetapi tidak ada kaffarahnya.

9. Jika makan tanpa mengecek terlebih dahulu kemudian ketahuan bahwa dia makan ketika sudah subuh maka puasanya batal dan harus diqadha tetapi tidak ada kaffarahnya.

10. Jika sengaja tidak berpuasa Ramadhan, selain dia harus melaksanakan qadhanya juga harus membayar kaffarahnya.


Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara qadha puasa dengan kaffarah puasa?

2. Apa hukum puasanya jika pada puasa sunah tidak mandi sampai azan subuh?

3. Apa tugasnya jika ketika bangun dari tidur tidak memiliki waktu untuk mandi janabah?

4. Apa hukumnya memakai wangi-wangian dalam kondisi berpuasa?

5. Seseorang jamnya terlambat, dia makan sahur sesuai dengan jamnya kemudian tahu bahwa di makan sahur setelah azan subuh, apa tugasnya sekaitan dengan qadha dan kaffarah?


Pelajaran 34: Hukum-hukum Qadha dan Kaffarahnya Puasa

1. Qadhanya puasa tidak harus dikerjakan langsung akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib* harus dikerjakan sampai Ramadhan tahun depan.

2. Jika punya puasa qadha beberapa bulan dari bulan Ramadhan dan ketika membayar mendahulukan yang mana saja tidak apa-apa. Akan tetapi jika waktu untuk membayar qadha puasa bulan Ramadhan yang terakhir sempit misalnya punya qadha puasa bulan Ramadhan yang terakhir sepuluh hari sementara sepuluh hari lagi bulan Ramadhan tiba maka harus** membayar puasa qadha sepuluh hari milik Ramadhan yang terakhir.

3. Seseorang tidak boleh meremehkan pembayaran kaffarah akan tetapi tidak harus langsung membayar.

4. Jika seseorang wajib baginya untuk membayar kaffarah dan sudah bertahun-tahun belum membayarnya maka kaffarahnya tetap saja dan tidak bertambah.

5. Jika tidak berpuasa karena ada uzur bepergian dan setelah bulan Ramadhan tidak ada uzur, akan tetapi sengaja tidak membayar qadha puasanya sampai bulan Ramadhan tahun berikutnya maka selain harus membayar qadha juga harus memberikan satu mud (750 gram) makanan untuk setiap harinya kepada fakir miskin.

6. Jika membatalkan puasa dengan pekerjaan haram seperti istimna' maka berdasarkan ihtiyath wajib*** dia harus membayar seluruh kaffarah yang ada yakni harus memerdekakan seorang budak, puasa dua bulan dan memberi makan enam puluh orang fakir. Jika dia tidak mampu membayar ketiga-tiganya maka harus membayar salah satunya yang dia mampu.

Pada Beberapa Hal di bawah ini Tidak Ada Kewajiban Qadha juga Tidak Ada Kewajiban Kaffarah:

1. Puasa-puasa yang tidak dikerjakan sebelum balig.

2. Puasa-puasa ketika dalam kondisi kafir bagi orang yang baru masuk islam yakni jika seorang kafir masuk islam tidak ada kewajiban baginya untuk membayar qadha puasa-puasa yang lalu.

3. Orang tua yang tidak bisa berpuasa karena usianya yang sudah lanjut dan setelah bulan Ramadhan juga tidak mampu membayar qadha puasanya* akan tetapi jika berpuasa baginya adalah susah maka untuk setiap harinya harus memberi satu mud (750 gram) makanan kepada fakir miskin.


Puasa Qadha Ayah dan Ibu

Setelah wafatnya ayah, anak laki-laki paling besar harus mengerjakan salat dan puasa qadha ayahnya dan ihtiyath mustahab** juga salat dan puasa qadha ibunya.


Puasa Musafir

Musafir yang harus mengerjakan salat jenis empat rakaatnya menjadi dua rakaat, dia tidak boleh berpuasa akan tetapi harus mengerjakan qadhanya dan musafir yang harus mengerjakan salat jenis empat rakaatnya secara sempurna seperti orang yang pekerjaannya adalah bepergian maka dia harus berpuasa.


Hukum Puasa Musafir

Dalam kondisi pergi:

1. Pergi sebelum zuhur, ketika sampai pada haddu tarakhus*maka puasanya batal. akan tetapi jika sebelum sampai pada haddu tarakhus dia sudah membatalkan puasanya terlebih dahulu maka ihtiyath wajib harus membayar kaffarah.**

2. Pergi setelah zuhur, puasanya sah dan tidak boleh membatalkannya.

Dalam kondisi pulang dari bepergian:

1. Sebelum zuhur sampai ke daerah tempat tinggalnya atau daerah di mana dia niat tinggal selama sepuluh hari:

a. Jika dia tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa maka harus melanjutkan puasanya dan puasanya sah.

b. Dia telah membatalkan puasanya maka dia tidak wajib berpuasa pada hari itu dan harus mengqadhanya.

2. Setelah zuhur sampai maka puasanya batal dan harus mengqadhanya.

Perhatian: bepergian pada bulan Ramadhan tidak apa-apa.


Zakat Fitrah

Setelah selesai bulan suci Ramadhan yakni pada hari raya idul fitri harus memberikan sedikit hartanya kepada fakir miskin sebagai zakat fitrah.


Ukuran Zakat Fitrah

Untuk dirinya sendiri dan orang yang menjadi tanggungannya seperti istri dan anak masing-masing 3 kg.


Bahan Zakat Fitrah

Bahan yang dibayarkan untuk zakat fitrah antara lain gandum, juw (sejenis gandum), kurma, kismis, beras, jagung, dan sebaginya dan boleh membayar zakat fitrah berupa uang dari salah satunya.


Kesimpulan Pelajaran

1. Qadhanya puasa bulan Ramadhan berdasarkan ihtiyath wajib harus dikerjakan sampai Ramadhan tahun berikutnya.

2. Jika punya qadha beberapa bulan Ramadhan, boleh mengerjakan qadhanya yang mana saja kecuali jika waktu untuk mengerjakan qadha tahun sebelumnya sempit.

3. Jika menunda-nunda pembayaran kaffarah sampai bertahun-tahun, kaffarahnya tetap dan tidak ada tambahan untuknya.

4. Jika tanpa uzur, tidak mengerjakan qadha puasa bulan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya maka selain harus membayar qadha harus memberikan 750 gram makanan kepada fakir miskin untuk setiap harinya.

5. Jika membatalkan puasa dengan pekerjaan haram maka harus membayar kaffarah ketiga-tiganya.

6. Puasa-puasa sebelum balig dan puasa-puasa pada masa kafir bagi orang yang baru masuk islam tidak ada qadhanya.

7. Anak laki-laki paling besar harus mengerjakan salat dan puasa qadha ayahnya setelah wafat ayahnya.

8. Puasa akan batal pada bepergian yang mengharuskan salat qasar.

9. Musafir yang pergi setelah zuhur puasanya sah.

10. Jika musafir sebelum zuhur sampai di daerah tempat tinggalnya atau sampai di tempat tujuan untuk tinggal selama sepuluh hari, selama dia tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa maka dia harus melanjutkan puasanya dan puasanya sah.


Pertanyaan:

1. Jelaskan masa untuk mengerjakan qadha puasa Ramadhan.

2. Jelaskan waktu kaffarahnya puasa.

3. Apa tugasnya jika seseorang sampai Ramadhan tahun berikutnya belum mengerjakan qadha puasanya?

4. Apa tugas orang laki-laki yang tidak mampu berpuasa karena usianya yang sudah lanjut?

5. Jika anak laki-laki paling besar meninggal dunia maka qadha puasa ayahnya menjadi tanggungan siapa?

6. Siapa saja yang harus tetap berpuasa jika dalam bepergian?


Pelajaran 35: Khumus

Salah satu dari tugas-tugas ekonomi kaum muslimin adalah membayar khumus, artinya bahwa pada sebagian hal, seperlima dari hartanya harus di bayarkan kepada pemimpin syar'i untuk penggunaan yang sudah ditentukan.

Khumus Hukumnya Wajib pada Tujuh Sesuatu:

a. Apa yang lebih dari biaya hidup setahun (laba usaha).

b. Tambang.

c. Harta karun.

d. Harta rampasan perang.

e. Perhiasan yang didapatkan dari penyelaman ke dalam laut.

f. Harta halal yang campur dengan harta haram.

g. Tanah yang dibeli oleh kafir zimmi* dari orang islam.

Membayar khumus merupakan sebuah kewajiban bagaikan salat dan puasa, dan seluruh orang yang balig dan berakal jika memiliki salah satu dari tujuh macam di atas maka dia harus membayar khumusnya.

Pada permulaan usia balig jika seseorang berpikir untuk melaksanakan ibadah salat dan puasa dia juga harus berpikir untuk membayar khumus dan zakat, oleh karena itu untuk mengenal dan mengetahui masalahnya sebatas kebutuhan adalah perlu. Dalam tulisan ini kami hanya membahas salah satu dari tujuh macam yang diwajibkan khumusnya yang menyangkut seluruh kalangan masyarakat dan itu adalah khumusnya sesuatu yang lebih dari biaya hidup setahun seseorang dan keluarganya.

Untuk lebih jelasnya kami harus menjawab pertanyaan ini: Apa maksud dari biaya hidup setahun?


Biaya Setahun

Islam menghargai jerih payah manusia dan lebih mendahulukan kebutuhan hidup mereka dari pada masalah pembayaran khumus. Oleh karena itu, setiap orang dalam satu tahun bisa memenuhi kebutuhannya dari hasil jerih payahnya dan di akhir tahun jika tidak ada sisanya maka tidak wajib membayar khumus. Akan tetapi, setelah dia hidup sesuai dengan standar dan berdasarkan kebutuhannya artinya tidak berlebihan dan juga tidak irit, jika di akhir tahun ada kelebihan dari biaya hidupnya selama setahun maka 1/5 dari kelebihan itu dibayarkan sebagai khumus dan sisanya 4/5 untuk dirinya sendiri. Dengan demikian maksud dari biaya hidup adalah segala macam kebutuhan yang diperlukan dalam hidupnya baik untuk dirinya maupun keluarganya seperti:

a. Makanan dan pakaian.

b. Barang-barang dan perabot rumah tangga.

c. Alat transportasi.

d. Biaya untuk tamu.

e. Biaya untuk kawin.

f. Kitab-kitab yang diperlukan.

g. Biaya bepergian.

h. Hadiah yang diberikan kepada orang lain.

i. Sedekah dan nazar atau membayar kaffarah.


Tahun Membayar Khumus

Orang yang balig, dari hari pertama dia balig harus mengerjakan salat dan pada bulan pertama Ramadhan harus berpuasa dan setelah lewat satu tahun dari penghasilannya yang pertama, jika ada kelebihan biaya hidup yang dipakai selama setahun maka 1/5 dari kelebihan biaya setahun itu dibayarkan sebagai khumus. Oleh karena itu awal penghitungan khumus adalah penghasilan yang pertama dan akhir tahunnya adalah tanggal ulang tahun mendapatkan penghasilan. Dengan demikian awal tahun bagi petani adalah panen yang pertama, bagi pegawai adalah gaji yang pertama, bagi karyawan adalah bayaran yang pertama dan bagi pedagang adalah muamalah pertama yang dia lakukan.


Harta yang Didapatkan dengan Perantara Di Bawah ini Tidak Ada Khumusnya:

a. Harta warisan.

b. Sesuatu yang diberikan ke orang lain.

c. Hadiah yang didapatkan dari orang lain.

d. Sesuatu yang di kasihkan ke orang lain sebagai hadiah.*

e. Harta yang diberikan kepada orang lain sebagai khumus atau zakat atau sedekah.


Akibat Tidak Membayar Khumus

1. Selama khumus hartanya belum dibayar pemilik tidak bisa menggunakan hartanya yakni makanan yang khumusnya belum dibayar tidak bisa dimakan atau uang yang belum dibayar khumusnya tidak bisa dipakai untuk membeli sesuatu.

2. Jika melaksanakan jual beli dengan uang yang belum dikhumusi (tanpa izin pemimpin syar'i) maka 1/5 dari muamalah itu batal*

3. Jika ingin mandi di kamar mandi umum dan membayar pakai uang yang belum dikhumusi kepada pemilik kamar mandi maka mandinya batal.**

4. Jika membeli rumah dengan uang yang belum dikhumusi maka salat di dalamnya adalah batal.


Hukum-hukum Khumus

1. Jika ada kelebihan dari biaya hidup setahun karena hidup qonaah dan sederhana maka harus dibayar khumusnya.

2. Jika perabot rumah yang dibeli sudah tidak diperlukan lagi berdasarkan ihtiyath wajib*** harus dibayar khumusnya misalnya beli kulkas yang lebih besar dan tidak perlu pada kulkas sebelumnya (kulkas sebelumnya harus dibayar khumusnya).

3. Bahan makanan yang digunakan untuk setahun yang dibeli dari uang mata pencaharian seperti beras, minyak dan teh, jika pada akhir tahun ada kelebihan maka harus dibayar khumusnya.

4. Jika anak yang belum balig memiliki modal dan dia mendapatkan labanya, berdasarkan ihtiyath wajib* setelah dia balig maka harus membayar khumusnya.**


Penyerahan Khumus

Khumus harus dibagi menjadi dua bagian, setengahnya adalah sahamnya Imam Mahdi AS. yang harus diserahkan kepada Mujtahid yang memiliki seluruh syarat yang mana dia taklid kepadanya atau wakilnya. Dan setengahnya lagi bisa diserahkan kepada Mujtahid yang memiliki seluruh syarat atau dengan izin mujtahid tersebut diberikan kepada para sayyid yang memiliki syarat-syaratnya. ***


Syarat-syarat Sayyid yang Bisa Diberi Khumus

a. Harus fakir atau tidak bisa pulang dari bepergian sekalipun di kotanya termasuk orang kaya.

b. Harus Syi'ah Imamiyah.

c. Berdasarkan ihtiyath wajib tidak bermaksiat secara terang-terangan. Pemberian khumus kepadanya jangan sampai membantu dia untuk berbuat dosa.

d. Bukan termasuk orang-orang yang biaya hidupnya menjadi tanggungan pembayar khumus seperti istri dan anak (berdasarkan ihtiyath wajib).---> Catatan: Bukan pada media Sosial seperti facebook, twitter, dll. harus Langsung kepada Orangnya


Kesimpulan Pelajaran

1. Salah satu dari tugas ekonomi adalah membayar khumus.

2. Pada beberapa hal di bawah ini wajib membayar khumusnya:

a. Hasil usaha.

b. Tambang.

c. Harta karun.

d. Rampasan perang.

e. Perhiasan laut.

f. Harta halal bercampur dengan harta haram.

g. Tanah yang dibeli oleh orang kafir zimmi dari orang muslim.

3. Makanan, pakaian, rumah, perabot rumah, kendaraan, biaya tamu, kawin, ziarah, bepergian, perhiasan, sedekah, kaffarah adalah bagian dari biaya hidup setahun.

4. Dari sejak seseorang memiliki mata pencaharian dan usaha maka mulailah baginya tahun khumus dan setelah lewat setahun apa yang lebih dari biaya hidupnya selama setahun maka harus dibayar khumusnya.

5. Harta yang didapatkan dari warisan, dan sesuatu yang diberikan kepada dirinya dan hadiah yang dia dapatkan tidak ada khumusnya.

6. Selama harta itu belum dibayar khumusnya seseorang tidak bisa menggunakannya, jika dia menggunakan untuk muamalah maka 1/5 darinya adalah batal.

7. Setengah dari khumus adalah milik Imam Mahdi AS. dan harus diserahkan kepada marja' taklidnya dan setengahnya dengan izin marja' taklidnya bisa diberikan kepada sayyid yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Harus fakir.

b. Harus Syi'ah Imamiyah.

c. Tidak bermaksiat secara terang-terangan.

d. Bukan termasuk orang yang menjadi tanggungan dalam pembiayaan hidup seperti istri dan anak.


Pertanyaan:

1. Perhiasan yang mana yang ada khumusnya?

2. Jelaskan maksud hasil usaha?

3. Kapan permulaan tahun khumus?

4. Apakah kado dan hadiah ada khumusnya atau tidak?

5. Anak-anak yang bekerja dan menyimpan uang apakah khumus wajib bagi mereka atau tidak?

6. Apa yang dimaksud dengan penggunaan khumus?


Pelajaran 36: Zakat

Satu lagi tugas penting kaum muslimin dari segi ekonomi adalah membayar zakat. Al-Quran menyebutkan zakat setelah menyebutkan salat, ini menunjukkan betapa pentingnya masalah zakat karena zakat merupakan tanda-tanda iman dan faktor keselamatan. Di antara hadis-hadis dari Imam maksum a.s. ada yang menyebutkan bahwa barang siapa yang tidak membayar zakat maka dia telah keluar dari agamanya.

Zakat memiliki beberapa macam bagian, satu bagian darinya adalah zakat badan dan kehidupan yang dibayar setiap tahun, tepatnya pada hari raya idul fitri yang diwajibkan khusus bagi orang yang bisa membayarnya, masalah ini sudah dibahas di akhir pembahasan puasa.*

Bagian lain adalah zakat harta, akan tetapi tidak semua harta harus dibayar zakatnya bahkan hanya sembilan macam sesuatu yang harus dibayar zakatnya.

Beberapa Hal yang Wajib Di Bayar Zakatnya:

1. Gandum

2. Juw (sejenis gandum)

3. Kurma

4. Kismis

5. Unta

6. Sapi

7. Kambing

8. Emas

9. Perak


Ukuran Nisab (Batas Membayar Zakat)

Zakatnya barang-barang yang sudah disebutkan di atas menjadi wajib jika sudah mencapai ukuran tertentu yang disebut dengan haddu nisab, oleh karena itu jika hasil panen atau jumlah hewan ternak tidak sampai pada haddu nisab maka tidak wajib zakat.


Nisabnya Gandum, Juw , Kurma dan Kismis

Nisabnya gandum, juw, kurma dan kismis seluruhnya sama kurang lebih 850 kg*, oleh karena itu jika hasil panen ukurannya kurang dari 850 kg maka tidak wajib membayar zakatnya.


Ukuran Zakat Gandum, Juw, Kurma dan Kismis

Jika salah satu dari keempat hasil panen ini mencapai ukuran nisab maka harus dibayar zakatnya akan tetapi bergantung pada cara pengairannya. Oleh karena itu, ukuran zakatnya jika berdasarkan cara pengairan maka dibagi menjadi tiga macam:

1. Hasil panen yang pengairannya dari air hujan dan air sungai atau pertumbuhannya karena asli dari air hujan maka ukuran zakatnya adalah 1/10.

2. Hasil panen yang pengairannya dengan timba atau disel ukuran zakatnya adalah 1/20.

3. Hasil panen yang pengairannya melalui kedua-duanya artinya selain dengan perantara air hujan dan air sungai juga disiram dengan tangan maka ukuran zakatnya adalah setengahnya 1/10 dan setengahnya lagi 1/20.


Nisabnya Binatang Ternak


Kambing

Nisabnya kambing yang paling rendah adalah 40 ekor dan zakatnya adalah satu ekor. Jika jumlahnya tidak sampai 40 ekor maka tidak wajib zakat.


Sapi

Nisabnya sapi yang paling rendah adalah 30 ekor dan zakatnya adalah satu anak sapi yang umurnya sudah setahun masuk ke tahun kedua.


Unta

Nisabnya unta yang paling rendah adalah 5 ekor dan zakatnya adalah satu kambing. Selama jumlah unta tidak sampai 26 ekor maka setiap 5 ekor zakatnya satu kambing akan tetapi jika jumlahnya sudah mencapai 26 ekor maka zakatnya satu unta.


Nisab Emas dan Perak

Nisab emas 15 mitsqal* dan nisab perak 105 mitsqal dan zakat keduanya adalah 1/40.


Hukum-hukum Zakat

1. Biaya yang di pakai untuk membeli biji gandum, juw, kurma dan kismis serta ongkos pekerja dan lain-lainnya bisa diambilkan dari hasil panen, akan tetapi penghitungan ukuran nisab dilakukan sebelum pengurangan biaya**, oleh karena itu jika sebelum pengurangan biaya ukurannya sudah mencapai nisab maka diwajibkan untuk membayar zakat akan tetapi zakatnya di bayar dari sisa panen yang sudah dikurangi untuk biaya.

2. Zakatnya binatang ternak (kambing, sapi, unta) akan wajib jika:

a. Sudah setahun memilikinya.*Oleh karena itu, jika seseorang membeli sapi sebanyak 100 ekor dan setelah 9 bulan dia jual sapi-sapinya maka tidak wajib baginya untuk membayar zakatnya.

b. Binatang ternaknya selama setahun tidak bekerja, oleh karena itu sapi atau unta yang digunakan untuk bekerja di sawah atau untuk mengangkut tidak ada zakatnya.

c. Binatang ternaknya selama setahun makan sendiri dari rumput liar, oleh karena itu jika selama setahun atau sebagian dari setahun ia makan dari rumput cabutan atau rumput yang ditanam maka tidak ada zakatnya.

3. Zakatnya emas dan perak akan diwajibkan bila berupa logam yang biasa digunakan dalam muamalah, oleh karena itu emas dan perak yang digunakan sebagai perhiasan oleh para wanita tidak ada zakatnya.

4. Membayar zakat termasuk ibadah dan apa yang dibayarkan hendaknya diniatkan untuk zakat dan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.


Penggunaan Zakat

Zakat digunakan untuk apa dan buat siapa? Ada delapan macam:

1. Fakir, adalah orang yang penghasilannya lebih rendah dari kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya selama setahun.

2. Miskin adalah orang yang tidak memiliki apa-apa.

3. Orang yang diutus dari pihak Imam Maksum a.s. atau pengganti beliau atau petugas beliau yang bertugas untuk mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat.

4. Untuk menjadikan hati orang cenderung kepada Islam dan kaum muslimin, misalnya jika menolong orang yang bukan muslim dari zakat maka dia akan cenderung kepada islam atau dia akan menolong umat islam ketika perang*

5. Memerdekakan para budak.

6. Orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayar hutangnya.

7. Zakat digunakan di jalan Allah swt. Yakni pekerjaan-pekerjaan yang manfaatnya untuk semua dan mendapat ridha Allah seperti membangun jalan, jembatan dan masjid.

8. Musafir yang kehabisan bekal sehingga tidak bisa pulang sekalipun dia kaya di daerah tempat tinggalnya.


Kesimpulan Pelajaran

1. Harta-harta yang diwajibkan zakatnya antara lain gandum, juw, kurma, kismis, unta, sapi, kambing, emas dan perak.

2. Zakat akan menjadi wajib jika harta yang harus dizakati sudah mencapai ukuran nisab. Ukuran nisab masing-masing dan zakatnya adalah sebagai berikut:

1. Jenis harta: gandum, juw, kurma, kismis; nisab: 847, 207 kg atau dibulatkan menjadi 850 kg; ukuran zakat: a). 1/10 dengan pengairan lewat alam, b). 1/20 dengan pengairan diusahakan oleh pemiliki, c). 3/40 dengan pengairan yang digabungkan antara keduanya (lewat alam + usaha sendiri).

2. Jenis harta: unta; nisab: 5 ekor unta; ukuran zakat: 1 ekor kambing; nisab: 25 ekor unta; ukuran zakat: setiap 5 ekor zakat 1 ekor kambing; nisab: 26 ekor unta; ukuran zakat: 1 ekor unta.

3. Jenis harta: sapi; nisab: 30 ekor sapi; ukuran zakat: 1 ekor sapi berumur satu tahun.

4. Jenis harta: kambing; nisab: 40 ekor kambing; ukuran zakat: 1 ekor kambing.

5. Jenis harta: emas; nisab: 15 mitsqal; ukuran zakat: 1/40.

6. Jenis harta: perak; nisab 105 mitsqal; ukuran zakat: 1/40.

3. Zakat harus digunakan untuk delapan hal tertentu antara lain untuk pekerjaan yang disukai Allah seperti membangun masjid, jembatan dan sebaginya,


Pertanyaan:

1. Hasil panen pepohonan dan tumbuhan yang mana yang diwajibkan zakatnya?

2. Apa maksud dari nisab dalam bab zakat?

3. Apakah nisab dihitung sebelum hasil panen dikurangi biaya atau sesudah dikurangi biaya?

4. Berapa nisab paling rendahnya sapi dan kambing dan ukuran zakatnya masing-masing?

5. Hitunglah berapa zakatnya 18 logam emas yang masing-masing beratnya adalah 10 mitsqal?

6. Zakatnya gandum yang pengairannya dengan air sungai yang disedot melalui disel adalah 1/10 atau 1/20?

7. Seseorang pada awal Februari beli 25 ekor kambing dan pada awal Juli tahun itu juga dia membeli 20 ekor kambing lagi, kapan pembayaran zakatnya kambing-kambing ini?


Pelajaran 37: Amar Makruf dan Nahi Mungkar*

Setiap manusia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan dan perbuatan baik dan wajib yang di tinggalkan dalam masyarakat. Oleh karena itu tidak boleh diam atau cuek jika ada perbuatan wajib ditinggalkan dan perbuatan haram dikerjakan. Seluruh lapisan masyarakat harus bertindak untuk mengerjakan yang wajib dan mencegah yang haram hal inilah yang disebut dengan amar makruf dan nahi mungkar.


Pentingnya Amar Makruf dan Nahi Mungkar

Pada sebagian hadis Imam maksum a.s. dikatakan bahwa:

a. Amar makruf dan nahi mungkar termasuk kewajiban yang paling penting dan mulia.

b. Kewajiban-kewajiban agama tetap kokoh karena adanya amar makruf dan nahi mungkar.

c. Amar makruf dan nahi mungkar termasuk daruratnya agama dan barang siapa yang mengingkarinya maka dia adalah kafir.

d. Jika masyarakat meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar maka akan hilang keberkahan hidup dan doa-doa tidak dikabulkan.


Definisi Makruf dan Mungkar

Dalam hukum agama seluruh kewajiban dan sunah disebut dengan makruf dan seluruh yang haram dan makruh dinamakan dengan mungkar. Oleh karena itu mengajak penduduk masyarakat untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan sunah adalah amar makruf dan mencegah mereka dari pekerjaan haram dan makruh adalah nahi mungkar.

Amar makruf dan nahi mungkar adalah wajib kifayah artinya kewajiban semua masyarakat di mana jika sudah ada sebagian masyarakat yang melakukannya dengan baik dan cukup maka tidak wajib lagi bagi yang lainnya akan tetapi, jika semua orang meninggalkan dan tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar sementara fasilitas untuk melakukannya tersedia maka semuanya terhitung telah meninggalkan kewajiban.


Syarat-syarat Amar Makruf dan Nahi Mungkar

Amar makruf dan nahi mungkar, akan diwajibkan jika ada beberapa syaratnya dan tidak wajib jika syarat-syaratnya tidak terpenuhi.

Syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar antara lain:

1. Orang yang melakukan amar makruf dan nahi mungkar tahu bahwa apa yang dilakukan oleh orang lain adalah pekerjaan haram dan apa yang ditinggalkannya adalah pekerjaan wajib oleh karenanya barang siapa yang tidak tahu, apakah pekerjaan yang dilakukan orang lain itu haram atau wajib maka dia tidak wajib untuk mencegahnya.

2. Amar makruf dan nahi mungkar yang dilakukannya ada pengaruhnya. Oleh karena itu jika dia tahu tidak ada pengaruhnya atau ragu maka tidak wajib untuk beramar makruf dan nahi mungkar.

3. Pendosa terus menerus berbuat dosa oleh karena itu jika diketahui bahwa pendosa meninggalkan dosanya dan tidak mengulangi lagi atau tidak mungkin ada jalan untuk mengulangi lagi maka amar makruf dan nahi mungkar tidak wajib.

4. Amar makruf dan nahi mungkar tidak membahayakan jiwa, kehormatan dan harta secara serius bagi pelakunya, keluarga, dan teman-temannya maupun kaum mukminin lainnya.


Tahapan Amar Makruf dan Nahi Mungkar

Dalam beramar makruf dan nahi mungkar ada tahapannya, jika dengan melakukan tahapan yang paling rendah tujuannya tercapai maka tidak boleh melakukan tahapan berikutnya. Tahapan itu antara lain:

Pertama: melakukan sesuatu sehingga pendosa paham bahwa karena dosa yang dilakukannya sehingga orang lain bersikap seperti ini, misalnya dengan memalingkan wajah atau bermuka masam di hadapannya atau tidak berinteraksi dengannya.

Kedua: beramar makruf dan nahi mungkar dengan ucapan* yakni mengajak orang yang meninggalkan kewajiban untuk mengerjakannya dan mengajak pendosa untuk meninggalkan dosa.

" Menggunakan kekerasan dengan memukul pendosa dalam rangka melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar.


Hukum-hukum Amar Makruf dan Nahi Mungkar

1. Belajar syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar dan masalah-masalah yang terkait dengannya adalah wajib supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengajak dan melarangnya.

2. Jika tahu bahwa amar makruf dan nahi mungkar tanpa dibarengi dengan permohonan dan nasihat tidak akan ada pengaruhnya maka wajib dibarengi dengan permohonan dan nasihat. Jika tahu bahwa hanya dengan permohonan dan nasihat tanpa amar makruf dan nahi mungkar ada pengaruhnya maka wajib melakukan yang demikian saja.

3. Jika tahu atau menurut perkiraan amar makruf dan nahi mungkarnya akan berpengaruh jika diulang-ulang maka wajib untuk mengulang-ulang.

4. Maksud dari memaksa dalam berbuat dosa bukan berarti terus menerus berbuat dosa tetapi mengerjakan dosa itu sendiri walaupun sekali lagi oleh karenanya jika sekali meninggalkan salat dan ada rencana untuk meninggalkannya lagi maka amar makruf dan nahi mungkar di sini hukumnya wajib.

5. Dalam beramar makruf dan nahi mungkar melukai dan membunuh pendosa tanpa izin pemimpin syar'i tidak diperbolehkan, kecuali jika kemungkarannya memang betul-betul serius seperti jika pendosa ingin membunuh orang yang tidak berdosa dan untuk mencegahnya tidak bisa kecuali dengan melukainya. *


Adab Beramar Makruf dan Nahi Mungkar

Orang yang melakukan amar makruf dan nahi mungkar sebaiknya:

1. Seperti seorang dokter yang baik dan seorang ayah yang penyayang.

2. Niatnya ikhlas dan hanya karena Allah melakukan amar makruf dan nahi mungkar dan bukan untuk kesombongan.

3. Tidak menganggap dirinya paling suci apalagi kadang-kadang masih berbuat kesalahan dan hendaknya memiliki sifat yang baik yang menjadikan Allah menyayanginya walaupun ada tingkahnya yang masih membikin Allah marah.


Kesimpulan Pelajaran

1. Makruf adalah kewajiban-kewajiban dan sunah, mungkar adalah pekerjaan yang haram dan makruh.

2. Amar makruf dan nahi mungkar adalah wajib kifayah.

3. Syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar antara lain:

a. Pelaku amar makruf dan nahi mungkar mengenal yang makruf dan yang mungkar.

b. Tahu kalau ada pengaruhnya.

c. Pendosa berniat untuk mengulangi dosa-dosanya.

d. Ajakan dan larangan tidak menyebabkan kerusakan.

4. Tahapan amar makruf dan nahi mungkar adalah sebagai berikut:

a. Tidak berteman dan berinteraksi dengan pendosa.

b. Mengajak atau melarang dengan ucapan.

c. Memukul pendosa.

5. Belajar syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar serta tahapan dan masalah-masalah yang terkait dengannya adalah wajib.

6. Jika pengulangan ajakan atau larangan dalam beramar makruf dan nahi mungkar diperlukan maka pengulangan wajib dilakukan.

7. Melukai dan membunuh pendosa tanpa izin pemimpin syar'i tidak diperbolehkan kecuali kemungkarannya termasuk perkara yang betul-betul serius.


Pertanyaan:

1. Berilah contoh sesuatu yang makruf dan yang mungkar masing-masing lima contoh.

2. Dalam kondisi bagaimana amar makruf dan nahi mungkar tidak wajib?

3. Jika ada orang sedang mendengarkan musik dan kita tidak tahu apakah musik itu haram atau tidak, Maka melarangnya wajib atau tidak?

4. Jika melihat seseorang sedang salat dengan memakai pakaian najis apakah wajib untuk memberitahukan kepadanya? Kenapa?

5. Bolehkah membeli barang dari toko yang pemiliknya tidak salat?

6. Dalam kondisi bagaimana boleh melukai pendosa? Berikan dua contoh.


Pelajaran 38: Jihad dan Pertahanan

Dengan munculnya islam seluruh ajaran dan agama menjadi Batal dan tidak dikabulkan. Seluruh umat manusia harus siap menerima ajaran-ajaran islam sekalipun mereka bebas dari sisi penelitian dan penerimaannya. Pada permulaannya Nabi Muhammad saw. dan para penggantinya menjelaskan program-programnya demi keselamatan manusia dan mengajak mereka untuk menerima ajarannya, orang-orang yang mengingkari ajaran Muhammad balasannya adalah siksa ilahi dan ancaman kaum muslimin . Usaha untuk memajukan islam dan menghadapi para penentang ajarannya adalah jihad. Jihad pada permulaan islam memiliki cara dan taktik khusus yang dilakukan oleh Nabi saw. dan para penggantinya dan khusus pada zamannya Para maksum a.s. dan tidak wajib di zaman kita ini (zaman gaibnya Imam Mahdi AF.). akan tetapi ada kewajiban lain untuk melawan musuh islam yang disebut dengan pertahanan dan ini merupakan hak seluruh kaum muslimin di mana musuh islam menyerang kaum muslimin atau agamanya dalam bahaya maka harus melawan mereka demi mempertahankan jiwa dan agama. Dalam pelajaran ini kita akan mengenal macam-macam pertahanan.

Macam-macam Pertahanan:

1. Mempertahankan islam dan negara-negara islam.

2. Mempertahankan jiwa dan hak-hak pribadi.

Macam-macam Pertahanan Islam dan Negara Islam:

1. Jika musuh islam menyerang negara-negara islam.

2. Musuh berencana untuk menguasai sumber-sumber ekonomi dan militer kaum muslimin.

3. Musuh berencana untuk menguasai politik negara-negara islam.

Wajib bagi kaum muslimin untuk bertahan di hadapan berbagai macam serangan musuh dan menolak rencana buruk mereka.


Mempertahankan Jiwa dan Hak-hak Pribadi

1. Jiwa dan harta kaum muslimin adalah berharga, jika ada seseorang melakukan penyerangan terhadap manusia dan keluarganya seperti anak, ayah, ibu dan saudara maka wajib untuk bertahan dan mencegahnya sekalipun akhirnya menyebabkan tewasnya penyerang.

2. Jika ada pencuri menyerang karena mau mencuri harta, maka wajib untuk bertahan dan mencegahnya.

3. Jika ada orang menengok rumah orang lain karena untuk melihat orang yang bukan mahramnya maka wajib untuk melarangnya sekalipun dengan memukulnya.


Kesimpulan Pelajaran

1. Jihad dan perang untuk memajukan islam dan memperluas negara islam khusus pada zamannya Imam Maksum a.s.

2. Bertahan dalam setiap zaman adalah wajib dan tidak khusus zamannya Imam Maksum a.s.

3. Bertahan ada dua macam

a. Mempertahankan islam dan negara islam.

b. Mempertahankan jiwa dan hak-hak pribadi.

4. Jika musuh menyerang negara islam atau ada rencana menyerang maka seluruh kaum muslimin wajib untuk mempertahankannya.

5. Jika ada orang menyerang manusia dan keluarganya maka harus bertahan dari serangan orang tersebut.

6. Mempertahankan harta juga wajib.

7. Jika ada orang melihat rumah orang lain karena untuk melihat orang yang bukan mahramnya maka wajib untuk melarangnya.


Pertanyaan:

1. Jelaskan perbedaan antara jihad dengan pertahanan?

2. Sebutkan macam-macam pertahanan dan berilah contohnya masing-masing.

3. Dalam kondisi bagaimana melawan pencuri adalah wajib


Pelajaran 39: Jual beli

Macam-macam Jual beli:

1. Wajib

2. Haram

3. Sunah

4. Makruh

5. Mubah


Jual beli Wajib

Menganggur dan malas-malasan sangat dicela dalam islam, sementara usaha untuk mendapatkan biaya hidup adalah wajib. Barang siapa yang tidak bisa menyediakan biaya hidupnya kecuali dengan jalan jual beli artinya tidak ada jalan lain kecuali harus dengan cara berjual beli maka wajib baginya untuk berjual beli guna mendapatkan biaya hidup dan tidak menjadi beban orang lain.


Jual Beli Sunah

Jual beli untuk kesejahteraan keluarga dan untuk menyampaikan keuntungan bagi kaum muslimin adalah sunah misalnya seorang petani bertani untuk mendapatkan hasil akan tetapi pada waktu-waktu kosong dia melakukan jual beli supaya bisa membantu orang miskin maka dia akan dapat pahala.


Jual Beli Haram

1. Jual beli barang najis seperti bangkai.

2. Jual beli barang yang manfaatnya adalah haram seperti alat judi.

3. Jual beli barang yang didapatkan dari perjudian dan pencurian.

4. Jual beli kitab-kitab yang menyesatkan.

5. Jual beli dengan logam (alat tukar) yang tidak resmi.

6. Menjual sesuatu kepada musuh-musuh islam yang menyebabkan bertambahnya kekuatan mereka dalam memusuhi kaum muslimin.

7. Menjual senjata kepada musuh-musuh islam sementara hal ini menyebabkan bertambahnya kekuatan mereka dalam memusuhi kaum muslimin.*

Jual beli haram hal-hal lainnya juga ada tetapi sekarang belum kena akibatnya.


Pada Beberapa Hal Di bawah ini Jual beli Hukumnya Makruh

1. Muamalah dengan orang-orang yang jelek (tidak baik).

2. Jual beli antara azan subuh dan terbitnya matahari.

3. Membeli barang yang mau dibeli orang lain.


Adab Jual beli

Sunah

a. Tidak boleh membedakan harga di antara para pembeli.

b. Dalam masalah harga jangan mempersulit.

c. Jika lawan muamalah ingin membatalkan muamalahnya maka hendaknya diterima.


Makruh

a. Memuji-muji barang.

b. Menjelek-jelekkan pembeli.

c. Bersumpah benar dalam muamalah, (karena sumpah bohong haram hukumnya).

d. Lebih dahulu masuk pasar dari lainnya untuk bermuamalah dan lebih lambat keluar dari pasar.

e. Menimbang atau mengukur meteran barang sementara dia tidak begitu tahu masakah timbangan dan meteran.

f. Meminta pengurangan harga setelah muamalah dilakukan.


Hukum-hukum Jual beli

1. Membeli dan menyewakan rumah atau barang lainnya untuk digunakan hal-hal haram, hukumnya haram.

2. Jual beli, menyimpan, menulis, membaca dan mengajarkan kitab-kitab yang menyesatkan hukumnya haram* kecuali untuk tujuan yang benar misalnya untuk menjawab kesalahan-kesalahannya.

3. Mencampur barang yang dijual dengan barang yang tidak berharga atau barang yang nilainya lebih rendah hukumnya haram misalnya buah yang berada di kotak bagian atas adalah buah yang bagus tetapi pada bagian bawah kotak buahnya rusak dan dia menjualnya atas nama buah yang bagus atau mencampur susu dengan air dan menjualnya.

4. Barang wakaf tidak bisa dijual kecuali dalam kondisi rusak dan tidak bisa digunakan lagi seperti karpet masjid yang sudah rusak dan tidak bisa dipakai untuk masjid lagi. **

5. Jual beli rumah atau barang yang sedang disewa seseorang tidak apa-apa tetapi penggunaannya sebatas waktu penyewaan ada di tangan orang yang menyewa.

6. Dalam muamalah ciri-ciri barang jual beli harus diketahui akan tetapi membicarakan ciri-ciri yang jika dibicarakan atau tidak, tidak ada pengaruhnya terhadap kecenderungan orang lain terhadap barang tersebut maka tidak perlu dibicarakan.

7. Jual beli barang sejenis yang timbangan atau tempatnya tidak sama yakni yang lebih banyak adalah riba dan haram misalnya menjual gandum seberat satu ton dan mengambil seberat satu ton 200 kg, begitu juga meminjami barang atau uang kepada seseorang kemudian setelah beberapa lama dia mengambil lebih banyak misalnya menghutangi sepuluh ribu rupiah setelah setahun dia mengambil 12 ribu rupiah.


Membatalkan Muamalah

Dalam sebagian masalah penjual atau pembeli bisa membatalkan muamalahnya di antaranya adalah:

1. Jika pembeli atau penjual tertipu.

2. Ketika bermuamalah sepakat bahwa sampai waktu tertentu keduanya atau salah satu dari mereka boleh membatalkan muamalahnya misalnya ketika jual beli mereka mengatakan barang siapa yang menyesal sampai tiga hari bisa mengembalikan barangnya.

3. Barang yang dibeli cacat dan diketahui setelah terjadinya muamalah.

4. Penjual menceritakan ciri-ciri barangnya tetapi setelah itu ketahuan bahwa tidak demikian misalnya dia bilang buku ini 200 halaman tetapi kemudian ketahuan dan ternyata kurang dari itu.

Jika setelah muamalah cacatnya barang diketahui dan tidak langsung membatalkannya maka setelah itu tidak punya hak untuk membatalkan muamalah.*


Kesimpulan Pelajaran

1. Jika untuk mendapatkan biaya hidup tidak mungkin kecuali hanya dengan jual beli maka jual beli hukumnya wajib.

2. Pada beberapa hal jual beli hukumnya haram:

a. Jual beli barang najis seperti bangkai.

b. Jual beli kitab-kitab yang menyesatkan.

c. Menjual sesuatu kepada musuh-musuh islam yang menyebabkan bertambah kuatnya mereka.

d. Menjual senjata kepada musuh-musuh islam.

3. Pada sebagian hal jual beli hukumnya sunah dan pada sebagian masalah hukumnya makruh.

4. Adalah sunah penjual tidak membedakan harga di antara para pembeli dan jangan mempersulit dalam masalah harga dan hendaknya menerima jika pembeli ingin membatalkan muamalah.

5. Memuji-muji barang dan bersumpah benar dalam jual beli adalah makruh begitu juga minta pengurangan harga setelah muamalah.

6. Menjual dan menyewakan rumah untuk digunakan hal-hal yang haram tidak boleh.

7. Jual beli, menulis, menyimpan, mengajar dan membaca kitab-kitab yang menyesatkan adalah haram kecuali untuk tujuan yang benar.

8. Menjual barang wakaf tidak boleh.

9. Mencampur barang yang dijual dengan barang yang nilainya rendah atau tidak punya nilai sama sekali tidak boleh.

10. Dalam muamalah ciri-ciri barang harus jelas.

11. Riba dalam jual beli dan utang piutang adalah haram.

12. Jika penjual atau pembeli dalam muamalah tertipu maka ia bisa membatalkan muamalahnya.

13. Jika barang yang sudah dijual cacat dan pembeli setelah muamalah baru tahu maka ia bisa membatalkan muamalah.


Pertanyaan:

1. Dalam kondisi bagaimana jual beli hukumnya sunah?

2. Apa hukumnya jual beli catur, kartu dan alat musik seperti gitar tetapi dawainya banyak ?

3. Sebutkan lima macam jual beli haram?

4. Apa hukumnya bersumpah dalam muamalah?

5. Jelaskan riba itu apa dan berilah tiga contoh.


Pelajaran 40: Sewa menyewa, Hutang piutang, Amanat

Sewa menyewa

Jika orang yang menyewakan mengatakan kepada penyewa bahwa milik saya sewakan kepada kamu dan penyewa menjawab aku menerimanya maka hukumnya sah. Sekalipun jika tidak mengatakan apa-apa tetapi jika pemilik barang berniat untuk menyewakan dan menyerahkannya kepada penyewa dan penyewa pun berniat menyewa dan menerima barangnya maka sewa menyewa hukumnya sah, misalnya pemilik rumah menyerahkan kunci rumah kepada penyewa.


Syarat-syarat Barang yang Disewakan

Barang yang mau disewakan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Barangnya harus jelas, oleh karenanya jika mengatakan bahwa salah satu dari kamar rumah ini saya sewakan kepada kamu tanpa kejelasan maka tidak sah.

b. Penyewa harus melihat barangnya atau ciri-cirinya harus diberitahukan kepada penyewa sehingga betul-betul jelas.

c. Barang yang disewakan tidak hilang keasliannya, oleh karenanya menyewakan roti atau buah dan seluruh makanan tidak sah.


Hukum-hukum Sewa menyewa

1. Dalam sewa menyewa, batas waktu menggunakan barang harus ditentukan misalnya satu tahun atau satu bulan.

2. Jika pemilik barang sewaan telah menyerahkan barangnya kepada penyewa, baik penyewa menerimanya atau tidak atau sampai batas waktunya penyewa tidak menggunakannya maka penyewa tetap harus membayar uang sewaannya.

3. Jika seseorang memanggil seorang kuli untuk mengerjakan sesuatu pada hari tertentu misalnya untuk mengangkat batu bata ke dalam bangunan atau membuat kapur dan sebaginya, kuli datang pada hari yang sudah ditentukan sekalipun pada saat itu tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan misalnya tidak ada batu bata yang harus diangkat ke dalam bangunan maka dia harus tetap dibayar.

4. Jika ahli mekanik merusak barang yang dikerjakannya maka dia harus membayar kerugiannya misalnya seorang bengkel merusakkan mobil maka dia harus membayar kerugiannya.*

5. Jika seseorang menyewa rumah atau toko atau sebuah kamar dan pemiliknya mengatakan bahwa hanya dia saja yang boleh menggunakan maka penyewa tidak berhak untuk menyewakan kepada orang lain.


Hutang piutang

Meminjamkan adalah pekerjaan sunah yang telah dianjurkan dalam Al-Quran maupun hadis-hadis. Orang yang meminjamkan akan mendapatkan pahala yang banyak sekali di akhirat.


Macam-macam Hutang piutang

1. Yang memiliki batas waktu, artinya ketika meminjamkan sudah ditentukan kapan si peminjam harus mengembalikan pinjamannya.

2. Tidak memiliki batas waktu, artinya pinjaman tidak ditentukan waktu pengembaliannya.


Hukum-hukum Hutang piutang

1. Untuk hutang yang memiliki batas waktu, orang yang meminjami tidak bisa* menagih sebelum habis waktunya.

2. Untuk hutang yang tidak ada batas waktunya, orang yang meminjamkan bisa menagih setiap saat.

3. Jika orang yang menghutangi menagih dan si peminjam mampu membayarnya maka ia harus langsung membayarnya, jika tidak maka ia termasuk pendosa.

4. Jika menghutangi uang kepada seseorang dan mensyaratkan misalnya setelah setahun harus membayarnya lebih banyak maka itu termasuk riba dan hukumnya haram misalnya meminjami seratus ribu rupiah dan mensyaratkan setelah setahun dia akan minta seratus dua puluh ribu rupiah.


Amanat

Jika seseorang menyerahkan barangnya kepada orang lain dan mengatakan ini sebagai amanat atau barang titipan dan orang itu menerimanya maka ia harus mengamalkan fikih yang berkaitan dengan amanat.


Hukum-hukum amanat

1. Barang siapa yang tidak bisa menjaga barang titipan maka berdasarkan ihtiyath** wajib jangan menerimanya.

2. Orang yang menitipkan barang, kapan saja ia bisa mengambil barangnya dan orang yang menerima titipan barang kapan saja dia ingin dia bisa mengembalikan barang titipan kepada pemiliknya.

3. Orang yang menerima barang titipan jika ia tidak punya tempat yang sesuai maka harus menyiapkan tempat yang sesuai misalnya jika barang titipannya berupa uang dan ia tidak bisa menjaganya di rumah maka harus menyimpannya di bank.

4. Orang yang dititipi barang harus menjaga barang titipannya sehingga masyarakat tidak sampai mengatakan ia berkhianat dalam amanat atau meremehkan.

5. Jika barang titipan hilang:

a. Jika penjaga barang meremehkan dalam menjaganya maka ia harus mengganti barangnya dan memberikannya kepada pemilik barang.

b. Jika penjaga barang tidak meremehkan dalam menjaganya akan tetapi barang hilang begitu saja misalnya hilang di bawa banjir maka penjaga barang bukan sebagai penanggung jawab dan tidak wajib mengganti barang tersebut.


Kesimpulan Pelajaran

1. Barang yang akan disewakan harus jelas dan penyewa harus melihatnya atau ia betul-betul mengetahui ciri-cirinya.

2. Menyewakan barang yang bisa hilang keasliannya karena digunakan seperti menyewakan makan adalah tidak sah.

3. Dalam sewa menyewa batas waktu penggunaan harus jelas.

4. Jika pemilik barang telah menyerahkan barang sewaannya kepada penyewa maka penyewa harus membayar uang sewaan sekalipun ia tidak menggunakannya.

5. Jika dalam sewa menyewa disyaratkan bahwa hanya penyewa yang bisa menggunakan barang sewaan maka penyewa tidak boleh menyewakan barang tersebut kepada orang lain.

6. Dalam hutang piutang yang memiliki batas waktu orang yang meminjamkan tidak boleh meminta barangnya sebelum habis waktunya.

7. Jika hutang piutang tidak ada batas waktunya, orang yang meminjamkan bisa meminta barangnya kapan saja dia mau.

8. Jika orang yang menghutangi barang menagih barangnya dan peminjam bisa membayarnya maka ia tidak boleh menunda pembayarannya.

9. Riba dalam hutang piutang juga hukumnya haram.

10. Barang siapa yang tidak bisa menjaga amanat, berdasarkan ihtiyath wajib ia tidak boleh menerima amanat.

11. Pemilik barang kapan saja dia mau dia bisa meminta barangnya dari orang yang dititipi.

12. Jika orang yang dititipi tidak sungguh-sungguh dalam menjaga barang titipan sehingga barangnya rusak atau ada kerugian pada barang tersebut maka ia sebagai penanggung jawab.


Pertanyaan:

1. Berilah contoh masing-masing lima untuk barang-barang yang bisa disewakan dan yang tidak bisa disewakan.

2. Seorang tukang bangunan membawa kuli bangunan dengan ongkos sehari lima ribu rupiah, akan tetapi ketika sampai di tempat kerja tidak ada air sehingga tidak bisa bekerja, apakah tukang bangunan boleh melepaskan kuli dengan tanpa ongkos atau tidak?

3. Sebutkan macam-macam hutang piutang dan berikan contohnya.

4. Jelaskan riba hutang piutang dan berikan contohnya.

5. Apa tugas orang yang dititipi barang jika barang titipan hilang karena dicuri orang?

6. Apa bedanya hutang dengan amanat?


Pelajaran 41: Pinjam meminjam, Sedekah, Barang-barang Temuan

Pinjam meminjam

1. Pinjam meminjam adalah seseorang meminjamkan barangnya kepada orang lain untuk dipergunakan dengan tanpa mengambil ongkos sebagai gantinya misalnya meminjamkan sepeda untuk dinaiki ke rumahnya dan kembali lagi.

2. Orang yang meminjam sesuatu ia harus menjaganya dengan baik.

3. Jika seseorang meminjam barang dan barangnya hilang atau cacat maka:

a. Jika dia tidak meremehkan dalam menjaganya atau tidak berlebih-lebihan dalam menggunakannya maka ia bukan sebagai penanggung jawab.

b. Jika dia meremehkan dalam menjaganya atau berlebih-lebihan dalam menggunakannya maka ia harus mengganti kerugiannya.

4. Jika sebelumnya disyaratkan bahwa kalau ada kerusakan pada barang maka peminjam harus bertanggung jawab maka peminjam harus mengganti kerugiannya.


Sedekah*

Sedekah adalah amalan sunah yang sering ditekankan dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis para Imam Maksum a.s. Dijelaskan bahwa pahalanya banyak sekali sebagaimana dikatakan bahwa "sedekah di dunia sebagai penolak kejadian-kejadian yang buruk dan kematian yang mendadak dan di akhirat sedekah mengurangi dosa-dosa besar dan memudahkan hisab Hari Kiamat".

Karena pentingnya masalah sedekah kami mengisyaratkan beberapa hukumnya:


Hukum-hukum Sedekah

1. Orang yang bersedekah hendaknya niat untuk mendekatkan diri kepada Allah yakni bersedekah karena untuk mendapatkan ridha Allah dan jangan sampai sedekah karena riya dan pamer.

2. Mengambil kembali sedekah tidak boleh.

3. Sedekah untuk sayyid juga halal akan tetapi zakatnya selain sayyid untuk mereka (sayyid) adalah haram.

4. Memberikan sedekah kepada orang kafir yang tidak sedang berperang dengan kaum muslimin dan tidak memusuhi Nabi saw atau para Imam Maksum a.s. tidak apa-apa.

5. Sebaiknya bersedekah secara sembunyi-sembunyi kecuali jika ingin memberi semangat untuk yang lainnya akan tetapi zakat sebaiknya diberikan secara terang-terangan.

6. Mengemis dan menolak pengemis (tidak memberi sesuatu kepada pengemis) adalah makruh.


Barang-barang Temuan

1. Mengambil barang temuan adalah makruh.

2. Jika menemukan sesuatu dan tidak mengambilnya maka tidak ada tugas tertentu baginya.

3. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya maka ia memiliki tugas tertentu dengan keterangan sebagai berikut:

a. Jika barang itu tidak ada tanda-tanda atau alamatnya sehingga ketahuan pemiliknya ihtiyath wajib hendaknya bersedekah diniatkan dari pemilik barang.

b. Jika ada tanda-tanda atau alamatnya:

1) Harganya kurang dari 12,6 nukhud logam perak.*

- Pemiliknya ketahuan, maka harus diserahkan kepadanya.

- Pemiliknya tidak ketahuan maka bisa dia ambil.

2) Harganya sampai pada 12,6 nukhud logam perak maka harus diumumkan sampai setahun, jika pemiliknya ketemu maka harus diserahkan kepadanya, jika pemiliknya tidak ketemu maka:

- Bisa dia ambil.

- Dia simpan sampai pemiliknya ketemu.

- Ihtiyath mustahab bersedekah diniatkan dari pemilik barang tersebut.

4. Dalam masalah pengumuman untuk menemukan pemilik barang temuan, hendaknya diumumkan setiap hari sekali sampai seminggu, setelah itu diumumkan sekali dalam seminggu sampai setahun lamanya di tempat berkumpulnya masyarakat seperti pasar dan tempat salat berjamaah.**

5. Berdasarkan ihtiyath wajib harus diumumkan langsung dan jangan ditunda.

6. Jika tahu, bahwa pengumuman tidak ada faedahnya atau sudah putus asa dari menemukan pemiliknya maka tidak perlu diumumkan.

7. Jika anak kecil belum balig menemukan sesuatu maka walinya (ayah atau kakeknya) harus mengumumkannya.*


Kehilangan Sepatu

Jika seseorang sepatunya hilang di ambil orang dan yang tinggal adalah sepatu orang lain maka masalah akan menjadi beberapa bentuk:

1) Dia tahu, bahwa sepatu yang tinggal adalah milik orang yang membawa** sepatunya jika ia putus asa dari menemukan orang yang membawa sepatunya atau menemukan orang tersebut baginya adalah susah maka ia bisa mengambil sepatu tersebut sebagai ganti sepatunya sendiri, akan tetapi jika sepatu tersebut lebih mahal harganya dari sepatunya sendiri dan dia sudah putus asa dari menemukan pemilik sepatu tersebut maka dengan izin pemimpin syar'i ia harus bersedekah diniatkan dari pemilik sepatu tersebut.

2) Dia mengira sepertinya sepatu yang tinggal bukan sepatu orang yang membawa sepatunya, jika yang kehilangan sepatu mengambil sepatu tersebut maka dia wajib mencari pemilik sepatu tersebut,*** jika ia sudah putus asa dari menemukan pemilik sepatu tersebut maka ia bisa bersedekah kepada fakir diniatkan dari pemilik sepatu tersebut (akan tetapi lebih baik tidak mengambil sepatu tersebut).


Kesimpulan Pelajaran

1. Barang siapa yang meminjam barang maka dia harus menjaganya dengan baik.

2. Jika meremahkan dalam menjaga barang pinjaman dan terjadi kerusakan atau hilang maka ia harus bertanggung jawab.

3. Sedekah sunah halal untuk sayyid sekalipun zakatnya selain sayyid bagi mereka adalah haram.

4. Sedekah sebaiknya diberikan secara sembunyi-sembunyi kecuali jika ingin memberi semangat kepada yang lainnya.

5. Mengemis dan menolak pengemis kedua-duanya adalah makruh.

6. Mengambil barang temuan adalah makruh.

7. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya maka ia harus memberikan kepada pemiliknya.

8. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya akan tetapi pemiliknya tidak diketahui dan harga barang tersebut kurang dari satu dirham* maka ia bisa mengambilnya.

9. Jika harganya lebih dari satu dirham dan ada tanda-tandanya sehingga pemiliknya mungkin untuk ditemukan maka hendaknya diumumkan sampai setahun.

10. Jika dia tahu mengumumkan tidak ada gunanya atau putus asa dari menemukan pemiliknya maka ia tidak perlu mengumumkannya.

11. Jika anak belum balig menemukan sesuatu maka walinya harus mengumumkannya.

12. Jika sepatu seseorang dibawa orang lain dan dia tahu bahwa sepatu yang tinggal adalah milik orang yang membawa sepatunya maka ia bisa mengambil sepatu tersebut sebagai ganti sepatunya sendiri.


Pertanyaan:

1. Jelaskan maksud pinjam meminjam dan apa bedanya dengan amanat, jelaskan.

2. Dalam kondisi bagaimana jika barang pinjaman rusak si peminjam harus bertanggung jawab sekalipun dia dalam menjaga tidak meremehkannya?

3. Apa hukumnya mengambil kembali sedekah?

4. Apa hukumnya bersedekah kepada selain muslim yang terkena bencana gempa?

5. Apa tugasnya jika menemukan kitab di sekolahan?


Pelajaran 42: Makan dan Minum

Allah swt. telah menyediakan alam yang indah, berbagai macam binatang dan buah-buahan serta sayur-sayuran untuk manusia supaya mereka bisa menggunakannya sebagai makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Akan tetapi semua ini tidak lepas dari peraturan dan undang-undang guna menjaga jiwa manusia baik dari sisi keselamatan jasmani maupun rohani dan guna menjaga keutuhan generasi mereka dan menghormati hak-hak orang lain. Pada pelajaran ini kami akan membahas sebagian yang berkaitan dengan masalah makanan dan minuman.

Macam-macam Makanan:

1. Tumbuh-tumbuhan

a. Buah-buahan

b. Sayur-sayuran

2. Binatang

a. Binatang berkaki empat

- Binatang ternak

- Binatang liar

b. Binatang yang bersayap (terbang)

c. Binatang yang hidup di dalam air.


Hukum-hukum Makanan

Makanan dari jenis tumbuh-tumbuhan

Semua buah-buahan dan sayuran hukumnya halal kecuali jika berbahaya untuk badan.


Makanan dari jenis binatang

Binatang berkaki empat:

a. Binatang ternak berkaki empat:

1) Yang dagingnya halal:

- Kambing atau domba.

- Sapi

- Unta

2) Yang dagingnya makruh:

- Kuda

- Qothir (hasil perkawinan kuda dan keledai)

- Keledai

3) Yang dagingnya haram:

- Anjing

- Kucing

- Seluruh binatang lainnya.

b. Binatang liar berkaki empat:

1) Yang dagingnya halal:

- Kijang / rusa

- Sapi

- kambing gunung

- Zebra

2) Yang dagingnya haram:

- Seluruh binatang buas seperti rubah, serigala dan macan.


Beberapa Masalah

1. Seluruh binatang buas dagingnya haram sekalipun dari sisi kebuasannya ada yang agak lemah seperti rubah.

2. Makan daging kelinci hukumnya haram.

3. Seluruh jenis serangga hukumnya haram.


Jenis Binatang yang Bersayap (terbang)

a. Kelompok binatang yang terbang ini dagingnya halal:

- Berbagai macam merpati

- Berbagai macam burung-burung kecil.

- Ayam betina dan jantan.

b. Kelompok binatang yang terbang ini dagingnya haram:

- Kelelawar

- Burung merak

- Burung gagak

- Seluruh burung yang berkuku tajam seperti elang.


Beberapa Masalah

1. Makan daging burung layang-layang dan burung hudhud* hukumnya makruh.

2. Telur ayam dan telur seluruh burung yang dagingnya halal adalah halal. Telur burung yang dagingnya haram adalah haram.

3. Belalang termasuk binatang yang terbang dan dagingnya halal.


Binatang yang Hidup dalam Air

1. Dari binatang-binatang yang hidup di dalam laut yang dagingnya halal adalah ikan-ikan yang bersisik dan sebagian dari burung laut.

2. Udang halal dagingnya.


Beberapa Masalah

1. Makan tanah hukumnya haram.

2. Makan sedikit turbah Imam Husein a.s. untuk mendapatkan kesembuhan tidak apa-apa.

3. Makan dan minum sesuatu yang najis hukumnya haram.

4. Makan sesuatu yang berbahaya buat manusia hukumnya haram* misalnya makan makanan yang berlemak bagi orang sakit di mana makanan lemak berbahaya baginya.

5. Makan telur binatang berkaki empat yang dagingnya halal adalah haram.

6. Minum arak dan minuman yang memabukkan lainnya adalah haram.

7. Wajib bagi setiap muslim untuk memberi makan dan minum muslim lainnya yang mendekati kematian karena kehausan atau kelaparan dan menyelamatkannya dari kematian.


Adab Makan

Hal-hal yang sunah dalam makan

1. Mencuci kedua tangan sebelum dam sesudah makan.

2. Sebelum makan baca Bismillah dan sesudah makan baca Alhamdulillah.

3. Makan dengan tangan kanan.

4. Ketika makan suapannya sedikit atau kecil.

5. Mengunyah makanan dengan baik.

6. Mencuci buah sebelum memakannya.

7. Jika makan bersama maka setiap orang sunah untuk mengambil makanan yang ada di hadapannya.

8. Tuan rumah lebih dahulu memulai makan dan lebih cepat menyelesaikannya dari yang lain.


Hal-hal yang makruh dalam makan

1. Makan dalam kondisi kenyang.

2. Banyak makan.

3. Melihat ke wajah orang lain ketika makan.

4. Makan makanan panas.

5. Meniup makanan yang dimakan.

6. Memotong roti dengan pisau.

7. Meletakkan roti di bawah tempat makanan.

8. Membuang buah dalam kondisi masih belum dimakan semuanya.


Adab Minum

Hal-hal yang sunah dalam minum

1. Minum sambil berdiri di siang hari.

2. Sebelum minum baca Bismillah dan sesudah minum baca Alhamdulillah.

3. Minum dengan tiga kali nafas yakni tidak minum sekaligus tanpa nafas.

4. Setelah minum sunah mengingat Imam Husein a.s. dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya dan melaknat para pembunuhnya.


Hal-hal yang makruh dalam minum

1. Banyak minum.

2. Minum air setelah makan makanan berlemak.

3. Minum dengan tangan kiri.

4. Minum sambil berdiri di malam hari.


Kesimpulan Pelajaran

1. Termasuk binatang ternak yang dagingnya halal adalah kambing, domba, sapi dan unta. Kuda, qothir dan keledai dagingnya makruh. Anjing dan kucing serta hewan lainnya dagingnya haram.

2. Kijang, kambing gunung dan zebra adalah halal dagingnya.

3. Seluruh binatang buas seperti serigala dan macan adalah haram dagingnya.

4. Makan dagingnya kelinci adalah haram.

5. Seluruh jenis serangga hukumnya haram.

6. Dari jenis binatang yang bersayap seperti macam-macam burung merpati dan burung-burung kecil serta ayam betina dan jantan adalah halal dagingnya.

7. Kelelawar, burung merak, burung gagak dan burung yang berkuku tajam adalah haram dagingnya.

8. Dari hewan-hewan yang hidup di laut hanya ikan yang bersisik dan sebagian dari burung laut saja yang dagingnya halal.

9. Udang termasuk binatang yang dagingnya halal.

10. Makan tanah hukumnya haram.

11. Makan makanan najis hukumnya haram.

12. Makan sesuatu yang membahayakan diri manusia hukumnya haram.

13. Wajib bagi setiap muslim untuk memberi makan dan minum muslim lainnya yang hampir mati karena kelaparan atau kehausan dan menyelamatkannya dari kematian.

14. Makan dan minum memiliki tata cara tersendiri, barang siapa yang mengamalkannya akan menyebabkan keselamatan dirinya dan mendapatkan pahala ukhrawi.


Pertanyaan:

1. Binatang ternak berkaki empat yang mana yang dagingnya haram?

2. Apa hukumnya makan daging kelinci?

3. Binatang-binatang ini dagingnya halal atau haram? burung gagak dan keledai, ular dan semut, sapi dan kucing, tikus dan domba betina.

4. Telur burung merpati, telur burung gagak, telur burung-burung kecil dan telur kambing apa hukumnya?

5. Apa hukumnya merokok?

6. Sebutkan lima macam dari sunah-sunahnya makan dan makruh-makruhnya?


Pelajaran 43: Melihat, Kawin


Melihat

Kemampuan melihat adalah salah satu nikmat ilahi. Manusia harus menggunakan nikmat yang besar ini guna mencapai kesempurnaan diri dan kesempurnaan sesamanya dan menjaganya jangan sampai digunakan untuk bermaksiat dengan melihat orang yang bukan mahramnya. Melihat alam dan keindahannya tidak apa-apa selama tidak sampai melanggar hak-hak orang lain. Menjaga pandangan untuk tidak melihat orang yang bukan mahram dan menjaga diri sehingga tidak dilihat oleh orang yang bukan mahram memiliki hukum tersendiri yang akan kami bahas sebagian darinya dalam pelajaran ini.


Mahram dan Bukan Mahram

Mahram adalah orang yang tidak boleh kawin dengannya dan dalam memandangnya tidak ada batasan sebagaimana batasan yang ditetapkan kepada orang-orang selainnya.


Orang-orang yang Mahram bagi Orang Laki-laki

1. Ibu dan nenek.

2. Anak dan cucu perempuan.

3. Saudara perempuan.

4. Anak perempuannya saudara perempuan.

5. Anak perempuannya saudara laki-laki.

6. Saudara perempuan ayah dan saudara perempuan kakek dari ayah maupun kakek dari ibu.

7. Saudara perempuan ibu dan saudara perempuan nenek dari ayah dan nenek dari ibu.

Ketujuh macam orang-orang tersebut karena sebab nasab atau keturunan. Mereka semua adalah mahram bagi orang laki-laki dan ada kelompok lain yang menjadi mahram karena sebab perkawinan antara lain:

1. Ibunya istri dan neneknya istri.

2. Anak istri sekalipun bukan anaknya sendiri (anak tiri).

3. Istri ayah (ibu tiri).

4. Istri anak (menantu perempuan).

Selain yang tersebut di atas maka seluruh perempuan adalah bukan mahramnya, walaupun istri saudara laki-lakinya dan saudara perempuan istrinya, sekalipun kawin dengan saudara istri selama saudaranya menjadi istrinya adalah haram yakni kawin dengan dua saudara perempuan tidak boleh kecuali jika istrinya meninggal atau dicerai.


Melihat Orang lain

1. Suami boleh melihat seluruh badan istrinya begitu juga sebaliknya istri boleh melihat seluruh badan suaminya sekalipun dengan tujuan untuk menikmati.

2. Selain suami istri, setiap orang yang melihat orang lainnya dengan tujuan untuk menikmati maka hukumnya haram baik sesama jenis seperti laki-laki memandang laki-laki lainnya atau bukan sesama jenis seperti laki-laki memandang perempuan baik mahramnya atau bukan mahramnya melihat bagian badan yang manapun hukumnya haram.

3. Laki-laki melihat badan perempuan jika bukan untuk tujuan menikmati maka hukum-hukumnya sudah ditentukan dan akan kami jelaskan sebagai berikut:

Pandangan laki-laki terhadap perempuan:

1. Perempuan itu sebagai mahramnya:

- Melihat auratnya hukumnya haram.

- Melihat selain auratnya boleh.

2. Perempuan itu bukan mahramnya:

- Melihat wajah dan tangan sampai pergelangan tangan, boleh.*

- Melihat seluruh badan hukumnya haram.


Kawin

Barang siapa yang tidak punya istri sehingga jatuh pada hal-hal yang haram misalnya melihat kepada orang yang bukan mahramnya maka wajib baginya untuk kawin.


Istri yang Baik

Seyogianya seseorang memperhatikan sifat-sifat calon istrinya dan jangan cukup hanya melihat kecantikan dan hartanya, sebagian dari sifat-sifat istri yang baik menurut Nabi Muhammad saw. antara lain:

a. Memiliki rasa kasih sayang.

b. Mulia dan suci.

c. Terhormat dalam keluarganya.

d. Sopan di hadapan suaminya.

e. Berhias dan berdandan hanya untuk suaminya.

f. Taat kepada suaminya.


Istri yang Tidak Baik

Sebagian dari sifat istri yang tidak baik yang ada dalam riwayat adalah sebagai berikut:

a. Terhina dalam keluarganya.

b. Penghasut dan pendendam.

c. Tidak bertakwa.

d. Berhias dan berdandan untuk orang lain.

e. Tidak menaati suaminya.


Akad Nikah

1. Dalam perkawinan harus dibaca akad nikah secara khusus dan tidak cukup hanya kesepakatan antara perempuan dan laki-laki atau hanya karena sama-sama mencintai. Oleh karenanya masa tunangan selama akad nikah belum dilakukan maka tidak menjadikan antara keduanya sebagai mahram dan tidak ada bedanya dengan seluruh perempuan yang bukan mahram lainnya.

2. Jika bacaan akad nikah satu huruf dibaca salah yang menyebabkan artinya berubah maka akadnya batal.


Kesimpulan Pelajaran

1. Orang-orang ini karena sebab keluarga menjadi mahram dengan orang laki-laki: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, anak perempuan saudara perempuan, anak perempuan saudara laki, bibi dari ayah, bibi dari ibu.

2. Orang-orang ini karena sebab perkawinan menjadi mahram dengan orang laki-laki: istri, ibu istri, anak perempuan istri, istri ayah, istri anak.

3. Saudara perempuan istri adalah bukan mahram walaupun kawin dengannya tidak boleh selama saudaranya berstatus sebagai istrinya.

4. Selain suami istri, memandang badan orang lain pada bagian yang mana saja dengan tujuan untuk menikmati hukumnya haram.

5. Laki-laki boleh melihat badan seluruh perempuan yang ada hubungan mahram dengannya tanpa tujuan menikmati kecuali aurat.

6. Laki-laki boleh melihat wajah dan tangan seluruh perempuan yang bukan mahram dengannya tanpa tujuan menikmati.

7. Melihat seluruh anggota badan perempuan yang bukan mahram adalah haram.

8. Jika seseorang karena tidak kawin jatuh ke dalam hal-hal yang haram maka baginya wajib untuk kawin.

9. Dalam perkawinan harus dibaca akad khusus nikah, karena hanya kerelaan calon pasangan suami istri tidak cukup.



Pertanyaan:

1. Dengan perantara kawin, siapa saja yang akan saling menjadi mahram.

2. Berapa kelompok perempuan yang menjadi mahramnya laki-laki.

3. Apa hukumnya melihat rambut bibi dari ayah maupun bibi dari ibu?

4. Apa hukumnya melihat badan istri paman dari ayah dan istri paman dari ibu?

5. Apakah kawin hukumnya wajib?


Pelajaran 44: Hukum-hukum Masjid, Al-Quran dan Mengucapkan Salam

Hukum-hukum Masjid

Hal-hal yang haram sekaitan dengan masjid adalah sebagai berikut:

1. Menghiasi masjid dengan emas.*

2. Menjual masjid, sekalipun sudah rusak.

3. Menajisi masjid. Dan jika telah ternajisi, harus segera disucikan.

4. Membawa tanah dan kerikil dari masjid, kecuali jika tanah itu tanah lebih.

Hal-hal yang sunah sekaitan dengan masjid adalah sebagai berikut:

1. Pergi ke masjid lebih dahulu dari jemaah yang lain, dan pulangnya lebih lambat dari mereka.

2. Menyalakan lampu masjid.

3. Membersihkan masjid.

4. Pertama-tama, menginjakkan kaki kanan ketika masuk masjid.

5. Pertama-tama, menginjakkan kaki kiri ketika keluar dari masjid.

6. Mengerjakan salat sunah dua rakaat (salat tahiyat masjid).

7. Memakai wangi-wangian dan pakaian yang paling bagus ketika pergi ke masjid.


Hal-hal yang makruh sekaitan dengan masjid adalah sebagai berikut:

1. Melewati masjid. Maksudnya, masjid hanya sebagai tempat lewat; tanpa salat di dalamnya.

2. Meludah dan membuang ingus di masjid.

3. Tidur di masjid, kecuali dalam kondisi terpaksa.

4. Berteriak dan bersuara keras di dalam masjid, kecuali untuk mengumandangkan azan.

5. Jual beli di dalam masjid.

6. membicarakan urusan dunia.

7. Pergi ke masjid bagi orang yang baru makan bawang merah ( atau bombai) atau bawang putih yang baunya mengganggu orang lain.


Hukum-hukum Al-Quran

1. Al-Quran harus selalu bersih dan suci. Menajisi tulisan dan kertasnya adalah haram, dan jika telah najis, harus segera disucikan.

2. Jika jilid/sampul Al-Quran najis sehingga menyebabkan hilangnya kehormatan darinya, maka harus disucikan.


Memegang Tulisan-tulisan Al-Quran

1. Bagi orang yang tidak punya wudu, haram menyentuhkan bagian dari badannya ke Al-Quran.

2. Sekaitan dengan tulisan Al-Quran, tidak ada perbedaan antara hal-hal di bawah ini:

a. Antara ayat-ayat dan kata-kata Al-Quran, bahkan antara huruf-huruf dan harakat-harakatnya.

b. Antara apa saja yang mengandung tulisan Al-Quran, baik itu kertas, tanah, dinding atau kain. Semua itu tidak ada bedanya lagi dengan tulisan Al-Quran.

c. Antara apa saja yang ditulis dengan pena, atau dengan percetakan, atau dengan kapur, atau dengan yang lainnya.

d. Haram menyentuh tulisan Al-Quran-sekalipun itu tidak di dalam Al-Quran. Yakni, jika suatu ayat tercantum dalam kitab lain atau dalam suatu buku, bahkan jika ada satu kata dari Al-Quran tertulis pada sebuah kertas, atau sepenggal dari lafadz Al-Quran itu robek dan terpisah dari lembaran Al-Quran atau lembaran kitab lainnya, maka hukum menyentuh semua ini tetap haram.

3. Beberapa hal di bawah ini tidak dianggap menyentuh tulisan Al-Quran dan tidak haram:

a. Menyentuh tulisan Al-Quran dari balik kaca atau plastik.

b. Menyentuh kertas Al-Quran, sampulnya dan sekitar tulisannya, walaupun hukumnya makruh.

c. Menyentuh terjemahan Al-Quran dengan bahasa apapun, kecuali nama Allah dengan bahasa apapun. Maka, menyentuh nama Allah dengan bahasa apapun seperti kata Tuhan adalah haram bagi orang yang tidak punya wudu.

4. Kata-kata yang sama dalam Al-Quran dengan selain Al-Quran, seperti kata mu'min atau alladzina; jika penulisnya menulis dengan niat menulis Al-Quran, maka menyentuhnya dengan tanpa wudu adalah haram.

5. Menyentuh tulisan-tulisan Al-Quran juga haram bagi orang junub.

6. Orang yang junub tidak boleh membaca surat-surat Al-Quran yang memuat sujud wajib (rincian masalah ini telah diterangkan pada pelajaran 10).

7. Bagi orang yang junub, makruh mengerjakan pekerjaan yang terkait dengan Al-Quran:

a. Membaca lebih dari tujuh ayat dari surat-surat Al-Quran yang tidak memuat sujud wajib.

b. Menyentuhkan anggota badan ke sampul Al-Quran dan sekitarnya serta ke sela-sela kosong di antara tulisan Al-Quran.

c. Membawa Al-Quran.

8. Disunahkan untuk berwudu selama membawa Al-Quran, membaca, menulis ayat-ayatnya dan menyentuh sekitarnyas.


Hukum-hukum Mengucapkan Salam

1. Sunah mengucapkan salam kepada orang lain, wajib menjawab salam.

2. Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang melakukan salat.

3. Jika seseorang mengucapkan salam kepada orang yang sedang melakukan salat, maka pelaku salat harus menjawabnya dan mendahulukan kata "salamun", yakni menjawab begini: "salamun alaik", atau "salamun alaikum".*

4. Seseorang yang sedang melakukan salat tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain.

5. seseorang harus segera menyampaikan jawaban salam seusai orang lain mengucapkan salam kepadanya, dan dia berdosa jika sengaja tidak segera menjawabnya.

6. Jika dua orang saling mengucapkan salam dalam waktu yang sama, maka masing-masing wajib menjawab salam kepada yang lainnya.

7. Makruh mengucapkan salam kepada orang kafir. Dan jika seorang kafir mengucapkan salam kepada seorang Muslim, maka berdasarkan ihtiyath wajib orang muslim harus menjawabnya dengan mengucapkan "alaik" saja atau "salam" saja.


Tata Krama Mengucapkan Salam

1. Adalah sunah:

a. Pengendara kendaraan mengucapkan salam kepada pejalan kaki.

b. Yang berdiri mengucapkan salam kepada yang duduk.

c. Kelompok yang sedikit mengucapkan salam kepada kelompok yang lebih banyak.

d. Yang lebih kecil mengucapkan salam kepada yang lebih besar.

2. Selain dalam keadaan salat, sunah menjawab salam dengan ucapan yang lebih baik. Oleh karenanya, jika seseorang mengucapkan "salamun alaikum", maka sunah menjawabnya dengan ucapan "salamun alaikum warahmatullah".

3. Laki-laki makruh mengucapkan salam kepada perempuan, khususnya kepada perempuan muda.


Kesimpulan Pelajaran

1. Haram menjual masjid dan menghiasi masjid dengan emas.

2. Haram menajisi masjid dan wajib menyucikannya.

3. tidak boleh membawa tanah dan kerikil dari masjid kecuali jika tanah yang lebih.

4. Haram menajisi tulisan dan kertas Al-Quran dan wajib menyucikannya.

5. Orang yang tidak punya wudu haram menyentuhkan anggota badannya ke tulisan Al-Quran.

6. Sekaitan dengan tulisan Al-Quran, tidak ada perbedaan antara hal-hal di bawah ini:

a. Ditulis pada Al-Quran atau pada selain Al-Quran.

b. Ayat Al-Quran atau kata-katanya, bahkan huruf-hurufnya.

c. Tertulis pada kertas atau pada selain kertas.

d. Tertulis dengan pena atau dengan selainnya.

7. Tidak apa-apa menyentuh tulisan Al-Quran dari balik kaca atau plastik.

8. Tidak apa-apa menyentuh terjemahan Al-Quran kecuali semua terjemahan lafadz Allah.

9. Sunah mengucapkan salam kepada orang lain, akan tetapi wajib menjawab salam.

10. Beberapa kondisi bagi pelaku salat sekaitan dengan ucapan salam:

a. Dalam keadaan salat, dia tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain.

b. Jika ada yang mengucapkan salam kepadanya, dia wajib menjawabnya tetapi harus mendahulukan kata "salamun".

c. Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang mengerjakan salat.

11. Seseorang harus segera menjawab salam yang diucapkan kepadanya.

12. Makruh mengucapkan salam kepada orang kafir.


Pertanyaan:

1. Apa hukumnya membawa turbah milik masjid untuk dipakai salat di rumah?

2. Sekaitan dengan menjaga masjid, pekerjaan apa saja yang hukumnya wajib, sunah dan makruh?

3. Apa hukumnya tidur di dalam masjid dan melewatinya?

4. Apa hukumnya menulis ayat Al-Quran pada badan (tato)?

5. Apa hukumnya menyentuh tanpa wudu ayat-ayat Al-Quran yang tertulis pada batu nisan (kuburan)?

6. Sekaitan dengan Al-Quran, pekerjaan apa saja yang hukumnya haram?

7. Bagaimana seharusnya menjawab salam dalam keadaan salat?

8. Apakah kamu tahu kenapa dalam kondisi salat kita tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain, tetapi kita harus menjawab salam orang yang mengucapkannya salam kepada kita?


Pelajaran 45: Ghasab*, Sumpah, Bohong dan Ghibah


Definisi Ghasab

Gashab yaitu perbuatan seseorang menguasai milik atau hak orang lain dengan cara yang tidak benar dan zalim.

Ghasab termasuk sebagai dosa besar, dan pelakunya akan mendapatkan azab yang pedih di Hari Kiamat nanti.


Macam-macam Ghasab

Macam-macam ghasab adalah sebagai berikut:

1. Barang milik:

a. Barang milik pribadi seperti; mengambil pena dan buku orang lain, atau memecahkan kaca rumah orang lain.

b. Barang milik umum seperti; mengambil barang-barang sekolah, memecahkan lampu jalan, tidak mengeluarkan khumus, atau tidak mengeluarkan zakat.

2. Hak-hak:

a. Hak-hak pribadi seperti; menduduki bangku duduk orang lain di sekolah, atau salat di tempat yang sudah dipilih oleh orang lain di masjid.

b. Hak-hak umum seperti; melarang orang lain dari menggunakan masjid, atau jembatan, atau jalan, atau mencegah orang lain dari melewatinya.


Hukum-hukum Ghasab

1. Hukum seluruh macam ghasab adalah haram dan terhitung sebagai dosa besar.

2. Jika seseorang meng-ghasab sesuatu, maka selain telah berbuat haram, dia juga harus mengembalikannya kepada pemiliknya, dan jika barang yang di-ghasab-nya hilang, dia harus menggantinya.

3. Jika dia merusakkan barang yang di-ghasab-nya, dia harus mengembalikan kepada pemiliknya berikut ongkos perbaikan. Jika setelah perbaikan harganya menjadi lebih murah dari harga sebelumnya, dia harus membayar selisih harganya.

4. Jika dia mengubah barang yang di-ghasab-nya menjadi lebih bagus-misalnya dia memperbaiki sepeda yang di-ghasab-nya menjadi lebih bagus lalu pemiliknya menuntutnya agar mengembalikan sepeda ini apa adanya, maka dia harus menyerahkannya kepada pemiliknya dan tidak boleh meminta ongkos perbaikan juga tidak berhak untuk mengubahnya lagi seperti semula.


Bersumpah

1. Jika seseorang bersumpah dengan menyebut salah satu nama Allah bahwa dia akan mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, misalnya; bersumpah demi Allah akan berpuasa, atau bersumpah demi Allah tidak merokok, maka dia wajib mengamalkan sumpahnya.

2. Jika dia sengaja tidak mengamalkan sumpahnya, dia harus membayar salah satu dari tiga kaffarah berikut ini:

a. Memerdekakan seorang budak.

b. Memberi makan sepuluh orang fakir.

c. Memberi pakaian sepuluh orang fakir.

3. Jika dia tidak mampu membayar satu pun dari tiga macam kaffarah ini, dia harus berpuasa tiga hari.*

4. Jika perkataan orang yang bersumpah itu benar, hukum sumpahnya adalah makruh. Namun, jika perkataannya bohong, maka hukum sumpahnya adalah haram dan termasuk dosa besar.


Berbohong

1. Berbohong termasuk perbuatan haram dan dosa besar.

2. Jika berbohong untuk mencegah terjadinya masalah yang betul-betul serius seperti; berbohong untuk mencegah terbunuhnya jiwa seseorang, atau hancurnya kehidupan rumah tangga, maka bohong dalam masalah-masalah demikian tidaklah apa-apa.


Ghibah (Menggunjing)

Definisi Ghibah

Jika seseorang mempunyai sifat yang tidak terpuji, atau dia telah melakukan suatu perbuatan yang salah, dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya dan dia pun tidak suka bila sifat dan perbuatan dirinya ini dibicarakan kepada orang lain, maka membicarakannya di depan orang lain adalah ghibah.


Hukum-hukum Ghibah

1. Ghibah haram bagi pembicara gunjingan juga bagi pendengarnya.

2. Jika seseorang menggunjing orang lain, dia harus bertaubat dan tidak harus mengungkapkan gunjingannya kepada orang yang digunjing.

3. Jika seseorang tidak melakukan salat namun dia tidak menampakkan pelanggarannya kepada orang lain, maka menggunjing orang seperti ini tetap tidak dibolehkan, walaupun wajib beramar makruf dan nahi munkar kepadanya.


Mencukur Jenggot

Berdasarkan ihtiyath wajib, hukum mencukur jenggot-baik dengan silet maupun dengan mesin cukur-adalah haram.


Pertanyaan:

Bolehkah seorang lelaki yang berusia sekitar 18 sampai 19 tahun mencukur wajahnya sampai dua atau tiga kali hanya dengan maksud supaya bulu tumbuh di wajahnya atau supaya tumbuhnya lebih bagus, ataukah tidak boleh?


Jawab:

Berdasarkan ihtiyath wajib, tidak boleh mencukur jenggot. Namun, selama jenggot belum tumbuh, mencukur wajah dengan silet tidaklah apa-apa.


Kesimpulan Pelajaran

1. Ghasab termasuk dosa besar, dan pelakunya akan mendapatkan azab yang pedih di Hari Kiamat.

2. Meng-ghasab barang milik dan hak-hak pribadi dan umum adalah haram.

3. Seseorang yang meng-ghasab sesuatu harus mengembalikannya kepada pemiliknya.

4. Seseorang yang merusakkan barang yang di-ghasab-nya harus mengembalikan kepada pemiliknya beserta ongkos perbaikan.

5. Jika seseorang bersumpah dengan menyebut salah satu nama Allah; bahwa ia akan mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, dia wajib mengamalkannya.

6. Jika tidak mengamalkan sumpahnya, dia harus memerdekakan seorang budak, atau memberi makan sepuluh orang fakir, atau memberi pakaian sepuluh orang fakir. Jika dia tidak bisa mengerjakan satu pun dari tiga hal ini, dia harus berpuasa tiga hari.

7. Bersumpah jujur adalah makruh, dan bersumpah bohong adalah haram.

8. Berbohong adalah haram dan termasuk dosa besar.

9. Ghibah (menggunjing) adalah dosa bagi penggunjing juga bagi pendengar gunjingannya.

10. Menggunjing seorang pendosa yang melakukan dosanya secara sembunyi tetap tidak dibolehkan.

11. Berdasarkan ihtiyath wajib, mencukur jenggot adalah haram.


Pertanyaan:

1. Jelaskan pengertian dari ghasab lalu berikan dua contoh dari ghasab hak-hak!

2. Apa hukumnya mengambil barang orang lain untuk digunakan secara pribadi, misalnya; mengambil pena untuk menulis nomor telepon?

3. Menggunakan kapur dan papan tulis sekolah untuk latihan menulis, atau menulis yang tidak pada tempatnya termasuk macam ghasab yang mana?

4. Apakah pengertian dari ghibah (menggunjing)!

5. Apakah membicarakan nilai ujian seseorang kepada orang lain termasuk ghibah?

6. Apa tugas orang yang telah melakukan ghibah?

7. Seorang remaja yang telah tumbuh sedikit bulu di wajahnya dan dia malu jika tidak dicukurnya; apakah dia boleh mencukur bulu tersebut?

(Alhassanain/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: