Pesan Rahbar

Home » » FPI, Dibubarkan Atau Dibekukan? Inilah Pandangan Hukum

FPI, Dibubarkan Atau Dibekukan? Inilah Pandangan Hukum

Written By Unknown on Monday, 17 October 2016 | 02:35:00


Jalan KS Tubun, Pertamburan, Tanah Abang yang biasanya padat oleh kendaraan lalu-lalang, tiba-tiba melengang. Tidak ada kendaraan, yang ada justru ratusan, bahkan ribuan orang. Perhatian mereka tersita pada barisan polisi gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat dan Brimob yang hendak menciduk sejumlah aktivis Front Pembela Islam (FPI). FPI baru saja jadi lakon utama dalam Tragedi Monas, 1 Juni kemarin. Suasana sempat tegang tapi kemudian mencair seiring kooperatifnya pimpinan FPI yang mempersilakan polisi menjalankan tugasnya.

Sekarang, tidak kurang dari 59 aktivis FPI diperiksa secara intensif di Polda Metro Jaya. Bersamaan dengan itu, desakan agar FPI dibubarkan yang disuarakan sejumlah pihak semakin menguat. Wacana ini bahkan sempat bergulir ke gedung parlemen. Dalam pernyataan sikapnya di hadapan Komisi III DPR, Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menyerukan agar pemerintah segera membubarkan FPI. Menurut mereka, aksi kekerasan FPI tidak hanya terjadi pada Minggu kemarin.

"Track record FPI sangat buruk. Sudah sering mereka melakukan aksi kekerasan," kata anggota AKKBB Zuhairi Misrawi. Zuhairi menegaskan, aksi-aksi FPI selalu menjurus kepada ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada 27 Agustus 2001, misalnya, FPI pernah mendatangi gedung DPR. Mereka menuntut agar Pancasila diganti dengan Piagam Jakarta.

FPI juga kerap mengancam kelompok lain yang berbeda pandangan dari mereka. Terakhir yang menjadi korban adalah Jamaah Ahmadiyah Indonesia. "Tapi jangan dibelokkan seolah-olah peristiwa Monas kemarin berkaitan dengan Ahmadiyah. Aksi damai kami hanya untuk memperingati hari kelahiran Pancasila," ungkap anggota AKKBB lainnya, Rumadi.

Wakil Ketua Komisi III Soeripto menyatakan FPI bisa saja dibubarkan apabila terbukti mengancam keamanan dan ketertiban negara. Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini menganalogikan dengan nasib Jemaah Islamiyah (JI) yang dibubarkan setelah anggotanya dinyatakan terbukti terlibat tindak pidana terorisme. "Bisa dibubarkan seperti JI kalau memang mengancam keamanan dan ketertiban negara," tegas Soeripto, usai bertemu AKKBB, Selasa (3/6).

Namun, Soeripto mengingatkan bahwa yang bisa ditindak oleh aparat penegak hukum saat ini adalah tindak kekerasan FPI, bukan ideologi yang mereka anut. Oleh karenanya, ia mendesak agar polisi mengusut aksi penyerangan FPI terhadap AKKBB sehingga kasus ini bisa segera disidangkan di pengadilan.

Menteri Dalam Negeri Mardiyanto mengatakan wacana pembubaran FPI harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang relevan. Mengingat FPI terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas), maka yang harus ditengok adalah UU No. 8 Tahun 1985 tentang Ormas dan PP No. 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU Ormas. "Dengan catatan, tidak langsung, tapi ada proses-prosesnya dulu," tandasnya


Keliru terminologi

UU No. 8 Tahun 1985 sebenarnya mengenal dua tindakan hukum yang bisa diberlakukan terhadap Ormas maupun pengurusnya yang nakal, yakni pembekuan dan pembubaran. Pasal 13 menyatakan pengurus suatu Ormas dapat dibekukan apabila Ormas tersebut melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Persis seperti yang dikemukakan Soeripto, hanya saja terminologi yang tepat adalah pembekuan, bukan pembubaran.

Pasal 19, PP No. 18 Tahun 1986
Kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi:
a.     menyebarluaskan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan;
b.    memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa;
c.     merongrong kewibawaan dan/atau mendiskreditkan Pemerintah;
d.    menghambat pelaksanaan program pembangunan;
e.    kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan.

Sayang, kekeliruan terminologi juga dilakukan Mardiyanto. Mantan Gubernur Jawa Tengah ini menyebutkan ada tiga hal yang bisa membuat sebuah Ormas dibubarkan. "Kalau membahayakan ketertiban umum, menerima dana dari asing atau menyalurkan dana ke negara asing tanpa izin," ujarnya.

Masih menurut Pasal 13, pembekuan juga dapat terjadi apabila Ormas menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah. Atau sebaliknya, memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara. Tindakan yang lebih berat berupa pembubaran oleh pemerintah, baru bisa diterapkan apabila Ormas tersebut mengulangi kesalahan yang sama.

Terkait ideologi, Ormas juga dapat dibubarkan apabila tidak berasakan Pancasila atau tujuan organisasinya keluar dari frame tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas dan tujuan tersebut disyaratkan harus jelas-jelas tercantum dalam Anggaran Dasar organisasi. Secara khusus, pemerintah juga punya alasan untuk membubarkan Ormas yang menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme serta ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya.


Prosedur berlaku

Meski desakan cukup kencang, Mardiyanto belum mau mengambil sikap tegas. Ia hanya menyampaikan bahwa persoalan ini telah menjadi perhatian jajaran Kabinet Indonesia Bersatu. "Masalah ini sudah dinventarisir oleh Menkopolhukam," ungkapnya.

Baik pembekuan maupun pembubaran, mekanisme detilnya diatur dalam PP No. 18 Tahun 1986. Untuk pembekuan diawali dengan teguran secara tertulis minimal dua kali dengan jeda waktu 10 hari. Apabila diabaikan, berlanjut ke pemanggilan para pengurus. Jika masih mbalelo maka pemerintah bisa membekukan setelah meminta pertimbangan Mahkamah Agung untuk Ormas lingkup nasional dan instansi berwenang serta petunjuk Mendagri untuk Ormas lingkup daerah. Pembekuan itu kemudian diumukan ke masyarakat.

Pembubaran juga diawali dengan peringatan tertulis disertai saran-saran. Dalam jangka waktu tiga bulan setelah peringatan, Ormas tersebut tidak berubah maka pemerintah langsung membubarkan setelah meminta pertimbangan instansi sebagaimana berlaku dalam hal pembekuan.


AKKBB pilih pembubaran

Lalu, tindakan apa yang layak diberikan terhadap FPI? Pemerintah sejauh ini belum menyatakan sikap. Namun, AKKBB dengan mantap memilih pembubaran. Salah seorang aktivis AKKBB, Febi Yonesta mengatan tuntutan pembubaran ini disuarakan karena FPI terbukti selama ini kerap kali menggunakan cara-cara kekerasan.

"FPI harus dibubarkan karena mereka menjadi simbol organisasi yang menggunakan cara-cara kekerasan," ujar Febi. Terkait hal ini, AKKBB tengah intens mengkaji segala aspek khususnya hukum bagaimana cara membubarkan FPI. "Kami akan tetap bertindak sesuai prosedur hukum yang berlaku," tegasnya.

Sementara, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melalui rilis yang diterima hukumonline, menyampaikan keberatan apabila FPI dibubarkan secara sewenang-wenang. Kendati tidak setuju dengan kekerasan yang dilakukan FPI, PBHI tidak dapat menerima bila aparat negara (state apparatus) bertindak sewenang-wenang.

PBHI tidak menghendaki negara atau aparat negara berubah menjadi negara otoriter karena bertindak melampaui batas atau berada di luar kewenangannya berdasarkan Konstitusi. Negara semestinya wajib melindungi kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat bagi setiap orang tanpa diskriminasi, termasuk kebebasan berserikat setiap orang yang bergabung dalam FPI.

Pembatasan dan pengekangan kebebasan berserikat/berorganisasi, menurut PBHI, hanya dapat dilakukan berdasarkan UU. Terlepas dari itu, PBHI menyatakan setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana, aparat penegak hukum (law enforcement officials) tanpa diskriminasi wajib membawanya ke muka hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

(Hukum-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: