Ilustrasi
Sa’id bin Jubair adalah salah seorang pengikut setia Imam Sajjad as. Ia senantiasa menimba ilmu dari beliau. Imam Sajjad pun selalu mendoakannya.
Sa’id termasuk salah seorang murid Abdullah bin Abbas. Ia menuntaskan ilmu hadis, tafsir, dan qira’ah di tangan Ibn Abbas. Ia adalah seorang alim besar.
Sa’id bin Jubair meyakini kepempinan Imam Sajjad as. Ia sering memuji-muji beliau.
Ketika Sa’id dibawa menghadap Hajjaj, Hajjaj berkata, “Hai Syaqi bin Kusair.”
Sa’id menjawab, “Ibuku lebih mengetahui namaku. Saya adalah Sa’id bin Jubair.”
Hajjaj: Kamu dan ibumu adalah orang-orang celaka.
Sa’id: Hanya Allahlah yang mengetahui hal yang gaib, dan Dia bukanlah kamu.
Hajjaj: Kamu harus dibakar di dunia ini.
Sa’id: Seandainya saya tahu bahwa siksa api berada di tanganmu, niscaya saya telah menyembahmu sebagai Tuhan.
Hajjaj: Apa pendapatmu tentang Muhammad?
Sa’id: Ia adalah nabi rahmat.
Hajjaj: Apa pendapatmu tentang Ali? Apakah ia berada di surga atau neraka?
Sa’id: Jika saya telah masuk surga atau neraka, dan melihat seluruh penghuni surga dan neraka, maka saya akan mengenal mereka.
Hajjaj: Apa pendapatmu tentang Abu Bakar dan Umar?
Sa’id: Saya belum pernah diangkat untuk menjadi wakil mereka.
Hajjaj: Khalifah manakah yang lebih kamu cintai?
Sa’id: Khalifah yang paling terpuji di sisi Penciptaku.
Hajjaj: Siapakah khalifah yang lebih terpuji di sisi Sang Pencipta?
Sa’id: Ilmu tentang hal ini hanya dimiliki oleh orang yang mengetahui segala rahasia dan terang-terangan.
Hajjaj: Kamu tidak ingin mengatakan yang sebenarnya kepadaku?
Sa’id: Saya tidak ingin berdusta kepadamu.
Hajjaj: Mengapa kamu tidak tertawa?
Sa’id: Apakah makhluk yang terciptakan dari tanah dan akan dilahap api pantas tertawa?
Hajjaj: Jika begitu, mengapa kami tertawa?
Sa’id: Setiap hati tidak sama.
Sampai di sini, Hajjaj memerintahkan supaya seluruh jenis permata dihamparkan di depan kaki Sa’id. Mungkin ia bisa terpesona dan tertipu.
Sa’id: Hai Hajjaj! Jika engkau mengorbankan semua ini dengan harapan dapat melarikan diri dari sisak akhirat, niscaya engkau tidak akan bisa. Ketahuilah bahwa tidak ada kebaikan dalam mengumpulkan harta dunia.”
Mendengar itu, Hajjaj memerintahkan supaya alat-alat musik ditabuh di hadapan Sa’id. Sa’id pun menangis keras.
Hajjaj: Mengapa engkau menangis, hai Sa’id? Celakalah engkau.
Sa’id: Celakalah orang yang diusir dari surga dan dijebloskan ke dalam penjara.
Setelah melihat tidak ada muslihat apapun yang dapat menipu Sa’id, Hajjaj pun berkata, “Sekarang kematianmu telah tiba. Dengan cara apa saya akan membunuhmu?”
Sa’id: Bunuhlah aku dengan cara apapun kamu suka, karena saya akan meng-qisasmu di akhirat kelak dengan cara tersebut.
Hajjaj: Kamu ingin saya maafkan?
Sa’id: Jika maaf itu berasal dari Allah, maka saya mengharapkannya. Saya tidak akan pernah meminta maaf kepadamu.
Melihat keteguhan dan keberanian Sa’id, Hajjaj marah seraya berteriak, “Bunuhlah dia.”
Setelah dibawa keluar untuk dibunuh, Sa’id tersenyum ringan. Hajjaj diberitahu bahwa Sa’id tersenyum.
Hajjaj: Apa yang telah menyebabkan kamu tertawa? Saya pernah mendengar bahwa kamu tidak pernah tertawa selama 40 tahun.
Sa’id: Saya tersenyum lantaran keberanianmu terhadap Allah. Sekalipun demikian, Dia masih sabar terhadapmu.
Mendengar ucapan itu, Hajjaj hampir saja menjadi gila.
Hajjaj: Bunuhlah dia di hadapanku.
Sa’id: “Setiap jiwa pasti merasakan kematian.” (QS. Al Imran : 185) “Sesungguhnya saya hadapkan wajahku ke arah Zat yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi dalam keadaan suci, dan saya tidak termasuk golongan musyrikin. (QS. Al-A’am : 79).
Hajjaj: Bunuhlah dia dengan membelakangi Kiblat.
Sa’id: Ke arah manapun kalian menghadap, di situlah “wajah” Allah. (QS. Al-Baqarah : 115).
Hajjaj: Sentuhkanlah wajahnya ke bumi.
Sa’id: “Darinyalah Kami menciptakan kalian, kepadanyalah Kami akan mengembalikan kalian, dan darinyalah Kami akan mengeluarkan kalian untuk kedua kalinya. (QS. Thaha : 55).
Hajjaj: Bunuhlah dia seperti kalian menyembelih kambing.
Sa’id: Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Setelah bersaksi demikian, Sa’id mengangkat tangan seraya berdoa, “Ya Allah! Janganlah Engkau kuasakan Hajjaj terhadap siapa pun sepeninggalku.”
Setelah kepala Sa’id dipenggal, sungguh mengherankan karena kepala itu terus menerus mendengungkan ucapan lâ ilâhah illâh.
Sa’id gugur sebagai syahid pada bulan Sya’ban 95 H dalam usia 49 tahun. Lantaran dia Sa’id tersebut, Hajjaj dijemput ajal 15 hari setelah itu.[1]
Menurut para ahli sejarah, setelah Sa’id bin Jubair gugur syahid, Hajjaj selalu bermimpi buruk. Setiap kali memejamkam mata, ia pasti melihat tubuh Sa’id yang berlumuran darah sembari berkata, “Hai musuh Allah! Mengapa kamu membunuhku?”
Kadang-kadang Hajjaj pingsan dan lalu tersadarkan diri dengan keringat yang meleleh. Lantas ia berkata, “Apa gerangan yang telah kuperbuat terhadap Sa’id bin Jubair.”
Mimpi buruk ini tidak pernah terhilangkan dari kehidupan Hajjaj sehingga ia dijemput ajal 15 atau maksimal 40 hari setelah itu.
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Setelah Hajjaj dijemput ajal, saya pernah bermimpi bertemu dengannya. Saya bertanya kepadanya, ‘Apa yang telah dilakukan oleh Allah terhadapmu?’ Ia menjawab, ‘Saya dibunuh sebanyak jumlah orang-orang yang pernah saya bunuh. Akan tetapi, sebagai balasan atas pembunuhan Sa’id bin Jubair, saya dibunuh sebanyak 70 kali.’”[2]
Referensi:
1. Bahjah Al-Âmâl fî Syarh Zubdah Al-Maqâl, jld. 4, hlm. 350.
2. Al-Waqâ’i’ wa Al-Hawâdits, menukil dari buku Nâsikh Al-Tawârîkh, jld. 1, hlm. 156.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email