Oleh: Markaz Risalah
Sebenarnya kita tidak perlu menjelaskan kelahiran Imam Mahdi dan membuktikannya lewat sejarah, setelah kita mengetahui kesepakatan kaum muslimin bahwa beliau adalah seorang dari Ahli Bait yang akan datang dan bangkit di akhir zaman. Juga telah kita ketahui hasil study kita tentang hadits-hadits yang menjelaskan akan nasab Imam Mahdi, dimana kesimpulan yang kita ambil tanpa keraguan sedikitpun adalah bahwa Al Mahdi Imam kedua belas dari Imam-Imam Ahli Bait as.
Beliau adalah Muhammad bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib as. Dari jalur ayah keturunan Imam Husein sedangkan dari pihak ibu keturunan Imam Hasan as, dari Fatimah binti Hasan cucu pertama Nabi saw, ibu Imam Muhammad Baqir bin Ali bin Husein as.
Ini berarti bahwa membahas kelahiran Imam Mahdi dan membuktikannya adalah suatu pembahasan yang tidak perlu dilakukan lagi, jika bukan karena adanya usaha pengkaburan fakta sejarah tentang beliau, seperti yang dilakukan oleh paman beliau, Jaâ'far Kadzdzab yang mengaku bahwa saudaranya, Imam Askari, tidak memiliki keturunan, yang kemudian didukung oleh penguasa saat itu dengan memberikan harta peninggalan Imam Askari kepadanya, sebagaimana yang diriwayat oleh ulama Syiah Imamiyyah. Selain mereka tidak ada orang lain yang meriwayatkan kejadian tersebut kecuali menukilnya dari mereka. Tapi bagaimanapun juga, hal itu cukup menjadi dalil bagi orang yang obyektif dan mau sedikit merenung. Sebab bagaimana mungkin orang Syiah akan meriwayatkan satu hal yang tidak mereka yakini, kecuali bila mereka telah meyakini kebohongannya.
Sama seperti yang mereka riwayatkan berkenaan dengan pengingkaran Muawiyah akan kedudukan Ali di sisi Rasulullah saw. Pengingkaran Muawiyah tersebut pasti dan kedudukan Ali di sisi Rasulullah saw juga jelas. Kepastian kedua hal itu menurut Syiah adalah hal yang tidak diragukan lagi, karena sudah menjadi keyakinan mereka. Demikian pula pengingkaran Ja'far Kadzdzab sudah jelas juga dukungan rezim penguasa kala itu atas klaim batilnya tersebut. Di lain pihak, kelahiran Imam Mahdi telah dibuktikan dengan kesaksian banyak orang. Dalil apa lagi yang harus diajukan setelah adanya kesaksian ini?
Akan tetapi orang yang menyantap hidangan pemikiran Barat dan menyimpang dari jalan yang semestinya, tidak akan pernah ragu untuk mengeksploitasi dan memutarbalikkan fakta yang ada lalu membungkusnya dengan baju baru yang diberi nama "pembaharuan".
Karena itu kita katakan, bahwa kelahiran seseorang di alam ini cukup dibuktikan dengan adanya pengakuan dari sang ayah dan kesaksian wanita yang membidani kelahirannya, walaupun tidak ada orang lain yang melihat si jabang bayi. Lalu bagaimana dengan orang yang ratusan orang menyatakan telah melihatnya, para ahli sejarahpun membenarkan dan mengakui kelahirannya, bahkan para ahli nasab (silsilah keturunan)pun menunjukkan nasab keturunannya, mereka yang dekat dengannya banyak menyaksikan keajaibannya, adanya pesan-pesan penting, petuah-petuah, nasehat-nasehat, bimbingan-bimbingan, surat-surat, petunjuk-petunjuk, do'a-do'a, shalat-shalat, ucapan-ucapan yang masyhur dan kata-kata yang semuanya berasal dari dia, selain itu beliau juga memiliki wakil-wakil terkenal, duta-duta yang masyhur dan para pengikut yang berjumlah jutaan orang di setiap masa dan generasi?
Saya tidak tahu, apa yang dimaukan oleh mereka dengan memutarbalikkan fakta ini dan mengingkari kelahiran Imam Mahdi as, selain dalil yang kami sebutkan di atas. Bukankah keadaan mereka seakan- akan mengatakan seperti yang dikatakan kaum musyrikin kepada kakek beliau Nabi saw dengan lisan mereka:
"Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami. Atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya. Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan. Atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai rumah dari emas Atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan kitab atas kami yang kami baca. Katakanlah "Maha Suci Tuhanku, bukankah aku hanya seorang manusia yang menjadi rasul?" (QS 17: 90-94)
Ya Allah kami tidak mengharapkan hidayah bagi mereka yang mengetahui kebenaran tetapi tetap mempertahankan kebathilan. Karena orang yang tidak dapat memanfaatkan sinar matahari, lebih tidak bisa mengambil manfaat dari cahaya bulan. Hanya saja kami memohon bagi mereka yang tidak mengetahui kebenaran untuk Engkau sampaikan kepadanya dan kuatkanlah iman mereka yang lemah imannya. Karena itulah kita katakan:
Kelahiran Imam Mahdi
Hal ini disebutkan dalam satu hadits sahih dari Muhammad bin Yahya 'Aththar dari Muhammad bin Ishaq dari Abu Hasyim Ja'fari, dia mengatakan: Suatu saat saya berkata kepada Imam Abu Muhammad (Askari) as "Kebesaran anda mencegahku untuk menanyakan satu masalah kepada anda. Apakah anda, mengizinkanku untuk menanyakannya?" "Ya, silahkan bertanya" kata Imam. Saya bertanya: "Wahai junjunganku, Apakah anda mempunyai putra?" Beliau menjawab "Ya". "Jika suatu hal datang menimpa anda, dimanakah saya dapat bertanya tentang dia?" tanyaku lagi. Imam menjawab "Di Madinah."[1]
Satu lagi hadits sahih yang diriwayatkan dari Ali bin Muhammad dari Muhammad bin Ali bin Bilal, dia berkata "Saya mendapat kabar dari Imam Askari dua tahun sebelum beliau wafat. Kemudian tiga hari sebelum wafatnya beliau memberitahukan perihal imam sepeninggalnya.[2]
Ali Bin Muhammad dalam riwayat ini adalah yang dikenal dengan Ibnu Bindar, seorang tsiqah yang mulia. Adapun Muhammad bin Ali bin Bilal, beliau adalah seorang yang sangat masyhur keagungan dan kemuliannya, sampai-sampai orang seperti Abul Qasim Husein bin Ruh ra banyak merujuk kepadanya, seperti yang disebutkan oleh para ulama rijal.
Kesaksian Bidan Kelahiran Imam Mahdi as
Beliau adalah wanita suci dari Ahli Bait, bernama Hakimah binti Imam Jawad, saudara perempuan Imam Hadi as dan bibi Imam Askari as. Beliaulah yang mengurus Narjis, ibunda Imam Mahdi dalam persalinannya.[3] Beliau menegaskan telah melihat Imam Mahdi sesaat setelah lahir.[4] Dalam pekerjaannya tersebut beliau dibantu oleh beberapa orang wanita. Diantaranya: Budak perempuan Abu Ali Khaizarani yang dihadiahkan kepada Imam Askari (Seperti yang disebutkan oleh Muhammad bin Yahya),[5] Mariah dan Nasim, pembantu di rumah Imam Askari as. Jelas bahwa kelahiran kaum muslimin hanya disaksikan oleh para wanita yang membidani kelahirannya. Siapa saja yang mengingkari hal ini silahkan membuktikan bahwa selain para wanita tersebut ada orang lain yang telah yang menyaksikan ibunya ketika melahirkan dia. Selain dari pada itu, Imam Askari juga telah melakukan sunah Nabi yang mulia saw dengan menyembelih kambing akikah,[6] seperti yang dilakukan juga oleh mereka memegang erat sunah Nabi, ketika Allah mengarunia anak kepadanya.[7]
Mereka yang Telah Melihat Imam Mahdi (a.s.)
Pada masa Imam Askari as masih hidup, sejumlah orang dari sahabat dekat beliau dan shababat ayahnya Imam Hadi as, dengan izin beliau telah melihat Imam Mahdi as, sebagaimana sejumlah orang lainnya telah melihat beliau setelah meninggalnya Imam Askari as, pada zaman Ghaibah Shughra yang dimulai tahun 260 H sampai tahun 329 H, baik dari kalangan Syiah maupun yang lainnya. Mengingat banyaknya orang yang telah menyaksikan wajah mulia beliau, kami hanya akan menyebutkan apa yang dinukil oleh para ulama terdahulu. Antara lain oleh Syekh Kulaini (wafat 329 H) yang hidup dan mengalami kurang lebih seluruh masa Ghaibah Shughra tersebut, Syekh Shaduq (wafat 381 H) yang mengalami lebih dari dua puluh tahun dari masa ghaibah tersebut, Syekh Mufid (wafat 413 H) dan Syekh Thusi (wafat 460 H). Tidak ada salahnya, bila kita juga menukilkan sedikit riwayat yang khusus menjelaskan nama mereka yang telah melihat beliau as, setelah itu kami hanya akan menyebutkan nama orang-orang dengan sumber riwayat yang memuat cerita mereka dari kitab keempat ulama tadi, dengan maksud untuk mempersingkat pembicaraan kita.
Di antara riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat yang disebutkan oleh Syekh Kulaini di dalam kitab Ushul Al Kafi dengan sanadnya yang sahih dari Muhammad bin Abdillah dan Muhammad bin Yahya keduanya dari Abdullah bin Ja'far Himyari. Beliau berkata "Suatu hari saya bersama dengan Abu Amr ra (Duta khusus Imam Mahdi as) berada di tempat Ahmad bin Ishaq. Tiba-tiba Ahmad bin Ishaq memberi isyarat kepadaku untuk bertanya kepada Abu Amr tentang Imam Mahdi as "Wahai Abu Amr! Aku ingin menanyakan kepadamu sesuatu yang tidak aku ragukan “setelah memuji Abu Amr karena menjadi orang dipercaya oleh para Imam as“, sekonyong-konyong Abu Amr Amri bersujud dan lalu berkata "Tanyakanlah apa yang hendak kau tanyakan." Kukatakan kepadanya "Apakah anda pernah melihat Imam Mahdi, Imam setelah Abu Muhammad Askari as?" Beliau menjawab "Ya, Demi Allah saya telah melihatnya. Dan leher beliau seperti ini “sambil menunjuk dengan tangannya.“ "Tinggal satu pertanyaan lagi" ujarku. Beliau berkata "Silahkan bertanya". "Bagaimana dengan menyebutkan namanya?" Jawabnya "Kalian tidak diperkenankan untuk menanyakan hal itu. Kukatakan ini bukan sekehendak hatiku, karena aku tidak mempunyai hak untuk menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya. Akan tetapi beliaulah yang mengatakan hal ini kepadaku, sebab penguasa zalim telah mengumumkan bahwa Imam Askari as wafat tanpa meninggalkan anak, sehingga warisannya telah dibagikan dan diambil oleh mereka yang tidak berhak. Keluarga beliau masih ada dan berjalan kemanapun juga tanpa adanya seorangpun yang mengenal atau mengganggu mereka. Jika kalian menyebutkan namanya, maka dia akan dikejar dan ditangkap. Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah dan jagalah lisan kalian dari menyebutkan nama beliau."[8]
Riwayat yang dibawakan oleh Kulaini dalam Al Kafi dengan sanadnya yang sahih dari Ali bin Muhammad (Ibnu Bindar yang tsiqah), dari Mihran Qalansi, beliau berkata "Saya mengatakan kepada Amri" Apakah Imam Abu Muhammad Askari AS telah wafat? "Beliau menjawab "Ya, beliau telah wafat. Akan tetapi beliau telah meninggalkan pengganti yang lehernya seperti ini (dengan mengisyaratkan tangannya)."[9]
Riwayat yang dinukil oleh Syekh Shaduq dengan sanad yang sahih dari guru-guru hadits. Beliau berkata "Saya mendapatkan riwayat ini dari Muhammad bin Hasan dari Abdullah bin Ja'far Himyari. Dia berkata "Aku mengatakan kepada Muhammad bin Utsman Amri ra bahwa aku selalu berdoa dengan doa Nabi Ibrahim as ketika memohon kepada Tuhannya dengan mengatakan: "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata "Ya, Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman "Belum yakinkah engkau? "Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakini. Akan tetapi agar hati bertambah mantap."[10]
Beritahukan kepadaku tentang Imam kita, apakah engkau telah melihatnya? "Amri menjawab "Ya dan beliau memiliki leher seperti ini "seraya menunjuk dengan tanganya."[11]
Riwayat Shaduq dalam Kamal Al Din, berkata "Saya mendengar dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali Aswad, beliau berkata "Ali bin Husein bin Musa bin Babuwaih setelah wafatnya Muhammad bin Utsman (Duta kedua Imam Mahdi as) memintaku untuk menyampaikan kepada Abul Qasim Husein bin Ruh supaya dia memohon kepada Imam Mahdi untuk berdoa kepada Allah agar diberi anak laki-laki. Karena itulah aku memintakan hal tersebut. Selang tiga hari setelah itu, aku mendapat kabar bahwa Imam Mahdi telah berkenan mendo'akan Ali bin Husein, seraya mengatakan bahwa dia akan mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi barokah dan akan bermanfaat bagi agama, yang setelah kelahirannya akan lahir beberapa anak lagi. Lalu Shaduq mengatakan, penulis kitab ini berkata "Abu Ja'far Muhammad bin Ali Aswad sering mengatakan kepadaku “jika melihatku keluar masuk mengikuti pelajaran guru kami Muhammad bin Hasan bin Ahmad bin Walid ra dan semangatku yang tinggi dalam menuntut ilmu dan menghafalnya.“
Tidak heran melihat semangatmu yang tinggi dalam belajar karena engkau lahir berkat do'a Imam Mahdi as.'[12]
Riwayat Syekh Thusi “beliau termasuk pemuka dan guru besar Syiah“ dalam kitab Ghaibah dari Muhammad bin Muhammad bin Nu'man dan Husein bin 'Ubaidillah dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Shafwani, beliau berkata "Menjelang wafatnya, Abul Qasim (duta ketiga Imam Mahdi) menyerahkan amanat sebagai duta Al Mahdi kepada Abul Hasan Ali bin Muhammad Samuri untuk mengemban apa yang telah dia emban sebelumnya sebagai duta Al Mahdi as Ketika Samuri mendekati ajalnya para pemuka Syiah berkumpul mengelilinginya dan menanyakan kepadanya perihal siapakah yang akan menggantikan posisinya sebagai duta Imam. Tetapi dia tidak menunjuk siapapun dan mengatakan bahwa dia diperintahkan untuk tidak mewasiatkan hal ini kepada siapapun juga."[13]
Jelas bahwa kedudukan Samuri sama dengan kedudukan Abul Qasim Husein bin Ruh sebagai wakil Imam yang menuntut untuk bertemu muka dengan beliau dalam setiap masalah yang memerlukan bimbingan dari beliau. Dari sinilah dikatakan bahwa apa yang disampaikan oleh keempat duta beliau as seperti yang telah kita sebutkan di atas baik wasiat, petuah maupun perintah dari Imam Mahdi as melalui mereka diriwayatkan secara mutawatir.[14]
Selain riwayat-riwayat di atas ada pula banyak riwayat yang dengan jelas menyebutkan bahwa keempat duta di atas telah melihat Imam Mahdi di masa mereka menjadi duta. Dan banyak juga riwayat yang mengatakan bahwa mereka menemui Imam Mahdi di hadapan sejumlah orang Syiah, seperti yang akan kita singgung di bawah ini, ketika menyebutkan nama mereka yang telah berkesempatan melihat beliau as. Mereka adalah:
Abu Ahmad Ibrahim bin Idris,[15] Ibrahim bin Ubdah Naisaburi,[16] Ibrahim bin Muhammad Tabrizi,[17] Ibrahim bin Mahziyar Abu Ishaq Ahwazi,[18] Ahmad bin Ishaq bin Sa'ad Asy'ari[19] yang melihat beliau pada kesempatan lain bersama Sa'ad bin Abdillah bin Abi Khalaf Asy'ari (salah seorang guru ayah Shaduq dan Kulaini),[20] Ahmad bin Husein bin Abdul Malik Abu Ja'far Azdi atau Audi (menurut riwayat yang lain),[21] Ahmad bin Abdillah Hasyimi dari keturunan Abbas bersama dengan tiga puluh sembilan orang lainnya,[22] Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Muthahhar[23] salah seorang sahabat Imam Hadi dan Imam Askari as, Ahmad bin Hilal Abu Ja'far 'Abarta'i seorang ghulat yang mal'un yang bersama dengan sejumlah orang diantaranya Ali bin Bilal, Muhammad bin Mu'awiyah bin Hakim, Hasan bin Ayyub bin Nuh, dan Utsman bin Said Amri ra beserta yang lainnya yang jumlah seluruhnya empat puluh orang,[24] Abu Sahl Ismail bin Ali Nubakhti,[25] Abu Abdillah bin Shaleh,[26] Abu Muhammad Hasan bin Wajna' Nashibi,[27] Abu Harun salah seorang guru Muhammad bin Hasan Karakhi,[28] Ja'far Kadzdzab[29] paman Imam Mahdi yang melihat beliau dua kali, Sayyidah Alawiyyah Hakimah binti Imam Jawad as,[30] Zuhri atau Zahrani yang bersama dengan Amri,[31] Rasyiq dari Mardai,[32] Abul Qasim Ruhi,[33] Abdullah Suri,[34] Amr Ahwazi,[35] Ali bin Ibrahim bin Mahziyar Ahwazi,[36] Ali bin Muhammad Syamsyathi utusan Ja'far Bin Ibrahim Yamani,[37] Ghanim Abu Said Hindi,[38] Kamil bin Ibrahin Madani,[39] Abu Amr Utsman bin Said Amri,[40] Muhammad bin Ahmad Anshari Abu Nuaim Zaidi yang melihat Imam bersama dengan Abu Ali Mahmudi, Allan Kulaini, Abu Haitsam Dinari, Abu Ja'far Al Ahwal Hamdani yang jumlah kesemuanya mendekati tiga puluh orang, termasuk Sayyid Muhammad bin Qasim Alawi Aqiqi,[41] Sayyid Muhammad bin Ismail bin Imam Musa bin Ja'far Musawi seorang keturunan Rasulullah yang paling tua di zamannya,[42] Muhammad bin Ja'far Himyari yang mengepalai utusan Syiah dari kota Qom,[43] Muhammad bin Hasan Ubaidillah Tamimi Zaidi yang dikenal dengan Abu Surah,[44] Muhammad bin Shaleh bin Ali bin Muhammad bin Qanbar Al Kabir budak Imam Ridha as.[45] Muhammad bin Utsman Amri[46] yang melihat beliau dengan izin Imam Askari as bersama empat puluh orang yang lain diantaranya: Muawiyah bin Hakim, Muhammad bin Ayyub bin Nuh,[47] Ya'qub bin Manqusy,[48] Ya'qub bin Dlarrab Ghassani[49] dan Yusuf bin Ja'fari.[50]
Kesaksian para wakil Imam Mahdi
Syekh Shaduq menyebutkan nama mereka yang menyaksikan mu'jizat Al Mahdi dan melihatnya, baik dari kalangan para wakil beliau maupun dari selain mereka, lengkap dengan daerah asal mereka. Sebagian dari mereka sudah kami sebutkan. Jumlah mereka ini sedemikian banyaknya sehingga mustahil untuk melakukan satu kebohongan bersama-sama, apalagi mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka adalah sebagai berikut:
Wakil-wakil Imam:
Dari Baghdad: Al-Amri dan anaknya, Hajiz, Bilali, dan Al-Aththar
Dari Kufah: 'Ashimi
Dari penduduk Ahwaz: Muhammad bin Ibrahim bin Mahziyar
Dari penduduk Qom: Ahmad bin Ishaq
Dari penduduk Hamadan: Muhammad bin Shaleh Dari penduduk Rey: Basami, Asadi (Muhammad bin Abi Abdillah Kufi)
Dari penduduk Azerbaijan: Qasim bin 'Ala'
Dari penduduk Naisabur: Muhammad bin Syadzan
Kalangan umum:
Dari penduduk Baghdad: Abul Qasim bin Abi Hulais, Abu Abdillah Kindi, Abu Abdillah Junaidi, Qazzaz, Naili, Abul Qasim bin Dubais, Abu Abdillah bin Furukh, Masrur Thabekas budak Imam Hadi as, Ahmad bin Hasan dan saudaranya Muhammad, Ishaq penulis dari Bani Nubakht, dan yang lainnya.
Dari Hamadan: Muhammad bin Kisymard, Ja'far bin Hamdan, dan Muhammad bin Harun bin Imran
Dari Dainur: Hasan bin Harun, Ahmad bin Ukhayyah, dan Abul Hasan
Dari Isfahan: Ibnu Basya dzalah
Dari Shaimarah: Zaidan
Dari Qom: Hasan bin Nadhr, Muhammad bin Muhammad, Ali bin Muhammad bin Ishaq dan ayahnya, serta Hasan bin Ya'qub
Dari penduduk Rey: Qasim bin Musa, dan anaknya, Abu Muhammad bin Harun, Ali bin Muhammad, Muhammad bin Muhammad kulaini, dan Abu Ja'far Raffa'
Dari Qazwin: Mardas, dan Ali bin Ahmad
Dari Naisabur: Muhammad bin Syu'aib bin Shaleh.
Dari Yaman: Fadl bin Yazid, Hasan bin Fadl bin Yazid, Ja'fari, Ibnu A'jami, dan Ali bin Muhammad Syamsyathi
Dari Mesir: Abu Raja' dan yang lainnya
Dari Nashibain: Abu Muhammad Hasan bin Wajna' Nashibi
Sebagaimana juga disebutkan orang-orang yang telah melihat beliau dari penduduk asal Syahrzur, Shaimarah, Fars, Qabis, dan Marw.[51]
Kesaksian para pelayan dan hamba sahaya
Selain yang disebutkan di atas, para pelayan dan hamba sahaya yang berada di rumah Imam Hasan Askari as juga telah menyaksikan beliau. Mereka antara lain adalah:
Tharif pembantu Abu Nasr,[52] seorang pelayan Ibrahim bin Abdah Naisaburi yang telah melihat Imam bersama dengan tuannya,[53] Abul Adyan.[54]
Abu Ghanim mengatakan "Imam Askari telah dikaruniai seorang putera yang diberi nama Muhammad. Anak itulah yang diperlihatkan kepada para sahabat beliau tiga hari setelah kelahirannya, seraya berkata "Dialah yang akan menjadi pemimpin kalian sepeninggalku nanti. Dialah yang mengemban tugas ini setelahku. Dialah Al Qaim yang kedatangannya dinanti-nantikan, tatkala bumi telah dipenuhi oleh kezaliman untuk memenuhinya dengan keadilan."[55]
Selain itu, Aqid[56] dan seorang wanita tua pembantu di rumah Imam Askari [57] serta budak wanita Abu Ali Khaizarani yang dihadiahkan kepada Imam as[58] juga menyaksikannya. Dari hamba-hamba sahaya yang melihat beliau disebutkan dua wanita bernama, Nasim[59] dan Mariah.[60]
Masrur si juru masak, bekas budak Imam Hadi as juga menyaksikan hal yang sama.[61] Mereka yang namanya disebut diatas memberikan kesaksian sama dengan yang diberikan oleh Abu Ghanim pembantu rumah tangga Imam Askari as.
Penggeledahan Rumah Imam Askari
Imam Hasan Askari as lahir pada bulan Rabiul Awal tahun 232 H, dan hidup di masa pemerintahan tiga penguasa bani Abbas Mereka adalah: Mu'tazz (meninggal pada tahun 255 H), Muhtadi (meninggal tahun 256 H), dan Mu'tamid (meninggal tahun 279 H).
Khalifah Mu'tamid terkenal sebagai seorang khalifah yang sangat membenci Ahli Bait as. Bagi mereka yang akrab dengan kitab-kitab sejarah seperti Tarikh Thabari dan menelaah semua kejadian yang terjadi pada tahun 257, 258 259 dan 260 H, akan mengetahui dengan jelas sejauh mana bencinya khalifah ini kepada Ahli Bait as dan para Imamnya.
Allah swt telah mengazabnya di dunia, sampai-sampai di masa pemerintahnnya, dia tidak memiliki uang. Dia mati dengan keadaan yang sangat mengenaskan, dengan dilemparkan ke dalam timah cair oleh orang-orang Turki karena mereka tidak menyukainya seperti yang disepakati oleh para ahli sejarah.
Di antara contoh perbuatannya yang hina adalah, bahwa setelah Imam Askari wafat dia memerintahkan prajuritnya untuk menggeledah rumah Imam Askari dengan teliti dan mencari Imam Mahdi. Dia memerintahkan untuk menahan para hamba sahaya Imam Askari dan memenjarakan para istri beliau dengan dibantu oleh Ja'far Kadzdzab yang berharap dapat menduduki tempat kakaknya, Imam Askari, di hati para kaum Syiah.
Hal itulah yang menyebabkan segala penderitaan “seperti yang di sebutkan oleh Syekh Mufid“ yang dialami oleh keluarga Imam Askari sepeninggal beliau, seperti, penangkapan, penjara, ancaman, ejekan, cemoohan, dan hinaan.[62]
Semua ini terjadi di saat Imam Mahdi berusia lima tahun. Khalifah tidak perduli akan usia setelah tahu bahwa anak ini adalah Imam yang mengancam kelanggengan singgasana thaghut, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan secara mutawatir, bahwa Imam keduabelas dari silsilah para imam Ahli Bait akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman.
Oleh karena itulah sikap dia terhadap Imam Mahdi dari umat ini sama dengan sikap Fir'aun terhadap Nabi Musa as yang dilemparkan oleh ibunya “karena takut akan makarnya“ ke dalam sungai ketika masih bayi.
Bukan hanya Mu'tamid yang mengetahui kenyataan ini. Khalifah-khalifah sebelumnya, seperti Mu'taz dan Mahdi Abbasi juga telah mengetahui hal ini. Karenanya Imam Askari berusaha agar kelahiran putranya, Al Mahdi tidak tersebar dan diketahui oleh khalayak ramai kecuali oleh para pengikut setianya. Hal itu dilakukan dengan cara dan taktik-taktik yang rapi untuk menjaga para pemuka madzhab Syiah dari perselisihan sepeninggal beliau as.
Diantara cara yang beliau lakukan adalah memberitahu mereka dalam banyak kesempatan akan keberadaan Mahdi yang dijanjikan seraya memerintahkan mereka untuk merahasiakan hat tersebut. Sebab penguasa yang zalim telah mengetahui bahwa beliau adalah Imam keduabelas yang disebutkan dalam hadits Jabir bin Sammah yang diriwayatkan Ahli Sunnah dengan penegasan akan kemutawatirannya.
Jika tidak demikian, apa yang dapat dilakukan oleh seorang anak usia lima tahun yang dapat mengancam kekuasaan Mu'tamid? Jika dia tidak meyakini bahwa anak itu adalah Mahdi yang dinantikan, yang dalam banyak hadits mutawatir disebutkan dengan jelas akan melakukan suatu pekerjaan yang besar juga apa yang kelak akan dilakukannya terhadap para penguasa zalim setelah kemunculannya.
Jika masalahnya bukan seperti yang kita utarakan di atas, mengapa penguasa kala itu tidak puas dengan kesaksian Ja'far Kadzdzab yang mengklaim bahwa saudaranya, Imam Askari as wafat tanpa meninggalkan seorang anakpun?
Bukankah khalifah bisa langsung memberikan harta warisan Imam Askari kepada Ja'far tanpa harus melakukan tindakan bodoh yang menunjukkan akan kecemasan dan ketakutannya terhadap putra Imam Askari (semoga Allah mempercepat kedatangannya)?
Mungkin ada yang mengatakan bahwa rasa tanggung jawab untuk memberikan sesuatu kepada yang berhak telah mendorong khalifah untuk melakukan pencarian putra Imam Askari as, sehingga Ja'far Kadzdzab tidak dapat menguasai harta warisan itu sendiri hanya dengan kesaksiannya.
Kita katakan: Jika memang demikian, khalifah tidak layak untuk melakukan sendiri pencarian putra Imam Askari dengan tindakan yang ceroboh. Dia bahkan dapat menyerahkan penyelesain masalah kesaksian
Ja'far Kadzdzab kepada salah seorang hakim. Karena kasus ini termasuk kasus yang menyangkut warisan yang terjadi beberapa kali dalam sehari. Ketika itu hakim dapat melakukan penelitian dengan memanggil ibunda Imam Askari, istri, para hamba sahaya ataupun kerabat dekat beliau dari kalangan Bani Hasyim untuk dimintai kesaksiannya. Setelah mendengar kesaksian mereka dan membuktikan kebenaran kesaksian yang mereka berikan itu, dia lantas memutuskan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Adapun turun tangannya khalifah secara langsung dalam tempo yang relatif singkat, bahkan sebelum Imam Askari as sempat dimakamkan, keluarnya kasus ini dari ruang kerja hakim padahal kasus ini adalah pekerjaan seorang hakim, juga tindakan buas yang dilakukan oleh tentara khalifah dengan menyerang kediaman Imam Askari as sepeninggal beliau, kesemua itu menunjukkan bahwa khalifah meyakini kelahiran Imam Mahdi walapun belum pernah melihatnya secara langsung. Sebab dia tahu babwa anak inilah Imam kedua belas dari Ahli Bait as, seperti yang telah kami singgung di atas.
Karenanya, khalifah datang mencari putra Imam Askari bukan untuk memberikan harta warisan sang ayah kepadanya, akan tetapi untuk menangkap dan menghabisinya setelah tidak menemukannya di masa hidup ayah beliau Imam Askari as.
Dari sinilah dikatakan bahwa salah satu rahasia keghaiban beliau adalah kecemasan akan keselamatannya, seperti yang telah anda saksikan dalam pembahasan-pembahasan yang lalu dari hadits-hadits yang disampaikan oleh kakek-kakek beliau berpuluh-puluh tahun sebelum terjadi.
Kesaksian para ahli nasab
Tidak diragukan lagi, bahwa untuk mengetahui suatu masalah, kita harus merujuk kepada mereka yang memiliki otoritas dalam bidang tersebut. Tentang masalah yang sedang kita hadapi ini, para ahli nasab lebih berhak untuk berkomentar. Marilah kita dengar pendapat mereka dalam masalah ini:
1. Ahli nasab terkenal Abu Nasr Sahl bin Abdullah bin Daud bin Sulaiman Bukhari, yang hidup di abad keempat hijriyah, tepatnya beliau hidup sampai tahun 341 H. Beliau termasuk salah satu ahli nasab terkenal yang hidup dizaman Ghaibah Shughra yang berakhir pada tahun 329 H.
Dalam kitab Sirr Al Sisilat Al 'Alawiyyah, beliau mengatakan "Putra Ali bin Muhammad Taqi as yang bernama Hasan bin Ali Askari as dari seorang hamba sahaya suku Naubiyyah yang lebih dikenal dengan sebutan Rayhanah. Beliau dilahirkan pada tahun 231 H, dan wafat 260 H di kota Samarra' dalam usia 29 tahun. Putra Ali bin Muhammad Taqi as yang lainnya adalah Ja'far yang disebut oleh Syiah Imamiyyah dengan sebutan Kadzdzab (Pembohong). Mereka menyebutnya demikian karena dia mengklaim bahwa dialah yang berhak melanjutkan imamah saudaranya, Hasan bin Ali as bukan putra beliau Al Qaim Al Hujjah as."[63]
2. Sayyid Amri, ahli nasab terkenal dan seorang ulama abad kelima hijriyah, mengatakan demikian, "Abu Muhammad Askari wafat, dalam keadaan para shahabat dan keluarganya yang setia telah mengetahui putra beliau yang lahir dari rahim Narjis. Dalam kesempatan mendatang kami akan jelaskan cerita tentang kelahirannya dan hadits-hadits mengenainya. Kaum mu'minin bahkan semua manusia diuji oleh Allah dengan ghaibnya. Ja'far Bin Ali yang rakus akan harta warisan dan kedudukan saudaranya menafikan keberadaan putra saudaranya. Dia bersama dengan Fir'aun zamannya bahu-membahu melakukan penahanan terhadap para sahaya Abu Muhammad.[64]
3. Fakhrur Razi Syafi'i (wafat 606 H) dalam kitabnya Al Syajarat Al Mubarakah Fi Ansabi Al Thalibiyyah di bawah judul Anak-anak Imam Hasan Askari as, mengatakan sebagai berikut "Adapun Imam Hasan Askari as, beliau memiliki dua orang putra dan dua orang putri. Salah satu dari kedua putra beliau tersebut adalah Mahdi Shahibuz Zaman (semoga Allah mempercepat kehadirannya) dan yang lain adalah Musa yang telah meninggal di masa ayahnya masih hidup. Kedua putri beliau adalah Fatimah dan Ummu Musa yang kedua meninggal dunia mendahului sang ayah."[65]
4. Muruzi Azwarqani (wafat 614 H atau setelahnya) di dalam kitab Al Fakhr telah menyifati Ja'far bin Imam Hadi as yang mengingkari kelahiran putra saudaranya dengan Kadzdzab[66] yang menunjukkan bahwa beliau meyakini kelahiran Imam Mahdi as.
5. Ahli nasab bernama Sayyid Jamaluddin Ahmad bin Ali Huseini yang dikenal dengan sebutan Ibnu 'Inabah (wafat 828 H), beliau dalam Umdatuh Al Thalib Fi Ansabi Aali Abi Thalib mengatakan: "Adapun Ali Hadi, beliau tinggal di Samarra', yang dikenal sebagai kamp militer. Ibu beliau adalah sahaya. Beliau adalah seorang yang sangat mulia dan terhormat. Khalifah Mutawakkil Abbasi menahannya di sana sampai wafat dan dimakamkan di situ. Beliau memiliki dua orang putra: Imam Abu Muhammad Hasan Askari as yang dikenal kezuhudan dan kepandaiannya. Beliau inilah ayah dari Imam Muhammad Mahdi as, imam kedua belas menurut kepercayaan Syiah Imamiyyah dan dikenal sebagai Qaim yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh mereka. Lahir dari ibu bemama Narjis. Saudara Imam Askari benama Abu Abdillah Ja'far yang dikenal Kadzdzab karena mengaku sebagai imam setelah kakaknya, Hasaln."[67]
Dalam kitab Al Fushul Al Fakhriyyah, beliau mengatakan "Abu Muhammad Hasan Askari, “Askar adalah kota Samarra'“ dan ayahnya dipindahkan ke kota tersebut dari Medinah oleh Mutawakkil. Dialah Imam kesebelas dari dua belas Imam. Beliau adalah ayah dari Muhammad Mahdi as, Imam kedua belas."[68]
6. Sayyid Abul Hasan Muhammad Huseini Yamani Shan'ani yang bermadzhab Zaidiyyah dari ulama abad kesebelas hijriyyah. Dalam silsilah yang digambamya untuk menjelaskan nasab anak-cucu Abu Ja'far Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib as, di bawah nama Imam Ali Naqi yang juga dikenal dengan Hadi, dia mencantumkan nama lima orang anak beliau. Mereka adalah: Imam Hasan Askari, Husein, Musa, Muhammad dan Ali. Dan di bawah nama Imam Askari tercantum langsung nama Muhammad bin Hasan, seraya menambahkan, bahwa inilah yang dinanti-nantikan oleh Syiah Imamiyyah.[69]
7. Muhwnmad Amin Suwaidi (wafat 1246 H). Dalam kitab "Sabaiku Al Dzahab Fi Ma'rifat Qabail Al Arab, beliau mengatakan "Muhammad Mahdi, ketika ayah beliau wafat, berumur lima tahun. Tingginya sedang, wajah dan rambutnya indah, hidungnya mancung dan dahinya lebar."[70]
8. Muhammad Wais Haidari Sufi dalam kitabnya Al Durar Al Bahiyyah Fi Al Ansab Al Haidariyyah wa Al Uwaisiyyah, ketika menjelaskan anak-anak Imam Hadi as mengatakan "Beliau memiliki lima orang anak: Muhammad, Ja'far, Husein, Imam Hasan Askari dan 'Aisyah. Hasan Askari dilahirkan di Medinah pada tahun 231 H dan wafat di Samarra' pada tahun 260 H. Imam Muhammad Mahdi disebutkan tidak memiliki keturunan sama sekali."[71]
Kemudian beliau memberikan komentarnya "Beliau (Imam Muhammad Mahdi) lahir pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 255 H. Ibunda beliau bernama Narjis. Beliau memiliki sifat antara lain: berkulit bersih, berdahi lebar, alisnya panjang, pipinya indah, hidung mancung, tampan dan gagah. Wajahnya seakan bintang yang benderang. Di pipi sebelah kanannya terdapat tanda seperti serpihan kesturi perak. Rambutnya melebihi daun telinganya. Tak ada satu matapun yang telah menyaksikan orang lebih sempurna darinya. tak seorang yang menandingi keindahan, ketenangan dan rasa malunya."[72]
Inilah pernyataan yang di berikan oleh para ahli nasab tentang kelahiran Imam Mahdi as, dari mereka terdapat orang Sunni, Zaidi juga Syi'i (Syiah). Dalam pepatah dikatakan “Penduduk Mekah lebih mengetahui lembah-lembahnya daripada selain mereka."
Pengakuan Ulama Ahli Sunnah Akan Kelahiran Imam Mahdi AS
Terdapat banyak pengakuan yang dibukukan oleh para ulama Ahli Sunnah dengan pena mereka seputar masalah kelahiran Imam Mahdi as. Sebagian orang telah melakukan penelitian dan mengumpulkan pemyataan-pemyataan tersebut secara khusus. Sebagian mereka hidup sezaman. Di mulai dari zaman Ghaibah Shughra (antara tahun 260 H sampai tahun 329 H) sampai dengan masa kita sekarang.
Kita hanya akan menyebutkan sebagian saja. Bagi mereka yang ingin mengetahui lebih banyak lagi silahkan merujuk kumpulan-kumpulan dari pemyataan- pernyataan tersebut.[73] Mereka adalah:
1. Ibnul Atsir 'Izzuddin Jazari (wafat 630 H). Dalam kitab Al Kamil Fi Al Tarikh ketika menyebutkan peristiwa yang terjadi pada tahun 260 H, beliau mengatakan "Pada tahun tersebut wafat Imam Abu Muhammad Alawi Askari, salah seorang Imam madzhab Syiah Imamiyyah. Beliau adalah ayah Muhammad yang mereka yakini sebagai Mahdi yang dinanti-nmnikan."[74]
2. Ibnu Khalikan (wafat 681H), dalam Wafayat Al A'yan mengatakan "Abul Qasim Muhammad bin Hasan Askari bin Ali Hadi bin Muhammad Jawad yang telah kami sebutkan di atas, adalah Imam kedua belas menurut kepercayaan Syiah Imamiyyah, yang dikenal dengan Hujjah, beliau lahir pada hari Jum'at pertengahan bulan Sya'ban tabun 255 H." Kemudian beliau menukil kata-kata ahli sejarah lainnya Ibnul Azraq Fariqi (wafat 577 H), yang dalam Tarikh Mayyafariqin mengatakan "Hujjah yang namanya telah disebutkan ini lahir pada tangga19 Rabiul Awwal tahun 258 H, dan menurut riwayat yang lain lahir pada tanggal 8 Sya'ban tahun 256 H, pendapat inilah yang lebih tepat."[75]
Pendapat yang benar adalah yang disebutkan oleh Ibnu Khalikan pertama kali, yaitu pertengahan Sya'ban tabun 255 H. Pendapat inilah yang disepakati oleh jumhur ulama Syiah Imamiyyah. Dalam hal ini mereka mengeluarkan banyak riwayat yang sahih dan didukung dengan kesaksian para ulama terdahulu. Pendapat ini juga diriwayatkan oleh Kulaini yang hidup dimasa Ghaibah Shughra sebagai pendapat yang diakui oleh semua orang dan beliau mengutamakannya daripada pendapat-pendapat lain yang bertentangan dengannya. Dalam bab tentang kelahiran Imam Mahdi as, beliau berkata "Imam Mahdi lahir pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 255 H."[76]
Syekh Shaduq (wafat 381 H) menukil dari gurunya Muhammad bin Muhammad bin 'Isham Kulaini dari Muhammad bin Ya'qub Kulaini dari Ali bin Muhammad bin Bindar, dia berkata "Imam Shahibuz Zaman lahir pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 255."[77]
Di dalam kitabnya Kulaini tidak menyandarkan pendapatnya kepada Ali bin Muhammad bin Bindar karena menilai bahwa hal ini sudah masyhur dan merupakan satu hal yang telah disepakati.
3. Dzahabi (wafat 748 H) mengakui kelahiram Imam Mahdi dalam tiga kitabnya. Adapun kitab-kitabnya yang lain kita tidak melacaknya.
Dalam kitab Al 'Ibar, beliau mengatakan: "Pada tahun 256 H lahir Muhammad bin Hasan bin Ali Hadi bin Muhammad Jawad bin Ali Ridha bin Musa Kadzim bin Ja'far Shadiq Al-Alawi Al-Huseini. Dialah Abul Qasim yang diberi gelar oleh Syiah dengan sebutan Khalaf, Hujjah, Mahdi, Muntadzar juga Sha'hibuz Zaman. Dialah penutup silsilah dua belas orang Imam."[78]
Dalam kitab Tarikh Duwal Al Islam, ketika menyebutkan biografi Imam Hasan Askari mengatakan "Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali Ridha bin Musa bin Ja'far Shadiq, Abu Muhammad Al-Hasyimi Al-Huseini, salah seorang Imam Syiah yang diyakini kemaksumannya. Beliau juga disebut Hasan Askari karena tinggal di Samarra', yang dikenal dengan Askar. Beliau adalah ayah Imam yang dinanti-nantikan oleh Syiah. Beliau wafat di Samarra' pada tanggal 8 Rabiul Awal tahun 260 dalam usia 29 tahun dan dimakamkan di samping ayahandanya.
Adapun putra beliau, Muhammad bin Hasan yang disebut oleh Syiah dengan Qaim, Khalaf, dan Hujjah, lahir pada tahun 258 H dan menurut riwayat lainnya tahun 256 H.[79]
Di dalam kitab Siyar A'lam Al Nubala', beliau berkata "Muntadzar yang mulia, Abul Qasim Muhammad bin Hasan bin Ali Hadi bin Muhammad Jawad bin Ali Radhi bin Musa Kadzim bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqir bin Zainul Abidin Ali Bin Husein Syahid bin Imam Ali bin Abi Thalib Al- Alawi Al-Huseini penutup silsilah dua belas imam."[80]
Pernyataan Dzahabi di atas telah kita terangkan sebelumnya. Adapun mengenai keyakinannya tentang Imam Mahdi sebenarnya, dapat kita lihat dari seluruh perkataannya yang lain. Dia “juga orang selainnya“ tengah menunggu fatamorgana seperti yang telah kita singgung mengenai mereka yang meyakini bahwa Al- Mahdi adalah Muhammad bin Abdillah.
4. Ibnul Wardi (wafat 149 H) di bagian akhir Tatimmat Al Mukhtashar atau yang dikenal dengan Tarikhu Ibn Al Wardi mengatakan, "Muhammad bin Hasan yang suci lahir pada tahun 255 H."[81]
5. Ahmad bin Hajar Haitami Syafi'i (wafat 974 H) dalam kitab Al Shawaiq Al Muhriqah, di akhir pasal ketiga, bab kesebelas mengatakan, "Abu Muhammad Hasan yang suci, yang disebutkan oleh Ibnu Khalkan sebagai Askari, lahir pada tahun 231 H. wafat di Samarra' serta dimakamkan disamping ayah dan pamannya. Beliau berusia 28 tahun. Menurut riwayat beliau wafat karena diracun. Tidak disebutkan adanya anak beliau selain Abul Qasim Muhammad Hujjah yang berusia lima tahun tatkala ayahnya meninggal, akan tetapi Allah telah menganugerahinya hikmah. Beliau juga dikenal dengan Qaim, Muntadzar. Menurut sebagian orang beliau disembunyikan di kota Medinah lalu ghaib dan tak diketahui ke mana perginya."[82]
6. Syabrawi Syafi'i (wafat 1171 H) dalam kitabnya Al Ithaf, menegaskan kelahiran Imam Mahdi Muhammad bin Hasan Askari as dimalam pertengahan bulan Sya'ban tahun 255 H.[83]
7. Mu'min bin Hasan Syablanji (wafat 1308 H) dalam kitabnya Nur Al Abshar menyebutkan nama dan nasab suci Imam Mahdi dengan gelar kehormatan, sebutan akrab beliau dalam satu perkataan yang panjang, di antaranya beliau mengatakan "Dia adalah Imam terakhir dari dua belas orang Imam yang diyakini oleh Syiah Imamiyyah. "Setelah itu dia menukil satu masalah dari Tarikh Ibn Al Wardi yang telah kami sebutkan di nomer 4.[84]
8. Khairuddin Zarkali (wafat 1396 H) dalam kitab Al A'lam ketika menyebutkan biografi tentang Imam Mahdi mengatakan "Muhammad bin Hasan Askari Khalis bin Ali Hadi, dikenal dengan Abul Qasim, adalah imam terakhir dari dua belas Imam yang diyakini oleh Syiah Imamiyyah. beliau lahir di Samarra', berumur lima tahun ketika ayahandanya wafat. Menurut riwayat beliau dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 255 H dan ghaib pada tahun 265 H."[85]
Ghaibah Sughra beliau dimulai pada tahun 260 H, sesuai dengan kesepakatan para ulama Syiah dan mereka mempunyai tulisan dalam masalah ghaibah beliau sejauh yang kami ketahui. Mungkin yang kita dapatkan dari pemyataan dari kitab Al A'lam di atas karena kesalahan cetak. Karena Zarkali dalam kitabnya tersebut tidak menyebut tahun tersebut dengan huruf melainkan dengan angka. Sangat mungkin sekali terjadi kesalahan dalam mencetak angka.
Dan pengakuan-pengakuan ulama lainnya yang jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin kami sebutkan semua dalam buku kecil ini.
Penegasan ulama Ahli Sunnah
Terdapat banyak pemyataan ulama Ahli Sunnah yang khusus menyebutkan bahwa Mahdi yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman ini adalah Muhammad bin Hasan Askari as, Imam kedua belas dari silsilah para Imam Ahli Bait as, yang mana mereka semua adalah Imam bagi seluruh kaum muslimin dan tidak hanya bagi Syiah, seperti yang disayangkan telah dikatakan oleh sebagian orang. Seakan-akan Nabi saw hanya mewasiatkan kepada Syiah untuk memegang teguh dua pusaka peninggalan beliau, Al- Qur'an dan Ithrah beliau, Ahli Bait AS.
Bagaimanapun juga kami hanya akan menukil sebagian dari mereka yang obyektif dalam mengutarakan suatu kenyataan. Mereka antara lain adalah:
1. Muhyiddin Ibnul 'Arabi (wafat 638 H). Beliau dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyyah bab ke-366 dari pembahasan kelima, seperti yang dinukil dari beliau oleh Abdul Wahhab bin Ahmad Sya'rani Syafi'i (wafat 973 H) di dalam kitabnya Al-Yawaqitu wa Al Jawahir. Seperti yang dinukil juga oleh Hamzawi dalam Masyariq Al Anwar dan Shabban dalam Is'afur Raghibin. Hanya saja mereka yang mengaku sebagai penjaga khazanah pustaka Islam menghapus pengakuan beliau ini dalam cetakan-cetakan berikutnya. Sebab setelah kami merujuk ke kitab tersebut dalam cetakan yang berbeda-beda tidak kami dapatkan bab seperti bab di atas, seperti yang dinukil oleh Sya'rani.
Beliau mengatakan "Bunyi teks dari bab ke-366 dari kitab Al Futuhat karya Syekh Muhyiddin adalah sebagai berikut: Ketahuilah bahwa kelak pasti akan muncul Al Mahdi as. Tapi kemunculannya akan didahului oleh penuhnya dunia ini dengan kezaliman yang kemudian akan beliau penuhi dengan keadilan. Jika umur dunia tingal satu hari saja, Allah swt akan memanjangkan hari ini sampai beliau memerintah dunia dengan keadilan. Beliau dari keluarga Rasulullah saw dari keturunan Fatimah. Kakeknya adalah Husein Bin Ali Bin Abi Thalib dan ayahnya adalah Hasan Askan Bin Imam Ali Naqi"[86]
2. Kamaluddin Muhammad bin Thalhah Syafiâ'i (wafat 652 H) dalam kitabnya Mathalib Al Saul mengatakan "Abul Qasim Muhammad bin Hasan Khalis bin Ali Mutawakkil bin Muhammad Qani' bin Ali Ridha bin Musa Kadzim bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainul Abidin bin Husein Zaki bin Ali Murtadha Amirul Mu'minin bin Abi Thalib, bergelar Mahdi, Hujjah, Khalafush Shalih dan Muntadzar, rahmat dan barakat Allah semoga tercurahkan kepadanya."
Lalu beliau membawakan satu bait syair:
Inilah Khalaf Hujjah yang Allah bekali
Inilah jalan kebenaran dan budi pekerti yang tinggi[87]
3. Sibth Ibnul Jauzi Hanbali (wafat 654 H) di dalam kitab Tadzkirat Al Khawash mengatakan tentang Imam Mahdi "Beliau adalah Muhammad bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa Ridha bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Gelar beliau adalah Abu Abdillah dan Abul Qasim Sebutan beliau Khalaf, Hujjah, Shahibuz Zaman, Qaim, Muntadzar, dan Tali. Beliaulah penutup para lmam."[88]
4. Muhammad bin Yusuf Abu Abdillah Kunji Syafi'i (terbunuh pada tahun 658 H), pada bagian akhir kitabnya Kifayah Al Thalib ketika membicarakan Imam Hasan Askari as mengatakan "Beliau lahir di Medinah pada bulan Rabiul Awwal tahun 232 H dan wafat pada hari Jum'at 8 Rabiul Awwal tahun 260 H dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di rumahnya di kota Samarra' di samping ayahandanya. Beliau wafat dengan meninggalkan seorang anak yaitu Imam Muntadzar as. Kami akhiri kitab ini dengan menceritakan hal ihwal beliau."
Kemudian beliau menyebutkan, masalah yang menyangkut Imam Mahdi Muhammad bin Hasan Askari as dalam sebuah kitab secara khusus yang diberi nama Al Bayan Fi Akhbar Shahib Al Zaman yang dicetak dalam sjilid sebagai lampiran kitabnya yang pertama Kifayah Al Thalib. Di dalam kitab itu beliau menyebutkan banyak hal yang diakhiri dengan pernyataan bahwa Imam Mahdi sekarang ini hidup, dari ghaibah beliau sampai kelak akan muncul untuk memenuhi dunia dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman.[89]
5. Nuruddin Ali bin Muhammad bin Shabbagh Maliki (wafat 855 H) dalam kitabnya Al Fushul Al Muhimmah beliau menulis satu bab dengan judul "Bab Mengenai Abul Qasim Hujjah, Khalafush Shaleh Ibnu Abi Muhammad Hasan Khalis, imam kedua belas."
Dalam bab ini beliau membuktikan kebenaran kata-kata Kunji Syafi'i, dengan mengatakan "Al Qur'an dan sunnah membuktikan bahwa Al Mahdi hidup di tengah-tengah kita semenjak ghaibnya beliau dan bahwa tidak ada halangan untuk berumur panjang seperti Isa bin Maryam, Khidhr, dan Ilyas dari kalangan para waliyullah, juga si mata satu Dajjal atau Iblis yang mal'un dari kalangan musuh-musuh Allah."
Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil dari Al Qur'an dan sunnah, dengan membawakan bukti-bukti sejarah kelahiran beliau, dalil-dalil imamah, sekelumit kehidupan dan ghaibahnya. Juga mengenai pemerintahannya yang mulia, gelar kehormatan, nasab dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan Imam Mahdi Muhammad bin Hasan Askari as.[90]
6. Fadl Bin Ruzbehan (wafat 909 H). Dalam kitabnya Ibthal Al Bathil, beliau mengutarakan syair yang indah berkenaan dengan Ahli Bait, seraya mengatakan "Sebaik-baik yang dapat kukatakan tentang mereka adalah bait-bait di bawah ini:
Salam sejahtera atas Musthafa, Mujtaba
Salam atas sang pemimpin (Ali) Murtadha
Salam atas junjungan kami Fatimah Zahra
Yang telah Allah jadikan sebaik-baik wanita
Salam atas dia yang bernapaskan kesturi
Hasan yang pintar dan diredhai
Salam atas Husein yang mula
Sang syahid yang jasadnya disaksikan tanah Karbela
Salam atas penghulu para ahli ibadah
Ali putra Husein yang terpilih
Salam atas Baqir yang mendapat petunjuk
Salam atas Shadiq tempat orang merujuk
Salam atas Kadzim yang telah teruji
Imam bagi yang bertaqwa dengan perangai terpuji
Salam atas Imam kedelapan penyimpan amanat
Ali Ridha pemimpin orang-orang yang taat
Salam atas Muttaqi yang bertaqwa
Muhammad yang bersih tempat merajut asa
Salam atas Naqi yang cekatan dalam kebajikan
Ali yang mulia, penunjuk jalan bagi semua insane
Salam atas Askari sang pemimpin
Imam yang membentuk pasukan kebenaran
Salam atas Qaim yang dinantikan kedatangannya
Abul Qasim penunjuk jalan dengan cahayanya
Akan muncul bak mentari mengoyak kegelapan
Diiringi oleh para jawara dengan pedang pilihan
Sosok perkasa yang mengisi dunia dengan keadilan
Setelah para durjana berpesta kezaliman
Salamsejahtera atasnya dan atas nenek moyangnya
dan para pembelanya, selama langit masih ada[91]
7. Syamsuddin Muhammad bin Thulun Hanafi sejarawan dari Damaskus (wafat 953 H), dalam kitabnya Al Aimmah Al Itsna 'Asyar, mengenai Imam Mahdi beliau mengatakan "Al Mahdi lahir pada hari Jum'at pertengahan bulan Sya'ban tahun 255 H. Ketika ayahnya, yang telah kami sebutkan di atas, wafat beliau masih berusia lima tahun."[92]
Lalu beliau menyebutkan kedua belas orang Imam as, dengan mengatakan, “Saya telah menyusun beberapa bait syair tentang mereka:
Ikutilah para Imam, dua belas orang jumlahnya
Dari keluarga Musthafa, sebaik-baik manusia
Abu Turab (Ali), Hasan, Husein
Membenci Zainul Abidin, suatu keburukan
Muhammad Baqir, sedalam apakah ilmunya ?
Shadiq, panggillah ia dengan nama Ja’far dihadapan manusia
Musa, dengan gelar Kadzim dan putranya Ali
Bergelar Ridha, berderajat tinggi
Muhammad Taqi dengan hati yang penuh
Ali Naqi, dengan mutiaranya yang bertebaran jatuh
Askari Hasan orang yang suci
Muhammad Mahdi yang akan muncul nanti[93]
8. Ahmad bin Yusuf Abul Abbas Qirmani Hanafi (wafat 1019 H) dalam kitabnya Akhbar Al Duwal Wa Atsar Al Uwal pada pasal kesebelas tentang Abul Qasim Muhammad Hujjah Khalafush Shaleh, mengatakan "Ketika ayahnya wafat, beliau masih berusia lima tahun. Akan tetapi Allah telah menganugerahinya hikmah seeperti yang telah Dia lakukan terhadap Yahya as dalam usia belia. Beliau memiliki tinggi badan sedang, dengan paras clan rambut yang menawan hidung yang mancung, dahi yang lebar. Para ulama bersepakat[94] bahwa Al-Mahdi adalah sang Qaim yang akan muncul di akhir zaman nanti, seperti yang disebutkan dalam banyak riwayat tentang kemunculannya. Banyak hadits yang menyebutkan akan terbit nur Al Mahdi yang menyingkirkan kekelaman zaman. Segala macam kegelapan akan sirna dengan kemunculannya, laksana kegelapan malam yang sirna dengan datangnya pagi. Keadilan akan merata memenuhi segala penjuru dan akan lebih terang dari bulan purnama."[95]
9. Sulaiman bin Ibrahim yang lebih dikenal dengan Qunduzi Hanafi (wafat 1270 H). Beliau termasuk salah satu ulama madzhab Hanafi yang menyatakan dengan tegas kelahiran Imam Mahdi AS, dan bahwa dialah sang Qaim yang dinanti-nantikan. Dalam pembahasan-pembahasan yang lalu telah kami sebutkan banyak dari perkataan beliau dalam masalah ini. Tapi tidak salah jika menyebutkan perkataan beliau yang satu ini, "Riwayat yang telah maklum dan diterima oleh para tsiqah adalah bahwa Qaim lahir pada malam lima belas, bulan Sya'ban tahun 255 H di Samarra'."[96]
Sampai di sini saja kami cukupkan dengan sedikit catatan bahwa para ulama yang dengan tegas menyatakan kelahiran Imam Mahdi atau yang menegaskan bahwa beliau as adalah Mahdi yang dijanjikan yang ditunggu-tunggu kedatangannya di akhir zaman, yang tidak kami sebutkan di dalam buku ini berlipat kali lebih banyak dari yang kami sebutkan. Sebelumnya sudah kami singgung adanya kajian-kajian yang mengumpulkan pernyataan-pernyataan para ulama tersebut dalam bentuk buku.
Sumber: Imam Mahdi Dalam Pandangan Islam; Penerjemah: Abu Muhammad; Penerbit Yayasan Imam Ali (as.), 1419 H./ 1999 M.; Hal. 158 - 199.
Referensi:
1. Ushulul Kafi 1: 328/2 bab 76.
2. Ibid 1: 328/ 1 bab 76.
3. Kamaluddin 2: 424/ 1 dan 2 bab 42, Kitab Al-Ghaibah karya Syekh Thusi: 234/204.
4. Ushulul Kafi 1; 330/3 bab 77, Kamaluddin 2: 433/ 14 bab 42
5. Kamaluddin 2: 431/7 bab 42.
6. Kamaluddin 2: 431/6 bab 42 dan 2: 432/ 10 bab 42.
7. Ibid 2: 430/5 bab 42, Kitab Al-Ghaibah 244/ 211.
8. Ushulul Kafi 1: 329-330/ 1 bab 77. Shaduq juga meriwayatkannya dengan sanad yang sahih dari ayahnya dan Muhammad bin Hasan dari Abdullah bin Ja'far Himyari, Kamaluddin 2: 441/14 bab 42.
9. Ushulul Kafi 1: 329/4 bab 76 dan 1: 331/4 bab 77.
10. Q. Surah Baqarah: 260.
11. Kamaluddin 2: 435/3 bab 43.
12. Ibid 2: 502/31 bab 45
13. Syekh Thusi, Al-Ghaibah: 394/363.
14. Masalah-masalah tesebut telah dikumpulkan secara tersendiri dalam tiga jilid buku oleh Syekh Muhammad Gharawi dengan nama Al-Mukhtar fi Kalimatil Imamil Mahdi AS.
15. Al-Kafi 1: 331/ 8 bab 77, Syekh Mufid, Al-Irsyad 2: 253, Syekh Thusi, Al-Ghaibah: 268/232 dan: 357/319.
16. Al-Kafi 1 331/ 6 bab 77, Al-Irsyad 2: 352, Al-Ghaibah: 268/231.
17. Al-Ghaibah: 259/226.
18. Kamaluddin 2: 445/ 19 bab 43.
19. Ibid 2: 384/ 1 bab 38.
20. Ibid 2: 456/21 bab 43.
21. Ibid 2: 444/ 18 bab 43, Al-Ghaibah: 253/223.
22. Ibid 2: 444/ 18 bab 43, Al-Ghaibah: 253/223.
23. Al-Ghaibah: 258/226.
24. Al-Kafi 1: 331/ 5 bab 77, Al-Irsyad 2: 352, Al-Ghaibah: 269/ 233.
25. Al-Ghaibah: 357/319.
26. Ibid: 272/237.
27. Al-Kafi 1: 331/7 bab 77, Al-lrsyad 2: 352
28. Kamaluddin 2: 443/ 17 bab 43.
29. Ibid 2: 432/9 bab 43 dan 2: 434/ 1 bab 43.
30. Al-Kafi 1: 331/ 9 bab 77, Kamaluddin 2: 442/ 15 bab 43, AI- Irsyad 2: 353, AI-Ghaibah: 248/217.
31. Al-Kafi 1: 331/ 3 bab 77, Kamaluddin 2: 424/1 bab 42 dan 2: 426/2 bab 42, Al-Irsyad 2: 351, Al-ghaibah: 234/204, 237/205 dan 239/ 207.
32. Al-Ghaibah: 271/236.
33. Ibid: 248/ 218.
34. Kamaluddin 2: 502/61 bab 45, Al-Ghaibah: 320/266 dan: 322/ 269.
35. Kamaluddin 2: 441/ 13 bab 43.
36. Al-Kafi 1: 328/ 3 bab 76 dan 1: 332/ 12 bab 77, Al-Irsyad 2: 353, Al-Ghaibah: 234/203.
37. Al-Ghaibah: 263/228.
38. Kamaluddin 2: 491/ 14 bab 45.
39. Al-Kafi 1: 515/ 3 bab 125, Kamaluddin 2: 437 setelah hadis 6 bab 43.
40. Al-Ghaibah: 247/216.
41. Al-Kafi 1: 329/ 1 bab 76, 1: 329/4 bab 76 dan 1: 331/4 bab 77, Al-Irsyad 2: 351, Al-Ghaibah: 355/316.
42. Kamaluddin 2: 470/24 bab 73, Al-Ghaibah: 259/227.
43. Al-Kafi 1: 330/2 bab 77, Al-Irsyad 2:351, Al-Ghaibah: 268/ 230.
44. Kamaluddin 2: 477 setelah hadis 6 bab 43.
45. Al-Ghaibah: 269/234 dan: 270/235.
46. Kamaluddin 2: 442/ 15 bab 43, beliau membawakan riwayat bahwa Ja'far Kadzdzab telah melihat Imam Mahdi.Dilihat dari dzahir riwayat, sepertinya dia juga telah melihat Imam Mahdi. Akan tetapi dalam Al-Kafi dinyatakan dengan tegas bahwa dia tidak pernah melihat beliau tetapi hanya bertemu dengan orang yang telah melihat Al-Mahdi, yaitu Ja’far Kadzdzab. Al-Kafi 1: 331/9 bab 77.
47. Kamaluddin 2: 433/13 bab 42, 2: 435/3 bab 43, 2: 440/9 bab 43,2: 440/9 bab 43 dan 2: 441/ 14 bab 43.
48. Ibid 2: 435/2 bab 43.
49. Al-Ghaibah: 273/238.
50. Ibid 257/225.
51. Kamaluddin 2: 442-443/16 bab 43.
52. Al-Kafi 1: 332/ 13 bab 77, Kamaluddin 2: 441/ 12 bab 43, Al- Irsyad 2: 354, Al-Ghaibah: 246/ 215 disebutkan di dalamnya Dharif bukan Tharif.
53. Al-Kafi 1: 331/ 6 bab 77, Al-Irsyad 2: 352, Al-Ghaibah: 268/ 231.
54. Kamaluddin 2: 475 setelah hadis 25 bab 43.
55. Ibid 2: 431/8 bab 42.
56. Ibid 2: 474 setelah hadis 25 bab 43, Al-Ghaibah: 272/237.
57. Al-Ghaibah: 273-276/238.
58. Kamaluddin 2: 431/7 42.
59. Ibid 2: 441/11 bab 43.
60. Ibid 2: 430/ 5 bab 42 dalam riwayat ini disebutkan bahwa Nasim bersama Mariah telah melihat beliau AS.
61. Ibid 2: 442/16 bab 43.
62. Al-Irsyad 2: 336
63. Abu Nasr Bukhari, Sirrus Silsilatil 'Alawiyyah: 39
64. Al-Mujdi fi Ansabit Thalibiyyin: 130.
65. Fakhrur Razi, Asy-Syajaratul Mubarakatu ti Ansabit Thalibiyyin: 78-79.
66. Al-Fakhri ti Ansabit Thalibiyyin: 7.
67. Umdatut Tahlib ti Ansabi Aali Abi Thalib: 199.
68. Jamaluddin Ahmad Bin 'Inabah, Al-Fushulul Fakhriyyah (tentang nasab): 134-135.
69. Ahli nasab bermadzhab Zaidiyyah Sayyid Abul Hasan Muhammad Husaini Yamani Shan'ani, Raudhatul Albab li Ma'rifatil Ansab: 105.
70. Suwaidi, Sabaitudz Dzahab: 346.
71. Ad-Durarul Bahiyyah fil Ansabil Haidariyyah wal Uwaisiyyah, cetakan Halab Suriah tahun 1405 H: 73.
72. Catatan kaki Ad-Durarul Bahiyyah: 73-74.
73. Rujuk kitab Al-Imanush Shahih karya Sayyid Qazwaini, kitab Al-Imamul Mahdi fi Nahjil Balaghah karya Syekh Mahdi Faqih Imani, kitab Man Huwa Al-Imamul Mahdi karangan Tabrizi, Ilzamun Nashib karangan Syekh Ali Yazdi Hairi, Al-Imamul Mahdi karangan Ustadz Ali Muhammad Dakhil, kitab Ad-Difa' 'Anil Kafi. karangan Sayyid Tsamir 'Amidi. Nama terakhir ini menyebutkan nama seratus dua puluh delapan orang dari ulama Ahlussunnah yang mengakui kelahiran Imam Mahdi AS sesuai dengan urutan abad kehidupan mereka. Diawali dengan Abu Bakar Muhammad bin Harun Ruyani wafat tahun 307 H di dalam kitabnya Al-Musnad (tulisan tangan) dan di akhiri dengan ulama di zaman sekarang Ustadz Yunus Ahmad Samara'i di dalam kitabnya Samarra' fi Adabil Qarnits Tsalitsil Hijri. Buku ini dicetak dengan bantuan Universitas Baghdad pada tahun 1968 M. Lihat kitab Difa' 'Anil Kafi 1: 568-592 di bawah judul Dalil ke-6: 'I'tirafatu Ahlissunnah (pengakuan Ahlussunnah).
74. Al-Kamil fit Tarikh 7: 274 di akhir kejadian tahun 260 H.
75. Wafayatul A'yan 4: 176/562.
76. Ushulul Kafi 1: 514 bab 125.
77. Kamaluddin 2: 430/4 bab 42
78. Al-'Ibar fi Khabari Man Ghabar 3: 31.
79. Tarikhu Duwalil Islam, dalam juz yang khusus menyebutkan peristiwa-peristiwa dan kematian antara tahun 251-260 H: 113/159.
80. Siyaru A'iamin Nubala' 13: 119/ terjemahan nomer 60.
81. Mu'min bin Hasan Syablanji Syafi'i menukilnya dari beliau dalam Nurul Abshar: 186.
82. Ibnu Hajar Haitami, Ash-Shawaiqul Muhriqah, cetakan pertama hal: 207, cetakan kedua hal: 124, dan cetakan ketiga hal: 313- 314.
83. Al-Ithaf bi Hubil Asyraf: 68.
84. Nurul Abshar: 186.
85. Al-A'lam 6: 80.
86. Sya'rani, Al-Yawaqit wal Jawahir 2: 143, percetakan Mushthafa Al-Babi Al-Halabi Mesir tahun 1378 H - 1959 M.
87. Mathalibus Saul 2: 79 bab 12.
88. Tadzkiratul Khawash: 363.
89. Al-Bayan fi Akhbari Shahibiz Zaman: 521 bab 25.
90. Ibnu Shabbagh Maliki, Al-Fushulul Muhimmah: 287-200.
91. Mudhaffar, Dalailush Shidq 2: 574-575 dari pembahasan kelima. Perlu diketahui bahwa Syekh Muhammad Hasan Mudhaffar di dalam kitab Dalailush Shidq menukil kitab Ibthalul Bathil secara lengkap.
92. Ibnu Thulun Hanafi, Al-Aimmatul Itsna 'Asyar: 117
93. Ibid: 118.
94. Perhatikan kalimat yang beliau bawakan "Ulama bersepakat..." Lalu bandingkan dengan apa yang klaim oleh segelintir mereka yang terpelajar dan yang mengikuti jejak mereka dengan slogan-slogan palsu berkedok pembaharuan.
95. Qirmani, Akhbarud Duwal wa Aatsarul Uwal: 353-354, pasal ke-11.
96. Yanabi' Al Mawaddah 3: 114 di akhir bab 79.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email