Bulan puasa memiliki hakikat dan aspek batin. Kelak pada hari kiamat. hakikat darinya akan nampak pada hari kiamat. Imam Sajjad berkata: “Kembalinya orang-orang yang mencintai Allah.” Dalam Shahifah as-Sajjadiyah, termaktub sebuah doa yang bertajuk Doa perpisahan dengan Bulan Ramadhan. Dalam mukadimah doa tersebut, Imam Sajjad menyebutkan garis besar nikmat-nikmat Ilahi yang merupakan lutf-Nya.
Setelah menyampaikan pembukaan ini, Imam kemudian berkata: “Di antara berbagai keutamaan nikmat dan pemberian di bulan ini adalah berpuasa di dalamnya, dan Engkau jadikan dari kewajiban-kewajiban itu dan keistimewaan-keistimewaan puasa di bulan Ramadhan, kami telah melaksanakan puasa di bulan ini dengan penuh kegembiraan dan kami menemaninya dengan amal shalih.”327
Ya Ilahi, Engkau telah memberikan nikmat yang banyak kepada kami. Dan di antara nikmat yang paling baik adalah berpuasa di bulan ini yang telah Engkau jadikan sebagai kewajiban kami. Tak ada waktu yang lebih baik dari pada bulan Ramadhan.
Di atas semua ini, di dalamnya terdapat malam al-Qadr, malam turunnya al-Quran serta faid Ilahi. Apabila seseorang hidup di bulan ini bersama al-Quran, ia tentu akan diangkat bersamanya ke ufuk yang sangat tinggi. Jika orang yang berpuasa merasa senang dengan perpisahan ini, berarti ia tidak dikategorikan sebagai dan orang yang mencintai bulan ramadhan. Seseorang akan mengucapkan salam perpisahan kepada seorang sahabatnya apabila ia memang menyukai sahabatnya itu dan telah menghabiskan hari-hari yang indah bersamanya. Sementara orang yang tidak mengetahui kapan bulan Rarnadhan akan datang dan kapan berakhir, sama sekali tidak akan menaruh perhatian terhadap detik-detik perpisahan dengannya.
Imam Sajjad mengumandangkan doa ini pada akhir bulan Ramadhan. Sungguh, beliau telah mengetahui keutamaan bulan ini. Bulan Ramadhan telah menganugerahkan kita berbagai maqam untuk memanjatkan syukur dan pujian. Ia datang dengan mernbawa rahmat serta barakah. Ia merupakan sahabat karib kita, yang akan rnenghantarkan pada berbagai keutamaan serta kenikmatan tiada taranya. Ia adalah teman terpercaya yang akan membawakan rahmat, ampunan, serta keberkahan kepada kita.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah dalam khutbahnya di bulan Sya’ban: “Telah datang kepada kalian bulannya Allah dengan berkah, ampunan, dan Rahmat.” Kita telah meraup keuntungan yang lebih baik daripada keuntungan yang bisa diperoleh dari alam semesta. Kita telah mendapatkan keuntungan di bulan yang mulia ini. Tak ada seorang pedagang pun di dunia ini yang bisa memperoleh keuntungan sebagaimana yang kita dapatkan dalam bulan mulia ini. Dan tak seorang pun di dunia ini yang mendapatkan faedah sebesar yang kita peroleh di bulan ini. Di hadapan kita, terhampar sebuah titian perjalanan yang bersifat abadi. Untuk itu, kita harus segera mempersiapkan segenap kebutuhan yang akan menjadi bekal dalam menapaki perjalanan pada hari-hari ini. Jika pintu-pintu langit dibuka lebar-lebar, tentu seorang mukmin bisa dengan cepat rnernasuki alam batin dari langit tersebut.
Ibnu Tawwus berkata: “Awal musim semi dijadikan sebagian orang sebagai hari pertama bercocok tanam. Pada saat itu, ia akan mengenakan pakaian yang berwarna hijau. Sedangkan pada awal musim panas, para petani tersebut akan memetik hasil tanamannya.”
Bagi para ahli suluk dan sair, pergantian awal tahun dimulai dari bulan Ramadhan yang mulia. Mereka menghitung amal perbuatan dan perjalanan mereka sejak bulan Ramadhan yang lalu hingga bulan Ramadhan yang akan datang. Mereka mempertanyakan, bagaimanakah diri mereka pada bulan ramadhan yang lalu? Pada derajat manakah mereka sekarang berada? Derajat apakah yang telah mereka dapatkan pada bulan ini? Berapa banyak masalah-masalah yang telah mereka pahami, dan berapa banyakkah masalah yang dapat diselesaikan? Sejauh manakah mereka bisa menguasai diri di hadapan berbagai kekeliruan? Dan sejauh manakah mereka mampu bertahan di hadapan musuh?
Bagi para ahli suluk, bulan Ramadhan yang mulia merupakan bulan perhitungan. Karena itu, Imam Sajjad berkata: “Tidak seorang pun yang bisa mengambil keuntungan dari bulan ini sebagaimana kami.” Saat itu, seluruh waktunya telah meninggalkan kita. Masanya juga telah usai dan janjinya telah dipenuhi. Karenanya, kita harus segera mengucapkan salam perpisahan bagi sesuatu yang sangat mulia.
Perpisahan macam apakah ini? Perpisahan semacam itu ibarat perpisahan kita dengan seorang teman yang sangat mulia, sehingga kita menjadi sedih karenanya. Pada bulan ini, perbendaharaan kebajikan seorang ahli makrifat akan bertambah banyak. Sementara itu pula, tumpukan dosa dari orang yang selalu melakukannya pun akan semakin berkurang. Keberadaan malam maupun siang hari dalam bulan Ramadhan merupakan rahmat yang besar bagi kita semua.
Tokoh-tokoh besar ilmu fiqh, Almarhum Shohib al-Jauhar dan as-Sayyid Muhammad Kadzim Sohib al-Urwah al-Wusqo ―semoga Allah merahmati mereka― menulis dalam buku-buku mereka, bahwa di antara berbagai keutamaan puasa di bulan mulia ini adalah menjadikan manusia seperti malaikat dikarenakan terabaikannya dosa-dosa. Kita juga disunahkan untuk berpuasa selama enam hari di bulan syawal. Puasa tersebut dimaksudkan sebagai bentuk ucapan perpisahan dengan bulan ini. Tentunya puasa ini harus dilaksanakan setelah hari raya, karena tidak diperbolehkan berpuasa pada hari raya. Tatkala seseorang mengucapkan salam perpisahan dengan seorang teman karibnya, ia akan berjalan beberapa langkah seraya mengucapakan perpisahan. Semua itu merupakan bentuk penghormatan terhadap temannya. Inilah yang dimaksud dengan ucapan perpisahan.
“Dan kami takut ia pergi dari kami.” Kepergiannya merupakan sebab ketakutan kami. Kini kami telah kehilangan seorang teman yang lemah lembut, penyayang, dan pengasih. Itulah sebab mengapa kami merasa ketakutan.
“Kami senantiasa menjaga kehormatan dan kesuciannya,” serta kewajiban yang harus dilaksanakan. Kita harus menjaga kewajiban yang dibebankan kepada diri kita. Selain itu, kita juga harus senantiasa menjaga kesuciannya dan menunaikan segenap janji yang telah disepakati antara diri kita dengan bulan Ramadhan yang mulia.
Kita adalah orang-orang yang selalu mengatakan: “Salam atasmu wahai bulannya Allah yang terbesar dan wahai hari kemenangan hamba-hamba-Nya yang dikasihi-Nya.” Ungkapan ini merupakan salam perpisahan untuk Ramadhan, yang merupakan satu-satunya bulan yang disebutkan dalam al-Quran al-Karim.
Hembusan nafas yang paling utama adalah hembusan nafas manusia di bulan Ramadhan.”Nafas-nafas kalian di bulan ini adalah tasbih.” Bernafas di bulan ini merupakan “subbubun quddusun”. Karena itu, Imam Sajjad berkata: “Salam atasmu, wahai kemenangan bagi hamba-hamba yang dicintai Allah.”
Dapat kita saksikan bagaimana orang-orang merasa senang ketika merayakan hari raya di akhir bulan Ramadhan yang mulia. Wajar, semua itu merupakan hadiah yang di berikan kepada kita pada akhir bulan puasa. Semua itu merupakan buah yang dihasilkan bulan Ramadhan yang mulia. Sekaligus sebagai hadiah perjamuan Allah serta ganjaran bertemu dengan-Nya.
Salam bagimu, wahai yang paling mulianya menemani waktu dan paling baiknya bulan dengan hari-hari dan waktu-waktunya. Imam Sajjad berulang kali mengucapkan salam kepada bulan ini. Seandainya bulan Ramadhan tidak memiliki aspek batin, rahasia, hakikat, serta ruh, tentu mustahil bagi Imam untuk mengucapkan salam seperti ini. Apakah semua ini ―semoga Allah menjaga kita darinya― tak lebih dari khayalan belaka dan yang diajak beliau untuk berbincang-bincang adalah gunung atau peninggalan-peninggalan kuno, misalnya? Ataukah bulan ini memang memiliki hakikat tertentu?
Ia berkata: “Aku memiliki banyak teman. Tak satu teman pun yang semulia bulan ini; bulan yang tidak seperti bulan-bulan lain, hari-harinya tidak sama dengan hari yang lain, dan malamnya tidak sama dengan malam-malam yang lain.”
Salam atasmu, wahai bulan yang menjadikan seluruh harapan menjadi dekat dan amal-amal disebarkan. Salam dari kami atasmu, wahai bulan yang harapan-harapan menjadi dekat dan kami mengetahui apa yang kami inginkan. Karenanya, kita dianjurkan untuk tidak memanjatkan harapan-harapan yang panjang. Sebaliknya, kita justru mengharap agar diri kita terbebas dari panjangnya harapan. Kita berusaha mendekatkan harapan-harapan kita sesuai dengan syariat.
Semua itu selaras dengan apa yang diutarakan Imam Sajjad dalam doa sahur, ketika beliau mengajarkan kita bagaimana cara berdoa: “Ilahi, Engkau tetap memberikan dan menyampaikan orang-orang yang tidak mengenal-Mu dan tidak menyembah-Mu, seperti orang-orang kafir dan munafik.” Biarpun demikian, Allah tetap memberi mereka rizki dan memenuhi segenap kebutuhannya. Jelas tidak bisa dibenarkan apabila seluruh usaha serta keinginan manusia semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat material.”Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri.
Allah lah yang memberi rizki kepadanya.”(al-Ankabut: 60)
Ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah, kaum Muslimin tidak diperbolehkan membawa berbagai kebutuhan mereka atau menjual barang- barang miliknya. Pada saat itu, orang-orang kafir berkata kepada mereka: “Jika kalian ingin pergi ke Madinah, pergilah dengan tangan kosong.” Berkenaan dengan itulah, turun ayat ini. Maksud yang termaktub dalam ayat tersebut adalah bahwa tak ada seekor binatang pun yang menyimpan atau tidak menyimpan makanan, kecuali Allah Swt lah yang telah menganugerahkan rizki serta makanannya.
Sekaitan dengan pola makanannya, secara umum keberadaan hewan- hewan terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, hewan yang menyimpan makanan seperti tikus dan semut. Dan kedua, hewan yang bebas dan tidak menyimpan makanan. Burung-burung, misalnya. Tatkala ayat yang mulia ini diturunkan, kaum Muslimin segera berhijrah dari Makkah ke Madinah seraya berkata: “Tuhan Makkah adalah Tuhannya Madinah juga. Jika Allah memberikan rizki dan menjaga kita di Makkah, Dia tentu akan memberikan rizki dan menjaga kita di Madinah.” Setelah itu, mereka pun bertolak ke Madinah dengan tangan kosong untuk kemudian tinggal di masjid Madinah. Kelak di kemudian hari, masjid tersebut disebut dengan masjid al-Muhajirin. Di sana, mereka kemudian hidup sejahtera dikarenakan Allah mencurahkan rizki kepada mereka.
Apabila seseorang telah kehilangan ruhnya, ia tentu tidak akan mengecap kesenangan dan hatinya tidak akan merasakan tenang. Sebaliknya, dengan memiliki ruh, seseorang mustahil akan menyesali kehidupannya di dunia ini. Keberadaan seseorang yang tidak menggunakan akalnya untuk hal-hat yang bermanfaat akan identik dengan segenap hal yang tidak bermanfaat.
Imam Sajjad berkata: “Kita telah diberitahu tentang apa yang kita minta kepada Allah Swt di bulan ini. Pintu-pintu untuk beramal telah dibuka lebar-lebar dan pintu-pintu harapan telah ditutup. Kita telah menjauhkan diri kita dari harapan-harapan yang bersifat duniawi dan kita disibukkan dengan beramal shalih.”
“Salam atasmu dengan adanya teman yang mulia, yang kepergiannya membuat kesedihan.” Wahai Ramadhan, engkau di sisi kami sangat mulia dan sekarang engkau akan pergi. Kepergianmu membuat kami sangat bersedih sebagaimana kami kehilangan teman paling dekat dan paling mulia.
“Yang kepergiannya membuat sedih dan menderita.” Salam atasmu, wahai sandaran harapan-harapan kami. Kami merasa menderita (karena ditinggalkanmu, ―peny.). Sungguh, bulan ini telah memenuhi ruh manusia.
Ketika pergi, ia akan meninggalkan penderitaan dan kesedihan. Sesungguhnya keinginan kami di bulan ini tak lain dari bersihnya ruh dan hati kami. Keinginan ruh dan aktivitas yang kami rasakan di bulan ini tak pernah kami rasakan di bulan-bulan yang lain. Seluruh umat manusia di bulan ini menjadi tamu-tamu Allah. Karenanya, janganlah seseorang menyibukan dirinya kepada selain Allah, tidak takut kepada siapapun, dan tidak mengurangi ibadahnya kepada-Nya.
“Salam atasmu, dari seorang sahabat yang bersuka cita atas kedatanganmu dan takut kehilanganmu. Salam atasmu, wahai sahabat karib. Kami bersuka cita atas kedatanganmu, dan sekarang kami bersedih karena takut kehilanganmu.” Ungkapan ini berasal dari seorang insan yang telah menenggelamkan dirinya ke dalam lubuk batin ibadah puasa, menghanyutkan dirinya ke dalam arus batin malam al-Qadr, serta menemani bulan ini bersama hakikat dirinya.
“Salam atasmu, dari hati yang lebur dan dekat, yang karenanya dosa-dosa menjadi berkurang.” Salam atasmu, wahai tetangga mulia. Siapa saja yang bertetangga denganmu akan memperoleh rahmat dan keberkahan. Engkau adalah tetangga yang meleburkan hati kami dan mengurangi dosa kami. Setiap hal yang dilarang dan setiap perbuatan dosa akan menutupi jalan yang akan dilalui manusia sccara bertahap. Karenanya, alangkah lebih buruknya jika seseorang buru-buru meninggalkannya.
Sesungguhnya air yang tenang dan keruh tidak dapat menghilangkan rasa haus dan mustahil dijadikan titian untuk mencapai tujuan. Adapun air yang jernih, yang keluar dari sumbernya, adalah air yang layak diminum. Sungai-sungai yang mengalirkan air yang jernih dapat dijadikan tempat untuk berlayar. Aliran sungai tersebut akan menghidupi pepohonan yang berada di setiap tepi yang dilaluinya, sampai akhirnya berrnuara ke laut.
Demikian pula halnya dengan setiap pemikiran dan bayang-bayang yang bersemayam dalam hati. Apabila bersifat jernih ia akan keluar dari ruhani, tersebar dari lisan dan penanya, untuk kemudian sampai ke pendengaran dan pandangan orang-orang. Dari situ, ia terns merasuk ke lubuk hati. Karena itu: “Katakanlah dan terangkanlah kepada-Ku, jika sumber air kamu menjadi bening, maka siapakah yang mendatangkan air yang mengalir?”(al-Mulk: 30).
Ilmu dan orang alim (berpengetahuan) laksana sumber mata air yang senantiasa mengeluarkan air yang jernih. Lantaran itu, mereka acap disebut sebagai sumber mata air jernih yang mengalir. Ucapan, tulisan, serta ilmu orang alim yang ada dalam ruhnya, yang sampai ke telinga orang-orang sehingga mereka mendapatkan manfaat atau menukilnya untuk orang lain, laksana mata air yang jernih, yang di siang hari akan kembali ke asalnya.
Sebaliknya, setiap pemikiran yang sesat dan setiap gambaran yang keliru ibarat endapan dan garam-garam yang menutupi aliran air. Secara berangsur-angsur, endapan dan garam tersebut menjadi keras seperti barn sehingga menjadikan aliran air tersumbat. Demikianlah jadinya jika hati telah tertutup oleh berbagai kesesatan dan kekeliruan pikiran. Seseorang yang hatinya telah membatu oleh kesesatan tidak akan sanggup meneteskan manfaat apapun terhadap orang lain. Selain itu pula, ketertutupan hatinya telah menjadikan orang lain tidak sanggup memberikan manfaat apapun kepadanya. Dengan demikian, ia tidak bisa mempengaruhi dan tidak bisa dipengaruhi.
Imam Sajjad berkata: “Di bulan ini, hati manusia menjadi terengguh dan dosa menjadi semakin berkurang.”
“Salam atasmu, wahai penolong keimanan atas setan, dan yang menyertai diri sehingga mudah menggapai jalan kebaikan.” Salam atasmu, wahai sahabat yang telah membantu kami melawan setan. Di bulan ini, manusia akan mampu menaklukan setan. Akibatnya, ia tidak mati lagi mendengarkan ajakan setan. Bahkan, kita tidak hanya terbebas dari bujuk rayu setan dan menaklukkannya. Lebih dari itu, segenap perbuatan baik yang sulit dikerjakan pada bulan-bulan yang lain, akan menjadi mudah dilakukan pada bulan yang mulia ini.
“Salam atasmu, alangkah banyaknya hamba-hamba Allah yang merdeka di bulanmu.” Salam atasmu, wahai bulan pembebasan hamba-hamba. Banyak orang yang sebelumnya begitu terbelenggu oleh sifat dengki dikarenakan buruknya akhlak, di bulan ini menjadi terbebas. Jelas, tak ada kenikmatan yang lebih utama dari nikmat kebebasan.
Imam Shadiq berkata: “Barang siapa menolak syahwatnya, ia telah menjadi orang yang merdeka.”328 Barang siapa meninggalkan nafsu syahwatnya, ia akan merdeka. Hawa nafsu dan amarah tidak mampu mendiktenya, dan ia pun tidak menyerahkan diri serta berbagai urusannya kepada hawa nafsu.
“Alangkah bahagianya orang-orang yang menjaga kehormatanmu.” Alangkah gembiranya orang-orang yang menjaga kesucianmu dengan senantiasa menjaga lisan, amal, serta pemikirannya.
“Salam atasmu, aku berlindang denganmu dari dosa-dosa dan segenap azab.” Salam atasmu, wahai bulan yang menghapuskan dosa- dosa dan menutupi berbagai kesalahan. Pertama-tama, engkau menutupi dosa-dosa kami, kemudian engaku mengampuninya. Allah akan senantiasa menjaga air muka seseorang agar tidak sampai hilang dihadapan orang lain. Karenanya, tidak layak bagi seorang mukmin untuk beramal dengan amalan yang menghinakan dirinya sendiri.
“Salam atasmu, engkau begitu panjang bagi orang-orang yang berbuat dosa.” Bagi orang-orang zalim dan pendosa, waktu kehadiranmu sangatlah lama dan panjang. Mereka mengangap kehadiranmu bagaikan berbulan-bulan lamanya.
“Dan engkau sangat berwibawa bagi kaum mukminin.” Engkau sungguh mulia, agung, dan berwibawa dalam lubuk hati kaum mukminin.
“Salam atasmu, dari bulan yang hari-hari dalam bulan lain tak bisa menandingimu.”
Tatkala berlari dalam suatu perlombaan, seseorang tentu akan berusaha mengatasi dirinya agar jangan sampai terengah-engah sehingga dirinya dapat mencapai tujuan. Allah menganjurkan kita untuk berlomba-lomba dalam mencapai keutamaan.
Tak ada hari (siang dan malam) atau bulan yang dapat menandingi hari dan bulan Ramadhan yang mulia. Tak benar bila seseorang mengatakan: “Sekarang aku mendengar dan akan beramal setelahnya.”
Orang yang belum beramal di bulan yang agung ini tidak akan sanggup beramal di bulan yang lain. Sebabnya, bulan-bulan yang lain tidak memiliki keutamaan yang setara dengan bulan Ramadhan. Dengan begitu, orang yang tidak mampu memperoleh keutarnaan di bulan Ramadhan, tidak akan mampu mandapatkan keutamaan dalam bulan yang lain.
Salam atasmu! Tidak di jumpai sesuatu pun yang tidak menyenangkan dalam bersahabat denganmu. Tak ada cela ketika kami bergaul denganmu. Kami tidak melihat hat yang buruk dalam dirimu. Kami tidak jenuh dan tidak pernah merasa letih bersahabat denganmu. Kami akan senantiasa melayanimu dan kami bersuka cita karenanya. Engkau adalah tamu sekaligus sahabat yang baik bagi kami.
“Salam atasmu, sebagaimana engkau telah datang kepada kami dengan membawa banyak keberkahan dan engkau bersihkan kami dari kotoran berbagai kekeliruan.”
Engkau telah membawakan kami keberkahan serta membersihkan kami dari dosa-dosa. Pabila diri kami telah tercemari oleh ulah kami sendiri, maka engkau adalah kesucian yang mensucikan. Kami merasakan betapa ringannya dosa-dosa kami lantaran keberadaanmu.
“Salam atasmu yang tidak pernah menyimpan kejenuhan dan tidak meninggalkan ibadah puasa karena bosan.” Kami tidak pernah merasakan letih dalam berhubungan denganmu.
Ketika melayani tamunya, seseorang mungkin saja merasakan keletihan. Namun Imam berkata: “Kami tidak pernah letih berpuasa dalam dekapanmu dan kami tidak pernah merasa bosan, karenaengkau di sisi kami sangat mulia.”
“Salam atasmu yang sangat diharapkan hadir sebelum waktunya dan yang membuat sedih sebelum kepergiannya.” Kami benar-benar mengharap kedatanganmu sebelum engkau datang. Dan kini kami tertimpa kesedihan dan kesumpekan karena engkau akan pergi meninggalkan kami.
“Salam atasmu, berapa banyak keburukan yang telah engkau jauhkan dari kami dan berapa banyak kebaikan yang engkau anugerahkan kepada kami.” Salam atas tamu agung yang karena keberkahannya, Allah telah menjauhkan kami dari berbagai malapetaka serta menurunkan untuk kami keberkahan sebanyak-banyaknya. Sesungguhnya, kamilah yang menjadi tamu engkau, bukan engkau yang menjadi tamu kami.
“Salam atasmu dan atas malam al-Qadr yang lebih baik dari seribu bulan.” Salam atas malam al-Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan, yang usianya kini mendekati 80 tahun.
Salam atasmu dari kami yang kemarin sangat menjagamu dan yang esok hari akan lebih merindukanmu. Salam atasmu, wahai bulan yang agung, yang sebelumnya sangat kami jaga dan yang esok hari sangat kami rindukan. Persoalan yang kita bicarakan bukanlah berkisar pada pelaksanaan kewajiban-kewajiban berpuasa, melainkan cara menghayati ritus perpisahan dengan bulan mulia ini.
Salam atasmu dan atas keutamaanmu yang kami sucikan serta atas masa silam yang telah diliputi keberkahanmu.
Ya Allah, kami adalah pencinta bulan yang Engkau muliakan ini. Kami senantiasa bersama dengannya, dan Engkau telah menyucikan kami dengan anugerah-Mu itu ketika orang-orang yang keji telah mengabaikan waktunya dan mereka lupa atas keutamaannya.
Ya Allah, Engkau anugerahkan kami bulan ini dan agar kami menjadi orang-orang yang mencintainya, ketika orang-orang keji tidak memperolehnya lantaran buruknya upaya mereka.
Engkau adalah petunjuk bagi kami atas apa yang Engkau berikan kepada kami untuk mengetahuinya dan Engkau hidayahkan kami untuk melaksanakannya.
Ilahi, Engkau adalah tuhan dan pelindung kami. Engkau istimewakan kami dengan mengetahuinya dan Engkau beritahu kami tentangnya, dan Engkau bentangkanjalannya bagi kami.
Dengan taufiq-Mu, kami telah menunaikan puasa dan shalat dengan segenap kekurangannya. Kami amat sedikit menunaikannya. Engkau berikan taufiq kepada kami agar kami dapat berpuasa dan menunaikan shalat disertai pengakuan kami atas sedikitnya shalat dan ibadah kami.
Ya Allah, hanya kepada-Mu lah kami bersyukur sebagai ikrar ares kekeliruan serta pengakuan atas pengabaian. Hanya kepada-Mu lah hati kmni terikat. Disertai dengan penyesalan, lisan kami menghaturkan maaf yang sejujurnya kepada-Mu atas keburukan amal kami.
Ya Allah, kami bersyukur kepada-Mu dan kami mengakui atas segala kekurangan kami kepada-Mu.
Maka, anugerahkanlah kami pahala atas apa yang telah kami perbuat: “Katakanlah: ‘Kepunyaan Allah. Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang.” Dan ampunilah kami atas segenap kekurangan kami dalam menunaikan kewajiban terhadap-Mu. Terimalah permohonan maaf kami terhadap segenap kekurangan dalam melaksanakan seluruh kewajiban yang Engkau bebankan kepada kami.
Panjangkanlah umur kami demi hadirnya bulan Ramadhan yang akan datang. Jika Engkau memanjangkannya, maka tolonglah kami dalam melaksanakan ibadah yang sepantasnya terhadap-Mu.
Panjangkanlah urnur kami hingga bulan Ramadhan berikutnya. Jika Engkau anugerahkan itu kepada kami, maka bantulah kami dalam melaksanakan kewajiban ibadah kepada-Mu serta tunjukkanlah kepada kami bagaimana bentuk ketaatan yang layak dipersembahkan bagi kedudukan-Mu.
Anugerahkanlah bagi kami pahala dari seluruh amal shalih yang mencapaihak-Mu di bulan ini selarnanya. Anugerahkanlah kami amal shalih secara terus-menerus dan bantulah kami dalam melaksanakan kewajiban kepada-Mu sepanjang umur kami.
Bantulah kami dalam menghadapi berbagai musibah dengan bulan ini dan berkabilah hari iedul fitri kami.
Ilahi, sesungguhnya, perpisahan dengan bulan Ramadhan merupakan musibah bagi kami. Karenanya, bantulah kami dalam menjadikan hari raya kami, hari raya yang diliputi dengan keberkahan, nikmat, serta lutf yang Engkau anugerahkan kepada setiap hamba-hamba-Mu. Ilahi, anugerahkanlah semua itu kepada kami, sebab keutamaan dan pemberian-Mu tiada batasnya. Dan pada bulan yang mulia ini, anugerahkanlah kami pahala orang-orang yang berpuasa sampai hari kiamat. Amin!
Referensi:
327. Al-Sahifah al-Sajjadiyah, Doa ke-45, topik “Perpisahan dengan Bulan Ramadhan”.
328. Syaikh al-Mufid, al-Amali, pertemuan ke-6, hadis ke-14.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email