Pesan Rahbar

Home » » Risalah Hak Asasi Wanita; Bab 6: Peranan Sosial Wanita

Risalah Hak Asasi Wanita; Bab 6: Peranan Sosial Wanita

Written By Unknown on Friday 28 October 2016 | 20:23:00


Peranan utama yang dimainkan oleh wanita, yang merupakan fungsi-fungsi khususnya, meliputi:


A. Melindungi dan Memelihara Tiap-tiap Generasi

— Peranan wanita dalam melanjutkan generasi manusia dan melindungi manusia dari kerusakan dan lupa diri adalah jelas. Pada tahap ini, kami ingin menarik perhatian para pembaca kepada peranan khusus wanita [25] ini dalam hal fitrah maupun dalam masyarakat manusia. Jika kita hanya memandang peranan tunggal ini saja bagi wanita, akan segera kita ketahui pengaruhnya dalam fitrahnya sebagai poros eksistensi terpenting bagi manusia.


B. Menyapih Anak

— Menyapih dan mengasuh anak adalah salah satu faktor terpenting bagi keberlangsungan tiap-tiap generasi. Inilah peranan suci sang ibu. Peranan penting ini selalu dianugerahkan kepada wanita dan sudah menjadi pembawaan lahir baginya.


C. Menyenangkan Pria

— Dalam al-Quran (30:21) kita membaca, ...Kami menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya... sebagaimana dalam ayat lain “malam” dikatakan menjadi sarana untuk ketenangan manusia. Secara alamiah seorang istri adalah sarana yang menenangkan dan menyenangkan mental dan spiritual suaminya serta lingkungan di sekitarnya yang tidak menyimpangkan jati dirinya oleh kejahilan, kelemahan, perubahan, penganiayaan oleh suaminya, atau kurangnya pendidikan.


D. Menciptakan Lingkungan Yang Mengasihi

— Sebagaimana dapat dilihat dalam al-Quran (30:21) dan sebagaimana secara jelas diungkapkan bahwa Allah telah menciptakan ‘cinta’ dan ‘kasih’ bersamaan dengan penciptaan wanita. Ini berarti wanita adalah menyayangi lingkungan keluarga dan masyarakatnya.

Dalam kata al-Quran, wanita adalah utusan bagi keharmonisan, kebaikan, dan kelonggaran. Jika tidak ada wanita di dalam masyarakat atau dalam kelompok manusia, maka kekejaman dan keburukan akan menaungi lingkungan dan kehidupan menjadi sulit dan amat berat.

Sifat-sifat ini menurunkan naluri pria yang suka mengganggu dan agresif dan akibatnya menjadi penyeimbang. Karenanya, wanita menyediakan lingkungan yang menyenangkan bagi dirinya, suaminya, dan orang lain. Dengan menikmati akal dan spiritualnya (pria), wanita menghindari emosi yang dominan di atas intelek dan logika.

Jika di dalam keluarga atau masyarakat, wanita menemukan bahwa ia bertentangan dengan sifat-sifat alaminya dan dirinya merupakan faktor atas berbagai perselisihan, amarah dan kekejaman, ia harus berusaha untuk meraih kembali kualitas-kualitasnya yang sesungguhnya.


E. Memperkuat Mentalitas Pria

— Kehadiran wanita menimbulkan perasaan bertanggung jawab dan sifat-sifat bawaan lahir seperti berani, murah hati, dan kekuatan melawan yang ada pada pria. Pria menggunakan sifat ini untuk mengamankan dan mendukung keluarganya. Kebanyakan kaum pria berubah setelah menikah sehingga orang lain secara jelas dapat mengakui perubahan ini.


F. Alih Bahasa dan Budaya

— Wanita merupakan sarana paling sempuma untuk mengajarkan bahasa dan budayanya ke dalam lingkungan keluarganya. Budaya dari suatu masyarakat merupakan salah satu sifat yang menjamin kemerdekaan dan identitasnya.

Ibu secara alamiah mengalihkan sebagian besar dari budaya masyarakatnya―jika tidak, seluruhnya―kepada anaknya. Ini merupakan peranan sosial penting yang memerlukan program-program yang pelik serta lembaga-lembaga. Hubungan emosional dan pendidikan antara ibu dan anak meluangkan wanita dapat dengan mudah memikul tanggungjawab ini di dalam pusat keluarga. Seorang wanita terdidik di dalam sekolah Islam dapat dengan mudah membedakan antara adat istiadat yang jahil dan tidak benar dengan adat yang benar. Wanita seperti ini dapat menghalangi pengaruh ajaran-ajaran yang tidak benar pada pemikiran dan pikiran anaknya.


G. Mendidik Anak dan Perasaan-perasaannya

― Perasaan-perasaan manusia terdiri dari bidang-bidang utama dari ruhnya. Ini, pada gilirannya, membentuk watak dan kepribadiannya serta pola tingkah lakunya. Moralitas yang selalu menjadi fokus Islam dan agama-agama lain serta filsafat, adalah bentuk sempuma dari perasaan-perasaan ini. Penilaian penting dan keputusan orang lain pada dirinya, semuanya bergantung pada perilaku yang berakar dari watak-watak semacam ini.

Banyak perasaan manusia yang memerlukan pelatihan, pengembangan, dan perbaikan. Sebagian dari pelatihan ini harus dijalani oleh manusia dan ketetapan hatinya selama masa penyempurnaan spiritual di sepanjang hidupnya. Landasan dasarnya harus dikembangkan selama masa kanak- kanak di pangkuan orangtuanya, khususnya ibunya. Jika tidak, ketika tumbuh dewasa ia akan menghadapi berbagai pengaruh buruk dan merusak yang akan mengarahkannya kepada rusaknya perasaan-perasaan ini. Akibatnya secara mental orang-orang sakit akan bertambah di dalam masyarakat.

Pangkuan ibu adalah sekolah pertama bagi sang anak. Dalam sekolah ini anak tidak hanya belajar bahasa dan bagaimana berbicara dan berjalan, tetapi juga landasan mentalnya dan aspek-aspek spiritualnya diarahkan di sini. Di sinilah watak dasar sang anak dibentuk. Kemudian, bahkan pendidikan ibu akan mengesampingkan atau menolak pendidikan yang diterima di sekolah, di masyarakat dan bahkan dari ayahnya yang berusaha mempengaruhi atau memperkuatnya.

Seorang bayi mempelajari pelajaran pertama hidupnya dengan melihat ibunya. Pengaruh dari pendidikan sang ibu― yang paling penting adalah peniruan secara tidak langsung oleh si anak, peniruan alamiah atau pengaruh si ibu pada fitrah anak yang tersembunyi―lebih melekat pada anak-anak perempuan. Itulah kenapa kami katakan: “Anak perempuan tumbuh menjadi seperti ibu mereka.” Jika kita ingat bahwa peranan masa depan anak perempuan ini adalah menjadi ibu-ibu hari esok yang memiliki efek progresif dari pengaruh ini, menjadi jelas.

Secara alamiah ibu-ibu yang tidak menjalani pendidikan yang benar dalam moralitas akan memiliki efek-efek yang merusak pada diri si anak. Akibatnya masyarakat dan manusia akan mengalami kerugian, yang menjadi lebih berbahaya ketimbang tidak menjadi makhluk tak terdidik.


H. Membantu dalam Organisasi Keluarga

― ‘Organisasi’ dalam pandangan kami, berbeda dari lembaga- lembaga keluarga dan pemahaman yang lazim di antara para sosiolog. Beberapa dari para sosiolog ini memandang lembaga keluarga sebagai organisasi sosial juga.

Kami beranggapan bahwa ‘lembaga keluarga’ sama dengan kebanyakan lembaga sosial, adalah fenomena yang tumbuh sendiri dan tidak berdasarkan keputusan ataupun ketentuan masyarakat. Sementara tiap-tiap organisasi berada di bawah aturan konvensional dan operasi administratif dimana semua asas manajerial dan organisasional harus dijalankan dan bergantung kepada perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, kepemimpinan dan perawatan dalam waktu yang bersamaan.

Perencanaan yang dapat dilaksanakan perlu untuk mengubah sebuah lembaga menjadi sebuah organisasi. Sebuah keluarga dapat dipandang sebagai sebuah organisasi bila ia telah memperoleh syarat-syarat khususnya dan diarahkan oleh sistem model khusus. Ini hanya mungkin terjadi dalam keluarga-keluarga yang mengikuti model Islam atau sebuah mazhab khusus atau hukum tertentu dalam manajemen berbagai urusan keluarga.

Berdasarkan pada perbedaan ini, bahkan jika seorang wanita tidak memainkan peranan manajerial dalam keluarga “alami”, yang sekarang ini ada di seluruh dunia sebagai lembaga-lembaga, wanita harus menjadi organisator dan manajer dan harus melaksanakan asas-asas manajemen yang merupakan syarat-syarat bagi ‘organisasi’ apapun, baik Islam maupun keluarga berencana. Wanita berbuat demikian dengan melaksanakan rencana yang terdapat dalam agama serta hukum dan ini merupakan salah satu peranan wanita teladan yang dihadirkan oleh Islam.

Pelaksanaan organisasi ini adalah peranan yang sangat bernilai. Tujuan yang sangat sulit ini membutuhkan ketentuan yang kuat dan keahlian manajemen yang terampil. Hal ini memerlukan dukungan yang kaya dati budaya Islam, individu yang benar serta wawasan moral sosial, pandangan dunia tauhid dan realistis.


I. Peranan Kerjasama dengan Pria

― Dengan wawasan yang benar dan memahami falsafah penciptaan, wanita bertanggung jawab dalam mendukung pria di medan perang masyarakat.

Wanita dapat memobilisasi pria bagi pelaksanaan berbagai tanggung jawab pria di luar dengan ketelitian wanita, sikap emosional dan logikanya, dengan keluwesannya dan wataknya. Kekuatan spiritual dan ketetapan hatinya dapat memicu pria seperti sebutir peluru yang ditembakkan ke sasarannya untuk melaksanakan pekerjaannya. Kita dapat memahami kedalaman peranan ini bila kita memandang efek-efek positif maupun negatif dari seorang pria di luar rumah, di dalam lingkungan kerjanya, dan di dalam lingkungan publik sosial, dan mempelajari konsekuensi-konsekuensi perilaku pria yang kadang-kadang mengubah perjalanan sejarah. Kita juga dapat mengakui pengaruh wanita yang tidak jeluk dalam masyarakat, kemajuan atau kemundurannya.

Sebagian besar kaum pria, para pemimpin, para politisi, saintis, artis, penyair, penulis, komandan, dan para penguasa telah mencapai status mulia mereka dengan bantuan kerjasama mental dan spiritual wanita.

Dalam kehidupan Nabi, berbagai peranan Khadijah dan Fathimah az-Zahra as, putri beliau yang agung, adalah hal yang terpenting. Peranan ini begitu penting dan mendasar sehingga tanpa mereka Islam mungkin tidak akan berkembang sampai pada posisi saat ini. Mungkin saja sejarah akan ditulis secara berbeda.

Di lain pihak, wanita yang berwatak buruk atau tidak peduli terhadap peranan dan pekerjaan pria di luar rumah kadang-kadang berefek buruk pada pria. Akibatnya individu-individu yang lemah dan berbahaya merasuki masyarakat. Walhasil, sarana bagi kejahatan, kerusakan tersedia dan masyarakat pun rusak. Kadang-kadang tingkah laku yang tidak diinginkan dari seorang wanita mengarah kepada penolakan pria untuk melaksanakan berbagai peranan yang diharapkan di masyarakat dan dayaguna pria pun menjadi menurun.

Di samping itu, wanita memainkan peranan materi dan ekonomi di dalam kehidupan keluarga dan dalam hal ini telah selalu bekerjasama dengan pria. Beberapa wanita menjadi karyawati untuk membantu suaminya secara finansial. Yang lainnya menggunakan tabungannya untuk mengurangi beban biaya hidup suaminya.

Melaksanakan tugas-tugas rumah tangga juga merupakan salah satu peranan materiil dan spiritual terpenting yang dimainkan oleh wanita. Ketika sahabat kesepiannya dan ibu dari anak-anaknya mulai mengatur rumah tangganya, wanita menjadi pembantu, memasak, mencuci, membersihkan, merawat dan menjaga rumah, serta, harta suaminya. Dialah pekerja permanen yang tidak mengharapkan upah bagi segala pekerjaan beratnya dan meninggalkan satu pun darinya. Melaksanakan tugas rumah tangga memiliki sumber spiritual pada wanita. Walaupun Islam menunjuk pria untuk memberikan sarana bagi kesejahteraan wanita, meninggalkan tugas-tugas rumah tangga baginya seperti penderitaan yang berat dan penyiksaan batin yang tidak dapat ia pikul pada masa tertentu. Kepada putrinya, Fathimah az-Zahra, dan sepupunya, Ali as, Nabi saw berkata, “Wanita bertanggung jawab bagi tugas-tugas rumah tangga dan urusan di luar rumah adalah tanggung jawab pria.”


J. Menenangkan Naluri

― Allah menciptakan pria dengan naluri memberontak sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya, yang sudah menjadi fitrahnya dan wanitalah yang menjadi faktor penenangnya. Itulah kenapa fitrah wanita dapat disebut “pembentuk keluarga”. Salah satu sifat wanita memenuhi naluri seksual pria, yang menjamin keberlangsungan generasi semua makhluk dan yang berbeda atau bahkan bertentangan pada pria dan wanita.

Ketimpangan alami pada pria atau wanita berasal dari niat dan tindakan manusia; dan perubahan apapun dalam sistem alam mengarah kepada kerugian materiil maupun spiritual. Ketimpangan ini mengakibatkan kerusakan, penyelewengan, perzinaan, atau penyakit-penyakit jiwa yang pelik dan tak dapat diobati. Wanita bukanlah sarana untuk memenuhi naluri seksual pria tetapi dengan mengkomposisikan naluri seksual dengan emosi wanita dan spirit serta perilaku dan wataknya, wanita dapat menjadi inspirasi yang hidup bagi pria. Dengan ini mereka berdua dapat merasakan pikiran yang tenteram. Wanita juga dapat memperoleh ganjaran fisik dan mental.

Memandang dirinya hanya sebagai sarana untuk memuaskan nafsu pria dan memusatkan segala usahanya untuk mempertontonkan dirinya, merangsang pria atau memperturutkan kenikmatan-kenikmatan nafsu sesaat dan mempraktikkan perilaku binatang, wanita pasti akan mencapai tingkatan alamiah dan peranan sosial yang paling rendah.

Memenuhi kebutuhkan-kebutuhan seksual pria, meskipun pada dasarnya itu penting, bukanlah sesuatu yang dapat menyingkap kepribadiannya yang ditentukan oleh Allah. Memamerkan dirinya untuk pria lain selain suaminya, tidak mengenakan pakaian yang bersahaja, merangsang nafsu pria dan memenuhi hasrat-hasrat seksual di luar keluarganya, adalah semacam perubahan bentuk dan akibatnya ia meninggalkan peranannya yang sesungguhnya dan tidak mengemban persamaan atau tidak sesuai dengan kepribadian kemanusiaannya dan kemuliaannya.


K. Mencari Kesempurnaan

― Kesempurnaan adalah hukum alam yang permanen dimana umat manusia juga dipandang sebagai bagian darinya. Berdasarkan pada wataknya ia merupakan pengikut dari aturan umum ini.

Dari sudut pandang fisik dan materi, manusia secara alami meniti jalan menuju kesempurnaan. Ketetapan hatinya dan usahanya yang terus menerus dibutuhkan untuk memperoleh pemahaman dan wawasan dunia, dirinya dan Allah (dikenal sebagai pandangan dunia atau ideologi yang merupakan ungkapan asas-asas religius yang paling sempurna), dan untuk mencapai kesempurnaan terakhir. Kesempurnaan terakhir ini adalah dekat dengan Allah, yang dikenal sebagai suluk, sayr ila Allâh atau perjalanan spiritual. Watak dan hakikat seseorang hanya dapat memudahkan dan mempersiapkan landasan bagi kesempurnaan ini.

Kesempurnaan fisik, yakni melewati masa kanak-kanak, dewasa dan muda, dan keseimbangan alami adalah semacam vegetatif atau kesempurnaan hewani. Kesempurnaan spiritual adalah kesempurnaan kemanusiaan pada manusia. Di awal proses ini, seseorang harus melewati tingkatan kehidupan pertama, yakni kehidupan hewani dan dengan bantuan ketetapan hati, perencanaan dan usaha keras (jihad) melewati tingkatan atau maqam-maqam lainnya.

Melewati tingkatan kesempurnaan spiritual tidaklah mungkin di dalam sebuah keluarga kecuali dengan bekerja sama antara suami-istri. Istri yang kurang cocok dan kurang paham akan selalu menjadi halangan kepada peningkatan suaminya kepada kesempurnaan.

Oleh karena itu, peranan wanita dalam meniti jalan spiritual dan memudahkan jalannya ataukah menghalangi jalan suaminya, menjadi jelas. Penyair Iran terkemuka, Sa’di, telah membuktikan:

Wanita bertabiat buruk di dalam rumah orang yang baik adalah nerakanya (pria) di dunia ini


L. Peranan Wanita dalam Sejarah

― Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kehadiran wanita yang terus menerus di antara manusia menjadikannya sedikit berharga, berlimpah, dan makhluk yang kurang penting yang digambarkan sebagai makhluk yang sangat berarti. Orang percaya bahwa pekerjaan wanita hanyalah memuaskan kebutuhan birahi pria, melahirkan dan melahirkan anak, dan melaksanakan tugas-tugas rumah tangga dan melayani suami. Pada saat yang sama wanita juga memiliki perasaan-perasaan yang sama. Beberapa wanita memandang dirinya sebagai sahabat suaminya, yang lainnya sebagai pelayan suaminya dan bahkan dalam beberapa masyarakat mereka memandang diri mereka sebagai kekayaan suaminya, sementara peranan wanita lainnya yang meliputi peranan mereka dalam alam dan sejarah tetap tersembunyi kecuali bagi para pemimpin kemanusiaan, yaitu para nabi dan para penggantinya.

Wanita memainkan peranan penting di dalam ‘menciptakan sejarah’ di samping sebagai penerus keberlangsungan spesies manusia.

Wanita adalah “ibu sejarah” karena sejarah tidak lain hanyalah gerakan terus-menerus dari masyarakat manusia dan jumlah naik-turunnya kurva positif dan negatif fenomena manusia. Tanpa masyarakat sejarah tidak akan ada artinya dan jika individu atau keluarga tidak eksis, maka tidak ada masyarakat. Peranan apakah yang lebih penting daripada melahirkan dan mengembangbiakkan manusia?

Semua nabi, pemimpin, saintis, pemikir, pelayan kemanusiaan telah dilahirkan dari wanita dan peranan wanita secara jelas terlihat dalam segala segi kehidupan mereka. Pria yang merupakan tanda aib. bagi kemanusiaan dan mengubah sejarah kepada bab hitam juga dilahirkan dari wanita dan telah diilhami dan dimotivasi oleh wanita juga.

Inilah contoh-contoh baik tentang pengaruh baik dan buruk ibu. Beberapa wanita juga menjadi poros utama berbagai gerakan dalam masyarakat dan sejarah serta telah mengubah perjalanannya dengan lebih kompeten daripada pria pada masa mereka.

Sejarah tidak mengenal kebaikan, bantuan dan pelayan kaum ibunya. Setelah berabad-abad sejarah masih wanita yang sama yang seperti budak duduk di dekat buaian sejarah rnenyanyikan lagu kebaikan untuk anak-anaknya.

Inilah paparan singkat tentang peranan wanita yang berasal dari mental yang sama, perbedaan fisik dan alamiah antara wanita dan pria. Peranan sosial ini dimainkan oleh wanita rnerupakan tolok ukur bagi evaluasi dan penilaian kepribadiannya, mengakui kepentingan sosialnya dan kernuliaannya. Peranan-peranan ini memisahkan hak-hak dan tanggung jawabnya dalam rnasyarakat dan dalam pandangan undang-undang dari pria sampai batas tertentu. Oleh karena itu, teori persamaan pria dan wanita yang rnembuta tidaklah dapat dipercaya dan tidak logis. Persamaan membuta ini adalah doktrin yang paling gegabah dan mentah untuk mendukung wanita.


Referensi:

25. Will Durant berkata, “Fungsi wanita adalah melayani spesies dan fungsi khusus pria adalah untuk melayani dan mempertahankan istri dan anak-anaknya.”

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: