Ketika di Kuwait, Sang Wahabi, Imam Abdul-Rahman dan putranya, Abdul-Aziz menghabiskan waktu mereka “menyembah-nyembah” tuan Inggeris mereka ini dan memohon agar wang, persenjataan serta bantuan untuk keperluan merebut kembali Riyadh. Namun pada akhir penghujung 1800-an, usia dan penyakit nya telah memaksa Abdul-Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahabi kepada putranya, Abdul-Aziz, yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.
Melalui strategi licin kolonial Inggeris di Jazirah Arab pada awal abad 20, yang dengan cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya al-Rasyid secara menyeluruh, kolonial Inggeris langsung memberi sokongan kepada Imam baru Wahabi Abdul-Aziz.
Dibentengi dengan dukungan kolonial Inggeris, uang dan senjata, Imam Wahabi yang baru, pada 1902 akhirnya dapat merebut Riyadh. Salah satu tindakan biadab pertama Imam baru Wahabi ini setelah berhasil menduduki Riyadh adalah menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahabinya juga membakar hidup-hidup seramai 1200 orang sampai mati.
Imam Wahhabi Abdul-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, sangat dicintai oleh majikan Inggrisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggeris di wilayah Teluk Arab sering menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati mereka mendukungnya dengan duit, senjata dan para penasihat. Sir Percy Cox, Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John Philby (yang dipanggil “Abdullah”) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat kolonial Inggeris yang secara rutin mengelilingi Abdul-Aziz demi membantunya memberikan apa pun yang dibutuhkannya.
Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggris, berangsur-angsur Imam Abdul-Aziz dengan bengis dapat menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini disebut Kerajaan Saudi Arabia.
Ketika mendirikan Kerajaan Saudi, Imam Wahhabi, Abdul-Aziz beserta para pengikut fanatiknya, dan para “tentara Tuhan”, melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di daratan suci Hijaz. Mereka mengusir penguasa Hijaz, Syarif, yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw.
Pada May 1919, di Turbah, pada tengah malam dengan cara pengecut dan buas mereka menyerang angkatan perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang.
Dan sekali lagi, pada bulan Agustus 1924, sama seperti yang dilakukan orang barbar, tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, kota Taif, mengancam mereka, mencuri uang dan persenjataan mereka, lalu memenggal kepala anak-anak kecil dan orang-orang yang sudah tua, dan mereka pun merasa terhibur dengan raung tangis dan takut kaum wanita. Banyak wanita Taif yang segara meloncat ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi yang bengis.
Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-orang yang sedang melakukan shalat di masjid; hampir seluruh rumah-rumah di Taif diratakan dengan tanah; tanpa pandang bulu mereka membantai hampir semua laki-laki yang mereka temui di jalan-jalan; dan merampok apa pun yang dapat mereka bawa. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut dibantai dengan cara mengerikan di Taif.
(E-Wahabi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email