Pesan Rahbar

Home » » Profil dan Nasab Hur Bin Yazid (Hur Bin Yazid Bin Najiyah Tamimi Yarbu’i Riyahi) Dalam Pustaka Islam

Profil dan Nasab Hur Bin Yazid (Hur Bin Yazid Bin Najiyah Tamimi Yarbu’i Riyahi) Dalam Pustaka Islam

Written By Unknown on Sunday 13 November 2016 | 01:08:00


Hur bin Yazid bin Najiyah Tamimi Yarbu’i Riyahi (Bahasa Arab:حُرّ بن یَزید بن ناجیه تَمیمی یربوعی ریاحی) adalah penolong Imam Husain As, termasuk syahid Karbala, pembesar dan pemimpin orang-orang Kufah.

Hur adalah orang yang dihormati di kaumnya dan termasuk jawara kaum Muslimin. Hur adalah seorang komandan dari bagian pasukan Ubaidillah bin Ziyad dalam peristiwa Karbala dan kemudian menyesali perbuatannya dan memutuskan untuk bergabung dengan Imam Husain.

Ia adalah sosok yang memiliki kedudukan terhormat dalam pandangan kaum Syiah. Kaum Syiah menilai Hur sebagai simbol harapan akan diterimanya taubat dan mendapat pengampunan setelah bertaubat.


Nasab

Hur bin Yazid bin Najiyah bin Qa’nab bin ‘Attab bin Harits bin Amru bin Hammam bin Banu Riyah bin Yarbu’ bin Khandhalah berasal dari Bani Tamim. [1]

Oleh itu, ia dipanggil dengan nama: Riyahi, Yarbu’i, Khandhalah dan Tamimi. [2]

Keluarga Hur pada zaman jahiliyyah dan juga pada zaman Islam merupakan keluarga yang dihormati. [3]


Kehidupan sebelum Peristiwa Karbala

Hur adalah salah satu jawara Kufah. [4]

Dalam sebagian literatur, ia disebut dengan Syurtha Ubaidillah bin Ziyad, penguasa Kufah. [5]

Bagaimanapun, pengangkatan Hur oleh Ibnu Ziyad sebagai komandan bagian dari pasukannya (dari kabilah Tamim dan Hamdan) untuk berhadapan dengan Imam Husain As[6]dan juga sikap kedisiplinan militer dan ketaatan Hur dalam melaksanakan secara teliti perintah-perintah atasannya, [7] menegaskan bahwa ia benar-benar berada di barisan Ibnu Ziyad.

Kemungkinan ini, khususnya diperkuat karena nampaknya ia memiliki sikap moderat dan tidak ada satu literatur pun yang menuliskan tentang sikap Hur dalam masalah situasi politik Kufah yang tegang pada tahun 60 H. Hanya Bal’ami saja, itupun dalam sebuah riwayat yang diragukan, bahwa Hur adalah seorang penganut Syiah dan ia menyembunyikan kesyiahannya. [8]


Komandan Pasukan Kufah

Ubaidillah bin Ziyad ketika mengetahui Imam Husain As bergerak ke arah Kufah, memanggil Hur yang merupakan pembesar Kufah dan memintanya untuk menjadi komandan pasukan bagi 1000 penunggang kuda kemudian mengirimnya untuk menghadang perjalanan Imam Husain As.

Berdasarkan riwayat yang lain, Ubaidillah mengirim Hushain bin Numair Tamimi dengan 4000 orang tentara ke Qadisiyah sehingga jarak antara Qadisiyah, Quthquthaniyah hingga La’alla’ berada di bawah pengawasannya.

Dengan demikian akan diketahui siapa-siapa yang melewati daerah itu. Hur dan tentaranya yang berjumlah 1000 orang itu juga merupakan bagian dari pasukan yang dikirim oleh Hushain bin Namir untuk menghalangi perjalanan Imam Husain.


Suara yang didengar oleh Hur

Diriwayatkan dari Hur ketika ia meninggalkan istana Ibnu Ziyad dari Kufah menuju ke arah pasukan Imam Husain As, aku mendengar suara berasal dari belakangku sebanyak tiga kali: “Wahai Hur! Aku janjikan kamu surga. Ia berkata kepadaku untuk melihat ke arah belakang namun aku tidak menyaksikan siapapun. Aku berujar kepada diriku: Demi Tuhan, ini bukanlah kabar gembira, bagaimana mungkin ini adalah kabar gembira sementara aku sedang menuju perang dengan Husain As.” Ia menyimpan kejadian ini dan menceritakan kembali kepada Imam Husain As ketika ia bertemu dengan beliau. Imam Husain As kepada Hur berkata: “Engkau, sejatinya akan menerima pahala dan kebaikan.” [9];[10]


Berkonfrontasi dengan Imam Husain bin Ali As

Imam Husain As bertemu dengan Hur dan pasukannya di Dzu Hasm. [11]

Keterangan literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa Hur tidak bertujuan untuk memerangi Imam Husain As, namun hanya menggiring Imam Husain As untuk dibawa ke hadapan Ibnu Ziyad. Oleh itu, ia dan pasukannya membentuk barisan untuk menghadang karavan Imam Husain As. [12]

Abu Mikhnaf, yang merupakan salah seorang dari Bani Asad yang menyertai perjalanan itu, mengisahkan bagaimana konfrontasi pasukan Hur dengan Imam Husain yang ia dengar dari dua orang laki-laki Asadi yang menyertai Imam Husain As: “Ketika rombongan Imam Husain As bergerak dari Syaraf ditengah hari sampai pada pasukan pelopor dan kaveleri musuh.”

Kemudian Imam Husain Bertanya kepada orang-orang yang ada disekitarnya: Adakah tempat berlindung disini sehingga kita akan berada di sana dan kita akan melawan musuh dengan mereka dari satu arah? Orang-orang menjawab: Iya.
Di sisi kanan terdapat sebuah rumah bernama “Dzu Hasm.”
Imam membuat jalan kecil dibagian kiri ke arah Dzu Hasm namun pasukan musuhpun menyalahgunakan jalan tersebut untuk menuju rumah itu, namun Imam dan rombongannya lebih cepat sampai ke rumah itu, kemudian Imam memerintahkan untuk mendirikan kemah disana.

Hur bin Zayid Riyahi dan pasukannya, ketika waktu Zhuhur datang dari bundaran jalan dan ketika ia dan rombongannya kehausan, ia berhadap-hadapan dengan Imam Husain As dan penolong setianya.

Meskipun mereka memusuhi Imam Husain As, namun reaksi Imam adalah berdamai dengan mereka hingga memerintahkan kepada sahabatnya untuk memberi air kepada Hur dan kuda-kudanya.

Karena Hur menampakkan kemauannya untuk salat berjamaah dengan Imam, maka Imam mengabulkan. Hur menyampaikan tugasnya kepada Imam Husain As. Imam pun menjawab dengan tegas: “Masyarakat Kufah telah mengundangku untuk datang ke Kufah, setelah itu, dengan mengingatkan secara tertulis dan permohonan berkali-kali mereka menunggu kedatanganku ke Kufah dan memintaku untuk memimpin mereka, namun jika mereka menyesal atas keinginginan mereka sendiri, maka baiklah aku akan kembali.” Hur mengatakan tidak tahu menahu atas surat-surat itu dan berkata bahwa ia dan pasukannya bukan termasuk orang-orang yang menulis surat itu dan ia bertugas untuk membawa Imam Husain ke Kufah, ke hadapan Ibnu Ziyad.

Karena Imam dan rombongannya ingin bergerak, maka Hur menghalangi Imam Husain untuk ke Kufah dan juga menghalangi Imam untuk kembali ke Hijaz. Hur menyarankan supaya Imam tidak melanjutkan perjalanan ke selain Kufah dan Madinah sehingga Hur telah menunaikan tugas yang diembankan kepadanya. Hur kepada Imam Husain berkata: “Aku tidak ditugaskan untuk memerangi Anda, tugasku hanyalah menyertai Anda hingga ke Kufah.

Oleh itu, apabila Anda tidak mau ke Kufah, maka ambillah jalan yang tidak akan menyebabkan Anda sampai ke Kufah dan tidak pula akan sampai ke Madinah, sehingga aku akan menulis surat kepada Ubaidillah, Anda juga jika menghendaki, tuliskah surat kepada Yazid sehingga akan bisa berujung ke arah perdamaian dan menurutku, langkah ini adalah tangkah terbaik dari pada kami harus memerangi Anda.”

Setelah itu, Imam Husain As dan para penolongnya bergerak di jalan ‘Udzaib dan Qadisiyah. Hur pun mengiringi pasukan Imam Husain As dan rombongannya. [13]

Meskipun Hur tidak bertanggung jawab terhadap peperangan itu, namun semenjak awal ia sangat terganggu jika terjadi konflik dengan Imam Husain dan bahkan memperingatkan bahwa jika terjadi peperangan, pasti Imam Husain As akan terbunuh.

Setiap kali ada kesempatan, Hur kepada Imam Husain As berkata: “Demi Tuhan, jagalah kehormatan jiwa Anda karena aku yakin jika perang terjadi, pasti Anda akan terbunuh.”

Namun Imam Husain As menjawab dengan membaca syair bahwa beliau tidak takut meninggal dan syahid di jalan Allah. Empat dari penolong Imam Husain As datang dari Mekah ke hadapan Imam Husain As. Hur bermaksud ingin menangkapnya atau mengembalikan mereka, namun Imam menghalanginya.

Mereka melaporkan tentang ketidakstabilan keadaan di Kufah, terbunuhnya Qais bin Musahhar Saidawi (utusan Imam ke Kufah) dan siapnya pasukan besar untuk menggempur Imam Husain As. [14]

Kesepakatan Hur dan Imam Husain berakhir pada tanggal 2 Muharram. [15]

Dua kelompok sampai di Nainawa yaitu ketika surat Ibnu Ziyad sampai ke tangan Hur yang berisi tentang perintah perlakuan tegas terhadap Imam Husain dan memberhentikan mereka di gurun pasir tanpa air, tanpa rumput dan tidak bertepi. [16]

Dalam surat Ibnu Ziyad yang ditujukan kepada Hur: “Ketika surat ini sampai di tanganmu dan utusanku sampai dihadapanmu, berlaku keraslah kepada Husain dan jangan berhentikan ia kecuali di padang pasir yang tiada bertepi dan tanpa air. Aku telah memerntahkan kepada utusanku supaya tidak terpisah darimu sehingga ia akan melaporkan bahwa instruksiku telah kau jalankan. Wassalam.” Hur datang mendekati Imam Husain As dan membacakan surat Ibnu Ziyad kepada beliau. Imam bersabda: “Biarkan aku berhenti di Nainawa atau Ghadharayah.” Hur yang berada dalam keadaan kepepet dan utusan Ibnu Ziyad memata-matainya terpaksa menolak permintaan Imam untuk mendirikan kemah di Nainawa atau Ghadhariyyah atau Syufayah (Suqayah) yang juga berada di sekitar itu. Akhirnya Imam terpaksa mendirikan tenda di Karbala (berdasarkan beberapa riwayat), di dekat ‘Aqar yang berada di dekat sungai Eufrat. [17]

Zuhair berkata kepada Imam Husain As: “Aku bersumpah demi Tuhan! Aku melihat setelah ini, pekerjaan akan lebih sulit bagi kami, wahai putra Rasululullah! Sekarang perang dengan kelompok ini (Hur dan penolongnya) lebih mudah bagi kami dari pada perang dengan mereka pada kesempatan yang akan datang, aku bersumpah demi jiwaku bahwa setelah ini akan datang orang-orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa sehingga kita tidak mampu berperang melawan mereka.” Imam bersabda, “Kau benar, wahai Zuhair! Tapi aku tidak akan memulai peperangan.”

Imam Husain As bergerak bersama dengan Hur hingga sampai di Karbala. Hur dan pasukannya berdiri di depan pasukan Imam Husain As dan mencegah mereka untuk melanjutkan perjalanannya. Hur berkata: “Berhentilah di sini! karena di sini dekat dengan sungai Eufrat.” Imam bertanya: “Apakah nama tempat ini?” Mereka menjawab: “Karbala.” Imam pun turun dan berhenti di sana. Hur dan pasukannya juga mendirikan tenda di tempat itu. Setelah rombongan Imam Husain As berada di sana, Hur menulis surat kepada Ibnu Ziyad untuk mengabarkan bahwa Imam Husain As berada di Karbala.


Taubat Hur pada hari Asyura

Meskipun Hur bertindak tegas terhadap Imam Husain As, namun ia tetap menghormati Imam Husain As, bahkan sekali waktu ita menyinggung kedudukan tinggi dan kesucian Sayyidah Fatimah Zahra Sa. [18]

Pada hari Asyura, Umar bin Sa’ad mengatur pasukannya dan menentukan komandan pada setiap bagiannya. Ia mengangkat Hur bin Yazid Riyahi sebagai komandan Bani Tamim dan Bani Hamadan. Dengan begitu, pasukan Umar bin Sa’ad siap bertempur melawan pasukan Imam Husain As. Ketika Hur bin Yazid melihat bahwa orang-orang Kufah telah bertekad bulat untuk memerangi Imam Husain As, ia menemui Umar bin Sa’ad dan berkata kepadanya: “Apakah kau akan melawan Imam Husain As?” Umar menjawab: “Iya, aku bersumpah, aku akan berperang, paling tidak, hingga kepalanya terpenggal dan tangannya terputus.” Hur bekata: “Memangnya usulan Imam Husain tidak membahagiakanmu?” Ibnu Sa’ad menjawab: “Apabila aku yang mengambil keputusan, aku menerimanya, namun amir-mu, Ubaidillah tidak menerima hal itu.” Kemudian Hur meninggalkan Umar bin Sa’ad dan berdiri di sudut pasukannya dan secara pelan-pelan mendekati pasukan Imam Husain As. Muhajir bin Aus, salah seorang tentara Umar Sa’ad kepada Hur berkata: “Apakah Anda hendak menyerangnya?” Hur tidak memberi jawaban, badannya bergemetar. Muhajir yang menyaksikan keadaan Hur demikian, ragu akan hal itu dan berkata kepada Hur: “Demi Allah, aku belum pernah sekali pun melihatmu dalam keadaan seperti ini ketika berperang dan berkata: Apabila orang-orang bertanya siapakah diantara masyarakat Kufah yang paling berani maka aku akan menjawab kaulah orang itu, sekarang, mengapa aku melihatmu dalam keadaan demikian?” Hur berkata: “Sesungguhnya aku melihat antara surga dan neraka dan aku bersumpah demi Tuhan jika tubuhku terpotong-potong dan dibakar maka aku tidak akan memilih sesuatu yang lainnya kecuali surga.” Hur berkata demikian kemudian memicu kudanya ke arah kemah Imam Husain As. Hur dengan wajah pucat menemui Imam Husain As memohon maaf kepada beliau dan mengakui bahwa ia tidak pernah mengira bahwa orang-orang Kufah akan membawanya ke medan peperangan. Imam beristighfar atas tindakan Hur dan bersabda, “Engkau adalah laki-laki yang merdeka baik didunia maupun di akherat.” [19]

Hur memasuki kemah Imam Husain dengan keadaan membalikkan badan. Ia datang kepada Imam Husain As dan mengatakan: “Semoga aku menjadi tebusan bagimu, wahai putra Rasulullah! Aku adalah orang yang menghalangimu untuk kembali ke tempat asal Anda dan akulah yang menyertai Anda sehingga sampai di tempat ini, aku tidak mengira sedikit pun bahwa orang-orang Kufah akan menolak usulan Anda sehingga Anda bernasib begini. Sungguh aku bersumpah demi Tuhan, jika akan berakibat seperti ini, aku tidak akan melakukan hal ini, aku sekarang menyesali semua perbuatan yang telah aku lakukan dan aku akan bertaubat kepada Tuhan, apakah taubatku akan diterima?” Imam Husain As bersabda: “Iya, Allah Swt telah menerima taubatmu.” [20]


Dalil-dalil Taubat

Perubahan posisi komandan senior pasukan Ibnu Ziyad sangat mengejutkan sehingga sebagian orang dalam menjelaskan sebab taubat Hur adalah faktor-faktor seperti kabar gembira seperti bisikan ghaib kepada Hur atau mimpi. [21]

Tentu saja, sisi ini terlepas dari benar atau tidaknya, tidak mengurangi nilai dari kepekaan Hur dalam menentukan pilihan itu. [22]

Sebagian ucapannya, ketika akan bergabung dengan Imam, juga menunjukkan bahwa ia menyadari tindakannya dengan sepenuh hati, diantaranya ia berkata bahwa kepadanya ditawarkan antara surga dan neraka dan demi Tuhan! Jika badanku terpotong-potong dan dibakar maka aku tidak akan memilih sesuatu kecuali surga. [23]


Ceramah dan Nasihat kepada Pasukan Kufah

Setelah Hur bertaubat, Hur berdiri di depan pasukan Umar bin Saad dan menasehati mereka: “Wahai kalian semua! Apakah tawaran yang diberikan Husain As tidak membuat kalian untuk mengurungkan niat kalian supaya tidak berperang melawan Imam Husain As? Mereka menjawab: “Katakan perkataanmu kepada Umar bin Sa’ad.”

Maka Hur mengatakan perkataan itu kepada Umar bin Sa’ad. Kemudian Umar bin Sa’ad berkata: “Aku sangat menantikan peperangan untuk melawan Husain, jika ada jalan lain yang bisa aku tempuh, pasti aku akan melakukannya.”

Oleh itu, Hur berkata kepada pasukan Umar: “Hai orang-orang Kufah, ibu kalian akan berkabung atas keadaan kalian; Apakah orang ini (Umar bin Sa’ad) pantas kalian undang dan berkata: Aku akan menolong kalian dalam memerangi musuh, namun sekarang ia datang ke tengah-tengah kalian dan menolak untuk menolongnya dan dihadapan Imam kalian membentuk barisan untuk membunuhnya?

Kalian telah mengambil jiwanya, jalan untuk bernafas telah kalian tutup, kalian telah mengepungnya dari segala penjuru, kalian telah mencegahnya untuk menjelajahi bumi Allah yang luas ini. Kalian memperlakukan mereka seperti tawanan, yang tidak bisa melakukan tindakan untuk keuntungan mereka dan tidak pula bisa menjauhkan bahaya dari mereka, air eufrat kau berikan kepada kaum Yahudi, orang-orang Kristen dan Majusi, bahkan babi-babi hitamnya dan anjing berendam di sana, namun kalian menghalangi Husain As, anak-anak, kaum wanita dan keluarga dari meminum sungat Eufrat hingga keadaan mereka menjadi lemah karena kehausan, alangkah buruknya kalian memperlakukan anak-anak Muhammad Saw! Allah Swt tidak akan menghilangkan dahaga kalian pada hari ketika kau kehausan (hari Mahsyar nanti).”
Ketika itu melesatlah sebuah anak panah dari arah Umar bin Sa’ad mengenai Hur. Dengan melihat kejadian itu, Hur melihat ke belakang dan berdiri di depan Imam Husain As.


Syahadah

Zaman taubat Hur hingga kesyahidannya tidaklah lama. Berdasarkan riwayat, karena Hur adalah orang yang pertama kali menghampiri Imam Husain As, maka ia meminta ijin dari Imam Husain As untuk menjadi orang pertama yang melawan musuh dan akhirnya ia gugur sebagai syahid. [24]

Hur segera setelah bergabung dengan pasukan Imam Husain As, langsung menuju ke medan perang dan setelah berdialog untuk kedua kalinya dengan Umar bin Sa’ad dan penjelasannya tentang tidak terpujinya kelakuan orang-orang Kufah, akhirnya berperang dengan mereka. AKhirnya setelah beberapa kali ia berperang ia gugur sebagai syahid. [25]

Ia berperang dengan sangat berani. Meskipun kudanya telah luka dan dari telinga dan dahinya telah mengeluarkan darah. Ia berperang dengan sangat berani dan berjuang mati-matian menghadapi musuh hingga kira-kira 40 musuh menghabisi nyawa Hur.

Pasukan jalan kaki tentara Ibnu Sa’ad langsung menyerang Hur sehingga ia menemui kesyahidannya. Dikatakan bahwa ada dua orang yang juga gugur sebagai syahid dalam kesyahidan Hur: satunya adalah Ayub bin Masruh dan yang lainnya adalah seorang laki-laki penunggang kuda dari Kufah.

Namun sebagian sumber yang lainnya menukil bahwa Hur bin Yazid Riyahi dan Zuhair bin Qain setelah syahadah Habib bin Madzahir sebelum dzuhur Asyura, keduanya pergi ke medan peperangan dan menyerang pihak musuh. Hur dan Zuhair bin Qain dalam peperangan saling bahu membahu antara yang satu dengan yang lainnya dan setiap kali salah satu diantara dua orang itu terkepung, yang lainnya menolongnya.

Keduanya melanjutkan peperangan hingga Hur mereguk cawan kesyahidannya dan Zuhair kembali ke kemah. Sahabat Imam Husain As membawa jenazah Hur. Imam Husain As duduk disamping jenazah Hur sambil membersihkan darah yang ada wajah Hur, bersabda: “Engkau merdeka sebagaimana nama yang diberikan ibumu untukmu, engkau merdeka di dunia dan di akherat.” Imam Husain As menutup kepala Hur dengan kain.


Anak-anak dan Saudara-saudara

Berdasarkan sebagian sumber-sumber yang lebih akhir, anak laki-laki, saudara dan budak Hur juga bergabung dengan Hur ketika ia bersama dengan Imam Husain dan syahid di Karbala. [26]

Namun hal ini dikarenakan tidak disebutkan dalam rujukan-rujukan yang lebih dahulu, maka tidak bergitu dipercaya.


Keturunan

Terdapat pula informasi mengenai anak cucu Hur. Sepanjang sejarah, ada dua keluarga yang memiliki hubungan dengan Hur yaitu keluarga Mastufiyat Qazwin[27]di mana Hamdullah Mustaufi adalah seorang sejarawan terkenal dari keluarga mereka[28]; [29] dan Ali Hur yang berada di kawasan Habal ‘Amil Libanon dimana orang yang paling masyhur adalah Syaikh Hur ‘Amili penulis kitab masyhur Wasail al-Syiah. [30]


Pemakaman

Menurut Sayid Muhsin Amin[31] ketika syuhada Karbala dimakamkan orang-orang dari Kabilah Bani Asad, sekelompok orang dari kabilah Hur menghalangi jasad Hur untuk dimakamkan bersama dengan syuhada Karbala yang lainnya, kemudian jasadnya dimakamkan di sebuah tempat yang agak jauh dari syuhada Karbala lainnya, yaitu di suatu tempat yang pada zaman dahulu disebut dengan Nawawis. [32]

Makam Hur sekarang berada di sebelah Barat Karbala kira-kira berjarak 7 kilometer.


Kisah Penggalian Kubur

Pada abad ke-10, pusara Hur dikenali dan dikatakan bahwa Syah Ismail I Syafawi Baq’ah membangun bangunan diatasnya. [33]

Demikian juga dilaporkan bahwa karena Syah Ismail Shafawi, menaklukkan Irak dan ke Karbala, dan karena ia meragukan akan kebenaran makam Hur dan anaknya, maka ia memerintahkan untuk menggali kuburan itu. [34]

Ketika kuburan itu terbuka, ia melihat jasad Hur dalam keadaan berpakaian bernoda darah dan bekas-bekas luka masih segar di badannya. Dikepalanya masih ada bekas tempat dipukul pedang dan ada kain yang menutupi luka itu. Syah memerintahkan untuk membuka kain itu dan menggantinya dengan kain yang lain[35]

Dalam kitab sejarah dan sirah dinukil bahwa kain ini merupakan kain Imam Husain As yang ditutupkan pada kepala Hur. Ketika kain itu dibuka dari kepala Hur, darah mengucur dari kepala itu sehingga kuburan penuh dengan darah. Ketika mereka hendak menutup kepala Hur dengan kain lain, darah tetap keluar, maka kepala itu ditutup kembali dengan kain yang berasal dari Imam Husain dan darah pun berhenti mengalir. Syah hanya mengambil secuil dari kain itu dan memerintahkan untuk membangun kuburan dan kubah Hur dengan bangunan yang lebih megah dan bagus.[36]


Perbaikan dan Pemugaran Makam

Di era Qajar, ibu Agha Khan Mahalati memperbaiki kubah dan membangun serambi makam sehingga menjadi tempat berlindung dari bahaya penjahat. [37]

Pada tahun 1325 Hasan Khan Syujan’ al-Sultaniyah membangun kembali makam Hur dan pada tahun 1330 Sayid Abdul Husain Keliddar memugar serambi makam Hur. [38]

Pada masa sekarang, makam ini berada pada jarak beberapa kilometer dari marqat Imam Husain As dari arah Barat dan ada kubah di atas makam itu. 38 Namun terdapat keraguan bahwa makam tersebut adalah makam Hur.

Sebagian, di samping menolak kebenaran ini, berpendapat bahwa ia dimakamkan bersama dengan syuhada lain dari Karbala dan berada di dekat pusara Imam Husain As, [39] namun menurut Sayyid Muhsin Amin, [40] berkeyakinan bahwa terdapat dalil tentang keterkenalan makam ini dan ikatan orang-orang terhadap ziarah kepada Hur.

Pada ziarah Nahiyah Muqadas tentang Hur dibacakan dengan: “Salam padamu, wahai Hur bin Riyahi.” [41]


Catatan Kaki:

1. Ibnu Kulaini, jil. 1, hal. 213, 216; Dawādāri, jil. 4, hal. 87, 89 namanya Jarir bin Yazid, Yaf’i, jil. 1, hal. 108, Harits bin Yazid dan Ibnu ‘Imad, jil. 1, hal. 67.
2. Silahkan lihat: Baladzuri, jil. 2, hal. 472, 476, 489;Dainawari, hal. 249; Thabari, jil. 5, hal. 422.
3. Silahkan lihat: Samawi, hal. 203.
4. Silahkan lihat: Thabari, jil. 5, hal. 392, 427; Ibnu Katsir, jil. 8, hal. 195.
5. Silahkan lihat: Ibnu Jauzi, jil. 5, hal. 335; Ibnu Wardi, jil. 1, hal. 231.
6. Thabari, jil. 5, hal. 422.
7. Silahkan lihat: Baladzuri, jil. 2, hal. 473; Dainawari, hal. 252; Thabari, jil. 5, hal. 402-403.
8. Jil. 4, hal. 704.
9. Mutsir al-Ahzān, hal. 44.
10. Nafas al-Mahmum, hal. 231.
11. Baladzuri, jil. 2, hal. 472; Thabari, jil. 5, hal. 400; Mufid, jil. 2, hal. 69, 78; Akhtab Khawārizm, jil. 1, hal. 327-330.
12. Silahkan lihat: Baladzuri, jil. 2, hal. 473; Dainawari, hal. 249-250; Mufid, jil. 2, hal. 80; Akhtab Khawārizm, jil. 1, hal. 332.
13. Baladzuri, jil. 2, hal. 472-473; Dainawari, hal. 249-250; Thabari, jil. 5, hal. 403-405, jil. 2, hal. 78-80.
14. Silahkan lihat: Baladzuri, jil. 2, hal. 473-474; Thabari, jil. 5, hal. 403-406; Akhtab Khawārizm, jil. 1, hal. 331-332.
15. Dainawari, hal. 253, Awal Muharram.
16. Dainawari, hal. 251; Thabari, jil. 5, hal. 408-409; Syaikh Mufid, jil. 2, hal. 81-84; Akhtab Khawārizm, jil. 1, hal. 334.
17. Dainawari, hal. 251; Thabari, jil. 5, hal. 408-409; Syaikh Mufid, jil. 2, hal. 81-84; Akhtab Khawārizm, jil. 1, hal. 334.
18. Dainawari, hal. 251-252; Thabari, ibid; Syaikh Mufid, jil. 2, hal. 84; Akhtab Kawarizm, ibid.
19. Silahkan lihat: Baladzuri, jil. 2, hal. 475-476, 479; Thabari, jil. 5, hal. 392, 422, 427-428; Mufid, jil. 2, hal. 100-101; Akhtab Khawārizm, jil. 2, hal. 12-13, 14, perkataan Imam Husain As tentang Hur setelah pertarungannya.
20. Silahkan lihat: Baladzuri, jil.2 , hal. 475-476; Thabari, jil. 5, hal. 392, 422, 427-428; Mufid, jil. 2, hal. 100-101.
21. Silahkan lihat: Ibnu Babuwaih, hal. 218; Ibnu Nama, hal. 59; Hairi, Khurasani, hal. 96.
22. Silahkan lihat: Baidhun, jil. 1, hal. 678-679, bahwa tarbiyah yang diterima oleh Hur dianggap sebagai faktor yang paling mempengaruhi dalam menentukan pilihannya.
23. Untuk informasi lebih jeluk silahkan lihat: Baladzuri, Ibid, Mufid, jil. 2, hal. 99, Akhtab Khawarizm, jil. 2, hal. 12.
24. Silahkan lihat: Ibnu A’tsam Kufi, jil. 5, hal. 101; Akhtab Khawārizm, jil. 2, hal. 13.
25. Silahkan rujuk: Baladzuri, jil. 2, hal. 476, 489, 494, 517; Thabari, jil. 5, hal. 428-429, 434-435, 437, 440-441; Mufid, jil. 2, hal. 102-104.
26. Silahkan lihat: Akhtab Khawārizm, jil. 2, hal. 13; hal. 291-282; Khairi Khurasani, hal. 120-127; Syamsuddin, hal. 84-85.
27. Hamdulillah Mustaufi, Tārikh Guzideh, hal. 811, menukil dari Dāirah al-Ma’ārif Buzurg Islāmi, hal. 314-315.
28. Tārikh Guzideh, teks, hal. 812.
29. Tārikh Guzideh, teks, hal. 794.
30. Ahmad Husaini, Muqadimah bar Amal al-Amal Hur ‘Amili, jil. 1, hal. 8-10, menukil dari Dāirah Māarif Buzurg Islāmi, hal. 314-315.
31. Jil. 1, hal. 613.
32. Ibn Kalbi, Jamharah al-Nasab, jil. 1, hal. 216.
33. Silahkan lihat: Jazairi, jil. 3, hal. 265-266.
34. Abu Bakar Abdullah Dawadari, Kanz al-Dar wa Jāmi al-Ghurar, jil. 4, hal. 89.
35. Tanqih al-Maqāl, jil. 1, hal. 260.
36. Ni’matullah bin Abdullah Jazairi, Al-Anwar al-Nu’maniyah, jil. 3, hal. 256 dan Tanqih al-Maqal, jil. 1, hal. 260, Turats Karbala, hal. 115.
37. Adib al-Mulk, hal. 213.
38. Husaini Jalali, hal. 97.
39. Amin, jil. 4, hal. 614; Syamsuddin, hal. 142.
40. Jil. 1, hal. 613.
41. Iqbāl, jil. 3, hal. 79, Bihār al-Anwār, jil. 45, hal. 71.


Daftar Pustaka

1. Ibnu Jauzi, Al-Muntazhim fi Tārikh al-Muluk wa al-Umam, cet. Muhammad Abdul Qadir Atha wa Musthafa Abdul Qadir ‘Atha, Beirut, 1412/1992.
2. Ibnu Katsir, Al-Bidāyah wa al-Nihāyah, cet. Ali Syiri, Beirut, 1988/1408.
3. Ibnu Kalbi, Jamrah al-Nasab, jil. 1, cet. Naji Hasan, Beirut, 1407/1986.
4. Ibnu Nama, Mutsirul Ahzān, Qum, 1406.
5. Ibnu al-Wardi, Tarikh Ibnu al-Wardi, Najaf, 1389/1969.
6. Baladzuri, Ahmad bin Yahya, Ansāb al-Asyrāf, cet. Mahmud Firdaus al-Azhm, Damisyq, 1996-2000.
7. Baidzun Labib, Mausu’ah Karbalā, Beirut, 1427/2006.
8. Hairi, Khurasani Hadi, Al-Qaul al-Sadid bi Sya’n al-Hur al-Syahid, cet. Muhammad Taqi Husaini Jalali, Najaf, 1394/1974.
9. Husaini, Ahmad, Muqadimah bar Amal al-Amal Hur ‘Amili, Baghdad, 1385 H.
10. Khawarazm Muwafaq bin Ahmad Akhtab, Maqtal al-Husain Alaihi Salam lil Khawarizmi, cet. Muhammad Samawi, Qum, 1381 S.
11. Dawadari, Abu Bakar bin Abdullah, Kanz al-Darar wa Jāmi al-Ghurur, jil. 4, cet. Gonihil Graffik dan Arika glasin, Beirut, 1415/1994.
12. Dāirah al-Maārif Buzurg Islāmi, dibawah pengawasan Kadzim Musawi Bejunurdi, Tehran, cet. 1, 1389.
13. Dainawari Ahmad bin Dawud, Al-Akhbār al-Thiwāl, Cet. Abdul Mun’im Amar, Mesir, 1959/1379, cetakan Ofset Baghdad.
14. Samawi Muhammad, Abshar al-‘Ain fi Anshar al-Husain As, cet. Muhamamd Ja;far Thabasi, Qum, 1377 S.
15. Thabari, Tārikh Thabari, Periset: Muhammad Abul Fadzl Ibrahim, Beirut, Dar al-Turats, cet. Ke-2, 387.
16. Syamsuddin Muhammad Mahdi, Anshar al-Husain, Dirāsah ‘an Syuhada Tsaurah al-Husain, al-Rijal wa al-Dalalat, Beirut, 1981/1410.
17. Muhammad bin Muhammad Mufid, Al-Irsyād fi Ma’rifah Hujajullah alal ‘Ibad, Qum, 1413.
18. Maustaufi, Hamdulillah, Tarikh Barguzideh, Periset: Abdul Husain Nawai, Tehran, Amir Kabir, cet. 3, 1364 S.
19. Yaf’i, Abdullah bin As’ad, Mirah al-Jinān wa Ibrah al-Yaqdhan, Beirut, 1417/1997.

(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: