Pesan Rahbar

Home » » Ibu Angkat dan Tangisan Ahok

Ibu Angkat dan Tangisan Ahok

Written By Unknown on Tuesday, 13 December 2016 | 13:37:00


Oleh: Tsamara Amany

Hari ini sidang perdana Ahok digelar. Jaksa mendakwa Ahok dengan pasal 156 a yang pada pokok isinya adalah mengenai penodaan agama. Ucapan Ahok di Pulau Seribu memang sudah memicu polemik di masyarakat. Aksi 411 dan aksi 212 menuntut Ahok segera ditangkap karena telah melukai hati umat Islam.

Pada sidang perdana itu pula, Ahok menyampaikan nota keberatan atas dakwaan jaksa. Untuk pertama kalinya, Ahok memiliki panggung besar untuk menjelaskan apa yang ia maksud di Pulau Seribu.

Saat membacakan nota keberatan itu, Ahok terlihat gagah dan berani. Suaranya menggelora, ia semangat membuktikan bahwa tidak sedikit pun terlintas dalam hatinya untuk menista agama Islam.

Bahkan Ahok membacakan isi dari bukunya dengan sub judul “Berlindung Dibalik Ayat Suci” yang terbit tahun 2008. Dalam buku itu Ahok menjelaskan bahwa yang dimaksud “orang memakai surat Al-Maidah 51” adalah oknum-oknum elit politisi yang tidak mau bersaing secara sehat dalam Pilkada.

Namun kegagahan itu terhenti, suara yang menggelora mendadak melembut, ketika Ahok teringat almarhum ibu angkatnya yang Muslim. Ahok tak kuasa menahan air mata ketika ia mengingat bagaimana ibu angkatnya yang sudah dalam keadaan sakit dan hendak dibawa ke ICU, meminta berhenti ke tempat pemungutan suara. Ibu angkat Ahok hendak mencoblos anak angkatnya dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta tahun 2012.

Ahok makin terisak ketika mengingat kata-kata ibu angkatnya itu. “SAYA TIDAK RELA MATI, SEBELUM KAMU MENJADI GUBERNUR. ANAKKU, JADILAH GUBERNUR YANG MELAYANI RAKYAT KECIL.”

Ibu angkat Ahok meninggal pada tanggal 16 Oktober 2014 ketika Jokowi dipastikan menjadi presiden dan Ahok dipastikan menjadi gubernur. “Ternyata Tuhan mengabulkan doa Ibu angkat saya,” kata Ahok dalam nota keberatannya.

Ahok merasa sangat sedih bahwa dirinya dianggap menista agama Islam. Baginya, tak mungkin ia menista agama yang dianut oleh keluarga angkatnya. Tak masuk akal bagi Ahok, sebab menista agama Islam sama saja seperti tidak menghargai keluarga angkatnya yang sangat ia cintai.

“Itu sebabnya ketika Ibu angkat saya meninggal, saya ikut seperti anak kandung, mengantar dan mengangkat keranda beliau, dari ambulans sampai ke pinggir liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Pemakaman umum Karet Bivak. Sampai sekarang, saya rutin berziarah ke makam Ibu angkat, di Karet Bivak. Bahkan saya tidak mengenakan sepatu atau sendal saat berziarah, untuk menghargai keyakinan dan tradisi orang tua dan saudara angkat saya itu,” kata Ahok dengan air mata yang terus menetes.

Jakarta bahkan Indonesia mungkin kaget. Seorang Ahok yang selama ini berani berteriak membongkar kebobrokan di segala lini kok bisa menangis?

Apakah ia menangis karena takut tersingkir? Tidak! Apakah ia menangis karena takut kehilangan kekuasaan? Tidak! Apakah ia menangis karena takut dipenjara? Tidak juga! Tidak sedikitpun!

Ini sisi lain seorang Ahok. Hatinya lembut ketika teringat sosok keluarga angkatnya, terutama ibu angkatnya. Hatinya hancur tak habis berpikir bagaimana mungkin ia dianggap menista agama Islam.

Muka tegas berubah menjadi air mata. Ahok ikhlas jika harus dipenjara, tapi ia tidak ikhlas jika dianggap menista agama orang-orang yang sangat ia sayangi.

(Jakarta-Asoy/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: