Imam Zaman afs bersabda “karena sesungguhnya mereka adalah hujjahku atas kalian, dan kami adalah hujjah Allah atas mereka.”
Shabestan News Agency, sejak dahulu pembahasan “Wilayatul Faqih” sudah menjadi perhatian para ulama, salah satunya Syaikh Mufid ra berkata “menegakkan hukum-hukum Islam berada di pundak Imam Makshum as yang telah ditunjuk oleh Allah swt, dan selanjutnya para ulama yang telah ditetapkan oleh Imam Makshum as, mereka adalah para fuqaha Syi’ah.”
Syaikh Thusi ra berkata “memberi keputusan (hukum) hanya bagi orang yang telah mendapat izin atau persetujuan dari Imam Makshum as. Dimana mereka menyerahkannya kepada para Fuqaha Syi’ah.”
Menurut Imam Khomeini ra, argumentasi rasional untuk membuktikan “wilayatul faqih” sangatlah sempurna, dan argumentasi tekstual sangatlah kuat. Sebagaimana akal mengatakan bahwa “untuk menjalankan pemerintahan yang adil berdasarkan undang-undang Ilahi dan untuk melawan kezhaliman haruslah ada seseorang yang memahami hukum-hukum dan menjalankan kewajiban dan tugas-tugas agama.”
Jika Imam Makshum as ada di tengah-tengah masyarakat, maka mereka akan merujuk kepadanya, dan jika Imam tidak hadir di tengah-tengah kita maka harus ada orang yang paling dekat kepada Allah, setelah Rasulullah saww dan para Imam as. Inilah makna daripada wali. Karenanya, keberadaan wali al-faqih, berdasarkan akal, merupakan keniscayaan dan keharusan.
Berdasarkan riwayat yang diterima dari Umar bin Khantalah, Imam Ja’far as bersabda: “Dalam perbedaan atau perselisihan riwayat hadits kami, harus kembali kepada mereka yang mengetahui halal-haram berdasarkan kaidah hukum kami, atas pertimbangan akal dan syari’at.”
Imam Zaman afs dalam surat penetapannya kepada Ishaq bin Ya’kub mengatakan “adapun pada peristiwa-peristiwa yang terjadi maka rujuklah pada perawi hadits-hadits kami, karena sesungguhnya mereka adalah hujjahku atas kalian, dan kami adalah hujjah Allah atas mereka.”
(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email