Syiah memiliki pandangan Sebagai berikut:
a. Perkataan[1] ini adalah propaganda untuk menghilangkan persatuan dan kesatuan kaum Muslimin betapa tidak karena ulama Syiah –walaupun mereka tidak memiliki keraguan terhadap keyakinan Ahlu Sunah- mereka tidak mengatakan hal itu dalam kitab-kitab mereka, bahkan dalam berbagai kesempatan, menyebut Ahlusunah sebagai saudaranya sendiri dan hadis-hadis yang berasal dari kalangan para Imam Ahlulbait As menyeru umat Muslim Syiah untuk berinteraksi dan berteman dengan saudaranya dari kalangan Sunni.
Muawiyah bin Wahab berkata, “Aku bertanya kepada Imam Shadiq As, Bagaimana cara berinteraksi kami dengan masyarakat yang tidak meyakini keyakinan kita? Imam Shadiq As bersabda, ‘Lihatlah Imam yang kalian yang ikuti dan bertingkah lakulah seperti mereka. Aku bersumpah demi Tuhan bahwa para Imam menengok orang-orang yang sakit di antara mereka, mengantarkan jenazah mereka dan bersumpah demi mereka serta menunaikan amanah mereka.”[2]
Abdullah bin Sinan berkata: "Aku mendengar dari Imam Shadiq As bersabda, Aku menganjurkan supaya kalian bertakwa kepada Allah Swt dan janganlah membuka cela orang lain di hadapan orang-orang karena itu akan membuatmu malu sendiri.” Allah Swt dalam al-Quran berfirman: “Bertutur kata dan berinteraksilah dengan masyarakat secara baik.”[3] Kemudian beliau bersabda, “Jenguklah orang-orang yang sakit di antara mereka, ikutlah melayat mayat mereka, berikanlah kesaksian bagi mereka dan ikutlah salat di masjid mereka.”[4]
Syaikh Muhammad Abu Zuhrah mengakui bahwa kaum Syiah bersahabat dengan Ahlusunnah dan tidak membencinya. Ia berkata, “Dewasa ini Syiah Imamiyah ada di Irak dan pengikut Syiah di Irak yang jumlahnya mencapai setengah dari populasi penduduk dalam keyakinan, keteraturan, keadaan pribadi, warisan, wasiat, wakaf-wakaf, zakat dan semua peribadatan dikerjakan sesuai dengan ajaran mazhab Syiah 12 Imam.”
Sebagian besar masyarakat Iran juga demikian, dan sebagian pengikut Syiah di Syria, Libanon yang tersebar di berbagai negara-negara Islam, bertetanggaan dengan kaum Sunni dan menjauhkan diri dari rasa permusuhan dengan mereka.[5]
b. Amah bermakna kebanyakan ketika dihadapkan dengan kondisi khusus yang berarti kaum minoritas karena kaum Syiah selalu berada dalam kondisi minoritas dan pemerintahan juga tidak berada pada tangan mereka. Oleh itu, kepada Ahlusunah disebut amah.[6] Di samping itu, kaum Syiah tidak menganggap bahwa semua Ahlu Sunah adalah nawashib dan hal ini telah dijelaskan secara berulang dalam kitab-kitab Syiah.
Referensi:
[1] . Pengklaiman terhadap pertanyaan yang diisyaratkan dari penulis kitab “Lillāhi Tsumma lil Tārikh” yang merupakan terjemahan kitab “Ahlul Bayt az Khud Defā’ Mikunad”. Silahkan lihat: Ali Muhsin, Ali, Azir, Hamid Ridha, Afsyai Yek Tuthe’eh (Pāsukhi bih Kitāb Ahlul Bayt As az Khud Defā’ Mikunad”, hal. 9-11, Tehran, Nasyar Masy;ar, Cet. Ke-2, 1385.
[2] Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Kāfi, Riset dan editor: Ghifari, Ali Akbar, Akhundi, Muhammad, jil. 2, hal. 635, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, cet. 4, 1407.
[3] Qs Al-Baqarah [2]: 83.
[4] Syaikh Hur Amili, Wasāil Syaikh, jil. 8, hal. 301, Qum, Muasasah Ali a-Byat As, cet. 1, 1409.
[5] Abu Zuhrah, Muhammad, Tārikh al-Madzāhib al-Islāmiyah fi al-Siyāsah wa al-‘Aqāid wa Tārikh al-Madzāhib al-Fiqhiyah, hal. 46, Qahirah, Dar al-Fikr al-Arabi, tanpa tempat.
[6] Masykur, Muhammad Jawad, Farhang Firāq Islāmi, hal. 329, Masyhad, Astan Quds Radzawi, cet. 2, 1372.
(Islam-Quest/Israq/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email