Keluarga pengungsi asal Suriah di kamp di Yordania. (Foto: IsraAid)
Keterlibatan Iran dalam Perang Suriah bukan sekadar untuk memelihara rezim Presiden Basyar al-Assad. Bagi negara Mullah itu, palagan di Suriah adalah perang identitas.
Di daerah-daerah lembah antara Ibu Kota Damaskus dan perbatasan dengan Libanon, di mana penduduknya telah mengungsi, sedang terjadi perubahan. Untuk pertama kali sejak perang meletup pada 2011, masyarakat mulai kembali ke sana.
Tapi mereka yang mendiami wilayah-wilayah itu bukan orang-orang sama tinggal di sana sebelumnya.
Para pendatang baru ini memiliki aliansi dan sekte berbeda dengan mayoritas penganut Sunni pernah hidup di sana. Penduduk itu, menurut orang-orang sudah mengirim mereka ke sana, adalah orang-orang muslim Syiah pindahan dari beragam wilayah bukan hanya di Suriah, tapi juga asal Libanon dan Irak.
Pertukaran populasi tersebut adalah inti dari rencana untuk mengubah demografi sebagian wilayah Suriah agar dalam pengaruh dan dapat dikontrol Iran, merupakan penyokong Assad. Iran sudah memulai sebuah proyek secara mendasar akan mengubah kondisi sosial Suriah, memperkuat basis Hizbullah di timur laut Libanon, dan meningkatkan pengaruh Teheran di wilayah perbatasan utara dengan Israel.
"Iran dan rezim (Assad) tidak mau ada masyarakat Sunni di wilayah antara Damaskus, Homs, dan perbatasan dengan Libanon," kata seorang pemimpin senior Libanon. "Ini sebuah perpindahan populasi bersejarah."
Wilayah kunci bagi Iran adalah Zabadani dan Madaya, dua kota kecil dikuasai kaum pemberontak dan menjadi tujuan pelesiran warga Damaskus saban musim panas ketika belum terjadi perang. Sejak pertengahan 2015, nasib Zabadani dan Madaya menjadi agenda perundingan panjang antara para pejabat senior Iran dan Ahrar asy-Syam, penguasa dua kota itu dan salah satu kelompok pemberontak paling kuat di Suriah.
Beberapa kali perundingan berlangsung di Kota Istanbul, Turki, membahas pertukaran penduduk dari dua desa Syiah di barat Aleppo, Fua dan Kafraya, dengan warga Sunni di Madaya, Zabadani, Wadi Barada, dan Darayya. Fua dan Karaya selama tiga tahun terakhir menajdi rebutan milisi Hizbullah dan pemberontak anti-Assad.
Labib an-Nahas, kepala hubungan luar negeri Ahrar asy-Syam, memimpin negosiasi di Istanbul, bilang Teheran berupaya menciptakan wilayah-wilayah dapat dikontrol. Iran siap melakukan pertukaran penduduk antara utara dan selatan.
"Mereka ingin sebuah kelanjutan demografi hingga ke Libanon. Pemisahan berdasarkan sektarian ialah inti dari proyek Iran di Suriah," ujarnya. "Mereka mengusahakan zona geografi dapat mereka dominasi dan pengaruhi sepenuhnya. Ini akan menimbulkan reaksi dari seluruh kawasan."
Lewat Hizbullah, Iran sangat aktif di Madaya, Zabadani, Wadi Barada, dan Darayya. Pasukan Hizbullah terkonsentrasi mulai dari Lembah Bekaa di perbatasan dengan Libanon hingga pinggiran Damaskus.
Pertukaran demografi ini telah menghancurkan kehidupan saling berdampingan beragam etnik, agama, dan sekte di Suriah telah berlangsung berabad-abad. Di Darayya, barat daya Damaskus, lebih dari 300 keluarga Syiah asal Irak telah pindah kota telah dtinggalkan pemberontak Agustus tahun lalu itu sesuai kesepakatan penyerahan diri. Hampir 700 pemberontak dipindah ke Provinsi Idlib dan media pemerintah mengumumkan dalam hitungan hari orang-orang Irak akan tinggal di sana.
Tempat dikeramatkan kaum Syiah di Darayya dan Damaskus menjadi alasan kehadiran Hizbullah dan milisi-milisi Syiah dukungan Iran lainnya. Masjid Sayyidah Zainab di barat Damaskus sudah lama dilindungi Hizbullah dan banyak keluarga anggota milisi ini telah menetap di sekitar masjid sejak akhir 2012. Teheran juga sudah membeli banyak rumah dekat Masjid Zainab dan sebidang tanah buat membangun daerah penyangga keamanan.
Abu Mazin Darkusy, mantan komandan FSA (Tentara Pembebasan Suriah) lari dari Zabadani ke Wadi Barada, bilang Majid Bani Umayyah di Damaskus kini menjadi zona keamanan dikuasai milisi-milisi pro-Iran. "Ada banyak orang Syiah telah dipindah ke areal dekat masjid. Itu adalah permukiman Sunni tapi mereka merencanakan daerah itu buat orang-orang Syiah."
Para pejabat senior di Libanon menjelaskan telah terjadi perusakan kantor pertanahan secara sistematis di wilayah-wilayah dicaplok para milisi pendukung rezim Assad. Kantor-kantor pertanahan di Zabadani, Darayya, Homs, dan Qusair di perbatasan dengan Libanon telah dibakar sejak Hizbullah menguasai awal 2013.
Darkusy mengatakan seluruh permukiman di Homs telah bersih dari penduduk asli dan banyak warga ditolak pulang ke rumah mereka dengan alasan tidak memiliki bukti kepemilikan cukup. "Langkah pertama dalam rencana itu sudah berhasil," tuturnya. "Tahap kedua adalah menggantikan penduduk asli dengan pendatang dari Irak dan Libanon."
Labib an-Nahas menekankan perang dengan Iran adalah perang identitas. "Mereka ingin negara ini sesuai keinginan dan kepentingan mereka. Kawasan tidak akan membiarkan itu."
(The-Guardian/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email