Masjid Agung Roma hingga saat ini termasuk salah satu masjid terindah yang berada di dataran Eropa. Dari kawasan Lembah Tiber, masjid itu tampak menjulang tinggi menyaingi Montenne, sebuah bukit yang sangat subur di utara Kota Roma.
Bagi penduduk setempat yang mayoritasnya penganut Katolik Roma, mereka juga bangga dengan adanya sebuah bangunan baru yang didominasi warna kuning muda itu. Bangunan pusat kegiatan umat Islam itu, mereka nilai, memiliki keistimewaan dibanding dengan berbagai bangunan megah lainnya yang ada di kota itu.
Di antara keistimewaannya, terdapat 16 kubah ditambah sebuah kubah besar di tengah yang di atasnya dihiasi dengan bulan sabit, serta sebuah menara berbentuk pohon palem setinggi 40 meter.
Desain interior dan kubah yang saling menyilang itu menjadi ciri khas masjid karya arsitek Paolo Portoghesi tersebut. Portoghesi merupakan pemenang sayembara internasional ketika Wali Kota Roma, Giulio Carlo Argan, mengumumkan pembangunan masjid ini pada 1975.
Portoghesi juga merupakan dosen sejarah arsitek di Universitas Roma. Ia mulai mengenal dan menghargai arsitektur Islam sejak awal tahun 1970-an, ketika berkunjung ke Jordania, Sudan, Turki, Mesir, dan Tunisia. Dijiwai oleh rasa ingin tahu yang sangat besar tentang agama Islam dan bagaimana pemeluknya menghayati ajaran agama tersebut, dia mengambil inspirasi dari pengkajian Alquran. Di antara berbagai karya arsitektur Islam yang dibuat oleh Portoghesi adalah Masjid Agung Strasbourg di Prancis.
Rancangan Portoghesi untuk ruang utama, misalnya, diambil dari bentuk dan model masjid fase klasik dari arsitektur Islam. Ruang ibadah yang luas dan berbentuk persegi ini, dari pintu didahului oleh halaman yang dikelilingi tembok dan air mancur di tengahnya. Halaman itu dibatasi oleh sebuah taman berupa lajur tipis. Sementara untuk ruang ibadah wanita, dibangun dua balkon di dua sisi ruang utama.
Untuk mendekorasi interior ruang utama masjid, Portoghesi mendatangkan sejumlah pekerja tangan ahli dari Maroko. Tugas mereka adalah menggambar berbagai mosaik yang membatasi balkon, relung, dan basis-basis lajur. Lajur-lajur yang didesain Portoghesi mengikuti motif klasik dari tipe lengkungan seperti yang ada di sebagian besar masjid-masjid kuno.
Dengan teknik baru yang menggunakan semen bertulang, Portoghesi membuat bagian-bagian lengkungan tersebut saling bersilangan yang mengumpamakan pertemuan antara dua kebudayaan, yakni Islam dan Italia (Barat), seperti keinginan sang arsitek.
''Dialog dengan budaya Islam di dunia Barat adalah satu aspek yang mendasar demi membangun budaya perdamaian. Membangun sebuah masjid besar di Kota Roma, ibu kota Kristianisme, dengan dukungan besar dari wali kota Roma telah memberikan kebahagiaan tersendiri untuk saya, karena saya telah mendedikasikan 20 tahun hidup saya untuk mewujudkan sebuah bangunan arsitektur abad lalu, yang menggambarkan keinginan damai dan saling pengertian,'' papar Portoghesi.
Masjid karya Portoghesi ini juga tampak megah dengan adanya pilar-pilar pada bagian dalam dan luar bangunan utama. Ada sekitar 186 pilar di bagian luar dan 32 pilar di bagian dalam. Kemegahan bangunan masjid ini juga bisa dilihat pada dekorasi lantai masjid, yang terdiri atas beraneka warna dan bermotif geometris yang berbentuk bintang. Adapun bahannya terbuat dari marmer, batu alam, dan batu bata khas Roma.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email