Pesan Rahbar

Home » » Mengenai Hakikat Zikir

Mengenai Hakikat Zikir

Written By Unknown on Sunday 26 February 2017 | 07:44:00


Sebagaimana kebanyakan ajaran Islam, Al-Qur’an, dan kebenaran, terdapat pula pemahaman keliru, dan praktik keterlaluan sekaitan dengan zikir. Di satu sisi, kita menyaksikan sekelompok orang yang berpikiran dangkal memegang tasbih dan melantunkan bacaan zikir tanpa memperhatikan kandungan dan maknanya, serta tanpa perhatian kepada Allah Swt dan melakukannya sekadar sebuah kebiasaan.

Golongan yang tidak mengetahui makna dan kandungan zikir ini, memandang bahwa hanya dengan mengucapkan zikir dan wirid, mereka telah melaksanakan kewajiban. Pikir mereka, demikian itulah yang dapat mengantarkan mereka pada kebahagiaan dan keberuntungan, masalah yang mereka hadapi akan dapat terselesaikan, dan dosa-dosa mereka akan diampuni.

Sebaliknya, ada sekelompok orang yang masih mempertanyakan alasan zikir dan apa yang disampaikan tentang zikir dipandang sebuah rekayasa dan buah pikiran pribadi-pribadi suci dan bermoral. Kelompok ini mengatakan, “Pribadi-pribadi tersebut menyendiri dan menyibukkan diri dengan bacaan-bacaan doa dan zikir agar terlepas dari tanggung jawab sosial.”

Padahal tindakan semacam ini tidak dianggap telah melaksanakan kewajiban, tidak akan mencapai kedekatan di sisi Allah Swt.

Dua pandangan di atas keliru. Hakikat zikir itu berhubungan dengan hati dan jiwa. Zikir-zikir verbal juga dikatakan zikir karena menyiratkan keadaan perhatian hati kepada Allah.

Oleh karena itu, jika zikir verbal tidak menyiratkan dan tanpa disertai perhatian hati, maka itu hanya sebatas gerakan-gerakan lisan saja. Memang benar, bagaimana seseorang yang sibuk dengan zikir verbal tetapi pandangannya tertuju pada orang bukan muhrimnya atau telinganya sedang mendengarkan musik yang haram, atau dia aktif berzikir kepada Allah dalam keadaan berbuat tipu daya kepada saudara seimannya?

Pribadi seperti itu adalah orang yang tak tahu apa-apa tentang zikir kepada Allah. Tindakannya itu hanyalah dilatarbelakangi kebiasaan sehari-hari menghabiskan waktu dengan menggerak-gerakan lisannya tanpa mengenal makna zikir dan memiliki perhatian hati kepada Allah. Apa yang dia perbuat sebenarnya telah mempermainkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Ilahiah, dan telah menipu dirinya sendiri dan orang lain.

Sebagian orang mempunyai pemikiran bahwa mengulang-ulang lafadz-lafadz dan zikir-zikir secara terus menerus tanpa mengetahui kandungan dan maknanya, dan tanpa tertuju kepada Allah, akan memberikan kesempurnaan dan ketinggian derajat kepada mereka.

Mereka juga memandang amal perbuatan mereka lebih baik dari jihad di jalan Allah! Mereka lalai bahwa zikir yang dilakukan atas kebiasaan dan tak lebih dari gerakan-gerakan lisan semata, sebenarnya tidak memberikan keuntungan sedikitpun kepada mereka.

Zikir yang bernilai adalah zikir yang disertai perhatian dan kehadiran hati dan mampu mencegah dari berbuat dosa dan maksiat.

Orang yang bergelimang maksiat dan dosa tak memungkinkan memiliki peluang yang mudah untuk berzikir dengan benar. Sebaliknya juga tidak mungkin perbuatan maksiat dilakukan orang yang tertuju kepada Allah, sementara dia sadar bahwa Allah Swt selalu hadir dan mengawasinya.

Perbuatan maksiat dilakukan seseorang karena lalai dari Allah dan melupakan-Nya. Di sini tak ada perbedaan antara lisan yang aktif berzikir dan yang tidak. Oleh karena itu, dalam makna sebagian riwayat disebutkan bahwa orang yang berzikir kepada Allah, taat kepada-Nya.

Sedangkan orang yang lalai dari Allah, bermaksiat kepada-Nya meskipun dia rajin shalat dan puasa.

Orang yang rajin membaca Al-Qur’an, berpuasa, dan shalat, namun pada saat yang sama berbuat maksiat, termasuk orang yang lalai dan amal yang dilakukannya itu semata-mata karena kebiasaan sehari-harinya.

Pezikir sejati adalah orang yang hatinya tertuju kepada Allah, mematuhi perintah-Nya, dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Perbuatan maksiat bertentangan dengan perhatian kepada Allah dan keimanan.

Berbeda dengan konsepsi para tokoh yang berbaju kesucian tapi memiliki pemikiran keliru, dengan bodoh mereka memandang pengetahuan Ilahiah dan menafsirkan segala sesuatu sesuka hatinya. Zikir kepada Allah bukanlah keahlian mengucapkan lafal-lafal zikir dan mengulang-ulang tanpa perhatian hati. Zikir yang dilakukan oleh pribadi suka pamer dan menipu, bukanlah zikir.

Zikir yang mengantarkan pada kesempurnaan dan ketinggian manusia, yang dipuji dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis, adalah perhatian hati kepada Allah, bukan zikir sekadar gerakan-gerakan lisan saja.[]

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: