Kelambanan tak selamanya negatif. Einstein membuktikannya.
Seorang pemeriksa di sebuah kantor paten di Bern, Swiss, mengirimkan surat kepada kawannya. Dia memberitahu bahwa empat makalah baru yang dijanjikannya sudah selesai. Entah kenapa, dia tak mengabarkan akan membuat makalah kelima pada tahun itu juga. Mungkin makalah kelima, yang merupakan tambahan singkat atas makalah keempatnya tentang elektrodinamika benda bergerak, kurang penting. Padahal, “dari makalah itu muncullah rumus paling terkenal di antara semua rumus fisika: E = mc2,” tulis Walter Isaacson, penulis buku ini.
Albert Einstein, fisikawan terbesar abad ke-20, merupakan pribadi yang rumit. Penyendiri dan tak suka kompromi tapi peduli kemanusiaan, pemberontak namun patuh pada aturan leluhur, senang mengamati sesuatu yang biasa tapi hasilnya luar biasa, perkembangannya lambat tapi cepat menangkap makna dari hal biasa yang tak diperhatikan orang lain, serta penganut relativitas tapi selalu mencari kemutlakan.
Einstein kecil sebenarnya “abnormal”. Perkembangan dan kemampuan belajar bicaranya sangat lamban hingga membuat orangtuanya khawatir. Sampai-sampai mereka berkonsultasi dengan seorang dokter. Ketika mulai bisa berkata-kata, dia punya kebiasaan aneh: selalu melatih terlebih dulu kata-kata yang ingin diucapkannya. Pembantunya sampai menjulukinya si “tolol”.
Namun Einstein kecil juga antiotoritas mapan. Keingintahuannya yang besar membuatnya selalu mempertanyakan segala sesuatu dengan kritis. Dia pernah dikeluarkan dari sekolah lantaran tak patuh pada peraturan-peraturan. “Sikap seperti itu jugalah yang diduganya turut membentuk dirinya menjadi seorang genius sains paling kreatif pada era modern,” tulis Isaacson.
Alih-alih mempermasalahkan kelambatan pada dirinya, Einstein malah menyadari betul itu sebagai potensi berharga dan dia terus mengasahnya.
“Orang dewasa kebanyakan tak pernah mau pusing-pusing memikirkan waktu dan ruang. Semua itu sudah pernah mereka pikirkan pada masa kecil. Tetapi, perkembangan saya begitu lambat sehingga saya mulai bertanya-tanya tentang ruang dan waktu ketika saya sudah dewasa. Akibatnya, saya menyelidiki masalah tersebut lebih dalam dibanding anak kecil pada umumnya,” kenang Einstein.
Alam Semesta
Betatapun, prestasi Einstein di sekolah sangat baik. Dia sudah suka memecahkan masalah rumit matematika terapan ketika usianya belum genap 12 tahun. Menjelang usia 15, dia sudah menguasai kalkulus diferensial dan integral.
Dalam belajar ataupun bekerja, Einstein sangat menyukai penggunaan imajinasi. Pencaritahuannya akan misteri alam semesta hampir selalu dilakukan dengan menggunakan eksperimen imajiner, bukan eksperimen laboratorium yang prosedural. Pengembaraan Einstein menguak misteri alam semesta memasuki masa penting pada 1895. Saat itu, berusia 16 tahun, dia membayangkan rasanya melaju bersama seberkas cahaya. Dia terus membuat eksperimen untuk memuaskan keingintahuannya. Selang satu dasawarsa kemudian, pada 1905 dia berhasil menemukan teori relativitas khusus. Tak lama kemudian dia juga menemukan teori kuantum.
Pencapaian itu dipengaruhi kehidupan pribadinya. Kendati penyendiri, dia sosok yang bergairah, termasuk dalam kehidupan cinta. Peran Mileva Maric, teman kuliah yang lalu jadi istrinya, sangat besar. “Mileva Maric berperan sebagai teman diskusi bagi gagasan-gagasan ilmiah Einstein dan membantu memeriksa bagian matematika dalam makalah-makalahnya,” tulis Isaacson.
Pada 1915, Einstein menyempurnakan teori relativitas khususnya dengan teori baru: relativitas umum. Dalam teori ini dia berpendapat, gravitasi adalah lengkungan ruang dan waktu. Keduanya dipengaruhi interaksi antara materi, gerakan, dan energi. Rumus yang diciptakan Einstein untuk menjelaskan fenomena alam itu lagi-lagi didapat dari eksperimen imajiner. “Bayangkan diri Anda berada dalam lift tertutup yang dipercepat, sarannya. Efek yang Anda rasakan takkan dapat dibedakan dengan pengalaman merasakan gaya gravitasi,” tulis Isaacson.
Einstein mulai dikenal pada 1919, setelah eksperimennya terhadap gerhana matahari menguatkan prediksinya tentang pembelokan cahaya oleh gaya gravitasi. Selang tiga tahun kemudian dia mendapatkan Hadiah Nobel untuk bidang fisika. Setelah itu, penemuan-penemuan terus dia dapatkan, termasuk sinar laser ataupun tenaga nuklir. Namun, pada 1925 titik balik pemikiran mulai menghinggapinya. Einstein mulai mempertanyakan penemuan-penemuannya hingga akhir hayatnya pada 1955.
Harmonisasi Alam
Dalam perjalanannya menguak misteri alam semesta, “pemberontak” ini selalu dibimbing keyakinan bahwa Tuhan tak membiarkan segala sesuatu terjadi secara kebetulan. Harmonisasi alam terus menginspirasinya, sementara imajinasi, kreativitas, dan ketekunan yang menggerakkannya hingga terus menemukan teori fisika baru yang revolusioner dan turut mengubah cara pandang banyak orang.
Kisah Einstein, tulis Isaacson, membentang luas, dari yang terkecil sampai yang tak terhingga, dari emisi foton sampai alam semesta yang mengembang. Meski hayatnya telah lama tiada, “kita masih hidup dalam alam semesta Einstein. Inilah alam yang dalam skala makro dijelaskan oleh teori relativitasnya dan dalam skala mikro dijelaskan oleh mekanika kuantum yang terbukti andal,” tulis Isaacson.
Jejak Einstein, lanjut Isaacson, membekas di semua bidang teknologi modern. “Ia menjadi supernova ilmiah dan ikon humanis, menjadi salah satu wajah yang paling terkneal di planet ini. Hingga wajahnya menjadi sebuah simbol dan namanya menjadi sinonim untuk kata genius.”
Walter Isaacson, yang sebelumnya menerbitkan biografi Steve Jobs, menulis biografi Einstein bak novel yang menyuguhkan kisah menarik dengan banyak pemeran di sekitar tokoh utama. Kalimat-kalimatnya lugas. Istilah-istilah ataupun penjelasan rumit berhasil dia sampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Isaacson tak hanya berhasil menyuguhkan sebuah tulisan, tapi juga hiburan. Bukan hanya membedah pemikiran Einstein tapi juga sisi mausiawinya.
(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Judul: Einstein: Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia. Penulis: Walter Isaacson. Penerbit: Bentang. Terbit: November 2012. Tebal: xxviii + 700 hlm. (Foto: pbs.org).
Seorang pemeriksa di sebuah kantor paten di Bern, Swiss, mengirimkan surat kepada kawannya. Dia memberitahu bahwa empat makalah baru yang dijanjikannya sudah selesai. Entah kenapa, dia tak mengabarkan akan membuat makalah kelima pada tahun itu juga. Mungkin makalah kelima, yang merupakan tambahan singkat atas makalah keempatnya tentang elektrodinamika benda bergerak, kurang penting. Padahal, “dari makalah itu muncullah rumus paling terkenal di antara semua rumus fisika: E = mc2,” tulis Walter Isaacson, penulis buku ini.
Albert Einstein, fisikawan terbesar abad ke-20, merupakan pribadi yang rumit. Penyendiri dan tak suka kompromi tapi peduli kemanusiaan, pemberontak namun patuh pada aturan leluhur, senang mengamati sesuatu yang biasa tapi hasilnya luar biasa, perkembangannya lambat tapi cepat menangkap makna dari hal biasa yang tak diperhatikan orang lain, serta penganut relativitas tapi selalu mencari kemutlakan.
Einstein kecil sebenarnya “abnormal”. Perkembangan dan kemampuan belajar bicaranya sangat lamban hingga membuat orangtuanya khawatir. Sampai-sampai mereka berkonsultasi dengan seorang dokter. Ketika mulai bisa berkata-kata, dia punya kebiasaan aneh: selalu melatih terlebih dulu kata-kata yang ingin diucapkannya. Pembantunya sampai menjulukinya si “tolol”.
Namun Einstein kecil juga antiotoritas mapan. Keingintahuannya yang besar membuatnya selalu mempertanyakan segala sesuatu dengan kritis. Dia pernah dikeluarkan dari sekolah lantaran tak patuh pada peraturan-peraturan. “Sikap seperti itu jugalah yang diduganya turut membentuk dirinya menjadi seorang genius sains paling kreatif pada era modern,” tulis Isaacson.
Alih-alih mempermasalahkan kelambatan pada dirinya, Einstein malah menyadari betul itu sebagai potensi berharga dan dia terus mengasahnya.
“Orang dewasa kebanyakan tak pernah mau pusing-pusing memikirkan waktu dan ruang. Semua itu sudah pernah mereka pikirkan pada masa kecil. Tetapi, perkembangan saya begitu lambat sehingga saya mulai bertanya-tanya tentang ruang dan waktu ketika saya sudah dewasa. Akibatnya, saya menyelidiki masalah tersebut lebih dalam dibanding anak kecil pada umumnya,” kenang Einstein.
Alam Semesta
Betatapun, prestasi Einstein di sekolah sangat baik. Dia sudah suka memecahkan masalah rumit matematika terapan ketika usianya belum genap 12 tahun. Menjelang usia 15, dia sudah menguasai kalkulus diferensial dan integral.
Dalam belajar ataupun bekerja, Einstein sangat menyukai penggunaan imajinasi. Pencaritahuannya akan misteri alam semesta hampir selalu dilakukan dengan menggunakan eksperimen imajiner, bukan eksperimen laboratorium yang prosedural. Pengembaraan Einstein menguak misteri alam semesta memasuki masa penting pada 1895. Saat itu, berusia 16 tahun, dia membayangkan rasanya melaju bersama seberkas cahaya. Dia terus membuat eksperimen untuk memuaskan keingintahuannya. Selang satu dasawarsa kemudian, pada 1905 dia berhasil menemukan teori relativitas khusus. Tak lama kemudian dia juga menemukan teori kuantum.
Pencapaian itu dipengaruhi kehidupan pribadinya. Kendati penyendiri, dia sosok yang bergairah, termasuk dalam kehidupan cinta. Peran Mileva Maric, teman kuliah yang lalu jadi istrinya, sangat besar. “Mileva Maric berperan sebagai teman diskusi bagi gagasan-gagasan ilmiah Einstein dan membantu memeriksa bagian matematika dalam makalah-makalahnya,” tulis Isaacson.
Pada 1915, Einstein menyempurnakan teori relativitas khususnya dengan teori baru: relativitas umum. Dalam teori ini dia berpendapat, gravitasi adalah lengkungan ruang dan waktu. Keduanya dipengaruhi interaksi antara materi, gerakan, dan energi. Rumus yang diciptakan Einstein untuk menjelaskan fenomena alam itu lagi-lagi didapat dari eksperimen imajiner. “Bayangkan diri Anda berada dalam lift tertutup yang dipercepat, sarannya. Efek yang Anda rasakan takkan dapat dibedakan dengan pengalaman merasakan gaya gravitasi,” tulis Isaacson.
Einstein mulai dikenal pada 1919, setelah eksperimennya terhadap gerhana matahari menguatkan prediksinya tentang pembelokan cahaya oleh gaya gravitasi. Selang tiga tahun kemudian dia mendapatkan Hadiah Nobel untuk bidang fisika. Setelah itu, penemuan-penemuan terus dia dapatkan, termasuk sinar laser ataupun tenaga nuklir. Namun, pada 1925 titik balik pemikiran mulai menghinggapinya. Einstein mulai mempertanyakan penemuan-penemuannya hingga akhir hayatnya pada 1955.
Harmonisasi Alam
Dalam perjalanannya menguak misteri alam semesta, “pemberontak” ini selalu dibimbing keyakinan bahwa Tuhan tak membiarkan segala sesuatu terjadi secara kebetulan. Harmonisasi alam terus menginspirasinya, sementara imajinasi, kreativitas, dan ketekunan yang menggerakkannya hingga terus menemukan teori fisika baru yang revolusioner dan turut mengubah cara pandang banyak orang.
Kisah Einstein, tulis Isaacson, membentang luas, dari yang terkecil sampai yang tak terhingga, dari emisi foton sampai alam semesta yang mengembang. Meski hayatnya telah lama tiada, “kita masih hidup dalam alam semesta Einstein. Inilah alam yang dalam skala makro dijelaskan oleh teori relativitasnya dan dalam skala mikro dijelaskan oleh mekanika kuantum yang terbukti andal,” tulis Isaacson.
Jejak Einstein, lanjut Isaacson, membekas di semua bidang teknologi modern. “Ia menjadi supernova ilmiah dan ikon humanis, menjadi salah satu wajah yang paling terkneal di planet ini. Hingga wajahnya menjadi sebuah simbol dan namanya menjadi sinonim untuk kata genius.”
Walter Isaacson, yang sebelumnya menerbitkan biografi Steve Jobs, menulis biografi Einstein bak novel yang menyuguhkan kisah menarik dengan banyak pemeran di sekitar tokoh utama. Kalimat-kalimatnya lugas. Istilah-istilah ataupun penjelasan rumit berhasil dia sampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Isaacson tak hanya berhasil menyuguhkan sebuah tulisan, tapi juga hiburan. Bukan hanya membedah pemikiran Einstein tapi juga sisi mausiawinya.
(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email