Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Barus Sumatera Utara berpesan agar rakyat Indonesia tidak mencampuradukkan antara politik dengan agama. Oleh sebagian masyarakat, pesan ini dinilai kurang pas karena dianggap bermaksud memisahkan secara tegas antara agama dan politik.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memandang pernyaatan Presiden Joko Widodo tidak dalam konteks memisahkan agama dan politik. Menurutnya, konteks yang dimaksudkan Presiden adalah ingin memisahkan antara adanya motif dan ekses buruk dari aktivitas politik dengan proses dan tujuan mulia dari agama.
“Hemat saya, Presiden ingin menegaskan bahwa tak boleh mencampuradukkan antara adanya yang buruk dari proses dan tujuan berpolitik dengan yang baik dari proses dan tujuan beragama,” terang Menag di Jakarta, Minggu (26/3/2017).
Menag yakin bahwa Presiden menyadari betul realitas bangsa Indonesia yang religius, yang warganya selalu melandaskan diri dengan nilai-nilai agama dalam menjalani kehidupan kemasyarakatannya.
Apalagi, lanjut Menag, pernyataan Presiden itu juga diiringi dengan pesan bahwa perbedaan adalah anugerah Allah bagi Indonesia yang harus dijaga. Untuk itu, Kepala Negara berharap para ulama terus menyebarkan Islam rahmatan lil alamin agar masyarakat Indonesia dapat memandang perbedaan sebagai kekuatan menjaga persatuan dan kesatuan.
Sebab, jika perbedaan itu bisa dirawat maka didalamnya terdapat kekuatan dan potensi besar. Sebaliknya jika tidak bisa dijaga dan dirawat, bisa terjadi pertikaian. Presiden menurut Menag justru mengingatkan semua untuk menjadikan agama sebagai sarana menjaga dan merawat keragaman karena hal itu adalah anugerah Allah.
“Pernyataan beliau haruslah dilihat dari konteks dan perspektif di atas,” tambahnya.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email