Kepergian KH. Hasyim Muzadi ke pangkuan Ilahi membuka kisah dari memori siapapun yang pernah bersama dan mengenal almarhum. Dari sopir pribadi hingga presiden, Muslimin hingga non-Muslim, Muhammadiyah hingga NU.
Seperti sahabat almamaternya di Pondok Gontor – Prof. Din Syamsuddin – yang mengenal Kiai Hasyim sebagai orator ulung, aktivis senior Nahdhiyin – Prof. Nadirsyah Hosen – menyebut almarhum memiliki kemampuan komunikasi yang sangat bagus sekaligus elegan.
Tak heran jika Kiai Hasyim ketika diamanatkan sebagai Ketua Umum PBNU berhasil mendirikan Cabang Istimewa NU di berbagai negara dengan gaya diplomasinya yang khas.
“Pak Kiai Hasyim Muzadi (Allah yarham) kalau bicara pintar betul. Bicaranya kalem, tidak berapi-api, tapi khas ulama NU yang menyelipkan joke tanpa diduga dan membuat kita tertawa,” kata Nadirsyah yang juga merupakan Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand via Channel Telegramnya, 18/3.
Sejumlah ungkapan Kiai Hasyim yang ringan, humoris namun sarat makna masih tersimpan di benak Nadirsyah. Sebagian ungkapan almarhum ia bagikan di media sosial seperti, “Ilmu itu universal, bukan soal agama. Kristen belajar kedokteran ya jadi dokter. Orang NU gak belajar, ya jadi dukun.”
Bagi pria yang akrab disapa Gus Nadir ini, pada ungkapan ini, Kiai Hasyim menekankan pentingnya umat Islam untuk terus belajar dan jadi pintar. Banyak yang salah kaprah soal ilmu ini.
“Dikiranya kalau sudah belajar ilmu agama terus bakal paham semua ilmu,” kata Gus Nadir.
Peradaban Islam dulu maju lewat kecintaan pada ilmu. “Kalau sekarang tertinggal dengan yang lain, ya itu karena pihak lain itu yang sekarang mencintai ilmu,” tambahnya.
Dosen senior di Monash Law School ini melanjutkan bahwa Kiai Hasyim sering pula mengambil contoh kenapa negeri non-Muslim kok lebih nyaman, aman dan tertib. Seharusnya kita sebagai umat Islam bisa lebih menerapkan substansi ajaran Islam.
“Di Jepang barang yang hilang bisa ketemu. Di Indonesia, barang yang ada bisa hilang semua!,” kata Kiai Hasyim melempar ‘joke’ yang dikutip Gus Nadir.
“Beliau tidak setuju kalau Islam-nya yang disalahkan, tapi beliau juga tidak mau kita umat Islam hanya ngeles dan lari dari kenyataan ini,” tambah Gus Nadir.
Mungkin, lanjut Gus Nadir, salah satu sebabnya karena umat Islam sibuk berdebat soal dalil. Dalam konteks inilah Kiai Hasyim yang dua puluh tahun mendampingi KH. Abdurahman Wahid atau Gus Dur, bercerita soal Presiden Indonesia keempat itu.
Gus Nadir lalu mengutip kesaksian Kiai Hasyim yang berkata, “Gus Dur gak suka berdebat soal dalil. Saya tanya kenapa Gus? Kata beliau: ‘ngapain? lha kok kayak orang Arab saja dikit-dikit ndalil”.
“Tapi”, lanjut Kiai Hasyim, “substansi yang diomongkan Gus Dur itulah dalil.”
Jadi Gus Dur, lanjut Gus Nadir, lebih senang bicara esensi dalil daripada sekedar kutip ayat-hadits. Bagaimana menyampaikan esensi dalil kepada khalayak yang lebih luas agar paham substansi ajaran Islam itulah yang dikehendaki Gus Dur.
“Makanya wawasan Gus Dur luas – seluas relasi beliau yang merangkul semua pihak,” jelasnya.
Sungguh pun begitu, menurut Gus Nadir, tetap saja Kiai Hasyim terkejut sewaktu Gus Dur bilang akan jadi Presiden dan pasti jadi Presiden. Batas antara analisis, keyakinan seorang spiritualis, maupun sikap realistis menjadi kabur saat itu.
Kiai Hasyim ketika itu berkata, “Gus Dur bilang akan jadi presiden. Saya bingung. Gak masuk akal saya. Gimana caranya. Saya akhirnya cuma bisa bilang ‘amin-amin’ saja”.
“Dan ternyata kejadian,” kata Gus Nadir.
Kiai Hasyim Muzadi mengatakan bahwa ketika bangsa ini tengah terancam benturan kelompok kanan dan kiri, muncullah moderasi Islam ala Gus Dur yang mengayomi semua pihak. Dan hebatnya Gus Dur lagi, menurut Kiai Hasyim, Gus Dur menjalankan moderasi Islam dan demokrasi tanpa kenal rasa takut.
“Terakhir, Pak Kiai Hasyim Muzadi adalah seorang yang percaya dengan dakwah Islam yang moderat; Islam yang rahmatan lil alamin,” ungkap Gus Nadir.
Beliau menyinggung fenomena para da’i dan ustaz yang kerjanya “ngomel-ngomel” dan hanya sibuk memoles tampilan agar terlihat Islami tapi pesan dakwah yang disampaikan meleset jauh dari esensi ajaran Islam.
Dengan jenaka Kiai Hasyim kembali menyindir dengan tentunya kata-kata humoris yang bukan sekedar joke tapi bisa menggambarkan fenomena yang terjadi saat ini.
“Wali Songo mendakwahi yang kafir jadi Muslim. Tapi yang sudah Muslim sekarang sama ‘Wali Jenggot’ malah dikafir-kafirkan lagi,” kata almarhum.
Seperti diketahui, Kiai Hasyim Muzadi mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 06.00 WIB, 16 Maret 2017. Almarhum sempat menjalani perawatan intensif di RS Lavalette, Malang, sebelum akhirnya wafat di usia 72 tahun.
“Almarhum adalah tokoh umat Islam dan tokoh bangsa Indonesia yang luas jelajah pergaulannya dan diterima banyak pihak. Saya dekat dengan beliau, sosok yang hangat dan bersahabat,” kenang Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nasir, seperti yang telah diberitakan Islamindonesia.id sebelumnya.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email