Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian konflik yang dipicu soal keagamaan sebenarnya bisa dicegah dan tidak perlu terjadi. Pencegahan ini bukan hanya menjadi tugas kepolisian, namun juga pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan instansi terkait lain.
“Saya melihat bahwa penanganan yang paling utama adalah bagaimana bangun dialog,” kata Tito di Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, seperti dilansir kompas.com, Jakarta, 16/3.
Tito lalu bercerita mengenai upaya kepolisian mencegah konflik masyarakat antaragama di daerah Duren Sawit, Jakarta.
Menurut dia, sejak jauh hari kepolisian sudah mencium adanya potensi konflik antara kelompok mayoritas dan minoritas di daerah itu. Ketegangan antar dua kelompok terjadi karena komunikasi tidak berjalan dengan baik.
“Ada kelompok minoritas yang tidak bersosialisasi masyarakat setempat. Ada kelompok-kelompok keras yang merasa terganggu. Padahal bisa diselesaikan dengan dialog, difasilitasi oleh pemerintah, bisa ada solusi,” katanya.
“Akhirnya kamilah yang buat kegiatan. Kami kasih sembako, bikin tenda, di rumah ibadah yang jumlahnya minoritas. Diundang yang mayoritas, akhirnya berdamai, bagus,” tambahnya.
Di sisi lain, Tito mengakui jika selama ini polisi lah yang selalu menjadi pihak disalahkan apabila terjadi konflik keagamaan antarmasyarakat. Polri sebagai aparat keamanan dianggap gagal menjaga keamanan.
“Tiap ada konflik keagamaan yang disalahkan pasti polisi. Kami selalu menjadi kambing hitam, ya sudah, memang risikonya,” katanya. []
(Kompas/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email