Demi memupuk persatuan umat Islam di Indonesia, sejumlah tokoh dari berbagai kalangan mengadakan Pengajian Kebangsaan. Apalagi, tantangan global saat ini, menempatkan Islam itu jadi sorotan.
"Seakan-akan dijadikan musuh bersama di dunia sekarang ini," kata Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshidiqie, Jumat (10/3).
Itu, kata Jimly, tercermin dalam sikap Donald Trump, kemudian juga di beberapa pemimpin di Eropa. "Jadi, saya rasa memang kita menghadapi tantang yang rumit sekarang dan memerlukan persatuan umat Islam," katanya.
Sejumlah tokoh itu mulai dari politikus Islam lintas firqoh dan lintas fraksi, dan para akademisi, dan juga tidak ketinggalan para pengusaha Islam. Turut hadir mantan Pemimpin Redaksi (Pemred) Republika, Nasihin Masha dan juga Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshidiqie pada Pengajian Kebangsaan ke tiga kalinya ini dengan tema "Perspektif Islam Dalam Menyikapi Dinamika Politik-Ekonomi Nasional dan Global".
Acara yang berlangsung di Rumah Dinas Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI, diawali dengan shalat maghrib berjamaah dan makan malam dan ceramah-ceramah dari beberapa tokoh umat yang hadir. Terkait acara yang digagas oleh guru besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB, Rokhmin Dahuri itu, Jimly Asshidiqie sangat mengapresiasinya.
Bahkan, disebutnya, seharusnya ICMI seperti ini. "Bagus ini kumpul semua, ini inisiatif Pak Romin Dahuri, saya sangat apresiasi, dan memang sebagai ketua umum ICMI saya senang, karena memang ICMI seharusnya seperti ini mestinya," ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Jimly menilai, yang paling terpenting saat ini adalah sudah adanya forum tempat berkumpul tokoh-tokoh umat dari semua kalangan. Mulai dari yang kanan sekali sampai yang kiri sekali, bagi dirinya yang penting ada mekanisme dialog, tukar pikiran, saling mendengar.
Karena yang ada sekarang ini, terutama dua tahun terakhir, bangsa ini mengalami pengelompokan-pengelompakan grup 'WhatsApp'. Maka, kata Jimly, kalau ada lima grup, fakta yang sama dipresepsi secara berbeda di lima grup 'WhatsApp'.
"Nah jadi grup WA ini terbatas jumlahnya, maka perlu ada 'WhatsApp' yang besar, nah grup yang besar ini antara lain di sini, jadi kita paling kurang mendengarkan cara berpikir kelompok orang itu berbeda-beda," tambahnya.
Menurut Jimly, kalau sudah ada komunikasi, maka baru meningkat ke level kedua yaitu 'Wa ta'awanu 'alal birri wat taqwa, wa la ta'awaunu alal itsmi wal 'udwan'. Artinya, sinegrgi dalam kebaikan dan takwa bukan kerja sama dalam dosa dan permusuhan. "Jadi, ini yang diperlukan umat Islam sekarang. Terutama untuk menghadapi semua persoalan kebangsaan semua persoalan kemanusiaan," katanya.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email