Dalam gelanggang pertarungan politik 2014, bisa dikatakan Amien Rais adalah politisi paling gaek yang langsung masuk dalam perang politik 2014.
Dengan memajukan ide "Koalisi Indonesia Raya" ia mencoba menarik beberapa partai Islam untuk kemudian dinegosiasikan dengan Partai Nasionalis.
Ide ini jelas akan menaikkan nilai tawar politik PAN serta mengerek naik peluang Partai Demokrat untuk ikut dalam Pencapresan. Dibalik kelihaian Amien Rais dalam memanfaatkan peluang politik sebenarnya ada sejarah kelam yang harus dipelajari untuk merunut 'biografi politik Amien Rais kebelakang.
Amien Rais yang terlalu tancap gas dalam politik justru menjadikan Muhammadiyah tidak lagi bergerak dalam bidang dasarnya yaitu : Pendidikan dan Ekonomi Urban/Perkotaan. Selain itu Amien Rais terlalu membawa PAN sebagai partai yang amat praksis, sejak reformasi 1999 PAN tak pernah menjadi partai kuat, padahal kemunculan PAN memiliki warna jelas momentum yaitu : Antitesis terhadap Politik Orde Baru.
Berbeda dengan PDI Perjuangan yang diisi oleh banyak kaum radikal dan petarung jalanan pada masa reformasi 1999, PAN diisi oleh kaum elite, namun elitisme PAN saat itu justru menentukan roda sejarah. Amien Rais lewat Partai kecilnya mampu menjadikan dirinya sebagai Mercusuar Politik, tapi Amien Rais juga gagal menjadikan PAN sebagai Partai Otentik, sebuah partai yang tumbuh organik di habitatnya.
PAN gagal menarik orang-orang Muhammadiyah menjadi pendukung militan, tapi juga sekaligus menjadikan Muhammadiyah malah terjebak dalam politik praktis.
Muhammadiyah, Central Pendidikan Rakyat dan Ekonomi Urban
Pendirian Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan, sesungguhnya untuk memurnikan ajaran Islam, KH Ahmad Dahlan menilai banyak sekali kejanggalan dalam pelaksanaan ajaran-ajaran Islam yang bercampur baur dengan adat istiadat yang tidak ada kaitanya dengan tata cara beribadah Islam.
Selain itu Muhammadiyah berkembang menjadi bagian perlawanan penting terhadap diskriminasi ekonomi yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda. Saat itu KH Ahmad Dahlan cara untuk memperluas wawasan umat Islam di Indonesia adalah dengan "Sistem Pendidikan Modern". -
Setelah melalui beberapa rapat-rapat pengembangan organisasi akhirnya dipilih strategi jangka panjang "Pendidikan rakyat" lebih penting daripada politik, karena pendidikan akan membangun sebuah bangsa dalam jangka panjang sementara politik akan terkekang oleh kepentingan-kepentingan sempit. Selain pendidikan, Muhammadiyah berkomitmen pada pembangunan pusat-pusat kesehatan rakyat.
Komitmen yang sudah dilakukan secara cermat sejak tahun 1930-an membuktikan Muhammadiyah berhasil menjadi organisasi kemasyarakatan yang paling berpengaruh di negeri ini. Lalu Amien Rais di dekade 1990-an masuk ke dalam jajaran pemimpin Muhammadiyah, berbeda dengan pendahulunya KH AR Fachruddin yang memiliki "watak Muhammadiyah asli" yaitu sebuah watak yang genuine untuk memajukan masyarakat, Amien Rais memiliki "Watak Insting Politik". Pak AR (panggilan akrab AR Fachruddin) adalah contoh kader Muhammadiyah yang mampu mengembangkan gagasan dakwah.
Dan dakwah Pak AR tidak sekedar berbicara di depan mimbar-mimbar agama, tapi ia 'blusukan' ke daerah-daerah mendengar apa yang digelisahkan masyarakat. Pak AR adalah orang yang amat sederhana tapi punya pengaruh luar biasa, kesederhanaan Pak AR bisa dibaca dari tulisan Cak Noen tentang Pak AR,
betapa lelaki yang punya pengaruh kuat di lembaga keagamaan berjualan bensin eceran, wajah Pak AR 'sareh' (sejuk, tenan-bhs jawa) selalu mengajak kebaikan, ceramah-ceramahnya disukai (menurut catatan Nakamura-pengaran buku "Bulan Sabit dibalik beringin"), Pak AR mengajarkan etika Islam dengan cara-cara sederhana.
Setelah era Pak AR Fakhruddin, datang era KH Achmad Azhar Bashir, di era ini garis merah pendidikan dan dakwah gaya Pak AR dilanjutkan. Lalu datanglah Amien Rais, tokoh yang sebelum dia ditabalkan menjadi Ketua Umum Muhammadiyah, merupakan tokoh pemuda Muhammadiyah.
Amien Rais dikenal ketika ia masih muda, sebagai intelektual ia rajin menulis, di tahun 1984-1988 tulisannya kerap bersandingan dengan tulisan Gus Dur di majalah Prisma, gagasannya tentang revolusi impor Iran bikin keder Kopkamtib, bahkan tulisannya amat ramai dibaca bila ia menulis soal perkembangan politik di Timur Tengah.Amien Rais berhasil menduduki kursi Muhammadiyah di tahun 1995 namun kursi itu ia jadikan "kursi panas politik" dan menyeret orang-orang Muhammadiyah meninggalkan khittahnya dari pengembangan pendidikan dan kesehatan umum menjadi politisi praktis yang bertarung melawan kekuasaan.
Pada tahun 1990 ketika ICMI rame-ramenya berdiri dan Gus Dur menolak bergabung ke dalam ICMI, Amien Rais sontak menjadi bintang sejarah. Dia menjadi tokoh penting dalam barisan tokoh-tokoh Islam modern, ICMI yang disponsori oleh Presiden Suharto dan di eksekusi oleh BJ Habibie, merupakan organisasi politik yang diciptakan untuk menjadi tandingan gerakan yang diindikasikan melawan Suharto.
Saat itu Militer dari garis Benny Moerdani sudah menguat, ada kecurigaan kelompok Benny Moerdani akan mengoridor kelompok Gus Dur, apalagi saat itu Gus Dur mulai jadi Boss-nya kaum aktivis radikal. Kedekatan Amien Rais dengan Cendana berlanjut, bahkan dalam buku "Habis Manis Sepah Dibuang" ada catatan Probosutedjo di halaman 94 :
Amien Rais memang dikenal tokoh yang paling vokal dalam menghujat Pak Harto. Namun, mungkin hanya sedikit orang tahu, bahwasannya Pak Harto sesungguhnya pernah ikut andil dalam membantu dan mendukung Amien Rais menjadi Ketua Umum Muhammadiyah dalam Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995.
Bukan saja bantuan moril, tapi juga bantuan materiil yang diberikan Pak Harto. Menurut Probosutedjo, untuk melaksanakan Muktamar Muhammadiyah di Aceh tersebut, Amien Rais menghadap Pak Harto di Cendana dan meminta bantuan dana sebesar 1 miliar untuk acara tersebut. Dan Pak Harto memberikan bantuan sebesar Rp 500.000.000.
Kemudian Amien Rais juga datang ke Jl Diponegoro, ke kediaman Probosutedjo untuk meminta bantuan yang sama. Dengan disaksikan oleh Rektor UMB dan Rektor Universitas Muhammdiyah, saat itu Probosutedjo memberikan bantuan sebesar Rp 250.000.000. Bahkan, Probosutedjo juga membantu Amien Rais dengan cara meminta Pak Harto untuk membuka acara muktamar dan mendukung Amien Rais menjadi Ketua Umum Muhammadiyah.
Bila pengakuan Probosutedjo ini menjadi benar, maka bisa dipastikan sponsor politik utama Amien Rais adalah Suharto, namun setelah ia mendapatkan posisi ketua umum Muhammadiyah dan direstui penguasa Orde Baru, Amien Rais mencium arah angin yang berubah.
Di bulan Juli 1996, PDI digempur kekuatan politik Orde Baru dengan sikap berdarah-darah, Amien Rais sendiri saat itu tidak membela PDIP bahkan di harian Republika yang headline-nya foto kosong warna hitam, menyerukan agar umat Islam berdiam diri dulu.
Kaum Nasionalis yang sedang digebuki diperhatikan terus oleh Amien Rais, disini kemungkinan besar Amien Rais sudah menilai "kekuatan politik" Suharto mulai kalap, sejak itulah Amien Rais berbalik arah menyerang Suharto dan uniknya deklarasi serangan Amien Rais pelurunya lewat tokoh kejawen terkenal Permadi, SH. Dalam diskusi-diskusi politik yang panas, Amien Rais dan Permadi,SH saat itu menjadi bintang dan ramai ditanggap oleh kelompok gerakan, sementara kekuatan PDI dihajar habis, tokoh-tokoh PRD diculik, Amien Rais terus di depan layar, jelas Suharto takut bila berhadapan dengan Muhammadiyah, di titik ini Amien Rais adalah pahlawan, ia bagai Sukarno yang mampu mewarnai jaman.
Tulisan-tulisannya di Harian Republika ditunggu banyak orang dan ia menunggu momentum kejatuhan Suharto. Gerakan mahasiswa di tahun 1998 meledak menjadi upaya penumbangan Suharto dan berhasil, disini Amien Rais dengan lihai masuk ke dalam sentral panggung sejarah, ia menggagas pertemuan politik raksasa di Monas, dan banyak pengamat politik berpendapat "Amien Rais akan menjadikan Monas sebagai 'Tianamen Kedua' mahasiswa akan digilasi tank-tank tentara, tapi ternyata gerakan Monas 20 Mei di acara Kebangkitan Nasional gagal, Amien Rais melihat mahasiswa berkerumun di kompleks MPR/DPR, Amien Rais dengan lihai di kala tokoh politik seperti Gus Dur dan Megawati pasif, ia aktif menggedor pintu MPR/DPR, sepanjang adegan 1998 Amien Rais adalah bintang sejarah.
Kondisi politik yang amat semrawut di tahun 1998 harus dihentikan, apalagi setelah BJ Habibie naik kerusuhan terus menerus meledak, lalu datanglah tiga pemimpin yang punya akar massa kuat : Megawati, Gus Dur dan Sri Sultan, kepemimpinan ini mengandung tiga hal unsur : Nasionalisme, Islam dan Adat.
Tatkala gagasan pertemuan Ciganjur dihadiri tiga tokoh itu, Gus Dur meminta Megawati menghadirkan Amien Rais, dan Mega setuju oleh Gus Dur dan Mega, Amien Rais diberikan panggung sejarah.
Tak dinyana, justru Mega dan Gus Dur dikhianati oleh Amien Rais dengan memain-mainkan hitungan angka parlemen, awalnya dalam Pemilu 1999, PDI Perjuangan mendapatkan angka 30% lebih , secara logika Megawati-lah Presiden, namun saat itu Megawati sudah komitmen dalam kesepakatan yang disepakati yaitu : "Kekuatan reformasi tidak boleh bergabung dengan Golkar" dan Amien Rais melihat Golkar ditinggal sendirian, lalu ia menghitung bahwa Golkar adalah vote getter yang kesepian, dia bisa dijadikan gayung politik, disini kemudian Gus Dur dipaksa maju oleh Amien Rais, padahal Amien Rais tau benar kondisi kesehatan Gus Dur tidak memungkinkan, namun Gus Dur menjadi satu-satunya pilihan setelah Amien Rais sendiri menolak dicalonkan menjadi Capres.
Amien Rais dengan cerdik main di posisi penting, ia menjadi Ketua MPR -sebuah jabatan yang diperhitungkan akan menjadi penting bila kekacauan politik terjadi. Amien Rais mampu bertindak seperti kancil yang cerdas ketika kondisi politik sedemikian entropik ( panas dan random), sehingga ia bisa menggeser-geser kekuatan, Amien Rais tak peduli lagi etika politik, ia bisa menjatuhkan dan menaikkan seseorang lewat kemampuannya melakukan utak atik kekuatan politik.
Ketika dirinya diserang terus oleh Gus Dur, Amien Rais menggagas kejatuhan Gus Dur.
Megawati Naik dan Pembentukan Kubu Anti Mega
Ketika Gus Dur dinilai beringas terhadap Amien Rais, maka muncullah ide menjatuhkan Gus Dur dengan sengatan-sengatan politik, dimulai dari kasus pengangkatan Kapolri sampai Gus Dur terpancing mengeluarkan dekrit Presiden RI, keluarnya dekrit itu sebenarnya Gus Dur sadar satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kekuasaan dirinya sebagai Presiden RI adalah menendang keluar Amien Rais dari sistem tapi dekrit Presiden itu salah perhitungan, justru Gus Dur dinilainya Inkonstitusional.
Megawati diamankan jalannya oleh Amien Rais, namun Amien Rais juga secara bertahap akan melemahkan posisi politik Megawati, dan pelemahannya itu lewat proses yang legal. Di masa Megawati ada amanat APBN yang harus dijalankan, Pemerintahan Megawati harus memenuhi pos dana APBN dimana salah satu kejar targetnya adalah memenuhi amanat pos Privatisasi APBN senilai Rp. 6,5 trilyun, ketika Laksamana Sukardi, Menteri BUMN harus mengejar posisi itu, muncul berita dari , surat kabar Singapura The Straits Times menyebut bahwa AM Fatwa dan Fuad Bawazir telah minta Amien Rais untuk mendukung Telkom Malaysia sebagai pembeli saham Indosat.
Namun saham Indosat dianggap oleh investor luar negeri terlalu mahal, sementara di dalam negeri masyarakat berdebat saham itu terlalu murah untuk dilego. Di satu sisi ada amanat UU yang harus dipenuhi. Megawati mengambil resiko untuk memenuhi amanat UU, dan ini menjadi kunci kelemahan Megawati. -Karakter yang paling dikenal dari Megawati ia amat patuh terhadap ketentuan yang sudah diputuskan, apalagi ketentuan itu jelas soal konstitusi.
Megawati ambil resiko, namun diam-diam Amien Rais tau, bahwa sikap ambil resiko Megawati menghajar popularitasnya, sementara Brutus sudah menunggu di seberang lautan, dan Amien Rais serta SBY bersekutu dengan SBY membentuk rezim baru dimana Megawati tersingkirkan.
Masuknya Hatta Rajasa ke dalam sistem pemerintahan SBY, awalnya diterima setengah-setengah, disanalah Amien Rais terus mengeritik SBY. Dan SBY sadar setiap ucapan Amien Rais akan menggerakkan entropi politik, lalu Hatta Rajasa diperkuat kedudukan politiknya dan sejak itu suara Amien Rais tidak terdengar lagi.
Amien Rais vs Jokowi
Suara Amien Rais muncul lagi setelah bendera politik Jokowi naik tinggi, Amien Rais melihat bahwa Jokowi bisa mengancam kestabilan kekuatan politiknya. Maka perhitungan permainan politiknya adalah dua siku : Rangkul dan Serang.
Berapa kali Amien Rais melakukan gelombang rangkul dan serang, namun hal ini dicuekin oleh pihak PDI Perjuangan, bahkan di kalangan internal PDIP nama Amien Rais semacam "alergi politik".
Berkali-kali Amien Rais menyatakan Hatta Rajasa cocok dengan Jokowi, dan ketika ucapannya tidak menjadi sebuah realitas politik maka yang dilontarkan adalah serang. Sepanjang pemanasan Pemilu 2014, Amien Rais kalah terus dalam melukan ledakan-ledakan opini, bahkan sampai menyamakan Jokowi dengan Presiden pamabuk dari Filipina, Erap Estrada. '
Ledakan opini Amien Rais saat ini malah menjadi "langkah-langkah" politik baru, ia membangun kekuatan politik Islam yang akan digandengkan dengan Partai Demokrat, maka untuk itu ia mengajukan proposal politik : "Poros Indonesia Raya" sebuah koalisi yang diharapkan memecah suara Jokowi sekaligus menaikkan nilai tawar politik ke Jokowi.
Sikap kubu Jokowi yang sedari awal menolak Kabinet Dagang Sapi dan melakukan Kabinet Kerja yang profesional membuat blingsatan banyak Partai, jelas proyek-proyek kementerian yang digarap banyak partai akan dijadikan transparan oleh Jokowi.
Disinilah kemudian ada usaha politik untuk melemahkan kedudukan Jokowi. Ketika Amien Rais melakukan utak atik politik, Amien Rais lupa bahwa perang Pilpres 2014 adalah memilih figur bukan memilih Partai, kekuatan figur justru dilupakan oleh Amien Rais, apalagi ada selentingan dia yang akan menjadi Capres dari Koalisi Indonesia Raya, bila ini terjadi justru Amien Rais akan menjadikan dirinya bersama Wiranto sebagai "Capres Gagal Abadi" karena toh, bila hari ini Amien Rais maju melawan Jokowi ia bakal dipermalukan, karena rakyat sedang gandrung pada diri Jokowi.
-Anton DH Nugrahanto-
(Kompasiana/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email