Dokter Fiera
Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerjasama selama kasus ini terjadi sampai hari ini. Kepada kolega-kolega saya sesama dokter, jajaran Polres Solok, jajaran Polsek Solok, Banser, teman-teman media juga kepada pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Saya ucapkan terimakasih dan semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan YME
Peristiwa yang menimpa saya menjadi pelajaran yang sangat berharga bahwa dalam segala kekurangan, dalam situasi yang membuat kita tidak nyaman maka sebagai muslim kita harus tabayyun yang artinya berdialog secara baik-baik. Berbeda pendapat harus diselesaikan dengan cara yang beradab. Merespon suatu peristiwa dengan intimidasi dan penghinaan bukanlah karakter seorang muslim dan manusia yang beradab. Saya berada disini untuk menjelaskan peristiwa sesungguhnya yang menimpa saya agar tidak terjadi lagi informasi simpang siur.
Kronologis yang saya alami sebagai berikut;
1. Pada periode tanggal 19 – 21 Mei 2017, saya membuat status di akun Facebook pribadi saya. Status tersebut berbunyi :
“kalau tidak salah, kenapa kabur? Toh ada 300 pengacara n 7 juta ummat yg siap mendampingimu, jgn run away lg dunk bib”
“kadang fanatisme sudah membuat akal sehat n logika tdk berfungsi lagi, udah zinah, kabur lg, masih dipuja & dibela”
“masi ada yg berkoar2 klo ulama mesumnya kena fitnah, loh…dianya kaburr, mo di tabayyun polisi beserta barbuk ajah ga berani”
Status diatas berisi pernyataan keheranan saya setelah melihat berita konferensi pers pihak kepolisian di media massa dan televisi terkait tentang kebenaran barang bukti kasus chat mesum Firza Husein yang sudah disita polisi. Saya hanya menanggapi berita kaburnya seorang Habib yang akan diminta keterangannya oleh polisi di Jakarta dalam kasus chat mesum dan kasus hukum lain yang menimpa habib tersebut. Saya seperti netizen lainnya hanya mengemukakan apa yang ada dalam hati dan pikiran saya tanpa ada maksud dan tujuan apapun.
2. Setelah membuat postingan Facebook tersebut, saya mengajak kedua anak saya jalan-jalan keluar rumah sambil makan siang kebetulan hari minggu dilanjutkan main ke arena permainan anak anak sampai sore. Malam harinya, saya baru buka HP dan Facebook, ternyata sudah banyak kiriman permintaan perteman yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Beberapa akun orang lain sudah capture status di akun saya dan membagikannya ke Facebook dengan ditambahi kata-kata yang provokatif, yang kotor, yang mengajak orang lain untuk membenci saya dan melaknat saya. Status-status saya menjadi viral di Facebook terutama di pengguna Facebook Sumatera Barat dimana saya tinggal. Karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, sayapun segera menutup akun saya.
3. Hari senin pagi, tanggal 22 Mei 2017, saya beraktivitas seperti biasa, mengantarkan anak-anak ke sekolah karena sedang dilaksanakan ujian naik kelas, dan saya pun berangkat bekerja seperti biasa. Sekitar jam 9 pagi saya di telepon pihak kantor (RSUD Solok) untuk menemui Wakil Direktur RSUD Solok, dr. Elfahmi. Saat menghadap, dr. Elfahmi memberitahukan bahwa postingan Facebook saya sudah di capture orang lain dan dibagikan ke banyak group Facebook dengan ditambahi kata-kata provokatif dan tuduhan bahwa saya telah menghina ulama mereka. Pihak manajemen rumah sakit meminta saya untuk menghapus postingan tersebut dan menghilangkan data di profil saya yang menyebutkan tempat saya bekerja di RSUD Kabupaten Solok. Saya langsung melaksanakan anjuran tersebut dengan menghapusnya.
4. Tak berapa lama kemudian saya langsung menjemput anak saya karena ujian sekolah hari itu selesai. Saat saya sedang menjemput anak di sekolah, saya mendapat telepon lagi dari rumah sakit bagian pelayanan medis, drg. Basyir Busnia yang menginformasikan bahwa ada intel polisi mencari saya dan saya diminta segera datang ke kantor RSUD Solok. Saya kaget, shock juga, kenapa ada intel polisi mau bertemu dengan saya? Ternyata mereka tidak sabar menunggu saya di RSUD Solok, intel polisi tersebut langsung menyusul saya menuju tempat dimana saya berada saat itu, yaitu di toko roti samping rumah sakit saat saya sedang membelikan roti untuk anak-anak saya. Intel polisi tersebut memaksa saya untuk segera ikut dengan mereka. Awalnya mereka minta ke rumah saya, lalu saya tolak, terus mereka minta bawa saya ke kantor polisi, saya tidak mau, akhirnya saya kembali dibawa ke kantor RSUD Solok beserta kedua anak saya yang baru pulang sekolah.
5. Begitu sampai dikantor RSUD Solok, salah satu intel polisi tersebut (yang berjumlah 3 orang) memperkenalkan diri sebagai Kasad Intel polisi kota Solok, bernama Ridwan. Kanit intel tersebut memperlihatkan konten Facebook dari handphonenya, bahwa ada postingan kelompok FPI yang tidak senang terhadap postingan saya di Facebook dan berencana dengan kelompoknya berniat menggerebek dan menangkap saya.
Dengan alasan untuk melindungi saya, Ridwan mulai menginterogasi saya di kantor RSUD Solok, tanpa menunjukkan surat tugasnya. Sebelum diinterogasi, saya terlebih dahulu difoto oleh anggotanya, setelah itu baru diinterogasi. Saya ditanya tentang nama, umur, pekerjaan dan alamat. Kemudian saya ditanya mengapa sampai membuat postingan tersebut? Saya jawab, status tersebut saya buat spontan saja karena melihat berita di media massa dan berita di televisi yang berkembang saat itu. Status Facebook saya diviralkan oleh oknum Hidayatullah dan oknum lainnya di berbagai media sosial (Facebook dan Whatsapp Group) dengan ditambahi kata-kata yang provokatif dengan tujuan orang yang membacanya menganggap saya sebagai penghina ulama besar mereka. Padahal status saya tersebut normatif tanpa menyebut nama seseorang dan tanpa mencantumkan foto seseorang.
6. Saya juga ditanya apakah ada pihak lain yang memerintahkan atau mendorong saya untuk membuat postingan status Facebook tersebut? Saya jawab tidak ada.
Setelah melihat dan memeriksa postingan Facebook di akun saya, Ridwan bertanya kepada saya, apakah saya pendukung kebijakan Ahok dan Bapak Presiden Jokowi? Saya membenarkan saya pendukung pak Jokowi sejak 2014 dan pendukung Ahok, karena saya kagum dengan program-program beliau dan menurut saya beliau berdua adalah sosok pemimpin yang anti korupsi. Kemudian Ridwanf menyuruh saya agar meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi.
Saat itu Ridwan juga meminta HP yang saya pegang, karena saat proses interograsi ada beberapa nomor telepon yang tidak saya kenal, masuk ke WhatsApp saya. Beberapa nomor telepon whatsapp yang masuk memakai profil foto Rizieq Shihab, ada juga nomor dengan profil foto orang berjubah dan bersorban putih, beberapa nomor telepon yang masuk ada wanita memakai hijab, ada yang tanpa foto profil, dan banyak lainnya. Kemudian Ridwan membuka WA di HP saya, dan membaca chat WA orang-orang tersebut serta seakan-akan mencatat nomor HP mereka di selembar kertas.
Ridwan meminta saya agar jangan macam-macam dulu, saya diminta cukup menjalankan tugas sebagai dokter saja. Dan Ridwan mengatakan hati-hati, karena ada kelompok FPI yang akan mencari saya. Ridwan memberikan nomor telepon, saya diminta menelpon jika ada hal yang terjadi.
7. Selesai diinterogasi oleh pihak kepolisian, sekitar jam 1 siang, tanggal 22 Mei 2017, saya dan anak-anak saya turun keparkiran menuju mobil saya. Setelah masuk kedalam mobil, tiba-tiba mobil saya sudah dikelilingi oleh beberapa orang berjubah, berjanggut dan berkopiah putih-putih. Mereka mengetuk-ngetuk jendela mobil saya. Lalu saya segera menelpon Ridwan tadi, setelah itu saya membuka pintu mobil untuk berkomunikasi dengan mereka. Ridwan datang saat saya sedang berbicara dengan salah satu utusan FPI tersebut. Rombongan FPI meminta saya supaya jangan bersikap seperti itu (membuat status di Facebook), saya lalu meminta maaf kepada mereka dan berjanji tidak akan berbuat seperti itu lagi. Mereka kemudian meminta saya membuat surat pernyataan dengan tulisan tangan diatas kertas dan difotokan. Mereka meminta saya untuk secepatnya memposting surat pernyataan permintaan maaf tersebut di akun Facebook milik saya.
Saya menjawab beri saya waktu sekitar satu jam untuk pulang terlebih dahulu, makan dan sholat. Akhirnya saya diperbolehkan jalan pergi, tetapi sebelum sempat jalan, tiba-tiba saya di suruh buka kaca mobil lagi dan mereka mengatakan bahwa FPI di seluruh Sumatera Barat akan bergerak menemui saya. Jadi cepat saja membuat surat pernyataan permintaan maaf itu dan memposting di akun Facebook milik saya. Saya menyatakan bersedia melakukannya. Saat itu anak-anak saya menangis karena ketakutan melihat keberadaan mereka , anak saya juga ketakutan karena melihat Ridwan membawa pistol kecil yang diselipkan di pinggang belakangnya.
8. Saya akhirnya mampir ke Masjid dekat RSUD Solok, sholat sebentar, sementara anak-anak saya masih terus menangis. Anak-anak saya takut pulang, karena anak-anak saya takut saat dirumah akan diserbu oleh orang-orang yang tidak dikenal. Saya akhirnya juga ikut menangis, lalu saya tenangkan anak-anak saya dan saya ajak pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, saya dan anak-anak ketakutan, saya telepon beberapa orang teman, mereka cemas dengan keberadaan saya, tetapi semua teman saya tak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu tidak ada siapapun disekeliling saya yang mendukung dan menemani saya. Tidak ada satupun orang yang berani membantu saya.
9. Setelah saya posting surat pernyataan dan permintaan maaf saya di Facebook, dalam waktu satu jam, laman facebook saya malah kembali dibongkar-bongkar oleh mereka. File-file album pribadi saya berupa foto-foto saya dan anak-anak saya dan postingan lama saya mereka munculkan kembali dan disebar ke banyak group facebook. Mereka mengambil foto saya dan mengedit dengan vulgar, tidak senonoh dan ditambahi dengan kata-kata jorok yang sangat tidak pantas bagi seorang perempuan.
Bukannya mereka menjadi reda dan tenang dengan adanya postingan surat pernyataan dan permintaan maaf yang saya bua , tetapi mereka malah semakin menjadi-jadi dan tak terkendali. Akhirnya sore itu juga saya memutuskan untuk kembali menutup akun Facebook saya demi kenyamanan dan keamanan saya dan anak-anak saya. Saat malam harinya saya dan anak-anak sulit tidur, karena mendengar anjing tersebut berlangsung sampai jam 2 dini hari.
10. Keesokan harinya, selasa, 23 Mei 2017, anak-anak bersiap untuk pergi sekolah dan ujian. Saya mengantar mereka ke sekolah dan saya ke rumah sakit bekerja seperti biasa. Setelah mengantarkan anak-anak pulang dari sekolah, tiba-tiba, saya mendapat telepon pagi itu dari drg. Basir Busnia lagi , saya disuruh datang ke kantor RSUD Solok segera, tanpa penjelasan lebih lanjut. Ternyata sesampai di RSUD, sudah banyak orang berjubah di halaman rumah sakit serta ada beberapa mobil polisi. Saya mulai panik, banyak telepon masuk dari pegawai rumah sakit yang bertanya kepada saya apa yang terjadi, banyak orang dan polisi mencari-cari saya. Saya langsung masuk ke dalam rumah sakit
Saya langsung menemui wakil direktur rumah sakit , dr. Elfahmi. Saya diberitahu bahwa ada sekelompok pemimpin ormas termasuk ketua FPI mau bertemu dengan saya. Saya diminta tidak menjawab, harus patuh dengan keinginan mereka kalau ingin selamat dan kasus ini tidak berlanjut. Dan saat itu saya bersedia mengikuti saran tersebut. Kemudian dengan dikawal dua orang staf kantor, saya dibawa menemui direktur RSUD di ruangan khusus.
Disana, direktur RSUD Solok, drg. Epi marah besar dan melotot serta menunjuk-nunjuk saya. Beliau sangat kesal karena saya membawa masalah bagi rumah sakit serta minta saya jangan macam-macam. Itu diulangi dengan tegas dan saya diminta patuh dengan kemauan para ormas nantinya, supaya urusan cepat selesai dan saya diminta berjanji di depan direktur untuk patuh dan tidak macam-macam. Bahkan saya diminta untuk tidak tersenyum dan harus menunjukkan wajah atau ekspresi bersalah dan menyesal saat nanti di pertemuan dengan para anggota FPI.
11. Akhirnya saya dibawa ke ruang pertemuan dengan para petinggi ormas FPI serta Kepala Polisi Kota Solok, Kompol Darto, Kasad Intel Ridwan berserta direktur dan jajaran direksi RSUD Kabupaten Solok. Saya diminta menyampaikan permintaan maaf,menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi. Saya mengucapkan hal tersebut dengan terbata-bata, menahan tangis dan perasaan yang campur aduk, karena saya dibawah tekanan dan posisi ketakutan. Saat pertemuan itu saya juga menyatakan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi.
Setelah saya ucapkan, gantian para petinggi ormas dan FPI tersebut mengenalkan diri, membahas masalah ini dan menceramahi saya secara bergantian. Saat itu saya patuh dan mendengarkan semua ceramah sampai selesai. Pada intinya para petinggi FPI tidak terima dengan apa yang sudah saya perbuat melalui postingan status di Facebook, menurut mereka semua kasus Habib Rizieq Shihab itu adalah fitnah dan rekayasa belaka. Menurut mereka saya sudah terpengaruh oleh berita di media massa yang sudah dikuasai oleh asing dan aseng yang bertujuan untuk menyudutkan Habib Rizieq Shihab dan Umat islam. Disertai kutipan ayat mereka terus menceramahi saya sampai selesai.
Saya diminta membuat surat pernyataan yang awalnya saya tulis tangan, terus diketik komputer, diprint dan ditandatangani oleh saya dan beberapa orang hadir dalam pertemuan tersebut. Kecuali Direktur rumah sakit dan Kasad Intel Ridwan tidak ikut tandatangan. Pertemuan yang berlangsung lebih dari satu jam diakhiri dengan sesi foto bersama sebagai bukti telah diadakan pertemuan tersebut.
12. Saya pikir dengan pertemuan tersebut semua masalah akan selesai, ternyata tidak sama sekali. Foto-foto pertemuan tersebut kembali menjadi viral di media sosial, mereka terus membicarakan dan menggunjingkan saya. Pertemuan yang harusnya menyelesaikan masalah dan membuat suasana menjadi damai, ternyata bagi mereka tidak cukup. Foto-foto pertemuan tersebut diviralkan dengan ditambahi kata-kata yang provokatif dan kata-kata penghinaan terhadap saya. Bahkan status-status facebook saya sebelumnya juga terus digulirkan di media sosial, sehingga masyarakat semakin menjadi benci kepada saya karena saya dituduh menghina Ulama dan menghina agama Islam.
Bahkan mereka mengatakan akan membunuh saya, merajam saya, membakar saya, menyumpal saya dengan gagang cangkul. Mereka menuduh saya sebagai pelacur penghina ulama, mereka menuduh saya komunis dan PKI, mereka menuduh saya murtad, semua caci maki dan ungkapan kebencian mereka tumpahkan kepada saya.
13. Malam hari masih ada orang yang berkeliaran di sekitar rumah saya seakan-akan terus membuntuti saya dan anak-anak saya. Intimidasi dan teror berupa telepon masih saya alami saat itu, tidak jarang mereka menelpon saya berkali-kali saat larut malam sampai pukul 02.58. Masih ada beberapa pihak atau oknum yang sangat ingin mencari dan bertemu dengan saya serta ingin melampiaskan amarah dan sakit hati mereka kepada saya. Mereka juga masih sering menebar ancaman untuk terus menghukum saya. Kejadian ini membuat saya merasa sudah dipermalukan, dicemarkan nama baik saya bahkan telah dilakukan pembunuhan karakter yang begitu massive kepada saya.
Sementara tidak ada dukungan nyata dari teman sejawat atau pun pihak lain yang berada disekitar saya. Bahkan beberapa teman sejawat di kantor tempat saya bekerja lebih memilih aman dengan menjauhi saya.
Saya merasa tidak aman dan terancam yang paling saya pikirkan adalah beban psikis dan psikologis anak-anak saya yang belum siap menghadapi kondisi ini. Subuh sekitar pukul 04.30 WIB ada serombongan orang bermotor lewat depan rumah saya sambil berteriak-teriak dan bersorak sorai tidak jelas. Peristiwa itu bukan hal yang biasa, karena rumah saya berada di komplek perumahan yang sepi.
14. Malamnya, Jumat tanggal 26 Mei sekitar jam 23.45 datanglah Kapolres bersama jajarannya ke rumah tetapi saya tidak tahu karena HP silent jadi tidak mendengar. Keesokan harinya, Sabtu, 27 Mei Kapolres datang ke rumah kemudian jumpa pers di Polres sampai sore hari kemudian usai buka puasa datang wakil dari Polres memberikan beberapa pertanyaan, belum lagi wakil Polres itu selesai saya ditelpon Kapolres yang minta saya jam 22.00 malam itu juga untuk hadir dalam pertemuan dengan bebagai instansi daerah, termasuk walikota, bupati, wakil bupati, wakil masyarakat, anggota dewan, pihak rumah sakit dan FPI. Saya menolak karena saya lelah seharian berada di kantor Polres.
15. Minggu 28 Mei siang hari saya didatangi tiga orang laki-laki yang mengaku anggota Kodim namun saya tidak mau menemui mereka. Mereka sempat satu jam berada di depan rumah saya namun saya berhasil foto mereka dari balik jendela. Sekitar jam 13.00 datang polisi yang ingin bertemu dengan saya namun saya juga tidak bersedia menemui mereka. Hari itu saya tidak mau menemui siapapun karena saya lelah fisik dan psikis.
16. Atas berbagai pertimbangan diatas yaitu keselamatan saya dan anak anak saya serta tidak adanya pihak yang akan melindungi saya disini, ditambah suasana di lingkungan pekerjaan yang sudah tidak nyaman lagi, saya memutuskan untuk berkeinginan keluar dari Kota Solok, Sumatera Barat ini. Saya tidak mempunyai pilihan lain lagi, dan menurut beberapa pihak yang saya ajak berkonsultasi, pindah adalah solusi pilihan terbaik untuk situasi dan keadaan saya ini. Akan sangat berbahaya jika ditunda lebih lama demi keselamatan saya beserta kedua anak saya yang berumur 8 dan 9,5 tahun.
17. Saya berhasil minta tolong kepada kolega-kolega saya diluar Sumatera Barat sehingga pad 29 Mei saya dijemput oleh relawan dari Jakarta. Saat hendak berangkat ke Jakarta datang tiga orang anggota Banser menemui saya kemudian diputuskan salah satu anggota ikut sampai bandara di Padang. Sebelum berangkat saya menulis surat cuti ditujukan kepada Kepala RSUD Solok kemudian saya menemui kepala keamanan di kompleks rumah saya sambil menitipkan rumah. Kepala keamanan sempat bersitegang dengan saya karena menyalahkan saya bahwa lingkungan kompleks sering didatangi orang tidak dikenal. Saya bersikeras bahwa hal itu bukan kesalahan saya apalagi saya sudah menyatakan permintaan maaf. Kemudian saya singgah ke kantor Polres dan diterima oleh Kapolres, Wakapolres dan jajarannya. Saya pamit ke Jakarta untuk menjernihkan pikiran saya sekaligus mengajak anak-anak berlibur. Kapolres kemudian minta anggotanya untuk mengawal dengan kendaraan Patwal sampai bandara dan sesampai di bandara ada seorang anggota Banser dari Pariaman yang menemui saya untuk menyampaikan salam dari Banser lainnya.
Saya berharap peristiwa yang menimpa saya tidak terjadi lagi kepada siapapun. Negara harus hadir melindungi warga negaranya, negara kita Bhinneka Tunggal Ika dan negara hukum, kita harus ikuti pedoman negara dalam kehidupan sehari2.
Saat ini saya belum memutuskan dan mempunyai rencana lain kedepan. Namun yang pasti sebagai dokter saya akan tetap mengabdi untuk masyarakat. Sekarang saya ingin menghabiskan waktu berlibur bersama anak-anak dan bertemu dengan teman2 sambil merenung atas semua ini
Sekali lagi terimakasih kepada semua pihak termasuk teman-teman media. Selamat berpuasa Insyalah puasa kita diterima oleh Allah SWT.
Jakarta, 1 Juni 2017
Salam,
Fiera Lovita
(Sejuk/Gerilya-Politik/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email