Pesan Rahbar

Home » » Lentera Ramadhan; Dari Cerita Rakyat Mesir Sampai Komoditas Ekspor

Lentera Ramadhan; Dari Cerita Rakyat Mesir Sampai Komoditas Ekspor

Written By Unknown on Saturday, 10 June 2017 | 10:37:00


Lentera Ramadhan, cerita rakyat Mesir terkait bulan Ramadhan, dimana melangkahkan kaki dari tradisi Arab dan simbol bersama untuk warga Mesir, kaum muslim dan umat Kristiani, dan sekarang ini termasuk salah satu komoditas mendasar di pasar-pasar ekspor negara ini.


Menurut laporan IQNA di Mesir, menyalakan lentera di rumah, gang dan tempat kerja termasuk salah satu tradisi pada bulan suci Ramadhan; penerangan dengan lentera merupakan simbol perayaan dan tradisi dimana permulaannya kembali pada lebih dari seribu tahun silam.


Akar Sejarah Lentera Ramadhan di Mesir

Dr. Abdurrahim Raihan, pakar barang antik Mesir mengatakan, Lentera menjadi tradisi dan adat warga Mesir pada tanggal 15 Ramadhan tahun 362 H, atau tahun 972 M, saat Raja Muiz Li dinillah, raja ke-4 Dinasti Fatimiyah pada malam hari tiba di perbatasan Kairo guna menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahannya.

Dr. Raihan menjelaskan, sebelum pemerintahan Fatimiyah, lentera hanya digunakan untuk penerangan di malam hari, namun setelah itu berubah menjadi sarana hiburan dan anak-anak membawa lentera dari gang-gang dan jalan dan meminta hadiah dari warga seperti manisan, dimana pencetusnya adalah masyarakat Fatimiyah.


Cerita lain juga dipaparkan, yaitu pada masa al-Hakim Biamrillah, salah satu raja Fatimiyyah, melarang keluarnya para wanita Kairo pada malam hari, namun pada bulan Ramadhan, dengan syarat seorang anak kecil membawa lentera bersama para wanita dan remaja putri, mereka diperbolehkan untuk keluar dari rumah sehingga para pejalan mengerti dan memberikan jalan untuk mereka. Setelah itu anak-anak terbiasa membawa lentera.

Demikian juga dikatakan, munculnya lentera sebagai salah satu manifestasi bulan Ramadhan terkait dengan pembacaan sahur, yang membangunkan warga untuk bersahur pada bulan Ramadhan.

Ia menggantungkan lentera di menara masjid jami’ guna mengumumkan waktu sahur dan anak-anak menyertainya dengan lentera sampai akhirnya lentera terkait dengan bulan Ramadhan dan menjadi permainan anak-anak dan lantunan-lantunan tersohor mereka.

Apapun itu, lentera khususnya di Mesir merupakan simbol bulan penuh berkah dan sekarang ini juga anak-anak Mesir, setelah berbuka puasa berjalan-jalan dengan memegang lentera dan sambil bernyanyi.

Persaingan Cina dengan Warga Mesir dalam Memproduksi Lentera Lentera di era sekarang memiliki bentuk baru, semisalnya Cina dengan keterampilan khususnya membuat lentera dengan beragam bentuk dan ukuran. Namun diantara lentera tersohor Ramadhan adalah lentera Abu Tarikah, al-Mu’allim dan lentera Fawanis, yang dibuat dalam bentuk boneka atau tokoh-tokoh kesukaan anak-anak. Namun lentera-lentera plastik kecil memiliki kedudukan tersendiri dan dikarenakan murah dan keberagaman bentuknya maka mendapat sambutan para pembeli Mesir dan termasuk permainan yang mudah dibawa dan selaras untuk anak-anak, selain lentera-lentera ini juga dibuat dalam bentuk tokoh-tokoh tersohor Mesir dan ini menunjukkan bahwa lentera termasuk simbol-simbol Ramadhan di Mesir, yang tanpanya Ramadhan di negara ini tidak akan memiliki arti dan makna.


Meski lentera-lentera ini hanya terkait dengan bulan Ramadhan semata, namun pembuatannya tidaklah kenal musim dan terus bergulir sepanjang tahun; sampai-sampai jika kebetulan melewati kawasan Al-Azhar sampai Bab al-Sya’riyah dan al-Ghoriya, dengan melihat pabrik dan desainer lentera maka anda akan memahami situasi bulan Ramadhan.

Dalam sepanjang masa, bentuk lentera-lentera Mesir mengalami perubahan. Awalnya lentera ini adalah selembar timah yang dinyalakan dengan sebuah lilin dan sekitarnya ditutupi kaca, namun lambat laun menggunakan kaca warna warni dan diatasnya diberi bermacam-macam gambar dan setelah itu muncullah lentera kayu sampai pada akhirnya sekarang ini juga muncul lentera listrik.

Selanjutnya tradisi ini berpindah dari Mesir ke mayoritas negara-negara Arab dan berubah menjadi salah satu tradisi bulan suci Ramadhan, khususnya di Damaskus, Aleppo, Quds, dan Gaza.


Lentera Ramadhan, Keterampilan bukan Industri

Amu Majdi (50 tahun) yang menghabiskan umurnya di sebuah pabrik di Iskandariya untuk membuat lentera mengatakan, lentera bukan semata industri, namun sejenis keterampilan, inovasi dan bakat.


Ia menegaskan, bertentangan dengan sebuah lentera yang sudah siap, pembuatan lentera tidaklah gampang, namun memiliki poin-poin seni mendetail dan gambar-gambar Islam, yang menjadi hasil karya ahli dalam sejarah seni Islam dan sebuah karya kerajinan tangan yang luar biasa.

Majdi menegaskan, lentera klasik yang dibuat dari tembaga dan lembaran besi memiliki tiga bagian, kubah, kotak dan lantai dan tahap-tahap pembuatannya dimulai dengan membentuk lembaran-lembaran besi. Kemudian digambar dan lempengan-lempengan lentera dikumpulkan dan disolder dan kemudian dipasang beberapa kaca dan sarana-sarana hiasan lainnya.


Majdi mengatakan, semua beranggapan kami mulai membuat lentera-lentera ini dua bulan sebelum tibanya bulan Ramadhan, padahal sejatinya kami memulai pekerjaan ini langsung setelah hari raya Idul Adha, karena pembuatan satu lentera dengan melihat ukuran dan gambar berlangsung sekitar tiga hari sampai dua pekan.

Ia mengisyaratkan macam-macam lentera klasik. Ia menegaskan, lentera klasik memiliki beberapa nama; seperti al-Afrit yang dinisbatkan pada Afrit Ismail Yasin, dan Taj al-Mulk, dan al-Shamamah, dimana desainnya menyerupai tahta, dan atau lentera lima siku dan lentera Tablah al-Alimah.

Ia menegaskan, kami menentang penggunaan teknologi dalam lentera, yang berdampak pada identitas dan budayanya dan kami tidak ingin merubah lentera-lentera kami menjadi lentera tak bernyawa dan tak beridentitas Cina yang hanya sekedar alat permaian kartun semata.


Pasar Ekspor Lentera

Amu Majdi mengisyaratkan, setelah lentera-lentera Cina menguasai pasaran beberapa waktu, kini lentera Mesir dapat kembali mengambil kedudukannya dan sekarang bukan hanya sekedar kita mengendalikan pasar Mesir, namun kami mengekspor lentera-lentera tersebut ke beberapa negara Arab, dan bahkan Italia, Yunani, Indonesia menurut permintaan para minoritas muslim.

Dr. Naji Abbas, peneliti warisan Islam di unviersitas Damanhur juga mengisyaratkan bahwa lentera termasuk inovasi Mesir yang dipindahkan dari Mesir ke beberapa negara Islam lainnya. Ia mengatakan, dengan melarang impor lentera-lentera Cina, para pengrajin merubah lentera-lentera lama dan memaparkannya dengan bentuk dan bahan-bahan kerajinan baru seperti batu marmer, kaca warna warni dan atau lentera musik.












(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: