Para pejabat Myanmar mengklaim bahwa komunitas muslim negara ini tidak teraniaya dan tidak ada sesuatu untuk menyembunyikan; jika demikian, kenapa suu Kyi, pemimpin negara saat ini yang juga mendapatkan hadiah nobel perdamaian, tidak mengizinkan sejumlah lembaga riset organisasi PBB untuk mesuk ke negaranya guna mengkaji kekerasan yang meluas terhadap umat muslim?
Menurut laporan IQNA, minoritas muslim Rohingya di Myanmar bertahun-tahun telah mendapati penindasan pasukan keamanan negara ini dan kekerasan para ekstremis Buddha. Kelompok pembela HAM dan lembaga-lembaga internasional seperti PBB sampai sekarang tidak mampu melakukan kinerja efektif guna menghalau kekerasan-kekerasan terhadap umat muslim di Myanmar.
Situs berita Carbonated TV dalam sebuah pembahasan mengisyaratkan hal ini, juga mengkritik keengganan para pejabat Myanmar untuk memberikan izin riset ke sejumlah lembaga-lembaga independen terkait penindasan dan penganiayaan terhadap umat muslim.
Dalam pembahasan tersebut dipaparkan, para pejabat Myanmar mengklaim bahwa umat muslim negara ini tidak mendapatkan diskriminasi dan penganiayaan dan tidak ada sesuatu yang perlu disembunyikan.
Jika demikian, kenapa Aung San Suu Kyi, pemimpin negara saat ini, yang juga pemenang nobel perdamaian tidak mengizinkan sejumlah lembaga riset organisasi PBB untuk mesuk ke negaranya guna mengkaji kekerasan yang meluas terhadap umat muslim?
Setelah pemerintah Myanmar menghapus undang-undang pemerintahan militer di negara ini dan berupaya untuk melaksanakan demokrasi, banyak sekali warga berharap upaya-upaya pemerintah baru untuk menyelesaikan krisis muslim Rohingya, yang sudah dimulai sejak tahun 2012.
Genosida Muslim dengan Lampu Hijau Pemenang Hadiah Perdamaian
Banyak yang berkeyakinan bahwa Suu Kyi sedang berupaya untuk menjamin hak-hak umat muslim negara ini; kaum muslim yang meski sudah berabad-abad lamanya tinggal di negara ini, dalam beberapa tahun terakhir terusir dari masyarakat dan bahkan hak kewarganegaraan mereka tidak dikenal secara resmi.
Namun setelah Suu Kyi melarang pemakaian istilah Rohingya di Myanmar guna memuaskan para ekstremis Buddha negara ini, seluruh harapan kini benar-benar sirna.
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh para Buddhis di pemerintahan negara ini masih terus menyebar, bahkan orang seperti Suu Kyi bahkan juga tidak berhasrat atau mampu untuk berupaya menyelesaikan problem umat muslim negara ini.
Suu Kyi yang hampir 15 tahun mendekam dalam penjara rumah dikarenakan aktivitas-aktivitas HAM nya mengklaim tidak berhasrat, dikarenakan sebuah minoritas yang tidak dikenal secara resmi, menyakiti mayoritas Buddha negaranya.
Bahkan dengan melihat beragam laporan tentang kinerja-kinerja yang dilakukan terhadap umat muslim negara ini, nampaknya diri Suu Kyi juga benar-benar memiliki andil dalam menjalankan diskriminasi dan kekerasan terhadap umat muslim negara ini.
Namun poin penting yang sangat mencolok sekali lagi pada hari-hari terakhir adalah larangan ketua pemerintahan Myanmar akan pengeluaran izin untuk masuknya anggota tim peneliti PBB ke negara ini guna mengkaji tentang pembunuhan, penganiayaan, dan pelanggaran-pelanggaran yang dijalankan terhadap umat muslim oleh pasukan keamanan Myanmar.
HE. U Kyaw Zeya, Menteri Luar Negeri Myanmar membela kinerja pemerintah dan mengatakan, sama sekali tidak ada alasan dimana kami memberikan izin mereka (PBB) akan pengutusan seseorang untuk misi pencarian fakta dalam ranah ini.
PBB memutuskan untuk melakukan riset pasca publikasi laporan-laporan yang mendasarkan penindasan militer atas umat muslim kawasan Rakhine pada bulan Oktober lalu.
Namun aksi-aksi para ekstremis Buddha dengan dukungan pemerintah Myanmar terhadap umat muslim di kawasan ini sudah ada bertahun-tahun sebelumnya dan meningkat pada tahun 2012.
Sejumlah kekerasan ini sampai sekarang telah menewaskan ratusan muslim dan terlunta-luntanya puluhan ribu orang.
Namun penindasan terakhir secara langsung dilakukan oleh pemerintah Myanmar dan dengan dalih tewasnya beberapa personil keamanan di kawasan ini dan memiliki dimensi lebih luas.
Organisasi pengamat HAM PBB menyebut prosedur ini sebagai sebuah bagian dari langkah-langkah pemerintah Myanmar dalam melakukan genosida etnis muslim yang terorganisir.
Pasukan negara ini didakwa telah membumihanguskan desa-desa kawasan muslim Rohingya dan pasukannya telah menganiaya para muslimah secara besar-besaran.
Nampaknya, para pejabat PBB baru-baru ini mendapatkan masalah genosida muslim di Myanmar dan menggunakan upayanya untuk menghalau kesinambungan kinerja ini.
Namun dengan adanya publikasi beragam laporan tentang pelanggaran hak-hak muslim oleh pasukan militer dan keamanan, Suu Kyi masih trus menolak permintaan PBB untuk melakukan riset dalam hal ini dan mengklaim bahwa hal ini akan meningkatkan ketegangan di negara.
Sementara menghalau aksi riset ini sama sekali tidak akan membantu menyelesaikan krisis yang ada. Dengan melihat semua masalah ini sampai sekarang ada pertanyaan, apakah Suu Kyi benar-benar patut untuk mendapatkan penghargaan nobel perdamaian dan atau para pejabat akademi nobel tidak melakukan kekeliruan dalam pemilihannya? Dan jika demikian apakah sudah bukan masanya untuk mengambil hadiah ini darinya dan memberikan kepada seseorang yang benar-benar layak akan hal ini?
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email