Pesan Rahbar

Home » » Maksud Persaudaraan Islam

Maksud Persaudaraan Islam

Written By Unknown on Friday, 14 July 2017 | 08:32:00


Al-Ukhuwwah Al-Islâmiyyah (Persaudaraan Islam)

Allah 'azza wa jalla berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَ اتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang beriman itu saudara, maka damaikanlah di antara dua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu diberi rahmat .


Suatu hari Muslim bin Syihâb atau Zuhri datang kepada Imam ‘Alî Zainul ‘Âbidîn dengan wajah yang sedih, kemudian dia sampaikan keluhannya, sebab dia telah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari sebagian kaum muslim yang tidak sepaham dengannya.

Imam ‘Ali bertanya kepadanya, “Mengapa keadaanmu begitu sedih?”

Zuhri berkata, “Wahai putra Rasûlullâh, sedih dan susah telah menyelimuti diriku, karena aku telah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang-orang yang hasad dan rakus, padahal mereka itu orang-orang yang aku harapkan (untuk menerima kebenaran) sementara aku telah berbuat baik kepada mereka, namun pada kenyataannya mereka tidak seperti yang aku harapkan.”

Imam ‘Ali berkata, “Jagalah lidahmu supaya kamu dapat menguasai saudara-saudaramu itu.”

Zuhrî berkata, “Wahai putra Rasûlullâh! Aku telah berbuat baik kepada mereka sebelum aku katakan.”

Imam ‘Ali as berkata, “Jauh...jauh! Jangan kagum dengan dirimu, jangan kamu bicara yang diingkari oleh hati sekalipun kamu bisa berdalih, maka tidak setiap orang yang diperlakukan kasar dapat memberi maaf. Zuhri! Bukankah wajib atas kamu menjadikan seluruh kaum muslim itu sebagai keluargamu sendiri? Kemudian kamu jadikan orang Islam yang lebih tua darimu sebagai orang tuamu, yang lebih muda darimu sebagai anakmu (atau adikmu) dan yang sebaya denganmu sebagai saudaramu? Apabila kamu perlakukan orang Islam seperti itu, maka orang Islam yang manakah kiranya yang akan kamu zalimi? Orang Islam yang manakah yang akan kamu doakan atasnya agar celaka? Dan orang Islam yang manakah yang akan kamu robek tirainya? Apabila Iblîs–Allah melaknatnya–datang kepada kamu dengan memberikan ilustrasi (gambaran) bahwa kamu adalah orang yang punya suatu kelebihan atas salah seorang muslim yang lain, maka perhatikan (cara untuk menggagalkan tipu daya Iblîs tersebut). Jika kamu merasa punya kelebihan atas orang yang lebih tua darimu, katakanlah, 'Dia telah mendahuluiku dengan îmân dan amal saleh, maka dia lebih baik dariku.’ Bila kamu merasa punya kelebihan atas seseorang yang usianya lebih muda darimu, katakanlah, 'Aku telah mendahuluinya dengan kemaksiatan dan dosa-dosa, maka dia lebih baik dariku.' Dan jika kamu merasa punya kelebihan atas orang muslim yang usianya sebaya denganmu, maka katakan, 'Aku yakin dengan dosa-dosaku, tetapi ragu tentang dosa-dosanya, maka aku tidak akan meninggalkan keyakinanku untuk mengikuti keraguanku (bagaimana pun dia lebih baik dariku).’ Apabila kamu melihat orang-orang muslim menghormatimu, memuliakanmu dan mengagumimu, maka katakanlah, 'Sebenarnya ini keutamaan yang ada pada mereka.' Dan jika kamu lihat di antara mereka berlaku kasar terhadapmu dan tidak mau memberikan pertolongan kepadamu, maka katakan, 'Ini disebabkan dosa-dosa yang telah kulakukan.’ Jika kamu dapat melakukan yang demikian, maka (1) Allah akan mempermudah penghidupanmu, (2) sahabat-sahabatmu akan bertambah banyak, (3) musuh-musuhmu akan berkurang, (4) kamu akan gembira, karena mendapatkan kebaikan dari mereka dan (5) kamu tidak akan bersedih hati jika mendapatkan perlakuan kasar dari mereka.”

Itulah pesan Imam ‘Ali Zainul ‘Âbidîn as tentang bagaimana seharusnya kita bersaudara dengan sesama kaum muslim dan bagaimana semestinya kita bersikap kepada mereka. Seandainya saja kita mendapatkan perlakuan tidak baik dan kasar dari sebagian kaum muslim, maka tidak usah kita bersedih hati, sebab sangat boleh jadi hal itu sebagai akibat dari dosa-dosa dan kesalahan kita terhadap mereka atau terhadap ummat Islam yang lain yang kemudian dibalaskan melalui mereka. Dan apabila kita telah berbuat kebaikan kepada sesama muslim, janganlah kita bangga dan menyebut-nyebut kebaikan tersebut, karena hal itu akan menggugurkan pahalanya di sisi Allah.

Pada saat kita merasa punya keutamaan atau kelebihan atas orang lain, maka yakinkanlah bahwa yang membangkitkan pikiran dan perasaan kita seperti itu adalah Iblîs, dia hendak menipu kita dengan cara yang amat halus, dan yang menyebabkan Iblîs terkutuk adalah karena dia merasa memiliki kelebihan atas Ãdam dan perasaan seperti itulah yang telah menjatuhkan dirinya. Allah mengkisahkan ucapan Iblîs, Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakanku dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.


Dasar-dasar Persaudaraan 

Persaudaraan atau persahabatan yang sejati adalah persaudaraan yang dibangun di atas dasar iman kepada Allah ta‘âlâ, karena persaudaraan semacam ini terikat dengan ‘aqîdah yang sama, syarî‘ah yang sama, akhlak yang sama dan tujuan hidup yang sama.


قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ : وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَ لاَ تَفَرَّقُوا وَ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمِ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Allah ‘azza wa jalla berfirman, Berpeganglah kamu kepada tali Allah semuanya dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah karunia Allah atas kamu ketika kamu bermusuhan, kemudian Dia menjalinkan hati-hati kamu sehingga kamu menjadi saudara .


وَ قَوْلُهُ تَعَالَى : وَ لاَ تَكُونُوا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوا وَ اخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتِ وَ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Firman-Nya yang maha tinggi, Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berselisih dan bercerai-berai setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksaan yang besar.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَ اتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu saudara, maka damaikanlah di antara dua saudara kamu (yang berselisih) dan ber-taqwâ-lah kepada Allah agar kamu diberi rahmat .


قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : الْمُؤْمِنُونَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ نَصَحَةٌ وَادُّونَ, وَ إِنِ افْتَرَقَتْ مَنَازِلُهُمْ وَ أَبْدَانُهُمْ, وَ الْفَجَرَةُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ غَشَشَةٌ وَ إِنِ اجْتَمَعَتْ مَنَازِلُهُمْ وَ أَبْدَانُهُمْ

Rasûlullâh saw berkata tentang orang-orang yang beriman, “Orang-orang yang beriman itu setia dan saling mencintai satu sama lain sekalipun tempat-tempat tinggal mereka dan tubuh-tubuh mereka berbeda-beda. Dan orang-orang yang tidak beriman (fajarah) itu satu sama lain saling menipu dan saling mengabaikan sekalipun rumah-rumah mereka dan tubuh-tubuh mereka bersatu (berjamaah atau berdekatan).”


عَنْ أَبِي بَصِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ع يَقُولُ الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ كَالْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِنِ اشْتَكَى شَيْئاً مِنْهُ وَجَدَ أَلَمَ ذَلِكَ فِي سَائِرِ جَسَدِهِ وَ أَرْوَاحُهُمَا مِنْ رُوحٍ وَاحِدَةٍ وَ إِنَّ رُوْحَ الْمُؤْمِنِ لَأَشَدُّ اتِّصَالاً بِرُوحِ اللَّهِ مِنِ اتِّصَالِ شُعَاعِ الشَّمْسِ بِهَا

Dari Abû Bashîr berkata: Saya telah mendengar Abû ‘Abdillâh as berkata, "Orang yang beriman itu saudara bagi orang yang beriman seperti tubuh yang satu, jika sesuatu darinya sakit, dia merasakan sakitnya itu pada seluruh tubuhnya, dan arwâh mereka dari ruh yang satu, dan sesungguhnya ruh orang yang beriman itu sangat kuat hubungannya dengan ruh Allah dari hubungan cahaya matahari dengan matahari.”


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ تَتَكَافَئُ دِمَائُهُمْ وَ هُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ

Rasûlullâh saw berkata, “Orang-orang yang beriman itu saudara, terpelihara darah mereka dan mereka adalah satu tangan atas selain mereka sedang yang paling rendah dari mereka berjalan dengan jaminan mereka.”


Imam Ja‘far Al-Shâdiq as mengibaratkannya persaudaraan Islam yang didasarkan kepada iman itu ibarat satu tubuh yang jika salah satu anggotanya sakit, maka semuanya terbawa sakit. Beliau berkata, “Orang-orang yang beriman itu dalam kebaikan mereka, kasih-sayang mereka dan rasa belas-kasihan mereka seperti satu tubuh, apabila sakit (salah satu anggotanya), maka seluruhnya terbawa sakit sehingga tidak bisa tidur dan demam.”


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : الْمُؤْمِنُوْنَ فِي تَبَارِّهِمْ وَ تَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى تَدَاعَى لَهُ سَائِرُهُ بِالسَّهَرِ وَ الْحُمَى

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata, “Orang yang beriman itu adalah saudara bagi orang yang beriman lainnya, mereka itu seperti satu tubuh, jika sakit sesuatu darinya akan dirasakan sakitnya itu oleh seluruh tubuhnya, dan ruh-ruh mereka dari ruh yang satu.”


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : لاَ وَ اللهِ لاَ يَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ مُؤْمِنًا أَبَدًا حَتَّى يَكُوْنَ ِلأَخِيْهِ مِثْلَ الْجَسَدِ إِذَا ضُرِبَ عَلَيْهِ عِرْقٌ وَاحِدٌ تَدَاعَتْ لَهُ سَائِرُ عُرُوْقِهِ

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata, “Tidak demi Allah, seseorang tidak bisa menjadi orang yang beriman untuk selama-lamanya sehingga dia menjadi semisal satu jasad buat saudaranya yang apabila salah satu uratnya dipukul, maka mengerang baginya semua urat-uratnya.”


عَنْ عَلِيِّ بْنِ عُقْبَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ عَيْنُهُ وَ دَلِيلُهُ لاَ يَخُونُهُ وَ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَغُشُّهُ وَ لاَ يَعِدُهُ عِدَةً فَيُخْلِفَهُ

Dari ‘Ali bin ‘Uqbah dari Abû ‘Abdillâh as beliau berkata, “Orang yang beriman itu saudara orang yang beriman (lainnya), dirinya dan dalilnya, dia tidak mengkhianatinya, tidak menzaliminya, tidak menipunya dan tidak menjanjikannya dengan suatu janji yang kemudian mengingkarinya.”


عَنِ الْحَارِثِ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ هُوَ عَيْنُهُ وَ مِرْآتُهُ وَ دَلِيلُهُ لاَ يَخُونُهُ وَ لاَ يَخْدَعُهُ وَ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَكْذِبُهُ وَ لاَ يَغْتَابُهُ

Dari Al-Hârits bin Al-Mughîrah berkata: Abû ‘Abdillâh as berkata, “Orang Islam itu adalah saudara bagi orang Islam (yang lain) dan dia itu adalah dirinya, cerminnya dan petunjuknya; dia tidak mengkhianatinya, tidak menzaliminya, tidak menipunya, tidak membohongkannya dan tidak mengumpatnya.”


عَنْ فُضَيْلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَقُولُ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَخْذُلُهُ وَ لاَ يَغْتَابُهُ وَ لاَ يَخُونُهُ وَ لاَ يَحْرِمُهُ

Dari Fudhail bin Yasâr berkata: Saya telah mendengar Abû ‘Abdillâh as berkata, “Muslim itu saudaranya muslim, dia tidak menzaliminya, tidak menelantarkannya, tidak mengumpatnya, tidak mengkhianatinya dan tidak kikir kepadanya.”


عَنْ فُضَيْلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَقُولُ إِنَّ نَفَرًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَرَجُوا إِلَى سَفَرٍ لَهُمْ فَضَلُّوا الطَّرِيقَ فَأَصَابَهُمْ عَطَشٌ شَدِيدٌ فَتَكَفَّنُوا وَ لَزِمُوا أُصُولَ الشَّجَرِ فَجَاءَهُمْ شَيْخٌ وَ عَلَيْهِ ثِيَابٌ بِيضٌ فَقَالَ قُومُوا فَلاَ بَأْسَ عَلَيْكُمْ فَهَذَا الْمَاءُ فَقَامُوا وَ شَرِبُوا وَ ارْتَوَوْا فَقَالُوا مَنْ أَنْتَ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَقَالَ أَنَا مِنَ الْجِنِّ الَّذِينَ بَايَعُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ عَيْنُهُ وَ دَلِيْلُهُ فَلَمْ تَكُونُوا تَضَيَّعُوا بِحَضْرَتِي

Al-Fadhîl bin Yasâr berkata: Saya mendengar Abû Ja‘far as berkata, “Ada sekelompok muslim yang melakukan safar, kemudian mereka tersesat jalan sehingga mereka tertimpa kehausan yang sangat, lalu mereka mengenakan kain sebagai kain kafan (menyerahkan diri kepada kematian) dan merapat ke batang pohon, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang tua dengan mengenakan pakaian yang putih seraya berkata, ‘Bangunlah kalian! Tidak mengapa atas kalian, ini air.” Kemudian mereka bangun dan minum sampai puas. Kemudian mereka bertanya, ‘Tuan ini siapa? Semoga Allah merahmatimu!' Orang tua itu berkata, ‘Saya dari kalangan jin yang pernah melakukan sumpah setia kepada Rasûlullâh saw, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasûlullâh saw mengatakan, ‘Orang yang beriman itu saudara orang beriman lainnya, dia adalah matanya (dirinya) dan petunjuknya.’ Maka kalian tidak boleh terlantar di hadapanku.’”


Carilah Saudara yang Banyak

Dalam menjalani hidup secara Islam, pada dasarnya kita mesti bersahabat dengan siapa pun dan terus-menerus mencari sahabat-sahabat yang baru sebanyak-banyaknya. Kalau kita punya sahabat seribu, itu masih sedikit. Dan pada prinsipnya kita tidak boleh punya musuh, apabila kita punya musuh satu saja, itu sudah terlalu banyak. Kata Imam ‘Ali bin Abî Thâlib as bahwa punya musuh satu orang itu sudah banyak, apalagi jika lebih dari itu!

رُوِيَ أَنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِابْنِهِ سَلَيْمَانَ : يَا بنَيَّ لاَ تَسْتَبْدِلَنَّ بِأَخٍ قَدِيْمٍ أَخًا مُسْتَفَادًا مَا اسْتَقَامَ لَكَ وَ لاَ تَسْتَقِلَنَّ أَنْ يَكُونَ لَكَ عَدُوٌّ وَاحِدٌ وَ لاَ تَسْتَكْثِرَنَّ أَنْ يَكُونَ لَكَ أَلْفُ صَدِيقٍ

Nabi Dâwud as berkata kepada putranya Sulaimân, “Wahai anakku! Jangan sekali-kali kamu mengganti saudara yang lama dengan saudara lain yang mengambil faidah dan tidak konsisten kepadamu, dan janganlah sekali-kali kamu menganggap sedikit jika kamu punya musuh satu orang, dan janganlah sekali-kali kamu menganggap banyak bila kamu punya sahabat seribu orang.”


Kita diperintahkan untuk mencari sahabat atau saudara sebanyak-banyaknya sebagaimana diperintahkan.


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَسَلَّمَ : اِسْتَكْثِرُوا مِنَ الإِخْوَانِ فَإِنَّ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ شَفَاعَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Rasûlullâh saw berkata, “Perbanyaklah oleh kalian dari ikhwân (saudara se-Islam), karena bagi setiap orang yang beriman itu ada syafâ‘ah (pertolongan) pada hari kiamat.”


قَالَ الصَّادِقُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ مَنْ لَمْ يَرْغَبْ فِي الإِسْتِكْثَارِ مِنَ الإِخْوَانِ ابْتُلِيَ بِالْخُسْرَانِ

Al-Shâdiq as berkata, “Siapa yang tidak suka memperbanyak ikhwân, dia terkena balâ dengan kerugian.”


Dan kita akan termasuk manusia yang paling lemah kalau tidak bisa mencari sahabat atau menambah sahabat, dan akan semakin lebih lemah lagi jika sahabat-sahabat kita yang sudah ada, kita abaikan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ عَنْ اكْتِسَابِ الإِخْوَانَ وَ أَعْجَزُ مِنْهُ مَنْ ضَيَّعَ مَنْ ظَفَرَ بِهِ مِنْهُمْ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Manusia yang paling lemah (bodoh) adalah manusia yang tidak bisa mencari ikhwân (saudara-saudara se-Islam), dan lebih lemah lagi jika ikhwân yang telah ada dia abaikan (putuskan).”


Pembagian Ikhwân (Saudara)

Ada dua macam ikhwân atau saudara dalam Islam; (1) Ikhwânul Tsiqah dan (2) Ikhwânul Mukâsyarah . Saudara-saudara kita yang tsiqah adalah saudara sejati dan saudara yang seperti ini, sangat jarang adanya. Terhadap ikhwân tsiqah (saudara-saudara yang dapat dipercaya) ini kita bisa mempercayainya, kita sembunyikan rahasianya dan celanya dan tampakkan keindahannya. Adapun saudara-saudara kita yang tergolong ikhwân mukâsyarah (ikhwân yang tidak dapat dipercaya) kita berinteraksi dengan mereka hanya sebatas teman gaul biasa, kita akan mendapatkan senang kita dari mereka, kita bisa curahkan keramahan wajah dan kemanisan lidah kepada mereka sebagaimana mereka juga berbuat demikian kepada kita dan kita tidak bisa menuntut lebih dari itu.


عَنْ جَابِرٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَامَ إِلَى أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ رَجُلٌ بِالْبَصْرَةِ فَقَالَ : يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَخْبِرْنَا عَنِ الإِخْوَانِ. قَالَ : الإِخْوِانُ صِنْفَانِ إِخْوَانُ الثِّقَةِ وَ إِخْوَانُ الْمُكَاشَرَةِ فَأَمَّا إِخْوَانُ الثِّقَةِ فَهُمُ الْكَهْفُ وَ الْجَنَاحُ وَ الأَهْلُ وَ الْمَالُ فَإِذَا كُنْتَ مِنْ أَخِيْكَ عَلَى حَدِّ الثِّقَةِ فَأَبْذِلْ لَهُ مَالَكَ وَ بَدَنَكَ وَ صَافِ مَنْ صَافَاهُ وَ عَادِ مَنْ عَادَاهُ وَ اكْتُمْ سِرَّهُ وَ عَيْبَهُ وَ أَظْهِرْ مِنْهُ الْحَسَنَ وَ اعْلَمْ أَيُّهَا السَّائِلَ أَنَّهُمْ أَقَلُّ مِنَ الْكِبْرِيْتِ الأَحْمَرِ وَ أَمَّا إِخْوَانُ الْمُكَاشَرَةِ فَإِنَّكَ تُصِيْبُ مِنْهُمْ لَذَّتَكَ فَلاَ تَقْطَعَنَّ ذَلِكَ مِنْهُمْ وَ لاَ تَطْلُبَنَّ مَا وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ ضَمِيْرِهِمْ وَ ابْذُلْ لَهُمْ مَا بَذَلُوا لَكَ مِنْ طَلاَقَةِ الْوَجْهِ وَ حَلاَوَةِ اللِّسَانِ

Dari Jâbir dari Abû Ja‘far as berkata, “Ada seorang lelaki di Bashrah menghadap Amîrul Mu`minîn as lantas dia bertanya, ‘Wahai Amîrul Mu`minîn! Kabarkan kepada kami tentang ikhwân!.’ Beliau menjawab, ‘Ikhwân itu ada dua macam; ikhwânul tsiqah dan ikhwânul mukâsyarah. Adapun ikhwânul tsiqah, maka mereka itu adalah tangan, sayap, keluarga dan harta. Apabila kamu dari saudaramu itu atas batasan tsiqah (kepercayaan), curahkan kepadanya hartamu dan badanmu. Bersahabatlah dengan orang yang bersahabat dengannya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Sembunyikan rahasianya dan aibnya dan tampakkanlah kebaikannya, dan ketahuilah wahai penanya bahwa mereka itu lebih sedikit dari kibrit (batu granit) merah. Dan adapun ikhwânul mukâsyarah, maka kamu akan mendapatkan kesenanganmu dari mereka, lalu jangan kamu putuskan hal itu dari mereka dan kamu jangan menuntut selain itu dari hati mereka, berikan kepada mereka apa yang mereka berikan kepadamu seperti keramahan wajah dan kemanisan lidah (dalam berbicara).’”


Demi terciptanya rasa persaudaraan Islam yang sesungguhnya, maka kita harus berusaha menjauhkan diri kita dari penyakit-penyakit hati yang merusak persaudaraan tersebut.


Hal-hal yang Merusak Persaudaraan

Mengapa saudara-saudara kita yang tadinya dekat dengan kita, kini menjauh dari kita, mereka jaga jarak dengan kita atau bahkan mereka meninggalkan kita? Penyebabnya adalah karena kita mempunyai sifat-sifat munaffirah, yaitu sifat-sifat yang membuat orang lain tidak suka kepada kita sehingga mereka menjauh dari kita, seperti sifat kasar, keras hati dan lain-lain. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَ لَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَ اسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَ شَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَ عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Maka dengan kasih dari Allah kamu berlaku lembut kepada mereka, sekiranya kamu bertutur-kata yang kasar dan keras hati, niscaya mereka menjauh dari sekitarmu, maka maafkanlah mereka, mintakanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan. Apabila kamu telah berazam, hendaklah kamu bertawakkal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.

Ayat tersebut di atas merupakan konsep persaudaraan yang sangat baik. Rasûlullâh saw itu disukai oleh para sahabatnya dan bahkan oleh musuh-musuhnya sekalipun, dikarenakan beliau berperangai lembut, tidak keras dan kasar hati sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla di atas.


Fazhzh dan Ghalîzhal Qalb 

Kedua kata itu bermakna orang yang buruk akhlak lagi keras hati. Dan sifat-sifat fazhzh serta ghalîzhal qalb itu antara lain:

1. Buruk Sangka

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : إِيَّاكُمْ وَ الظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ, وَ لاَ تَحَسَّسُوا وَ لا تَجَسَّسُوا

Rasûlullâh saw telah berkata, “Janganlah kalian berburuk sangka, sebab buruk sangka itu sedusta-dusta ucapan (hati), dan janganlah kamu saling mendengarkan (kesalahan) dan janganlah saling memata-matai.”


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِِيَّاكَ أَنْ تَغْلِبَكَ نَفْسُكَ

Imam ‘Ali bin Abî Thâlib berkata, “Janganlah kamu dikalahkan oleh buruk sangka (sû`uzh zhann), sebab hal itu tidak meninggalkan maaf diantara kamu dan sahabat.”


2. Mengadu-ngadu

Mengadu-ngadu atau namîmah akan mendatangkan permusuhan, dan pelakunya akan dilawan oleh orang yang dekat dan akan dibenci oleh orang yang jauh sebagaimana pada dalil berikut ini:

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ سَعَى بِالنَّمِيْمَةِ حَارَبَهُ الْقَرِيْبُ وَ مَقَتَهُ الْبَعِيْدُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Siapa yang berusaha mengadu-ngadu orang, niscaya dia diperangi oleh orang yang dekat dan dibenci oleh orang yang jauh.”


3. Tidak Melupakan Kesalahan Orang Lain

Sering mengenang kesalahan orang lain kepada kita, akan menyayat luka lama dan akan menimbulkan kebencian yang berkepanjangan dan bahkan dapat membangkitkan dendam-kesumat hingga akan menutup kemungkinan untuk merajut kembali persaudaraan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ حَاسَبَ الإِخْوَانَ عَلَى كُلِّ ذَنْبٍ قَلَّ أَصْدِقَائُهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Manusia yang menghitung-hitung ikhwân dengan setiap dosa, niscaya akan sedikit sahabatnya.”


4. Perdebatan

Berdebat apabila tujuannya jelek seperti ingin menang sendiri, tidak mau mengakui kebenaran orang lain atau bahkan merendahkan pribadi orang lain, tentu akan merusak persahabatan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ نَاقَشَ الإِخْوَانَ قَلَّ صَدِيْقُهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang suka mendebat saudara-saudaranya, pasti akan sedikitlah jumlah sahabatnya.”


5. Ingin Diutamakan

Julukan kebesaran, kebangsawanan dan keningratan bagi sebagian orang harus ditiadakan, sebab manusia itu semuanya sama-sama dari Ãdam dan Ãdam dari tanah, dan manusia yang mulia di sisi Allah adalah orang yang ber-taqwâ. Rasûlullâh saw mengatakan bahwa manusia itu seperti gigi sisir yang sama tingginya, sama warnanya dan sama pula besarnya dari ujung kiri hingga ujung kanan.

Manusia itu semuanya penting, kalau tidak penting, maka tidaklah diciptakan-Nya. Oleh karena itu janganlah kita menuntut orang lain untuk mengutamakan kita, menghargai kita atau menghormati kita, sebab dengan yang demikian itu kita telah menganggap rendah terhadap orang lain hingga akan menimbulkan antipati dan kebencian. Janganlah kita posisikan diri kita sebagai juragan sedang orang lain sebagai hamba sampai-sampai tangan dan kaki kita pun diulurkan untuk diciumi orang-orang yang kita perbudak.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ لَمْ يَرْضَ مِنْ صَدِيْقِهِ إِلاَّ بِإِيْثَارِهِ عَلَى نَفْسِهِ دَامَ سَخَطُهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang tidak rela terhadap kawannya, kecuali jika kawannya itu mengutamakan dia di atas dirinya, pasti lama kebenciannya.”


6. Hasad

Hasad, irihati atau dengki sangat merusak persahabatan, orang yang hasad itu tidak suka kepada kenikmatan yang ada pada orang lain, orang yang hasad pada hakikatnya tidak rela kepada taqdîr, maka tinggalkanlah hasad itu agar tumbuh kecintaan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ مَنْ تَرَكَ الْحَسَدَ كَانَتْ لَهُ الْمَحَبَّةُ عِنْدَ النَّاسَ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Dan siapa yang meninggalkan sifat hasad, niscaya akan ada kecintaan baginya dari sisi manusia.”


Dan juga beliau mengatakan bahwa hasad kepada kawan adalah penyakit kecintaan.

قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : تَحْتَاجُ الأُخَوَّةُ فِيْمَا بَيْنَهُمْ إِلَى ثَلاَثَةِ أَشْيَاءٍ فَإِنَّ اسْتَعْمَلُوهَا وَ إِلاَّ تَبَايَنُوا وَ تَبَاغَضُوا وَ هِيَ التَّنَاصُفُ وَ التَّرَاحُمُ وَ نَفْيُ الْحَسَدِ

Abû ‘Abdillâh as berkata, “Persaudaraan yang ada di antara mereka itu membutuhkan tiga perkara kalau mereka mau mengamalkannya, jika tidak, maka mereka akan saling merasa paling benar sendiri (tabâyun ) dan akan saling membenci. Dan yang tiga perkara itu adalah saling menginsafkan, saling menyayangi dan meniadakan sifat iri.”


7. Bengis 

Bengis adalah sifat yang sangat buruk dan merupakan cerminan dari kasar hati. Orang yang punya perangai bengis pasti akan dijauhi banyak orang, atau orang-orang yang dekat dengannya akan disingkirkannya jika tidak mematuhinya.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِيَّاكُمْ وَ الْجَفَاءَ فَإِنَّهُ يُفْسِدُ الإِخَاءَ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Janganlah kamu bersifat bengis, sebab bengis itu merusak persaudaraan.”


8. Bergurau, Bertengkar dan Membanggakan Diri

قَالَ الصَّادِقُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : يَا ابْنَ النُّعْمَانِ إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَصْفُوَ لَكَ وُدُّ أَخِيْكَ فَلاَ تُمَازِحَنَّهُ وَ لاَ تُمَارِيَنَّهُ وَ لاَ تُبَاهِيَنَّهُ وَ لاَ تُشَارَّنَّهُ

Al-Shâdiq as berkata, “Wahai putra Al-Nu‘mân, apabila kamu menginginkan kecintaan saudaramu itu tulus, maka jangan sekali-kali kamu bergurau dengannya, janganlah bertengkar dengannya, janganlah membanggakan diri terhadapnya dan janganlah bergaul secara tidak baik dengannya.”


قَالَ أَبُو الْحَسَنِ الثَّالِثُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : الْمِرَاءُ يُفْسِدُ الصَّدَاقَةَ القَدِيْمَةَ وَ يُحَلِّلُ العُقْدَةَ الوَثِيْقَةَ وَ أَقَلُّ مَا فِيْهِ أَنْ تَكُونَ فِيْهِ الْمُغَالَبَةُ وَ الْمُغَالَبَةُ أُسُّ أَسْبَابِ القَطِيْعَةِ

Abû Al-Hasan yang ketiga as berkata, “Berbantah-bantahan itu akan merusak persahabatan yang telah lama terjalin dan akan menguraikan tali persahabatan yang telah kuat, dan sekurang-kurangnya berbantah-bantahan itu akan menjurus kepada sikap saling mengalahkan sedangkan sikap ingin menang sendiri itu adalah dasar dari penyebabnya putus hubungan.”


9. Takjub dan Tidak Sabaran 

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ ع قَالَ : قَالَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فِي وَصِيَّتِهِ لِابْنِهِ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ : إِيَّاكَ وَ الْعُجُبَ وَ سُوْءَ الْخُلُقِ وَ قِلَّةَ الصَّبْرِ فَإِنَّهُ لاَ يَسْتَقِيْمُ لَكَ عَلَى هَذِهِ الْخِصَالِ الثَّلاَثِ صَاحِبٌ وَ لاَ يَزَالُ لَكَ عَلَيْهَا مِنَ النَّاسِ مُجَانِبٌ

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Amîrul Mu`minîn as berkata dalam wasiatnya kepada putranya Muhammad bin Al-Hanafiyyah, “Jauhkanlah dirimu dari kagum dengan dirimu, jelek akhlak dan tidak sabaran, karena ketiga perkara itu akan menjadikan sahabat tidak istiqâmah (konsisten) kepadamu dan orang-orang pun akan senantiasa menjauh darimu.”

Pada hakikatnya yang merusak dan yang membangun persaudaraan dan persahabatan itu sumbernya di dalam hati kita sendiri, dan hancurnya ukhuwwah islâmiyyah adalah disebabkan hati-hati kita yang busuk lagi berpenyakit!


Etika Bersaudara 

Dalam etika bersaudara serta bersahabat dengan sesama muslim, sebaiknya kita mengetahui namanya, nama kunyah -nya, nama orang tuanya, nama sukunya, tempat tinggalnya dan kalau berjumpa, pasanglah wajah yang ramah.

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَلْيَسْأَلْهُ عَنِ اسْمِهِ وَ اسْمِ أَبِيهِ وَ اسْمِ قَبِيلَتِهِ وَ عَشِيرَتِهِ فَإِنَّ مِنْ حَقِّهِ الْوَاجِبِ وَ صِدْقِ الْإِخَاءِ أَنْ يَسْأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ وَ إِلَّا فَإِنَّهَا مَعْرِفَةُ حُمْقٍ

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Apabila salah seseorang dari kamu mencintai saudaranya yang muslim, maka, tanyakanlah kepadanya tentang namanya, nama ayahnya, nama sukunya dan keluarganya (tempat tinggalnya), sebab yang demikian itu termasuk hak yang wajib, dan benarnya persaudaraan adalah dia mananyakan padanya tentang hal itu, dan jika tidak, maka persaudaraan itu merupakan pengenalan orang-orang yang ahmaq (orang yang ucapannya mendahului pikirannya atau asal bicara dan tidak diperhatikan benar tidaknya).”


عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : ثَلَاثَةٌ مِنَ الْجَفَاءِ أَنْ يَصْحَبَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَلَا يَسْأَلَهُ عَنِ اسْمِهِ وَ كُنْيَتِهِ وَ أَنْ يُدْعَى الرَّجُلُ إِلَى طَعَامٍ فَلَا يُجِيبَ أَوْ يُجِيبَ فَلَا يَأْكُلَ وَ مُوَاقَعَةُ الرَّجُلِ أَهْلَهُ قَبْلَ الْمُلَاعَبَةِ

Dari Ja‘far bin Muhammad dari ayahnya berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Ada tiga perkara yang termasuk perangai bengis, yaitu orang yang bersahabat dengan seseorang lalu dia tidak menanyakan tentang namanya dan nama kunyah-nya (nama yang pakai Abu…atau Ummu…misalnya Abû ‘Abdillâh atau Ummu Salamah), apabila diundang untuk makan tidak memenuhi undangan atau dia datang namun tidak mau makan, dan lelaki yang mengaguli istrinya sebelum bermain-main.”


Saudara Sejati 

Saudara yang baik itu bukanlah orang yang suka menjilat kita, memuji-muji kita dan mempromosikan kita kepada yang lain, akan tetapi saudara kita yang baik itu adalah orang yang suka mengingatkan kita ketika kita salah atau menyimpang dari jalan yang benar. Tegurannya sepahit apa pun adalah bukti kasih-sayangnya, dan saudara sejati itu selalu membantu kita dalam beramal untuk akhirat kita. Biasanya orang tidak suka kalau diingatkan oleh orang lain akan kesalahannya, celanya atau celanya, padahal orang yang mengingatkan kita dari kesalahan kita justru itulah saudara yang baik yang sayang kepada kita yang tidak mau kita tersesat.


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ بَصَّرَكَ عَيْبَكَ وَ حَفِظَكَ فِي غَيْبِكَ فَهُوَ الصَّدِيْقُ فَاحْفَظْهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang memperlihatkan celamu kepadamu dan menjagamu pada saat kamu tidak ada di hadapannya, maka dia itu shadîq (sahabat yang baik), maka jagalah dia.”


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ دَعَاكَ إِلَى الدَّارِ الْبَاقِيَةِ وَ أَعَانَكَ عَلَى الْعَمَلِ لَهَا فَهُوَ الصَّدِيْقُ الشَّفِيْقُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang mengajakmu ke negeri yang kekal dan membantumu dalam beramal untuknya, maka dia adalah sahabat yang sayang.”


Doa untuk Persaudaraan 

Dalam persaudaraan Islam hendaknya kita berhati-hati, janganlah sampai memusuhi orang yang Allah swt cintai atau mencintai orang yang Dia musuhi; janganlah sampai melaknat orang yang diberi rahmat atau sebaliknya; dan jangan sampai dengki atau membenci orang yang benar-benar beriman kepada Allah. Doa di bawah ini mengajari kita untuk berlaku hati-hati.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَ لإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ, وَ لاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا, رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Rabbanaghfir lanâ wa li`ikhwâninal ladzîna sabaqûna bil îmân, wa lâ taj‘al fî qulûbinâ ghillal lillal lilladzîna ãmanû, rabbanâ innaka ra`ûfur rahîm.

Wahai Tuhan kami! Ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam beriman, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati-hati kami ghillan (kebencian dan kedengkian) kepada orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau maha pengasih lagi maha penyayang.


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُعَادِيَ لَكَ وَلِيًّا أَوْ أُوَالِيَ لَكَ عَدُوًّا أَوْ أَرْضَى لَكَ سَخَطًا أَبَداً. اللَّهُمَّ مَنْ صَلَّيْتَ عَلَيْهِ فَصَلاَتُنَا عَلَيْهِ, وَ مَنْ لَعَنْتَهُ فَلَعْنَتُنَا عَلَيهِ. اللَّهُمَّ مَنْ كَانَ فِي مَوْتِهِ فَرَجٌ لَنَا وَ لِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ فَأَرِحْنَا مِنْهُ وَ أَبْدِلْنَا بِهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لَنَا مِنْهُ, حَتَّى تُرِيَنَا مِنْ عِلْمِ اْلإِجَابَةِ مَا نَعْرِفُهُ فِي أَدْيَانِنَا وَ مَعَايِشِنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ

Allâhumma innî a‘ûdzu bika an u‘âdiya laka waliyyan au uwâliya laka ‘aduwwan au ardhâ laka sakhathan abadâ. Allâhumma man shallaita ‘alaihi fashalâtunâ ‘alaih, wa man la‘antahu fala'natunâ ‘alaih. Allâhumma man kâna fî mautihi farajun lanâ wa lijamî‘il muslimîna fa`arihnâ minhu wa abdilnâ bihi man huwa khairun lanâ minhu hattâ turiyanâ min ‘ilmil ijâbati mâ na‘rifuhu fî adyâninâ wa ma‘âyisyinâ yâ arhamar râhimîn. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadinin nabiyyi wa ãlihi wa sallam.

Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memusuhi kekasih-Mu atau mencintai musuh-Mu, atau rela kepada kebencian-Mu untuk selama-lamanya. Ya Allah orang yang Engkau ber-shalawât baginya, maka shalawât kami pun baginya juga, dan orang yang Engkau laknat atasnya, maka laknat kami juga ditujukan atasnya. Ya Allah orang yang dalam kematiannya adalah kelapangan buat kami dan buat semua kaum yang berserah diri, maka rehatkanlah kami darinya dan dengan kematiannya, gantikan untuk kami dengan orang yang lebih baik buat kami darinya hingga Engkau perlihatkan kepada kami dari ilmu pengkabulan yang kami kenal di dalam ajaran kami serta penghidupan kami, wahai Tuhan yang maha pengasih dari semua yang mengasihi! Dan Allah ber-shalawât dan mencurahkan salâm atas Muhammad Sang Nabi dan keluarganya.

(Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: