Tak semua orang paham perbedaan tulisan di papan yang dipegang oleh penyedia jasa penginapan di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor.Biasanya penyedia jasa ini ada di sisi jalan.Menggunakan stelan baju hangat lengkap dengan kupluk, sambil memegang senter dan papan bertulisan 'Vila'.
Tapi rupanya, tak semua tempat penginapan yang dijajakan serupa.
Menurut penuturan Uceng, seorang penjaga vila di Puncak, ada sejumlah kode terselubung yang disematkan.
Kode tersebut ditujukkan pada wisatawan yang berniat bukan sekadar menginap saja, melainkan mencari jasa 'plus-plus'.
Jasa plus-plus di sini dimaksudkan untuk layanan teman wanita.
"Ya itu variasi aja sih, rata-rata juga udah pada tahu soal itu mah. Tapi kebanyakan yang dateng itu nanya langsung, mereka diminta nyariin (plus-plus) buat dia di vila yang dipesan," ujar Uceng ketika ditemui pekan ini.
Tulisan yang ada di plang papan yang tersebar di jalur Puncak terdiri dari dua tipe, yakni 'vila' dan 'villa.'
Banyak pengunjung berpikir bahwa perbedaan tulisan tersebut berbeda hanya karena bahasa yang digunakan yakni antara bahasa Indonesia dan Inggris.
Namun ternyata di Puncak itu tidak demikian, perbedaan dua penulisan tersebut merupakan kode bagi para calon pelanggan.
'Vila' diartikan sebagai penginapan yang ditawarkan kepada pengunjung adalah vila biasa.
Sementara 'villa' dengan dua 'L' ternyata mempunyai kode dimana si perantara vila tersebut juga memiliki fitur 'plus-plus.'
Uceng menambahkan, abang-abang vila yang di sepanjang jalur Puncak itu rata-rata per orang memegang sepuluh vila.
Dimana nanti pengunjung bakal diantar ke vila sesuai pilihan pengunjung dan dia mendapatkan komisi dari pemilik vila.
"Nanti dia dapet komisi dari vila rata-rata sebesar Rp 200 sampai 500 ribuan, nah kalo pengunjungnya minta dilayani PSK, dia juga dapet lagi dari PSK Rp 100 sampai 200 ribu," katanya.
Terlebih menurutnya, kemajuan teknologi juga berguna dan kerap dipakai untuk kelancaran bisnis esek-esek ini.
"Kalo sekarang mah udah pake hape, yang dateng tinggal liat fotonya trus tinggal dipilih, PSK nya diam aja di kosan, nunggu," katanya.
Menyebar
Tak bisa dipungkiri kehidupan malam di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor tak terlepas dari aktivitas prostitusi.
Meski kini sudah tidak ada lagi lokasi prostitusi, para kupu-kupu malam ini punya cara lain untuk memikat para hidung belang.
Menurut salah satu penunggu vila di Puncak, Giling (nama samaran), ketika tidak ada tempat prostitusi, para PSK menjadi menyebar di masyarakat untuk dipanggil ke vila-vila.
Itu pun status profesinya itu juga sulit dideteksi oleh warga sekitar tempat mereka ngekos, karena mereka rata-rata mengaku memiliki profesi yang lain.
Giling mengaku bahwa hanya segelintir orang yang tahu bagaimana bisnis esek-esek itu berlanjut termasuk dirinya."Itu kalo nyari harus hati-hati dan juga sama orang yang jelas bagiannya. Tidak semua orang di sini tahu tempatnya," ujar Giling kepada TribunnewsBogor.com, Jumat (7/7/2017).
Pria asli Cisarua ini juga mengaku bahwa ia mengenal betul teman-temannya yang juga ikut dalam bisnis tersebut.
Anjelo
Ia menambahkan bahwa teman-temannya itu awalnya kebingungan karena tidak punya pekerjaan tetap hingga akhirnya mereka menjadi perantara antara hidung belang dan PSK demi menunjang ekonomi.
Atau, istilah slengean-nya berpforesi sebagai anjelo (antar jemput lonte/PSK) kepada para hidung belang.
Sempat juga ada warga yang tidak setuju akan kehadiran PSK yang rata-rata berasal dari luar Bogor yang masih dari daerah Jawa Barat ini.
Namun tetap saja para kupu-kupu malam ini sulit untuk pergi dari Puncak walau pun sudah ditindak.
"Kayaknya mereka niat jual diri, walau sudah berbagai cara, kyai juga sudah ngasih tahu, ditahan, dipulangkan, balik lagi dia. Jika diusir dari desa ini, pindah ke desa itu, gitu," ujarnya.
Ditambah para hidung belang yang berdatangan mencari vila beserta perempuan di Puncak, membuat bisnis esek-esek di sana laris.
Tarif
Ia akui selalu ada saja pengunjung yang tidak membawa pacar atau isteri dimana mereka berniat mencari perempuan untuk dikencani.
"Tarifnya bervariasi, dari Rp 300 ribu sampai Rp 800 ribu, itu ada, sekali (1 jam)," katanya.
Para PSK itu rata-rata berumur antara 18 sampai 20 tahunan.
Dimana setiap pekerja perantara memegang 2 sampai 3 PSKuntuk diantarkan kepada pemesan agar nantinya si perantara dapat komisi.
"Kalo dibawa sekali itu PSK, dia (pemesan) gak mau, maka dibawa PSK yang kedua, ia juga gak mau. Udah gak dilanjutin lagi, batal," jelasnya.
Para PSK ini kerap melayani para hidung belang mulai dari pengunjung lokal hingga wisatawan asing.
Namun untuk tamu Arab, Giling akui mereka lebih memilih nikah siri ketimbang berhubungan dengan kupu-kupu malam.
(Tribun-News/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email