Tesis filsuf Prancis, Ernest Renan, bahwa sebagian besar Yahudi Ashkenazi bukanlah keturunan para nabi suci seperti Ibrahim, Ya’kub, dan Ishak, menjadi kontroversi lebih dari dua abad.
Selama itu pula, tak terhitung pendapat dan karya yang mendukung dan menentang tesis itu. Saat ini, ada dua tesis besar tentang asal-usul Yahudi Ashkenazi atau Yahudi Eropa. Pertama, Rhineland Hypothesis. Kedua, Khazarian Hypothesis.
Kedua tesis ini bertabrakan. Di Barat, Rhineland Hypothesis lebih populer. Rhineland Hypothesis beranggapan Yahudi Ashkenazi merupakan keturunan Yahudi dari Kanaan, Timur Tengah. Mereka bermigrasi ke Eropa menyusul keberhasilan Umar Bin Khattab membebaskan Palestina dari tangan Romawi Byzantium pada tahun 638.
Konon, migrasi berdurasi panjang, hingga 200 tahun. Kemudian, pada abad ke-15, sekitar 50 ribu Yahudi yang mengisolasi diri, meninggalkan Rhineland atau Jerman di Eropa Barat, menuju Eropa Tengah dan Eropa Timur. Di sana, Yahudi berkembang pesat, melebihi komunitas lain, berkat hyperbaby boom.
Alhasil, meskipun terjadi perang, penyiksaan terhadap orang Yahudi, wabah, dan kesulitan ekonomi, populasi Yahudi Ashkenazi tetap bisa melonjak signifikan. Dan, pada abad ke-20, telah moroket mencapai delapan juta orang. Tapi, karena cerita ledakan populasi itu terbilang ganjil dan kurang masuk akal, Science Daily menyatakan sejumlah pakar seperti Prof Harry Ostrer dan Dr Gil Atzmon menyebutnya dengan istilah “keajaiban”.
Terlepas dari soal keajaiban, jika jalan ceritanya demikian, itu berarti orang Yahudi Ashkenazi masih keturunan Yahudi kuno. Dan, pasti akan sama dengan nenek moyangnya di Timur Tengah, terutama dari sisi genetis. Nyatanya? Sementara, Khazarian Hypothesis beranggapan bahwa nenek moyang Yahudi Ashkenazi sebagian besar bukan dari Kanaan, tapi dari Khazaria, sebuah kawasan di Kaukasus.
Suku seminomaden Turki dari Eurasia, ini, mendiri kan Imperium Khazaria sejak abad ke-6 , dan pada abad ke-8, penguasanya masuk Yahudi — kendati mereka bukan dari ras Yahudi. Yahudi-Khazaria yang berbahasa Yiddish (bukan Ibrani –Red) ini diperkuat kedatangan Yahudi dari Mesopotamia dan Yunani-Romawi.
Dan, menyusul jatuhnya Imperium Khazaria akibat serbuan Mongol pada abad ke-13, Yahudi Khazaria bermigrasi ke Eropa Timur dan Eropa Tengah. Mereka inilah yang belakangan disebut sebagai Yahudi Ashkenazi.
Penganut Khazarian Hypothesis yang paling terkenal adalah Ernest Renan dan Arthur Koestler. Ernest Renan, filsuf Prancis pencetus gagasan nationstate, itu, menuliskannya dalam Judaism as a Race and as Religion pada 1883. Sedangkan, Arthur Koestler, jurnalis dan novelis Inggris berdarah Yahudi, menuliskannya dalam The Thirteenth Tribepada 1976.
Lalu, mana di antara kedua tesis tersebut yang benar? Kemajuan sains dan teknologi yang memungkinkan men-trace nenek moyang seseorang atau suatu kaum dari sisi genetis, akhirnya menjadi jurinya. Dan, jawaban telak itu muncul di Jurnal Genome Biology and Evolution (GBE). Jurnal yang diterbitkan Oxford University Press, itu, pada edisi 17 Januari 2013, memuat tulisan berjudul The Missing Link of Jewish European Ancestry: Contra sting the Rhineland and the Khazarian Hypothese.
Tulisan itu merupakan hasil penelitian Eran Elhaik, ahli genetika dari Universitas Johns Hopkins School of Public Health, Amerika Serikat.
“Pertanyaan tentang siapa nenek moyang Yahudi (Ashkenazi) menjadi kontroversi selama lebih dari dua abad, dan belum terselesaikan… ini mendorong kami untuk meninjau kembali Khazarian Hypothesis dan membandingkannya dengan Rhineland Hypothesis. Kami melakukan perbandingan dana analisis genetika menggunakan po pulasi yang lebih luas,” tulis Elhaik.
Lalu, apa hasilnya? Ilmuwan kelahiran Israel itu mengungkapkan, “Temuan kami mendukung Khazarian Hypothesis.” Meski demikian, Elhaik menyatakan orang Khazar bukanlah satu-satunya nenek moyang Yahudi Eropa. Genom Yahudi Eropa, menurut dia, merupakan mosaik da ri berbagai leluhur: dari kawasan Timur Dekat-Kaukasus, Eropa, dan Semit.
“In tinya, genom Yahudi Eropa adalah se buah mosaik dari berbagai masyarakat kuno, dan asal-usulnya sebagian besar dari Khazar.” Mengutip Polak, Elhaik memaparkan bahwa Khazaria merupakan konfederasi dari berbagai suku —Slav, Scythian, HunBulgar, Iran, Alans, dan Turki— yang membentuk sebuah imperium yang sangat kuat dan berkuasa di kawasan Kaukasus UtaraTengah pada akhir Zaman Besi (Iron Age), dan kemudian memeluk Yahudi pada abad ke-8 Masehi.
Danielle Venton menyatakan kesimpulan Elhaik ini sangat tidak populer bagi sejumlah kalangan, karena menolak Rhineland Hypothesis. Penelitian-penelitian sebelumnya mendukung Rhineland Hypothesis. Tapi, “Temuan tersebut memperlihatkan tidak adanya kepentingan politik dalam penelitian Elhaik,” tulis Danielle dalam Highlight: Out of Khazaria –Evidence for “Jewish Genome” Lacking di Jurnal GBE.
Dalam wawancara khusus dengan ha rian terbitan Israel, Haaretz, Elhaik mengu pamakan penjelasan berbagai studi ten tang asal-usul orang Yahudi selama ini bak orang buta yang disuruh menjelaskan bentuk gajah. Karena setiap orang memegang bagian gajah yang berbeda, akhirnya mereka pun menyampaikan kesimpulan berbeda.
Elhaik menunjuk inkonsistensi itu pun terjadi dalam studi asal-usul orang Yahudi yang dilakukan secara genetik. Adygei, kata dia, menyatakan ada kesamaan genetis Yahudi Eropa dengan populasi di Kaukasus.
Peneliti lain menyatakan ada kesamaan genetis Yahudi Eropa dengan populasi di Timur Tengah, termasuk Palestina. Ada pula peneliti yang menyebut kesamaan genetis Yahudi Eropa dengan orang Eropa Selatan seperti Italia.
“Studi saya adalah yang pertama menawarkan teori yang bersifat komprehensif, yang menjelaskan semua penjelasan yang terlihat bertentangan… penelitian saya membantah hasil studi genetik 40 tahun terakhir, yang semuanya berasumsi bahwa orang Yahudi secara genetik terisolasi dari bangsa lain (karena itu gennya murni),” papar Elhaik, yang meng klaim hasil penelitiannya sebagai terobosan.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email