Pesan Rahbar

Home » » Gus Dur dan Ahok, Bukti Sayangnya Tuhan Kepada Indonesia. Lihat Galerinya!

Gus Dur dan Ahok, Bukti Sayangnya Tuhan Kepada Indonesia. Lihat Galerinya!

Written By Unknown on Tuesday 29 August 2017 | 12:32:00


“Hal yang misterius dan hanya Tuhan yang tahu, selain jodoh, maut, dan rezeki, adalah Gus Dur”.
-Nurcholis Madjid (Cak Nur)- 

Sudah tujuh tahun Gus Dur meninggalkan kita. Bangsa ini sejujurnya membutuhkan sosok seperti Gus Dur. Sosok yang sangat toleran, merangkul kaum minoritas, dan memiliki pemahaman agama yang mumpuni.

Dalam beberapa hal, terdapat kesamaan antara Gus Dur dengan Ahok. Keduanya adalah “anomali” manusia Indonesia seperti yang pernah dibahas (alm) Mochtar Lubis. Namun, pembahasan mengenai karakter manusia Indonesia vis a vis Gus Dur dan Ahok pernah saya tuangkan dalam sebuah tulisan. Kali ini saya ingin membahas keduanya dari sudut yang lain.

Gus Dur dan Ahok bukanlah nabi. Mereka adalah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan. Namun, bagi sebagian kalangan di NU, Gus Dur dianggap sebagai Wali. Beberapa ucapan Gus Dur seakan bisa memprediksi masa depan seseorang. Saya tak berani menyebutnya sebagai ramalan, tetapi ucapan yang terlontar dari mulut Gus Dur seolah menjadi “self fulfilling prophecy” bagi yang mendengarnya.

Fakta-fakta mengejutkan justru terjadi setelah Gus Dur wafat. Saya contohkan beberapa saja. Pak Sutarman adalah ajudan Gus Dur, dan Gus Dur pernah berkata pada Pak Sutarman: “Nanti Pak Tarman akan jadi Kapolda Metro setelah itu Pak Tarman akan menjadi Kapolri.” Menanggapi perkataan Gus Dur, Pak Tarman hanya bisa tertawa. Tapi tepat pada 23 Oktober 2013, Pak Sutarman resmi dilantik menjadi Kapolri oleh Presiden SBY.

Kejadian unik terjadi pada 2006, sepuluh tahun lalu. Gus Dur mampir ke Rumah Dinas Walikota Solo untuk bertemu dengan beberapa tokoh agama. Saat itu Pak Jokowi baru 6 bulan menjabat walikota. Dan pada hari itu Gus Dur berkata: “Siapapun yang dikehendaki rakyat, termasuk Pak Jokowi ini, kalau dia jadi Wali Kota yang bagus, kelak juga bisa jadi presiden.” Serupa dengan Pak Tarman, rerpson Pak Jokowi hanya tersenyum saja dengan perkataan Gus Dur waktu itu.

Apa yang terjadi pada KH.Aqil Siradj terdengar lebih ajaib. Suatu pagi, Gus Dur meminta Kang Said (KH. Aqil Siradj) untuk menyediakan sarapan. Lalu Gus Dur meminta Kang Said untuk membacakan kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali. Baru dibacakan dua paragraf Gus Dur sudah mendengkur. Lima menit kemudian Beliau terbangun dan berkata pada Kang Said: “Sampean akan menjadi ketua PBNU di atas usia 55 tahun”. Dan pada muktamar NU ke 32, Kang Said mencalonkan diri lagi menjadi ketua PBNU dan beliau terpilih tepat di usia 56 tahun.

Cerita Ahok hampir serupa. Setelah gagal menjadi Gubernur Bangka Belitung, Ahok bertemu Gus Dur dan Gus Dur berkata: “Kamu kelak menjadi gubernur”. Ucapan Gus Dur terbukti sekarang ini. Itulah sekelumit cerita Gus Dur yang terdengar “ajaib.” Namun, tulisan ini bukan memfokuskan pada poin-poin itu saja. Tetapi lebih kepada takdir Gus Dur dan Ahok bagi bangsa yang kita cintai ini.

Gus Dur terpilih menjadi Presiden di saat bangsa ini baru saja terlepas dari cengkeraman rezim Orde Baru. Selama lebih dari 32 tahun Orde Baru berkuasa menciptakan jenis-jenis pemimpin yang handal ber-eufemisme. Kekuasaan bersalin rupa menjadi feodal. Presiden bak raja yang duduk di singgasana dan berada di menara gading. Kritik dianggap subversif dan oposisi dibungkam.

Tapi Tuhan sayang pada bangsa ini. Kondisi tersebut harus segera disudahi. Setelah era BJ. Habibie yang sebentar, Indonesia dipimpin oleh Gus Dur. Gus Dur adalah tipe pemimpin yang 180 derajat berbeda dari pemimpin tipe Orde Baru. Gaya bahasanya apa adanya, tidak ber-dramaturgi. Istana negara menjadi istana rakyat. Rakyat yang bersendal jepit dan Kyai bersarung bisa masuk istana. Protokoler melunak dan tidak seram seperti sebelumnya. Bahkan penampilan Gus Dur sebelum dan sesudah jadi Presiden tak banyak berubah. Sikap Gus Dur yang egaliter membuat semuanya menjadi terbuka dan cair.

Departmen Penerangan yang menjadi corong Orde Baru dan begitu jumawa dibubarkan Gus Dur. Ketika isu komunisme masih coba dihidupkan sebagian kalangan, Ia justru mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dcabut. Ketika banyak kalangan alergi dengan Israel, Ia berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Komitmen Gus Dur terhadap pluralisme dan keberpihakannya pada kaum minoritas di negeri ini semisal kelompok Ahmadiyah, Syiah tidak perlu diragukan. Ketika sentimen anti Tionghoa masih membekas setelah kerusuhan Mei 1998 lalu, Gus Dur justru mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur nasional pada Januari 2001 lalu.

Seperti Gus Dur, Ahok adalah perkecualian. Bahasanya ceplas-ceplos. Tidak normatif, bercabang dan ambigu. Ia bukan sosok yang pandai mengemas pesan komunikasinya. Ia tidak sedang berbasa-basi. Jika ia melihat pegawainya malas, korup atau menyimpang, maka ia tak segan menyemprotnya dengan bahasa yang membuat kuping ini merah. Ia adalah kebalikan dari tipikal pejabat-pejabat jebolan Orde Baru.

Mirip dengan Gus Dur, Balaikota menjadi ajang curhatan warga. Lucunya, bahkan banyak warga di luaran DKI yang curhat dan mengemukakan persoalannya pada Ahok. Setiap pagi Ia menerima mereka dan menyediakan waktu untuk mendengar keluh kesah mereka. Dan Ia tidak sekadar menampung aspirasi. Kerja dan responnya cepat.

Kinerja dan keberanian Ahok mungkin hanya bisa disaingi oleh mantan Gubernur DKI periode 1966-1977, (alm) Ali Sadikin. Di bawah kendali Ahok, Jakarta mulai berbenah. Premanisme yang menggurita ia kikis. Gunungan sampah di sungai-sungai yang sering menjadi biang kerok banjir mulai hilang. Perumahan kumuh yang kurang manusiawi ia gusur dan penghuninya direlokasi. Lokalisasi Pelacuran di Kalijodo ia bubarkan dan sekarang sedang dijadikan saran publik yang indah. Bahkan, pegawai kebersihan yang selama ini gajinya memrihatinkan diangkat kesejahteraannya.

Tanpa berusaha melebih-lebihkan keduanya, sosok Gus Dur dan Ahok adalah anugerah Tuhan untuk Indonesia. Tuhan masih sayang, sehingga Dia memberikan dua sosok yang istimewa bagi bangsa ini. Kejadian ini mengingatkan saya pada awal-awal kemerdekaan ketika Tuhan menganugerahkan sosok-sosok sekaliber Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan founding fathers lainnya.


Simak Galerinya:


(Seword/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: