Pesan Rahbar

Home » » Mengenal Ilmu Rijal Al-Hadits

Mengenal Ilmu Rijal Al-Hadits

Written By Unknown on Thursday, 17 August 2017 | 16:49:00


Ilmu Rijal adalah ilmu yang membahas tentang pengenalan para perawi dan sifat-sifat, yang memiliki peran penting untuk menerima dan menolak seorang perawi.


Mengenal Ilmu Rijal Al Hadits

1. Ilmu Rijal adalah ilmu yang membahas tentang pengenalan para perawi dan sifat-sifat, yang memiliki peran penting untuk menerima dan menolak seorang perawi, seperti keimanan dan keadilan, dan juga membahas tentang pengukuhan dan jarh (cacad) para perawi, cara mengatasi pertentangan antara jarh wa ta’dil. Kajian ilmu rijal dapat dibagi menjadi dua bagian; yaitu bagian teoritis dan bagian praktis (terapan).

2. Tema kajian Ilmu Rijal adalah para perawi hadits dan hal tersebut mencakup empat bagian berikut ini: alfaz jarh wa ta’dil (lafaz-lafaz jarh dan ta’dil), tautsiqat khash (pengukuhan secara khusus), tautsiqat ‘am (pengukuhan secara umum), dan mengenal sumber-sumber ilmu rijal.

3. kata-kata seperti;

 عدل، امامي؛ امامي ضابط؛ ثقة، ثقة في الحديث أو في الرواية، حجت، عين و وجه 

merupakan lafaz-lafaz pengukuhan

(الفاظ توثيق), 

dan lafaz-lafaz seperti;

 غال، ناصب، فاسق، شارب الخمر، كذّاب، وضّاع الحديث، يختلق الحديث، ليس بعادل، ليس بصادق، ضعيف، 

adalah merupakan kata-kata yang dianggap jarh.


Catatan: 

menurut ulama terdahulu bahwa yang dimaksud lemah (dha’if) disini adalah lemah hafalan dan buruk hafalan.

4. Ada tiga pandangan ketika pada Jarh dan ta’dil terjadi bertentangan; yaitu:
1). Mendahulukan Jarh secara mutlak,
2). Mendahulukan Ta’dil secara mutlak.
3). Kalau antara Jarh dan Ta’dil tidak mungkin untuk digabungkan maka merujuk kepada murajjah (yang diunggulkan) dan kalau tidak ada murajjah, maka kita pun diam.

5. Metode Tautsiq (pengukuhan) itu secara mendasar dibagi menjadi dua: Tautsiq khusus dan Tautsiq umum. Yang dimaksud dengan Tautsiq khusus adalah terdapat lafaz-lafaz (kata-kata) yang menunjukkan ke-tsiqahan khusus untuk seorang perawi. (menunjukkan pada Tautsiq Muthabiq / pengukuhan yang sesuai). Dan adapun Tautsiq umum adalah Tautsiq yang ditujukan pada sebuah kelompok dimana sasarannya adalah seorang perawi yang ada di dalam kelompok itu. (menunjukkan pada Tautsiq Tadhammuni/ pengukuhan yang mencakup).

6. Tautsiq khusus dibagi menjadi empat bagian:
1). Tanshis (pendiktean) salah seorang Imam Ma’shum as,
2). Tanshis (pendiktean) salah seorang ulama terdahulu,
3). Tanshis (pendiktean) salah seorang ulama modern,
4). Klaim Ijma’ dari para pakar ilmu rijal.

7. Dengan pendiktean salah seorang dari Imam Ma’shum as, ke-tsiqahan (kekuatan) para perawi dapat terbuktikan dengan cara yang paling meyakinkan. Untuk memperoleh pendiktean semacam ini, terdapat dua jalan:
1) Ilmu Wijdani ; yakni pendektean semacam ini ada ketika hadir di depan Imam Ma’shum as,
2). Melalui riwayat yang mu’tabar (akurat).

Pada masa kita sekarang ini, hanya cara yang kedua saja yang mungkin bisa dilakukan.

8. Pendiktean salah seorang dari ulama terdahulu, pra Syaikh Thusi (wafat 460 H), seperti: Burqi, Ibnu Qaulawiyah, Kasysyi, Shaduq, Mufid, Najasyi dan lain-lain, ke-tsiqahan (kekuatan) para perawi dapat dibuktikan. Argumentasi-argumentasi kehujjahan khabar wahid dan juga keahlian para pakar Ilmu Rijal terdahulu, telah memberikan kehujjahan terhadap pendiktean mereka.

9. Tanshis (pendiktean) salah seorang ulama modern; yakni ulama-ulama baru yang datang paska Syaikh Thusi, itu dibagi dua:
a. Pendiktean yang mengandalkan Hiss (sense); pendiktean semacam ini yang dilakukan dengan cara penyaksian dapat dianggap hujjah. Misalnya pandangan-pandangan Ulama Rijal Syaikh Muntajabuddin dan Ibnu Syahr Asyub dimana mereka ini hampir sezaman dengan para perawi.
b. Pendiktean yang mengandalkan Hads (prediksi); seperti pendiktean-pendiktean yang dilakukan oleh ulama-ulama ilmu rijal paska Allamah Hilli, diantaranya: Mirza Astar Abadi, Sayid Tafresyi, Muhaqqiq Ardebili, Qahpai, Allamah Majlisi, Ayatullah Khui dan lain-lain, yang mereka itu hidup pada puluhan abad setelah para perawi tersebut.

10. Dengan adanya klaim Ijma’ dari para ulama ilmu rijal, khususnya ulama terdahulu, maka ke-tsiqahan para perawi pun dapat terbuktikan karena argumen-argumen kehujjahan ijma’ manqul (kedalilan ijma’ yang dinukil) juga mencakup Ijma’ semacam ini. (dalam ilmu ushul dikatakan bahwa Ijma’ Manqul pada dasarnya tidak punya kehujjahan, namun kalau ada yang mengklaim bahwa perkataannya itu -dari segi kehujjahan khabar wahid- adalah hujjah, maka ia (ijma’ manqul) bisa dijadikan sebagai hujjah).

11. setelah kita menjelaskan hal yang ada kaitannya dengan tautsiq khash, maka dibawah ini akan dijelaskan mengenai tautsiq ‘amm yang ia juga digunakan untuk membuktikan ke-tsiqahan para perawi. Tautsiq ‘amm itu dibagi menjadi lima bagian, diantaranya adalah:
1). Ashhab Ijma’,
2). Masyayikh Tsiqah,
3). Para perawi yang disebutkan dalam kitab “Kamil al Ziarah”,
4). Para perawi yang disebutkan pada sanad-sanad tafsir Ali bin Ibrahim Qumi,
5). Masyayikh Ijazah.

12. Ashhab Ijma’ adalah sekelompok perawi besar (jumlahnya 22 orang) dimana ada banyak riwayat yang berisi tentang pujian dan sanjungan untuk mereka dan juga para ulama ilmu rijal terdahulu banyak melontarkan pujian serta sanjungan kepada mereka sebagai para perawi yang tsiqah (kuat), dan penamaan mereka sebagai Ashhab Ijma’ dikarenakan ke-tsiqahan mereka itu telah menjadi sebuah ijma’ ( kesepakatan). Kasysyi adalah orang pertama dari Ashhab Ijma’ yang mencoba mempresentasikan “Tashhihu ma yashihhu ‘anhum”. Mengenai konsepsi pembenaran (tashhih) riwayat-riwayat ashhab ijma’ , ada dua pandangan yang dilontarkan; yaitu:
a. kehandalan (muwatstsaq) ashhab ijma’. Pada ketika ini ke-tsiqahan mereka bukan berarti menganggap seluruh riwayat-riwayatnya itu adalah sahih, akan tetapi ashhab ijma’ diklasifikasikan sebagai bagian dari tautsiqat ‘amm.
b. adanya anggapan sahih atas riwayat-riwayat mereka itu kendatipun tidak memiliki syarat-syarat sahih. Yang pada ini terbukti bahwa bagi ashhab ijma’ memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari tautsiq.

13. Syaikh Thusi adalah orang pertama yang menggagaskan istilah Masyayikh Tsiqah. Maksud dari istilah ini adalah sekompok perawi agung dimana para pakar ilmu rijal menyepakati akan ke-tsiqahan (kehandalan) mereka atau kesahihan riwayat-riwayatnya, meskipun dalam riwayat-riwayat mereka itu terdapat sanad yang mursal.

14. Masyayikh Tsiqah itu ada lima orang; diantaranya adalah:
a. Muhammad bin Abi ‘Umair.
b. Shafwan bin Yahya.
c. Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr Bazanthi.
d. Ahmad bin Muhammad bin Isa Qumi.
e. Banu Fadhdhal.

15. Dikatakan bahwa para perawi yang disebutkan diatas diklasifikasikan sebagai perawi yang tsiqah (kuat dan handal) sebagaimana disebutkan dalam kitab Kamil al Ziarah dan kitab Tafsir ‘Ali bin Ibrahim Qumi, kendatipun para penyusun kedua kitab ini tidak menukil langsung riwayat dari mereka atau melalui peranatar. Dalil dari klaim ini adalah keahlian mereka dalam bidang hadits dan juga pengakuan sebagian ulama seperti Ibnu Qaulawiyah tentang ke-tsiqahan (kehandalan) mereka. Klaim ini mendapat penentangan yang cukup heboh dari para pakar ilmu rijal, meskipun pandangan mereka atas kitab Kamil al Ziarah sangat positif.

16. Ada sekolompok perawi hadits memberikan izin kepada beberapa orang untuk menukil riwayat Ashl atau Kitab Hadits, dan kelompok itu disebut Masyayikh Ijazah dan sebagaimana diisyaratkan sebelumnya bahwa orang yang memberikan ijazah tersebut tentunya adalah orang yang memiliki kedudukan atau posisi tinggi dalam bidang hadits. Atas dasar ini, maka dikatakan bahwa Masyayikh Ijazah diklasifikasikan sebagai Tsiqah (kuat dan handal). Namun hubungan antar pemberian ijazah syaikh dengan ke-tsiqahan-nya bukanlah sebuah kemestian atau bukan sebuah konsekuensi logis. Dan selain itu, sebagian Masyayikh Ijazah tidak memiliki ke-tsiqahan. Jadi klaim diatas tidak bisa dijadikan dasar dan tertolak.

17. Sumber-sumber Rijal Syi’ah, sesuai periode sejarahnya, itu dibagi menjadi tiga bagian:
a). Referensi-referensi pertama pada abad ketiga sampai kelima: Rijal karya Kasysyi, Fehrest karya Najasyi, Rijal karya Syaikh Thusi, Fehrest karya Syaikh Thusi, Rijal karya Barqi, Risalah karya Abu Ghalib Zurari, dan Rijal karya Ibnu Ghadhairi.
b). Referensi-referensi kedua pada abad keenam sampai kedelapan: Fehrest karya Syaikh Muntajabuddin, Ma’alim al ‘Ulama karya Ibnu Syahr Asyub, Rijal karya Ibnu Dawud dan Khulashah al Aqwal karya Allamah Hilli.
c). Referensi-referensi modern dari abad 10 sampai sekarang: Majma’ al Rijal karya Qahpai, Naqd al Rijal karya Tafresyi, Jami’ al Ruwat karya Ardebili, Rijal karya Sayid Bahr al ‘Ulum, Tanqih al Maqal karya Mamaqani, Qamus al Rijal karya Tustari (Syusytari) dan Mu’jam al Rijal


Al Hadits karya Ayatullah Khui.

18. Ma’rifah al Rijal atau Ma’rifah al Naqilin ‘an al Aimmah al Shadiqin atau Rijal Kasysyi adalah referensi pertama dan tertua Syi’ah dalam bidang rijal, dimana didalamnya memberikan gambaran tentang rijal secara umum dan juga secara khusus. Kitab ini sudah tidak ada lagi, namun ringkasannya itu yang ada pada kita sekarang ini terdapat dalam kitab Ikhtiyar Ma’rifah al Rijal yang ditulis oleh Syaikh Thusi dan khusus rijal Syi’ah saja.

19. Najasyi yang merupakan salah seorang ulama tersohor dan pakar ilmu rijal Syi’ah pada abad 5 telah berhasil menyusun kitab Fehrest Asma Mushannifi al syi’ah atau lebih dikenal Fehrest Najasyi yang merupakan sumber kedua Syi’ah dalam bidang Rijal. Kitab ini, kendati disusun guna membela kebudayaan syi’ah, khususnya pada kitab-kitab yang disusun di masa Najasyi, namun dikarenakan gambaran yang dilukiskan penyusun dalam buku-bukunya maka ia digunakan sebagai sumber atau referensi dalam bidang Rijal.

Di dalam Rijal Najasyi, yang disebutkan hanya rijal Syi’ah dan para perawi ahlusunnah yang pada hal-hal tertentu mereka menukil dari hadits Syi’ah atau kitab yang ditulis untuk kepentingan Syi’ah, seperti Madaini dan Thabari.

20. Syaikh Thusi memiliki dua kitab referensi penting dalam bidang rijal, yaitu: Rijal dan Fehrest. Rijal Syaikh Thusi memiliki muatan yang cukup luas, dimana didalamnya disebutkan sejumlah perawi dari Imamiyah, atau pun non-Imamiyah yang urutannya seperti berikut; perawi-perawi para sahabat, para perawi Imam Ali as, para perawi Imam Hasan as, dan seterusnya. Akan tetapi dalam kitab Fehrest terdapat 912 perawi Syi’ah yang masing-masing dari mereka memiliki kitab atau ashl.

21. kitab Rijal Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Khalid Barqi salah satu ulama tersohor Syi’ah pada abad 3 atau lebih dikenal dengan Rijal Barqi, merupakan sumber kelima dalam bidang rijal Syi’ah yang di dalamnya disebutkan sekitar 1707 perawi beserta penjelasan sederhana tentang pribadi-pribadi mereka berdasarkan periode-periode sejarah seperti Rijal Syaikh. Pada Akhir kitab ini, disebutkan nama 12 orang sahabat Rasulullah saw dimana mereka ini memprotes Abu Bakar pada hari Jum’at di Masjid Nabi saw.

13. Risalah Abu Ghalib Zurari (wafat 368 H), Ahmad bin Muhammad bin Abu Thahir bin Bakir bin A’yan yang juga dikenal dengan sebutan Zurari, Bakiri, dan Syaibani. Risalah beliau adalah termasuk salah satu sumber pertama Syi’ah dalam bidang Rijal dimana mencoba untuk menganalisis pribadi-pribadi keluarga A’yan dalam bidang hadits, yang penyusun risalah ini juga adalah salah seorang dari keluarga ini.

14. Rijal Ghadhairi (wafat 450 H) atau juga disebut dengan Al Jarh dan Al Dhu’afa merupakah diantara sumber tertua Syi’ah dalam bidang Rijal. Ada dua hal yang menjadikan kitab ini menjadi bahan kritikan: pertama; bahwa ia terlalu ekstrim dalam melemahkan para perawi, kedua; bahwa pelemahan dia itu berdasarkan pada hads dan bukan berdasar pada hiss.

15. Fehrest Syaikh Muntajabuddin (wafat sekitar 600 H) yang nama lengkapnya adalah Fehrest Asma ‘Ulama al Syi’ah wa Mushannifiihim adalah sebuah kitab yang khusus menjelaskan sekitar 553 orang Syaikh Syi’ah dalam bidang hadits dan juga tulisan-tulisan mereka, dari era Syaikh Thusi hingga pada masa penyusun. Diantara nilai plus kitab ini adalah ia satu-satunya kitab Rijal yang bisa memenuhi kekosongan dari paska kepergian Syaikh Thusi hingga pada masa penyusun.

16. kitab Ma’alim al ‘Ulama fii Fehrest Kutub al Syi’ah wa Asma al Mushannifin karya Ibnu Syahr Asyub, telah memperkenalkan sekitar 1021 orang dari ulama Syi’ah zaman Syaikh Thusi hingga masa Penyusun. Perbedaannya bahwa Syaikh Muntajabuddin lebih terfokus pada karya-karya mereka, sementara Ibnu Syahr Asyub lebih terfokus pada memperkenalkan secara langsung ulama-ulama Syi’ah yang ada pada periode ini.

17. Rijal Ibnu Dawud (wafat 707 H) merupakan referensi terbaik kedua Syi’ah dalam bidang Rijal dimana ia mencakup seluruh pandangan-pandangan ilmu rijal Syaikh Thusi, Kasysyi, Najasyi dan yang lainnya, dan beliau juga membagi kajian kitab ini kedalam dua bagian:
1) Muwatstsaqin (orang-orang yang Tsiqah/handal) dan Muhmalin (orang-orang yang tercantum namanya dalam kitab-kitab rijal, namun tak ada yang memuji ataupun mencela mereka).
2). Majruhin ( orang-orang yang cacad) dan Majhulin (orang-orang yang tidak diketahui).

18. Allamah Hilli (wafat 726 H) merupakan ulama tersohor dan ma’ruf Syi’ah yang memiliki banyak karya, diantaranya kitab Kasyf al Maqal Fii Ma’rifah al Rijal yang secara detail membahas ilmu rijal atau kitab Rijal Kabir yang telah hilang. Kitab Khulashah al Aqwal atau lebih dikenal dengan nama Rijal Allamah merupakan ringkasan dari kitab diatas, yang mana kajiannya itu dibagi menjadi dua bagian: Para perawi yang tsiqah dan Mutawaqqifin (orang-orang yang riwayat-riwayatnya itu tidak bisa diamalkan).

19. Majma’ al Rijal Qahpai (wafat 993 H) atau Majma’ al Rijal al Hawi Lidzikr al Mutarjimin Fii Ushul al Khamsah al Rijaliyah adalah sebuah kitab yang disusun untuk menggambarkan pandangan-pandangan ulama rijal seperti Kasysyi, Syaikh Thusi, Najasyi, dan Ibnu Ghadhairi menurut urutan sejarah mereka tanpa ada penambahan pandangan dari sang penyusun.

20. Tafresyi menyusun kitabnya, Naqd al Rijal, dalam rangka mengembangkan pandangan dan ucapan ulama-ulama ilmu rijal terdahulu. Dalam kita ini yang ditekankan adalah perbedaan naskah-naskah, mencatat dengan benar nama-nama, ke-tsiqahan dan kelemahan para Fuqaha (ulama fikih).

21. Muhammad bin Ali Ardebili dalam kitabnya Jami’ al Ruwat telah berusaha sehingga sumber-sumber ilmu rijal bertambah dan dengan merujuk ke hadits-hadits, ia mencoba mengungkap kesalahan-kesalahan pakar rijal dalam menyebutkan secara tidak sempurna para perawi tersebut dan beliau menyebutkan sejumlah perawi yang majhul (tidak diketahui). Beliau menyusun kitab ini selama 20 tahun.

22. Dalam kitab Al Fawaid al Rijaliyah Karya Sayid Bahrul ‘Ulum atau lebih ma’ruf dengan sebutan Rijal Bahrul ‘Ulum, telah disebutkan keluarga-keluarga tersohor dalam bidang hadits Syi’ah (Keluarga Abi Rafi’, Keluarga Abi Syu’bah, Keluarga A’yan), nama-nama para sahabat dan para perawi Nabi saw dan Imam Ma’shum as, dan juga disertai dengan menyebutkan pandangan-pandangan ulama rijal terdahulu.

Pada pasal terakhir kitab Al Fawaid al Rijaliyah, yang nama kitab ini juga diambil dari sini, terdapat bahasan dan kajian terkait dengan masalah seperti Rijal terkemuka, keadilan pada perawi, methode-methode para penyusun kutub arba’ah, biografi para wakil Imam Zaman ajf. Dan lain sebagainya.

23. Tanqih al Maqal Fii ‘Ilm al Rijal karya Syaikh Abdullah Mamaqani (wafat 1351 H) dengan kesederhanaan dan keluasannya mencoba menganalisis secara mendalam pandangan-pandangan para pakar rijal terkait masalah para perawi. Pada mukadimah kitab ini menjelaskan dengan sederhana namun sangat bermanfaat tentang ilmu rijal dan kajian-kajian teoritisnya. Allamah Mamaqani – sebelum masuk pada kajian-kajian inti pada sebuah risalah bernama Nataij al Tanqih Fii Tamyiiz al Saqiim min al Shahih yang didalamnya telah disebutkan secara sempurna silsilah para perawi – dalam kitabnya memaparkan pandangan-pandangannya tentang tsiqah atau tidaknya seorang perawi.

24. Qamus al Rijal hasil karya Allamah Syusytari (era modern) merupakan salah satu kitab yang disusun berdasarkan hasil penelitian dalam bidang rijal yang bertemakan Ta’liq atas kitab Tanqih al Maqal Fii ‘Ilm al Rijal. Penyusun dalam mukadimah kitab ini membahas secara detil tentang kekurangan-kekurangan yang terdapat pada kitab Tanqih al Maqal Fii ‘Ilm al Rijal.

25. Mu’jam Rijal al Hadits buah karya Ayatullah Khui, dikarenakan keluasan dan perhatiannya terhadap level-level para perawi dan juga adanya reaksi sezaman riwayat-riwayat atau sejumlah riwayatnya pada kutub arba’ah, maka ia dianggap sebagai sumber dan referensi terbaik dan paling komprehensif dalam bidang Rijal, dan selain itu ia juga menyebutkan pandangan-pandangan ulama rijal terdahulu serta pandangan final tentang para perawi tersebut. (Ali Nashiri).

(Info-Hauzah/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: