Gus Yaqut Cholil, Ketua Umum GP Ansor dan Panglima Tertinggi Banser NU
Menjadi bagian salah satu ormas terbesar, Banser selalu berkampanye untuk menghapus intoleransi dan membela Islam yang inklusif.
Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama, BANSER, yang beranggotakan sekitar 45 juta, sedang bersatupadu melawan kaum konsevatif yang semakin meningkat di negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia.
Baru-baru ini ratusan anggota Banser mendatangi kelompok radikal yang sedang mengadakan pertemuan di hotel, Hizbut Tahrir, yang ingin mengubah Indonesia dengan sistem “khilafah” yang “katanya” sesuai dengan hukum syariah.
Mereka mendatangi hotel tersebut dan meminta kelompok radikal untuk mengakhiri pertemuan, sebelum anggota dikawal polisi.
Dari 255 juta penduduk Indonesia, Sembilan puluh persen beragama Islam, tapi negara ini juga rumah bagi kaum dan agaman minoritas yang diakui secara resmi oleh negara.
Inilah tradisi yang diperjuangkan Nahdlatul Ulama (NU) membela kaum minoritas yang sudah berjalan selama hampir satu abad.
Banser cenderung mengambil pendekatan yang lebih agresif untuk menghadapi dan menangkis pemahaman Islam garis keras.
“Nenek moyang kita, para ulama, dan semua komponen bangasa ini, baik yang beragama Kristen dan lainnya, telah mendirikan republik ini bersama-sama,” ungkap Komandan Nasional Banser, Alfa Isnaeni, kepada AFP.
“Kita semua harus mempertahankan warisan ini.”
NU mengatakan bahwa pihaknya akan terus berjuang dan membantu pemerintah dalam memerangi kaum konservatif, yang sudah menjadi kritikan kepada pemerintah karena kegagalannya dalam menanggulangi kaum konservatif.
Membela toleransi
Baru-baru ini terjadi banyak kasus serangan terhadap kaum minoritas yang semakin meningkat di Indonesia, baik kepada kalangan Syiah Muslim dan Ahmadiyah hingga orang-orang Kristen, bahkan sikap intoleransi ini semakin intens dilakukan, khususnya serangan kepada gubernur Jakarta yang beragama Kristen, harus dipenjara selama dua tahun karena dianggap menghujat, padahal semuanya itu bermotif politik.
Indonesia bukanlah negara Islam, kecuali hanya provinsi Aceh yang menggunakan hUkum syariat Islam, dan kelompok Islam garis keras ini berusaha keras ingin mengubah nusantara menjadi negara Islam.
Jelas ini merupakan sesuatu yang mustahil- dalam sebuah survei baru-baru ini menunjukkan hanya satu dari 10 orang Indonesia mendukung khilafah ini- namun meningkatnya paham intoleransi harus diwaspadai.
Banser memiliki anggota sekitar dua juta orang, dan Banser tidak serta merta mengerahkan pasukannya untuk bertindak, namun lebih kepada cara bagaimana menyebarkan pesan-pesan perdamaian.
Mereka mengambil spanduk-spanduk provokatif kelompok garis keras dan menyerahkannya kepada polisi, sekaligus mendeklarasikan bahwa mereka akan melawan kaum-kaum konservatif yang telah menginjak-injak ideologi inklusif negara.
Mereka juga menentang faham Wahabi, aliran konservatif yang berasal dari Arab Saudi, mereka menghentikan para pengkhotbah dan penceramah yang menyebarkan doktrin kebencian saat pengajian di beberapa tempat.
Mereka akan membela NKRI dan akan selalu berperjuang untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Siapa pun yang tidak setuju dengan ‘NKRI’, atau menyerukan khilafah, harus menghadap kita,” kata Isnaeni.
Dalam beberapa pekan terakhir, mereka juga membantu melindungi beberapa anggota masyarakat yang dipersekusi oleh kelompok Muslim garis keras setelah mengirim pesan anti-radikal ke media sosial.
Kelompok ini mengadakan demonstrasi di seluruh Indonesia dan telah merekrut ribuan anggota baru untuk memperkuat usaha mereka.
Dialog tentang Islam global
Organisasi ini (Banser) tidak hanya memerangi radikalisme di jalanan tapi juga pada tingkat teologis.
Pemuda NU Ansor ingin membuka dialog dengan organisasi Islam dan pemerintah untuk membangun sebuah konsensus global di kalangan umat Islam untuk menginterpretasi ulang hukum Islam kuno yang dikenal sebagai “fiqh” sehingga sesuai dengan dunia modern.
Ia ingin adanya pengakuan di kalangan umat Islam bahwa umat Islam dan orang lain setara, serta fokus pada pentingnya menjadi keutuhan negara yang berpedoman kepada konstitusi negara, bukan kepada hukum syariah.
Upaya NU ini memicu kemarahan di kalangan kaum konservatif, mereka dituduh sebagai orang yang anti Islam, pembela non-Muslim “orang-orang kafir” dan orang-orang Syiah, kelompok minoritas Muslim yang dianggap sebagai sekte yang menyimpang oleh mayoritas Muslim Sunni di Indonesia.
Greg Fealy, seorang pakar Islam dari Universitas Nasional Australia, memuji upaya NU yang “mengesankan” namun mengingatkan, “Saya menduga pertimbangan dan kepentingan politik dunia akan menjadi hambatan utama bagi pengambilan keputusan internasional ini, apalagi di Indonesia.”
Namun Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf percaya bahwa mempromosikan pemahaman Islam yang lebih moderat sangat mendesak untuk menghadang laju kelompok garis keras.
“Kita harus melawan mereka sebelum terlambat,” katanya kepada AFP. “Kami akan melawan ini sampai titik darah penghabisan.”
Olivia Rondonuwu
Agence France-Presse, 11 Juni 2017.
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email