Pemerintah Iran menegaskan, penetapan sanksi baru yang ditandatangani Presiden Amerika Serikat Donald Trump, telah melanggar kesepakatan nuklir antara kedua negara.
Selanjutnya, Iran pun mengaku akan mengambil tindakan sebagai bentuk tanggapan atas sanksi tersebut.
"Kami percaya bahwa kesepakatan nuklir telah dilanggar dan kami akan bereaksi."
Hal itu dikatakan Wakil Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi dalam siaran televisi pemerintah seperti dikutip AFP, Kamis (3/8/2017).
Dalam kesepakatan tahun 2015, Iran telah setuju untuk mengurangi aktivitas nuklirnya dengan balasan pengurangan sanksi ekonomi.
Sementara, sanksi baru AS menargetkan program rudal Iran dan pelanggaran hak asasi manusia, yang tidak tercakup dalam kesepakatan nuklir di tahun 2015.
Namun, Iran mengatakan, menentang kesepakatan ini dan akan mengajukan keluhan kepada komisi yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Trump menandatangani Undang-undang tentang sanksi terhadap Rusia dan juga Iran dan Korea Utara, di Washington DC, Rabu waktu setempat.
Trump menandatangani undang-undang tersebut di balik pintu tertutup, setelah usaha Gedung Putih untuk menggugurkannya, atau setidaknya menguranginya, gagal.
Keengganan Trump sangat terlihat ketika dia melakukannya dengan amarah sambil menyebut UU tersebut cacat secara signifikan.
"Dengan tergesa-gesa mengeluarkan undang-undang ini, Kongres memasukkan sejumlah ketentuan yang jelas-jelas tidak konstitusional," kata Trump.
Undang-undang yang mencakup tindakan terhadap Rusia, Korea Utara, dan Iran.
UU ini juga membatasi kemampuan Trump untuk membebaskan hukuman.
Hal ini tentu menjadi cerminan ketidakpercayaan Kongres terhadap Trump, meski lembaga itu didominasi kubu Partai Republik.
Parlemen AS, pada 25 Juli lalu mendukung dijatuhkannya sanksi lebih berat bagi negara-negara tersebut.
Keputusan untuk memberi sanksi lebih keras kepada ketiga negara itu mendapat dukungan 419 suara dan hanya tiga suara yang menentang.
"Undang-undang baru ini merupakan sebuah paket sanksi yang akan memperkuat ikatan terharap musuh yang paling berbahaya demi menjaga keamanan AS," kata Ketua Parlemen Paul Ryan.
(AFP/Kompas/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email