Tanyakan kepada kebanyakan orang, siapa yang telah melakukan serangan teroris terburuk di Eropa dalam satu atau dua dekade terakhir. Jika kebanyakan mereka menjawab Muslim, dan sepertinya akan seperti itu, maka mereka salah!
“Islamisme” dan “terorisme” sering digambarkan hari ini sebagai sinonim, sebuah makna yang hampir tidak terpisahkan. Padahal sebuah analisis terhadap tindakan teroris yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa sebagian besar tindakan teroris bukan hasil dari orang-orang Muslim yang bertindak atas nama iman mereka.
Berbeda dengan persepsi umum, pernyataan politik dan liputan media, bahwa kebanyakan terorisme disebabkan oleh orang-orang Muslim yang bertindak atas nama iman mereka adalah salah. Terorisme didefinisikan sebagai penggunaan, atau ancaman penggunaan, kekerasan terhadap warga sipil dan non-pejuang karena alasan politik, agama atau sosial yang tidak bersifat pribadi.
Penelitian akademis, jurnalisme investigatif dan statistik resmi dari seperti FBI dan Europol menunjukkan bahwa di masyarakat Barat, hanya sebagian kecil serangan teroris yang dilakukan oleh “kelompok Islam”, “jihadis” atau sejenisnya. Mereka terbilang sangat kecil meskipun mengalami lonjakan dalam tahun-tahun terakhir, paling banyak, tiga atau empat negara.
Perancis adalah satu-satunya negara Barat yang sangat terpengaruh oleh fenomena ini. Di dunia Barat di luar Prancis – yang mencakup 38 negara dengan jumlah penduduk hampir satu miliar – jumlah korban “jihadisme” mencapai sekitar 450 sejak 11 September 2001, termasuk serangan di Manchester bulan lalu.
Data tak Pernah Bohong
Antara tahun 1980 hingga 2005, hanya 6 persen serangan teroris di tanah AS yang dilakukan oleh “kelompok Islam” sementara lebih dari 90 persen dilakukan oleh kelompok lain: Hispanik, Kristen, Yahudi, aktivis sayap kiri, aktivis lingkungan, supremasi kulit putih yang jauh , kelompok anti-pemerintah, kelompok anti-aborsi, separatis dan lain-lain.
Hal ini berlaku baik untuk jumlah serangan (berhasil atau tidak) dan jumlah teroris. Data mengenai serangan pernegara secara komprehensif dapat dilihat dengan jelas di Global Terrorism Database ( START / GTB ) di University of Maryland, yang merupakan referensi standar mengenai hal ini.
Demikian pula, di Eropa Barat, proporsi insiden teroris “Islam” atau “Islam” – dari tahun 1970 sampai 2017 sangat kecil dibandingkan dengan jumlah serangan yang terjadi.
Hal ini tetap berlaku sejauh menyangkut jumlah korban: Sejak tahun 2006 ( tahun statistik Europol dimulai ), meskipun periode kebangkitan “jihadisme”, sebagian besar kerugian di Barat disebabkan bukan oleh umat Islam, namun oleh jenis lain dari Teroris, seperti di Amerika Serikat: orang-orang Kristen anti-aborsi yang ekstrim-kanan, individu dan kelompok anti-pemerintah, separatis (ETA, IRA, dll), etno-nasionalis, supremasi kulit putih dan Kristen seperti Anders Breivik atau Dylan Roof , dan sebagainya.
Pembunuh massal Norwegia, Anders Behring Breivik, membuat nasehat Nazi di depan audiensi bandingnya pada bulan Januari 2017 (Foto: AFP)
Saat di tahun-tahun di mana “Islam” dituduh memicu terorisme, ternyata Islam bukanlah faktor penyebab paling umum bagi korban di negara-negara Uni Eropa: dari tahun 1970 sampai 2017 ( di sini di tabel 3 )
Baca: http://www.datagraver.com/case/people-killed-by-terrorism-per-year-in-western-europe-1970-2015
Dalam jangka waktu hampir setengah abad, terorisme “Islam” melampaui bentuk lain hanya Lima tahun: 2004-2005 dengan serangan London-Madrid; 2012, tahun serangan Mohammed Merah ; Dan 2015-2016, empat serangan Charlie Hebdo, 11 November, Brussels dan Nice (sejauh kasus terakhir memang merupakan karya seorang “Islamis”, yang tidak pernah terbukti).
Ingatan yang Terpilih
Setiap orang dapat memverifikasi secara empiris hasil dari kesalahan yang telah diberlakukan bertahun-tahun oleh media dan dunia politik.
Tanyakan saja – siapa yang telah melakukan serangan teroris terburuk dalam 10 atau 20 tahun terakhir di Eropa? Hampir selalu, Anda akan mendapatkan yang klasik “Saya tidak tahu pasti, tapi pasti jihadis kan? Charlie Hebdo? Bataclan pada tanggal 11 November? London pada tahun 2005? “
Sebenarnya, tindakan teroris paling mematikan yang pernah dilakukan di benua Eropa, yang membentang dari Prancis ke Rusia, tidak dilakukan oleh umat Islam.
Seperti kasus rudal Rusia yang menghantam Malaysia Airlines Flight MH17 di wilayah Ukraina yang dikendalikan oleh pasukan separatis pro-Rusia di tengah perang sipil, pada 17 Juli 2014. Kejadian itu menewaskan hampir 300 penumpang dan awak kapal. Suatu peristiwa yang, anehnya, media, politisi, dan dengan mereka populasi kita, segera tergesa-gesa untuk melupakannya.
Serangan ini terjadi kurang dari tiga tahun yang lalu, pada saat sorotan media Barat berada di wilayah ini. Tapi Anda akan sulit menemukan fakta bahwa kasus ini merupakan kejadian paling berdarah dan menempatkannya sebagai jawaban yang benar untuk pertanyaan ini.
Seorang wanita terlihat termenung sebelum menyalakan lilin di depan Kedutaan Besar Belanda di Kiev pada bulan Juli 2014 untuk memperingati korban penumpang penerbangan Malaysia Airlines MH17 (Foto: AFP)
Di sisi lain, setiap orang mengingat serangan Marathon Boston pada tahun 2013, meskipun korban tiga orang, dengan gambaran jauh lebih mematikan.
Serangan pada 9/11 – untuk memperluas cakupan diskusi ke Amerika Serikat – dapat dianggap sebagai pengecualian yang menegaskan peraturan (peraturan mana pun yang memilikinya), karena skala dan pembunuhan korban serangan bersejarah ini tidak pernah dilakukan ulang.
Bahkan tidak ada perbandingan jarak jauh sebelum atau sesudahnya, di Barat atau di tempat lain, atau bahkan di Timur Tengah dan Afrika Utara dengan aktivitas jihad yang tinggi.
Teroris terburuk dari semua jenis teror
Bahkan di Timur Tengah, wilayah yang paling terkena dampak “jihadisme”, gagasan bahwa kebanyakan terorisme adalah “Islam” juga salah.
Teroris paling mematikan di wilayah ini bukan al-Qaeda atau negara Islam, tapi kebanyakan rezim sekuler dan kepala negara non-Islam yang kekerasan politiknya tidak atas nama Allah atau “kekhalifahan”.
Teroris terburuk bagi kehidupan manusia selalu dilakukan oleh pemerintah negara bagian dan rezim.
Hari ini, teroris paling mematikan di wilayah Timur Tengah -Maghreb bukanlah negara Islam – bertentangan dengan kebohongan tanpa lelah yang disebarkan oleh media dan pemerintah kita -presiden Suriah Bashar al-Assad sendiri, dibantu oleh Rusia dan Iran. Korban sipil akibat seragan Assad jauh lebih banyak dibanding yang dilakukan oleh ISIS, sebuah fakta yang tidak disangkal siapapun.
Baik Assad, maupun Putin adalah bukan kelompok Islam. Rejim dan angkatan bersenjata mereka, tentu saja, merupakan dua sumber utama kekerasan di kawasan ini sejak 2011, sesuatu yang tidak perlu lagi ditunjukkan .
Dalam hierarki horor, Assad juga berhasil melampaui pembantaian yang dilakukan oleh ISIS, karena Assad melakukan pembunuhan dan penyiksaan terhadap anak-anak yang jumlahnya ratusan, sebagai hukuman, sebagai alat interogasi dan sebagai penghalang terhadap keluarga-keluarga lawannya.
Kekejaman ini didokumentasikan dengan baik oleh UNICEF, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan sumber-sumber swasta lainnya seperti LSM dan aktivis Suriah, dimana semuanya tidak menyangkal data tersebut.
Seorang pria Suriah menunjukkan tanda-tanda penyiksaan di punggungnya, setelah dia dibebaskan dari pasukan rezim di Aleppo pada Agustus 2012 (Foto: AFP)
Pada bulan April 2016, bocornya setengah juta dokumen resmi oleh aktivis Suriah dan pengacara hak asasi manusia internasional mengungkapkan skala dan kekejaman dari penyiksaan dan pembunuhan massal yang diputuskan dan direncanakan dengan cermat oleh rezim Damaskus dan Assad secara langsung.
Kecermatan administrasi dan kecerobohan birokratis dari kampanye teror dan kekerasan ini mengingatkan pada rencana Third Reich untuk pemusnahan orang-orang Yahudi.
Ribuan perintah penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan lawan yang ditandatangani oleh Assad sendiri sekarang didokumentasikan dan disimpan di tengah-tengah kumpulan dokumen resmi (bocor ke luar negeri oleh “Caesar”, mata-mata pemberani di Damaskus).
Stephen Rapp, yang memimpin tim jaksa selama pengadilan pidana internasional di Rwanda dan Sierra Leone dan juga bertugas selama enam tahun setelah Obama menunjuknya sebagai Duta Besar AS untuk Masalah Kejahatan Perang, mengatakan bahwa dokumentasi ini “jauh lebih kaya (data penyiksaan- red) daripada apapun yang telah saya lihat”. Padahal kita tahu bahwa ia telah banyak melihat banyak data penyiksaan sepanjang karirnya.
Penindasan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap lawan-lawan anti-Assad Suriah dan aktivis tak tertahankan untuk dibaca. Dalam beberapa kasus, penyiksaan itu dilakukan kepada anak-anak di bawah 13 tahun.
Jika Anda ingin melihat dokumentasi saya sarankan Anda memiliki perut yang kuat. Bahkan kengerian yang dilakukan tentara Assad akan membuat mual bahkan pejuang IS yang paling keras sekalipun, karena mereka sama sekali tidak melakukan kekejaman semacam ini.
Baru-baru ini kami mengetahui bahwa pembantaian tahanan dan lawan mencapai skala industri sehingga Assad sekarang harus membangun krematorium untuk membuang mayat tersebut.
Dibandingkan dengan ISIS? ISIS akan nampak sebagai amatir, pemula dan kelas teri.
Terorisme negara
Sebelum Assad, Palme d’Or yang terkenal dari terorisme di Timur Tengah dan Afrika Utara pergi ke Saddam Hussein yang menurut perkiraan, memusnahkan sekitar 200.000 lawan politik domestik dalam negeri, ditambah ratusan ribu korban sipil Iran dan Kurdi yang tewas di Irak- Perang Iran (yang dipicu oleh Hussein). Banyak yang terbunuh dalam serangan kimiawi, seperti pembantaian Halabja pada Maret 1988.
Tak satu pun dari dua kepala negara ini adalah “Islamis”. Dan mereka tentu saja tidak melakukan pembantaian mereka atas nama Islam. Sebaliknya, Assad dan Hussein (atau, dalam kasus terakhir) adalah pemimpin sekuler Baath.
Adapun ayah Bashar, Hafez al-Assad, dia melepaskan terorisme negaranya melawan kelompok Islam, membantai antara 15.000 dan 40.000 warga sipil dan anggota Ikhwanul Muslimin pada tahun 1982 saja.
Dibandingkan dengan terorisme ini, bahkan gabungan IS dan al-Qaeda sekalipun, akan terlihat seperti amatir. HAl itu berdasar banyak jumlah korban dan metode yang digunakan serta tingkat kekejaman yang mereka gunakan melawan musuh mereka.
Contoh lain yang meyakinkan: di Mesir, pada tanggal 14 Agustus 2013, beberapa minggu setelah kudeta militer 3 Juni, pasukan militer dan polisi Abdel Fattah al-Sisi membantai dalam satu hari hampir 1.000 pendukung sipil dari presiden terpilih secara demokratis, Mohammed Morsi.
Pembantaian ini secara sistematis direncanakan dan dilaksanakan oleh Sisi dan angkatan bersenjata, seperti yang telah didokumentasikan oleh semua kelompok hak asasi manusia Mesir dan internasional, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch. Yang terakhir bahkan menggambarkan pembantaian di Kairo sebagai “pembunuhan massal terburuk di dunia sepanjang sejarah negara”.
Dan itu hanya salah satu dari mereka, bukan yang awal bukan pula yang terakhir, semua dilakukan oleh rezim Sisi melawan lawan politiknya, baik sekuler maupun pro-Morsi, terutama kepada Ikhwanul Muslimin.
Bahkan tanpa menghitung korban pembantaian lainnya, pada tanggal 14 Agustus 2013 saja, Sisi, juga seorang kepala negara non-Islam, membunuh lebih banyak warga sipil yang tidak berdaya dalam beberapa jam melebihi apa yang disebut kelompok “teroris” di Sinai lakukan dalam beberapa tahun.
Selain itu, kelompok Sinai menargetkan tentara, tidak seperti rezim Mesir yang membantai warga sipil.
Menganalogikan makna
Mengingat Prancis dan Amerika Serikat adalah sekutu politik dan militer dari “Penjaga Kairo”. Dengan analogi yang sama dapat disimpulkan secara logis bahwa bahwa selain Putin dan Assad, Hollande, Obama, Trump dan mungkin segera Emmanuel Macron sejatinya juga negara teroris.
Memang, kejahatan mereka meluas (bahkan termasuk legal) kepada siapa saja yang membantu teroris melakukan teror dan pembunuhan mereka, misalnya dengan memberi mereka senjata, seperti yang terjadi di sini.
Oleh karena itu, kita dapat melihat bahwa kebohongan permanen ini yang senantiasa meyakinkan kita bahwa teroris terburuk adalah kelompok seperti Negara Islam, al-Qaeda atau Boko Haram hanya dapat dipertahankan berkat penipuan dan permainan semantik semantik yang sederhana dan efektif: framing oleh politisi, wartawan, media, think tank, dan sebagian besar pusat penelitian akademis dan “spesialis”. Mereka menggiring terorisme adalah Terorisme non-state, negara tidak melakukan teror, meski kejahatan negara melebihi apa yang disebut aksi terorisme saat ini.
Kita tidak bisa berbicara tentang terorisme negara tanpa menyebutkan Israel, negara nakal yang dipimpin oleh ekstremis religius dan rasis gila yang telah membuat terorisme menjadi metode pemerintahan yang sesungguhnya.
Di sana, secara harfiah ribuan orang warga sipil mereka dimusnahkan: pria, wanita, anak-anak, orang tua, dan orang-orang yang terluka, bahkan di rumah sakit .
Namun, tidak lebih dari kolonisasi ilegal dan ultra-kekerasan mereka yang dilakukan dengan senjata di tangan, atau ketidakpedulian mereka terhadap hukum internasional, pergerakan teroris dari pemerintah Israel tidak pernah menghalangi para pemimpin Barat untuk mempersenjatai mereka dan memberi mereka dukungan tanpa syarat, termasuk saat mereka pisahkan seluruh keluarga sebelum mata kita berteriak “membela diri!”.
– Dr Alain Gabon adalah seorang profesor bahasa Prancis yang berbasis di Amerika Serikat dan kepala Departemen Prancis di Universitas Virginia Wesleyan. Dia telah menulis banyak makalah dan artikel tentang Prancis kontemporer dan tentang Islam di Eropa dan di seluruh dunia. Karya-karyanya telah diterbitkan oleh ulasan akademis, think tank, seperti Yayasan Cordoba di Inggris Raya, dan media mainstream, seperti Saphirnews dan Les cahiers de l’Islam . Esainya yang berjudul ‘Radikalisasi islamiste et menace djihadiste en Occident: le double mythe’ akan muncul dalam publikasi Cordoba Foundation yang akan datang.
http://www.middleeasteye.net/essays/numbers-don-t-lie-even-middle-east-most-terrorism-not-islamic-1916251601
(Middle-East-Eye/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email