ISESCO (Islamic Educational Scientific and Cultural Organization) menuntut supaya hadiah Nobel Perdamaian yang pernah diberikan kepada Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, dicabut kembali.
Demikian pernyataan dan tuntutan ISESCO ini dilansir oleh situs berita Apa hari ini.
Aung San Suu Kyi menerima hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 lalu.
“Aung San Suu Kyi sadar terhadap aksi-aksi kekerasan yang dilakukan terhadap warga muslim Rohingya. Barang siapa memiliki tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Nobel Perdamaian tidak berhak memiliki hadiah ini,” tandas pernyataan resmi ISESCO.
Dalam pernyataan resmi tersebut, ISESCO juga meminta kepada seluruh masyarakat internasional supaya melakukan upaya untuk segera menghentikan aksi-aksi kekerasan di Myanmar.
Dalam pernyataan resmi ini, Azerbaijan menyatakan dukungan penuh terhadap usaha-usaha masyarakat internasional, terutama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap warga muslim Rohingya.
“Azerbaijan sangat mengkhawatirkan aksi-aksi kekerasan yang sekarang sedang menimpa warga muslim Rohingya,” tukas Ahmad Hajiov, juru bicara Kementerian Luar Negeri Azerbaijan.
Aksi-aksi kekerasan di Myanmar mulai meletus kembali dari sejak tanggal 25 Agustus lalu. Yaitu ketika pasukan militer Myanmar melakukan operasi militer dengan alasan memberantas kelompok semi militer di Rohingya.
Operasi militer ini akhirnya merenggut nyawa ribuan warga muslim Rohingya.
(Apa/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email