Pesan Rahbar

Home » » Politisasi Haji

Politisasi Haji

Written By Unknown on Tuesday, 5 September 2017 | 14:32:00

Saudi meminta warga Suriah ingin berhaji mengajukan visa melalui badan dibentuk oposisi.

Jamaah haji dari seluruh dunia melaksanakan salat di Masjid Al-Haram, Kota Makkah, Arab Saudi, Agustus 2017. (Foto: Arab News)

Lebih dari 1,7 juta muslim dari seluruh dunia telah tiba di Arab saudi untuk memulai ritual haji pekan ini. Ketika berada di Makkah, tempat paling disucikan umat Islam di muka bumi, mereka bakal sadar keluarga Bani Saud adalah satu-satunya penguasa di sana.

Potret-potret besar Raja Salman bin Abdul Aziz dan pendiri Arab Saudi mendiang Raja Abdul Aziz bin Saud tergantung di lobi-lobi hotel di seantero Makkah. Sebuah menara jam raksasa menampilkan nama leluhur Raja Salman itu memancarkan cahaya hijau ke arah jamaah di bawah.

Satu bagian baru Masjid Al-Haram di Makkah diberi nama mantan raja Saudi dan salah satu pintu masuk masjid dikasih nama bekas penguasa negara Kabah lainnya.

Itu hanya satu dari banyak cara dipakai Arab Saudi untuk menjadikan haji sebagai simbol posisi negara itu di kalangan negara-negara muslim sekaligus buat membalas musuh-musuhnya, dari Iran dan Suriah hingga Qatar. Iran merupakan basis utama Syiah dunia berupaya memanfaatkan haji untuk mempermalukan Saudi.

Alhasil, haji sudah lama menjadi bagian dari kebijakan politik Arab Saudi.

Sepanjang hampir seabad, keluarga Bani Saudi berkuasa di Saudi memutuskan siapa yang boleh kemluar masuk Makkah, menetapkan kuota haji seluruh negara, mengeluarkan visa melalui Kedutaan Saudi di seluruh dunia, dan menyediakan akomodasi bagi ratusan ribu jamaah di dan sekitar Makkah.

Semua raja Saudi dan para pnguasa Hijaz di era Kesultanan Usmaniyah selalu memakai gelar Pelindung Dua Kota Suci, merujuk pada Makkah dan Madinah.

"Siapa saja menguasai Makkah dan Madinah memiliki akan memiliki kekuatan luar biasa," kata Ali Syibahi, Direktur Eksekutif the Arabia Foundation, pusat kajian Arab Saudi berkantor di Washington DC, Amerika Serikat. Dia bilang Arab Saudi benar-benar berhati-hati untuk tidak menolak setiap orang Islam untuk berhaji agar tidak dituding menggunakan haji buat kepentingan politik.

Tapi pemerintah Suriah mengatakan Arab Saudi terus membatasi warganya ingin melaksanakan rukun Islam kelima itu. Saudi memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Suriah.

Meski Presiden Suriah Basyar al-Assad adalah pemerintah resmi, namun sejak 2012, Riyadh meminta seluruh warga Suriah ingin berhaji untuk mengajukan visa melalui Komite Tinggi Haji Suriah, dikontrol oleh Koalisi Nasional Suriah, tengah berperang dengan rezim Basyar al-Assad.

Haji kian kentara bernuasa politik setelah Arab Saudi bareng Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar sejak 5 Juni lalu. Mereka beralasan negara Arab supertajir tersebut menyokong terorisme dan berhubungan erat dengan Iran, merupakan musuh bebuyutan Saudi.

Keputusan mengejutkan diambil Raja Salman awal bulan ini dengan mengizinkan jamaah haji Qatar masuk ke Saudi melalui perlintasan Salwa, satu-satunya perbatasan darat antara kedua negara, ditutup sejak hubungan bilateral putus. REaja Salman juga memerintahkan mengangkut jamaah haji Qatar langsung dari Doha menuju Jeddah dengan menggunakan tujuh pesawat Saudi Arabian Airlines.

Namun perilaku baik Saudi itu muncul sepihak dan setelah menerima Syekh Abdullah bin Ali ats-Tsani, cucu dari emir ketiga Qatar Syekh Abdullah bin Jassim ats-Tsani. Ayahnya, Syekh Ali bin Abdullah ats-Tsani, adalah penguasa keempat Qatar dan abangnya, Syekh Ahmad bin Ali ats-Tsani, merupakan emir kelima Qatar.

Syekh Abdullah ats-Tsani datang atas inisiatif pribadi dan bukan merupakan utusan resmi pemerintah Qatar. Kesan politik ini jelas karena dia adalah adik dari Syekh Ahmad bin Ali ats-Tsani, dikudeta oleh sepupunya, Syekh Khalifah bin Hamad ats-Tsani, kakek dari penguasa Qatar saat ini, Syekh Tamim bin Hamad ats-Tsani, pada 22 Februari 1972.

Langkah Saudi dengan menyetujui permintaan Syekh Abdullah ats-Tsani agar mengizinkan warga Qatar berhaji sama saja melecehkan pemerintahan sah di Qatar.

Gerd Nonneman, profesor Hubungan Internasional dan Studi Kawasan teluk di Universitas Georgetown di Qatar, menilai kebijakan itu merupakan propaganda Saudi. "Haji secara de facto telah dipolitisasi," ujarnya.

Pemerintah Qatar secara terbuka menyambut niat baik Saudi tersebut tapi juga menyerukan agar Riyadh tidak memakai haji untuk kepentingan politik.

Komite Hak Asasi Manusia Qatar sebelumnya melapor kepada pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan kebebasan beragama mengenai pembatasan dan larangan terhadap warga Qatar ingin berhaji tahun ini.

Ketika haji adalah salah satu tiang utama dalam Islam, maka kontrol atas Makkah dan Madinah merupakan pilar legitimasi dan kekuasaan Bani Saud. Iran secara konsisten berusaha mempersoalkan eksklusifitas Arab saudi dalam manajemen haji.

Dalam musim haji dua tahun lalu, terjadi tabrakan arus di Mina saat prosesi pelemparan jumrah. Insiden ini menewaskan lebih dari dua ribu orang menurut hasil investigasi sementara Associated Press. Namun Arab Saudi menolak mengaku bersalah, apalagi bertanggung jawab.

Iran, jamaah hajinya tewas berjumlah 486 orang dalam Tragedi Mina, itu langsung menyerukan agar pengelolaan haji diserahkan kepada badan independen bukan lagi ditangani pemerintah Saudi. Riyadh menolak tuntutan itu dan menuding negara Mullah tersebut mempolitisasi haji.

Pelaksanaan haji tahun lalu juga diwarnai permusuhan sengit kedua negara. Arab Saudi dan Iran putus hubungan sejak Januari 2016. Di tahun itu pula, Iran memboikot haji.

Itu bukan kali pertama Arab saudi dan Iran bersengketa soal haji. Pada 1987, polisi Saudi menembaki jamaah haji Iran yang berdemonstrasi di Makkah dan menewaskan 400 orang. Selama dua tahun setelah kejadian keji itu, Iran tidak mengizinkan warganya ke tanah suci.

Menjelang musim haji tahun ini, pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menyerukan jamaah haji dari negaranya untuk berunjuk rasa lagi. "Di mana lagi yang lebih baik ketimbang Makkah dan Madinah di mana muslim bisa mengekspresikan kecemasan mereka soal Al-Aqsa dan Palestina?"

Para ulama senior Saudi buru-buru menangkal dengan mengatakan haji mestinya dipakai untuk beribadah dan mengingat Allah sepanjang waktu.

Tetap saja, selama Saudi dan Iran bermusuhan, haji bakal selalu menjadi alat politik buat saling melemahkan.

(Haaretz/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: