Oleh: Biakto
Awal kemunculannya orang tidak peduli mereka siapa, sampai dipenghujung waktu dimana mereka menuai hasil kerjanya, terbongkar kelakuannya, entah ide siapa. Kita punya pengalaman tapi selalu cepat lupa karena setiap ada yang baru didepan lalu terus-terusan dibicarakan, Raisa menjadi berita tak habis-habisnya, sampai lupa anaknya sudah berbadan dua gak tau siapa lakinya.
Coba ingat kasus Obor Rakyat dari istana yang mengguncang Indonesia, serta menyerang jantung keturunan Jokowi, dari mulai turunan Cina sampai PKI, dimana orang keji yang digaji dari tangan priyai arahnya waktu itu Sudi Silalahi, dan siapa dibelakangnya yang menginisiasi, kasusnya terhenti kalaupun diproses cuma untuk sekedar mengisi tugas polisi, dari pada tidak sama sekali, kita masih ingat siapa Kapolrinya dan siapa yang membuat Antasari jadi pesakitan gara-gara Antasari menggarap orang yang harusnya dia selamatkan bukan dibuikan, mengorbankan nyawa hanya untuk menutupi raut muka durjana, berlindung dibalik topeng, kelihatan lucu tapi memendam rasa balas dendam yang mendalam, akhlak itu adalah akhlak aslinya dimana kepuasan dalam dirinya tidak pernah ada, baik kuasa, harta dan apa saja.
Pola yang sama dipakai untuk menggempur Ahok, manusia pelawan kebathilan, kebayang andai saja mereka tidak terbantu mulut kotor Buni Yani, entah amunisi apa yang bakal disemburkan, bisa saja mereka bilang Ahok Cina anti Indonesia, dan ada orang keturunan Arab yang mengaku neneknya pejuang mendahului orang Cina yang membangun Indonesia bahkan membawa Islam ke Nusantara, dibanding Arab yang melipir dari Gujarat dan Champa, itupun ikut perahu orang Jawa yang jadi raja.
Mengamati prilaku manusia kardus yang sok suci kadang membuat kita ngeri, negeri sebesar ini dimain-mainkan kayak mainin anak ikan didalam panci. Mereka senang gembira, rakyatnya beli bbm yang harganya tak dibuat sama di Papua, kenapa? karena amanah rakyat yang diterimanya cuma diduduki sebagai hadiah dan dia melihat dirinya dikaca sebagai manusia mulia. Padahal sejatinya dia sedang berproses menuju kepada kehinaan, dan itu sangat mudah ditangan Tuhan, ingat Jokowi, 1,5 tahun menjabat Gubernur, langsung diberi amanah besar menjadi presiden, tanpa harus nyinden.
Saracen ini bukan sekedar perbuatan keji dari setingan untuk sebuah kemenangan dengan jalan kebanci-bancian, umpatan cacian, makian, fitnah dan kebohongan yang terstruktur itu digarap oleh tim yang kuat, Asma Dewi itu cuma lubang kecil untuk menafkahi setiap lubang yang lapar pada dirinya, dari setiap penampilan fotonya selalu dikelilingi jenis yang sama. Pertanyaan, sebegitu akrabnya hubungannya kalau tidak ada apa-apanya, atau ada apa-apanya maka dia selalu ada disana, jangan bilang tidak ada hubungan, gestur kalian itu mudah dibaca karena kasar bicara, selalu mencela, fitnah dimana-mana, berdoa saja kalian pelesetkan, Tuhan dimain-mainkan seperti mengolok, namun itulah cerminan otak jongkok. Sebuah kebiasaan yang kalian banggakan padahal kelakuan itu hanya pas disebut sosok setan yang jauh bisa diharapkan untuk sebuah kebenaran.
Tabiat adakah pondasi berpikir yang dibangun dari cara hati dan pikiran bekerja, apakah ia berproses secara parsial atau universal, apakah ia amanah atau penjarah, apakah ia ingin berbakti atau niatnya cuma mencuri, lihat saja kesehariannya, apakah dia naik kuda atau ikut lebaran kuda, keduanya sama, untuk tidak diharapkan mengurus sebuah negara yang berpengharapan kedepan, setelah puluhan tahun kita dihempaskan oleh kepalsuan yang dibalut ketenangan padahal ibarat air yang tak bergerak hanya akan menghasilkan bau busuk menusuk.
Indonesia masuk pada fase pemimpin muda dengan gemblengan bukan yang cengengesan apalagi anak muda karbitan walau pakai jas, dan batikan, ketemu Gibran disambut dengan kaosan dan celana digulung, sepatu karet, dan bubur lemu. Ini kebetulan atau sindiran, kalau mau naik jadi panutan harus ada tahapan bukan keluar dari pasukan dan langsung mau jadi pimpinan, kecuali pemimpin recehan apalagi jadinya karena pertolongan dari Saracen dengan bayaran milyaran untuk bisa menang melalui kegaduhan, begitu kok mau jadi negarawan, yang terjadi malah olok-olokan karena janji kampanyenya cuma jadi meme-memean.
Saracen adalah barang baru stok lama, sekarang malah ada dimana-mana, di DPR, di TV, yang tak henti mengumbar benci hanya karena mereka masih benci kpd Jokowi krn jagonya masih nangis tak henti dan sekarang mau nyapres lagi, tapi sedang bingung apa masih pakai strategi mencaci maki, atau sebaiknya semuanya masukkan saja ke laci.
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email