Oleh: Abdul-Mun’im Ali Isa
Kelompok teroris ISIS telah kehilangan seluruh kawasan kekuasaan mereka. Menurut laporan pihak kementerian pertahanan Rusia, luas kawasan yang pernah dikuasai oleh ISIS ini tidak mencapai 8 persen. Tentu, setelah kota al-Mayadin berhasil ditaklukkan oleh militer Suriah, persentasi kawasan kekuasaan ISIS itu berkurang.
Di Iraq, kelompok teroris itu tidak memiliki kondisi yang lebih baik. Kekalahan dalam mempertahankan kota Hawijah adalah sebuah kartu merah bagi mereka supaya segera meninggalkan kawasan timur Iraq itu.
Setelah semua kekalahan itu, pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah nasib yang akan dialami oleh para militan teroris tersebut?
Pada tahun 2014 lalu, Amerika membentuk Koalisi Internasional untuk memerangi ISIS. Akan tetapi, Washington malah berusaha untuk memperpanjang usia kelompok teroris ini untuk menggapai kepentingan-kepentingan mereka sendiri.
Pada tahun 2015, Arab Saudi juga membentuk Koalisi Islami dengan tujuan juga untuk memerangi ISIS. Akan tetapi, hasil koalisi ini apabila dibandingkan dengan efek positinya hanyalah nol.
Dari sejak musim panas tahun 2016 lalu, kondisi berubah secara drastis. Muncul sebuah komitmen regional dan internasional untuk memusnahkan ISIS.
Melihat ini, tentu ISIS terpaksa harus merenovasi kawasan kekuasaan dan operasi mereka. Hanya saja, mereka hanya memiliki dua pilihan: meminta swaka kepada negara-negara yang belum mengenal masa lalu mereka, atau kembali ke negara asal mereka dengan meletakkan senjata. Tentu, pilihan kedua ini hampir mustahil mengingat mereka sudah terbiasa dengan pembantaian manusia. Mungkin saja mereka akan melakukan aksi-aksi bom bunuh diri di negara mereka, terutama Barat, untuk membalas dendam.
(Al-Wathan/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email