Ketua Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) Provinsi Riau melaporkan sejumlah oknum mahasiswa Universitas Islam Riau ke polisi. Mereka diduga menghina Presiden Joko Widodo saat demonstrasi di Kota Pekanbaru, 10 September lalu.
Ketua RJCI Riau Raya Deswanto mengatakan laporan resmi itu sudah disampaikan ke Mapolda Riau, Pekanbaru, pada Senin (17/19).
"Kami tidak menyebut berapa jumlah aktornya, tapi ada penanggung jawab umum, penanggung jawab lapangan yang ada di video itu. Kira-kira ada tiga sampai lima orang yang kami laporkan, dan biar pak polisi yang menentukan apakah laporan itu layak untuk ditindaklanjuti," kata Raya di Pekanbaru, seperti dikutip Antara.
Ia mengatakan motif pelaporan itu agar hukum ditegakkan kepada siapa pun yang telah menghina Presiden. Menurutnya, hal ini bukan sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat dalam berdemokrasi dan bukan bentuk antikritik.
"Ini murni adalah bagaimana hukum itu bisa dijalankan terkait dugaan penghinaan kepada pengusa, pemerintah, dalam hal ini penghinaan kepada presiden yang sudah disebarluaskan juga lewat ITE," kata Raya.
RJCI Riau menilai penghinaan terhadap Presiden Jokowi terjadi saat massa mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR) menggelar demonstrasi di Pekanbaru pada 10 September 2018.
Raya menilai dalam unjuk rasa tersebut oknum mahasiswa bertindak kebablasan karena menghina dan memfitnah Presiden Jokowi.
RJCI mengklaim memiliki bukti video tentang bagaimana oknum mahasiswa menghadirkan sosok seperti pocong bergambar foto Presiden Jokowi dan membakarnya saat berunjuk rasa.
"Riau ini Bumi Melayu, ada tunjuk ajar, ada tata krama. Kalau benci Jokowi apa harus seperti itu. Apa Jokowi tak bisa lagi berbuat baik ke Riau yang sudah ada proyek jalan tol, rel kereta api, sampai Blok Rokan juga dikembalikan pengelolaannya ke perusahaan negara," katanya.
Dalam laporannya, RJCI Riau menyatakan bahwa ucapan dan perilaku oknum BEM UIR dinilai sudah di luar batasan hukum, norma, etika dan kepatutan sosial.
Menurutnya, tindakan tersebut termasuk tindak pidana sebagaimana termuat dalam pasal 207, pasal 208 jo pasal 310 KUHP dan pasal 29 jo pasal 45 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kepala Bagian Humas UIR Dr Syafriadi saat dikonfirmasi mengatakan pihak Rektorat UIR tidak ambil pusing dengan laporan RJCI yang melaporkan mahasiswanya ke pihak kepolisian. Ia menilai hal tersebut lumrah karena menjadi hak setiap warga negara.
"Pihak UIR fine saja. Kadang ketawa, kadang sambil senyum. Kenapa harus ditanggapi serius sekali. Ini negara demokrasi," kata Syafriadi.
Dia menilai setiap warga negara berkedudukan sama di depan hukum, sehingga berhak melaporkan apa pun yang dilihatnya dalam sebuah peristiwa yang dinilai aneh.
Menurut dia, hal yang sama juga sudah dilakukan oleh UIR dan Ikatan Alumni UIR yang melaporkan seorang warga Pekanbaru karena dinilai menghina institusi itu di media sosial terkait aksi demonstrasi mahasiswa tersebut pada 10 September lalu.
Menurut dia, mahasiswa UIR saat berunjuk rasa merupakan bentuk penggunaan hak konstitusional sebagai warga negara bahwa dalam UUD 1945 pasal 28 F yang intinya disebutkan menjamin kebebasan berpendapat bagi setiap warga negara.
"Mereka memanfaatkan ruang berpendapat, beraspirasi dalam ruang negara Indonesia yang berdemokrasi. Pihak-pihak yang merasa tidak nyaman oleh suara-suara mahasiswa itu, punya hak warga negara untuk menafasirkannya. Kalau mereka punya legal standing untuk membuat laporan ke polisi, ya silakan saja," katanya.
Ia menambahkan, pihak rektorat belum mengambil sikap khusus terkait laporan RJCI tersebut. "Itu baru tahap melapor, kami lihat tindak lanjut laporannya. Kalau sudah ditindaklanjuti oleh polisi baru kami melakukan sikap. Buat apa membuat sikap terlalu jauh," tambahnya.
(CNN-Indonesia/Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email