Gus Mus
Pakaian bukanlah ukuran untuk menilai keberislaman seseorang. Hal itu karena Islam lebih mementingkan isi daripada kemasan, lebih mementingkan substansi daripada permukaan. Oleh karena itu, Islam tidak bisa dilihat dari pakaian yang dipakai oleh seseorang. Ciri dari keberislaman seseorang bukan ditentukan melalui tampilannya, melainkan melalui akhlakul karimah, yaitu akhlak dan moralitas yang luhur.
Pesan itulah yang disampaikan KH Mustofa Bisri atau Gus Mus di depan ratusan jamaah pengajiannya dalam video yang diunggah di Youtube. Menurut Gus Mus, jika umat Islam ingin meniru Nabi Muhammad Saw, maka jangan hanya meniru cara berpakaiannya saja, melainkan juga meniru budi pekerti dan moralitas luhur Nabi. Nabi Muhammad dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah memaki-maki, maka kita juga jangan suka memaki-maki dan menebar kebencian.
“Mengikuti Nabi Muhammad itu bukan hanya melalui pakaian yang digunakannya saja. Mengikuti Nabi berarti mengikuti akhlak Nabi, Nabi tidak marah-marah, tidak methenteng-methenteng (jumawa),” tegas Gus Mus.
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang itu, pakaian jubah pada masa Nabi bukan pakaian islami, tetapi pakaian budaya Arab. Jubah dan pakaian yang dipakai Nabi pada saat itu adalah pakaian lumrah dan menjadi kebiasaan orang Arab, bahkan orang-orang kafir Quraisy pun juga memakai Jubah.
Oleh karena itu, dalam pandangan Gus Mus, jika ada seseorang yang berpakaian jubah dan semacamnya, namun masih berperilaku buruk, mencaci-maki, berburuk sangka, menghina, dan memusuhi, maka ia sebenarnya tidak mengikuti akhlak Rasulullah, tetapi mengikuti perilaku Abu Jahal yang dikenal bengis, kejam, dan pemarah.
“Jika pakai jubah tapi wajahnya selalu marah, maka itu bukan mengikuti Nabi Muhammad SAW, tapi mengikuti Abu Jahal,” pungkasnya.
(Islam-Ramah/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email