Kubu Prabowo-Sandiaga menginginkan debat calon presiden dan wakil presiden nantinya dibuat lebih berbeda.
Jika biasanya menggunakan bahasa Indonesia, kubu Prabowo menginginkan debat berbahasa Inggris.
Alasannya, penggunaan bahasa Inggris penting mengingat seorang pemimpin negara akan bergaul dan berbicara di dunia internasional.
“Karena presiden bergaul di dunia internasional, supaya tidak ada miss komunikasi dan salah tafsir dari lawan bicara, ya memang penting juga calon presiden matang dalam menguasai bahasa luar, dari bahasa Indonesia itu,” ucap Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto.
Usulan kubu Prabowo ternyata sangat didukung kubu Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, mereka juga menawarkan usulan agar ada sesi bahasa Arab saat debat, dan dilakukan tes membaca Alquran.
“Mengingat bahasa Arab juga menjadi salah satu bahasa internasional dan mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam maka bisa sejalan,” kata Wasekjen DPP PPP yang juga anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Indra Hakim Hasibuan,” dalam rilis yang diterima merdeka.com, Jumat (14/9/18).
Agar fair dan objektif, lanjut Indra, maka panelisnya bisa dari perwakilan ulama terkemuka ataupun syeikh dari Saudi Arabia maupun Mesir.
“Kami juga berharap dalam materi debat juga menyampaikan program yang konkret bukan hanya sekadar wacana. Misalnya, setiap satu persoalan disertai solusi dan contoh penanganan. Sehingga rakyat Indonesia bisa mengetahui detail dan memahami ide besar ataupun gagasan dari para capres,” tegas dia.
Kata Timses Jokowi soal Debat Pakai Bahasa Inggris dan Bicara Sejam
Koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengusulkan perubahan format debat capres 2019 agar kandidat bicara satu jam penuh untuk menyampaikan gagasannya dan juga menggunakan bahasa Inggris. Kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin menanggapi usul tersebut.
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Hasto Kristiyanto, mengatakan rekam jejak (track record) ialah hal utama yang perlu dipertimbangkan dalam mencari pemimpin. Menurutnya, pemimpin yang baik ialah yang memberi teladan.
“Ukuran seorang pemimpin adalah yang dilihat dari rekam jejaknya, moralitas pemimpin, tak punya tradisi buruk di masa lalu. Pemimpin memberi keteladanan. Pemimpin itu mencintai Indonesia Raya, mencintai rupiah bukan menimbun dolar, misalnya,” ujar Hasto saat dihubungi, Kamis (14/9/2018).
Dia mengatakan, konsistensi ucapan dan tindakan juga perlu ditimbang. Sebab, lanjutnya, seorang pemimpin harus tak cuma pandai bicara.
Hasto kembali menekankan soal rekam jejak calon pemimpin. Sekjen PDIP ini tampilan bicara yang baik tak guna jika punya rekam jejak buruk.
“Buat apa seorang pemimpin yang tampilan berbicaranya baik tapi punya tradisi kekerasan masa lalu? Buat apa punya pemimpin kelihatan baik dalam ucapan tapi punya tradisi untuk mendapatkan kursi pencalonannya dengan membayar partai lain atau politik mahar? Itu kan juga dilihat,” ungkap Hasto.
Dengan melihat track record tersebut, menurutnya, dapat diketahui moralitas calon pemimpin. Meski demikian, Hasto mengatakan kubu Jokowi-Ma’ruf akan mengikuti mekanisme yang akan diatur KPU.
“Jadi moralitas bagi pemimpin adalah satunya kata dan perbuatan. Kita ingin menyampaikan kontestasi itu dari track record-nya, dari gagasan-gagasannya. Jadi kami akan ikuti tahapan KPU, kami akan taati,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, koalisi Prabowo-Sandiaga mengusulkan kandidat berbicara satu jam penuh menyampaikan gagasannya. Waktu tersebut dianggap bisa dipakai untuk menggantikan metode cerdas cermat di Pilpres 2019.
“Selama ini kan cuma dikasih berapa menit di televisi, terus nanti pakai istilah saya tuh debat pakai spedometer. Jadi dibilang waktu tinggal 2 detik, ini bukan soal cerdas cermat, ini soal urusan negara, ini urusan 250 juta orang. Ini urusan besar, karena itu kami akan mengusulkan, dan kami sepakat untuk minta diberi kesempatan calon kita bicara satu jam full tentang pikiran-pikirannya,” ujar Sekjen PD Hinca Pandjaitan di Jalan Daksa I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/9/2018).
Selain itu, koalisi Prabowo-Sandiaga juga usul agar dalam debat kandidat menggunakan bahasa Inggris. Waketum Gerindra Fadli Zon menilai perubahan format debat bagus agar rakyat memiliki pertimbangan luas dalam menentukan pilihan.
“Kalau pakai bagus, kalau nggak juga nggak apa-apa. Tapi kalau ada, ya, itu berarti itu suatu kemajuan, tetapi kalau nggak, ya, nggak ada masalah,” terang Fadli saat dimintai tanggapan di kediaman Prabowo Subianto, Jl Kertanegara, Jakarta Selatan.
Berikut komentar Ruhut Sitompul soal debat capres pakai bahasa Inggris.
Debat Capres memakai Bahasa Inggeris, “Menunjukkan Fadli Zon dan Pendukung Prabowo makin kalap jadi makin terlihat Gagal Berpikir, apalagi Pendukung mereka yg Ektrim Kanan selama ini mengatakan Bahasa Inggeris = Bahasa Kafir”. #2019 Biar Pak JOKOWI Lagi 2 Priode MERDEKA.— Ruhut Sitompul (@ruhutsitompul) September 14, 2018
(Detik/Merdeka/Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email