Insan hak ve hurriyatferive insani tadim vakfi
Oleh: Eko Kuntadhi
Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala membawa duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Sampai hari ini lebih dari 800 orang dikabarkan meninggal dan ribuan lain luka-luka. Banyak fasilitas umum rusak, jalan gak bisa dilalui, kesulitan air bersih dan makanan, dan sebagainya.
Pemerintah sendiri berupaya keras untuk membantu para korban. Sehari setelah kejadian, Menko Wiranto bersama beberapa menteri langsung terbang ke Palu. Esoknya Presiden Jokowi sendiri hadir di lokasi untuk meninjau dampak bencana.
Seluruh kekuatan Indonesia dikerahkan untuk membantu masyarakat korban.
Dampak gempa yang luas membawa suasana ketidakpastian. Bantuan belum sepenuhnya terdistribusi disebabkan karena jalur transportasi yang hancur. Suasana itulah yang mudah menimbulkan gesekan.
Kira tahu Palu tidak jauh dari Poso. Masyarakat Poso pernah mengalami konflik bernuansa agama yang sedemikian keras. Konflik Poso memunculkan kelompok-kelompok teroris. Gembong teroris Santoso dan gerombolannya, misalnya, lama beroperasi di Poso sebelum akhirnya dilumpuhkan pihak keamanan.
Tampaknya psikologi masyarakat dan tekanan bathin sebagai korban perlu diperhatikan secara serius.
Karena itulah kita perlu berhati-hati ketika lembaga internasional asal Turki seperti IHH (insan hak ve hurriyatferive insani tadim vakfi) berniat mengirimkan bantuan ke lokasi gempa..mereka juga menurunka empat orang ke sana. Bukan apa-apa. Lembaga ini dikenal dekat dengan kelompok-kelompok teroris.
Masih segar dalam kepala kita sebuah berita, bantuan asal Indonesia disalurkan ke teroris Syuriah. Waktu itu yang menggalang donasi adalah IHR (Indonesian Hummanitarian Relief), sebuah lembaga yang dikepalai Bahtiar Nasir. Lembaga ini dan lembaga zakat lainnya rajin mengkampanyekan #SaveAleppo untuk menggalang donasi.
Untuk mengirimkannya ke Syuriah, IHR bekerjasama dengan IHH. Nah, ketika pasukan pemerintah Syuriah membebaskan Aleppo, sebuah video menunjukan kardus-kardus berlogo IHR menumpuk di markas-markas teroris. Artinya bantuan asal Indonesia malah didistribusikan kepada pemberontak dan teroris di Syuriah ketimbang untuk rakyat yang sengsara.
Kasus ini pernah ditelaah kepolisian RI dan Bahtiar Nasir diperiksa. Entah bagaimana kabar perkembangan kasusnya sekarang.
IHH sudah ditengarai memggunakan kedok lembaga sosial untuk menjalankan misi politiknya. Kedeketannya dengan kelompok teroris dunia seperti Alqaedah atau ISIS membuat lembaga ini dilarang beroperasi di Jerman dan Belanda.
Kepolisian Turki sendiri pernah menggerebek markas IHH karena dituding menjadi wadah mensuplai senjata kepada teroris di Syuriah. Waktu itu di Turki masih terjadi pergumulan kekuasaan antara kekuatan Fatullah Gulen dan Erdogan. Sayangnya, Erdogan berhasil menghabisi kelompok Gulen.
Erdogan sendiri dikenal memanfaatkan keberadaan IHH sebagai salah satu bidak untuk mendukung kepentingan politiknya di luar negeri. Santer terdengar agen rahasia Turki ikut menentukan arah kebijakn IHH. Kebijakan politik Erdogan di Syuriah sejalan dengan kepentingan AS dan Saudi, mendukung kaum memberontak. Nah, IHH inilah yang dijadikan jalur untuk mensuplai senjata kepada para teroris di Syuriah.
Dalam banyak konflik, peran lembaga yang berkedok kemanusiaan justru efektif untuk memberikan dukungan dan menciptakan opini. Selain IHH, di Syuriah kita juga mengenal White Helmet. Mengaku sebagai lembaga kemanusiaan tapi justru paling getol menyebarkan kebohongan dengan video-video palsu untuk mendeskriditkan pemerintah Asaad.
Kehadiran WH dan IHH di Syuriah yang menyokong keberadaan teroris membuat konflik Syuriah terus berkepanjangan. Mereka bukan hadir untuk membantu rakyat Syuriah terbebas dari penderitaan. Kehadiran mereka juatru membantu kelompok-kelompok teroris menjalankan misinya menghancurkan negeri itu.
Kini IHH kabarnya dipimpin oleh Mahdi Al-Harati, salah seorang yang pernah terlibat aktif menjatuhkan Khadafi di Libya. Harati juga secara terang-terangan pernah bergabung dengan milisi bersenjata Free Syurian Army (FSA) yang menjadi tulang punggung pemberontak di Syuriah. Bagaimana mungkin seorang petualang militer, duduk sebagai salah satu pimpinan di lembaga kemanusiaan?
IHH telah mengirimkan empat anggotanya ke Palu. Sekali lagi, kita tahu sisa-sisa gerombolan teroris pada konflik Poso mungkin masih berada di sekitar lokasi gempa. Kita tidak berharap suasana bencana dijadikan alasan untuk kembali menghidupi kelompok-kelompok garis keras di Indonesia.
Rasanya pemerintah perlu memperhatikan secara serius lembaga-lembaga bantuan asing yang berniat membantu meringankan beban kita. Tentu kita tidak harus menolak uluran tangan mereka apabila dibutuhkan. Tapi jangan sampai sebuah kekacauan akibat mencana malah menjadi pintu masuk mereka untuk merusak keutuhan NKRI.
Doa, air mata, donasi dan tenaga kita persembahkan untuk meringankan beban saudara-saudara kita korban bencana. Semoga Allah melindungi bangsa ini dari kerusakan. Baik kerusakan akibat bencana maupun konflik.
(Fokus-Today/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email