Penetapan status tersangka terhadap ratu hoax, Ratna Sarumpaet memberi singnal kuat bahwa Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amien Rais dkk bakalan menjadi tersangka pada episode berikutnya. Secara hukum, peran dan posisi Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amin Rais dkk. dalam kasus Ratna Sarumpaet ini dapat dijerat dengan pasal 55 KUHP yaitu orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu.
“Mereka secara bersama-sama dengan peran masing-masing diduga sebagai turut serta melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh UU dan diancam dengan pidana penjara sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 jo. pasal 45A UU No. 19 Tahun 2016, Tentang ITE,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Sabtu (6/10).
Oleh karena itu tegas Petrus, Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amin Rais dkk sangat layak dan beralasan untuk dimintai pertanggung jawaban secara pidana. “Mereka bisa dijadikan sebagai tersangka dan ditahan, tergantung dari bagaimana hasil pengembangan di lapangan oleh Penyidik,” urainya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Setyo Wasisto menyatakan sejumlah orang yang bersinggungan dengan kasus hoaks Ratna Sarumpaet bisa dijerat pidana. “Ada pasal 55 (KUHP), barang siapa turut serta dalam melakukan kejahatan, dia diancam hukumannya itu,” kata Setyo.
Pasal 55 KUHP ayat 1e menyebutkan orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana.
Polda Metro Jaya secara resmi telah menahan tersangka Ratna Sarumpaet, setelah sebelumnya melakukan penangkapan dan memberi status tersangka. Ratna yang bekas pendukung pasangan Prabowo-Sandi ini diduga telah melakukan tindak pidana menyebarkan informasi bohong yang dapat menimbulkan rasa kebencian.
Tindakan Ratna Sarumpaet ini melanggar ketentuan pasal 14 UU No. 1 Tahun 1946, Tentang Peraturan Hukum Pidana dan pasal 28 jo. pasal 45 A UU No. : 19 Tahun 2016, Tentang Perubahan Atas UU No. : 11 Tahun 2008, Tentang ITE.
Petrus menilai, pemberian status tersangka dan penahanan terhadap Ratna Sarumpaet didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sudah dimiliki Penyidik dan pasal yang disangkakan terhadap Ratna Sarumpaet ancaman pidananya di atas 5 (lima) tahun penjara.
“Dengan pemberian status tersangka dan penahanan terhadap Ratna Sarumpaet oleh Penyidik, maka publik mempertanyakan bagaimana sikap Polri terhadap sejumlah tokoh penting seperti Prabowo, Amin Rais, Fadli Zon dkk sebagai pihak pertama yang mendapatkan informasi langsung peristiwa kekerasan yang fiktif itu dari Ratna Sarumpaet,” terangnya.
Ketegasan sikap Polri sangat penting karena merekalah mempublish dan mendramatisir peristiwa kekerasan itu sebagai sebuah peristiwa besar yang mengguncangkan negeri ini tanpa chek and balance.
Apalagi, hasil penyelidikan Polda Metro Jaya pada tanggal 2 Oktober 2018, menemukan petunjuk kuat tentang jejak-jejak ketidakbenaran peristiwa yang disebut kekerasan penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet, sebagaimana sudah dipublish oleh Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amin Rais dkk.
Ketidakberesan kasus ini semakin terkuak tatkala Polri menyampaikan tidak adanya jejak Ratna Sarumpaet di Bandung pada tanggal 21-24 September 2018. Dengan demikian, dapat dipastikan tidak adanya peristiwa kekerasan terhadap Ratna Sarumpaet.
Justru belakangan terdapat bukti keberadaan Ratna Sarumpaet di salah satu Rumah Sakit di Tebet, Jakarta Selatan sejak tanggal 21 hingga tanggal 24 September 2018, untuk operasi sedot lemak karena sudah dipesan sebelumnya. Fakta-fakta yang disajikan Polri ini mengkonfirmasi bahwa informasi kekerasan ala Ratna Sarumpaet itu sebagai informasi hoax yang berpotensi menimbulkan kebencian antar warga masyarakat berdasarkan kelompok pendukung capres-cawapres 2019.
“Pertanyaannya sekarang apakah Prabowo, Fadli Zon, Amin Rais dll. sebagai orang yang kemudian menyebarkan berita bohong itu, akan dijadikan tersangka dan ditahan.Inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia,” tegas Petrus.
Untuk itu, Petrus mendesak Polri harus obyektif dan tetap menjaga netralitasnya dalam kasus ini serta tidak boleh segan-segan melakukan tindakan kepolisian atau upaya paksa.
Upaya paksa bisa dilakukan jika Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amin Rais dkk. terbukti terlibat turut serta sebagai pelaku atau yang menyuruh melakukan perbuatan yang dilarang oleh UU yaitu membuat dan menyebarkan Informasi atau Laporan Palsu dengan tujuan mencemarkan nama baik Polri dan Presiden Jokowi, sebagai penanggungjawab keamanan, ketertiban dan keselamatan warga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 jo. pasal 45A UU ITE.
“Inilah saatnya hukum ditegakan,” pungkasnya.
(Berita-Moneter/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email