Imam Husein as berkata:
"Ketahuilah, kebutuhan masyarakat ada pada kalian dan segala nikmat Allah untuk kalian. Oleh karenanya, jangan sampai membuang nikmat ini karena kalian akan mendapat siksa ilahi." (Ibnu Shabagh al-Maliki, Fushul al-Muhimmah, Beirut, Dar al-Adhwa, 1401 HQ, cet 1, hal 169)
Salah satu nikmat terbesar yang terkadang diberikan kepada seseorang adalah sebagian orang merujuk kepadanya untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam kondisi yang demikian, seorang mukmin jangan sampai menganggap hal ini sebagai masalah baginya, tapi harus bersyukur kepada Allah dan mensyukuri nikmat semacam ini untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sejatinya, ini merupakan salah satu ujian Allah kepada orang-orang kaya.
Dalam kondisi yang demikian akan menjadi jelas seberapa kesiapan manusia untuk memenuhi kebutuhan saudaranya dan dengan harta yang dimilikinya ia memenuhi sedikit kebutuhan saudaranya dan menyelesaikan sebagian dari masalah yang dihadapi.
Harus diketahui pula bahwa kebutuhan manusia itu bermacam-macam, tapi menjadi kewajiban bagi kita untuk memberikan bantuan kepada saudara mukmin sesuai dengan kemampuan yang ada. Kita harus meyakini bahwa bila tidak membantu orang lain dalam masalah ini, kemungkinan bukan saja nikmat itu akan diambil dari diri kita, tapi akan menjadi azab ilahi yang ditimpakan kepada kita dan ini kerugian yang sangat besar.
Al-Sajjad, Penerus Misi Asyura.
Pada hari Asyura tahun 61 hijriah,
padang Karbala saat itu menyaksikan peristiwa heroik yang ditampilkan
oleh cucu kesayangan Rasulullah Saw, Imam Husein as dan para sahabatnya
yang setia. Pada saat yang sama, Imam Ali Zainal Abidin as, putra Imam
Husein as, tergeletak sakit di kemah. Kondisi itu membuat Imam Ali
Zainal Abidin as tidak dapat bangkit membantu ayahnya dan para pejuang
Karbala. Akan tetapi jiwa Imam Ali Zainal Abidin as yang juga dikenal
al-Sajjad atau orang yang banyak bersujud, tak dapat ditahan untuk
membantu ayahnya, tapi raga sama sekali tak mengizinkan.
Kondisi sakit Imam Ali Zainal Abidin pada hari Asyura mengandung
hikmah ilahi dan rahasia Tuhan. Setelah peristiwa Asyura, Imam
al-Sajjad mengemban tanggung jawab kepemimpinan demi menjaga risalah
kenabian Rasulullah Saw.
Sejarah mencatat, tatkala pertempuran di padang Karbala bergolak, Imam
Sajjad as mendengar suara ayahnya, Imam Husein as yang berkata:
"Siapakah yang menolongku?", dalam keadaan lemah beliau pun berusaha
bangkit seakan hendak memenuhi panggilan ayahnya. Namun melihat hal itu,
Ummi Kultsum, bibi beliau pun berusaha menahannya pergi lantaran masih
lemahnya kondisi kesehatan Imam Sajjad as. Dengan penuh harapan,
beliau berkata, "Bibi, ijinkan aku pergi berjihad bersama putra
Rasulullah saw". Akan tetapi, karena lemahnya kondisi jasmani beliau,
Imam pun tak mampu mengantarkan dirinya ke garis pertempuran. Hingga
akhirnya takdir pun menyelamatkan beliau dan cita-cita kebangkitan Imam
Husein dapat terus diperjuangkan.
Imam al-Sajjad menerima tanggung jawab kepemimpinan atau imamah pada
umur 23 tahun. Tanggung jawab itu diterima saat kondisi sangat pelik.
Pada masa itu, Dinasti Bani Umayyah berkuasa. Masyarakat saat itu jauh
dari ajaran murni agama Islam. Akan tetapi penguasa saat itu
berpenampilan religius, tapi pada dasarnya bertujuan membabat habis
nilai-nilai agama.
Dinasti Umayyah di masa itu juga berusaha mengesankan kebangkitan Imam
Husein sebagai langkah ekstrim yang keluar dari ajaran agama. Bani
Umayyah berupaya menghapuskan pesan Imam Husein di padang Karbala
supaya tidak sampai ke masyarakat. Di tengah kondisi seperti itu, Imam
Ali Zainal Abidin as berusaha menjelaskan tujuan-tujuan penting
kebangkitan Imam Husein as sehingga konspirasi musuh yang berupaya
memojokkan posisi Ahlul Bait as dihadapkan pada kegagalan total.
Imam Ali Zainal Abidin as bersama Sayidah Zainab as memegang peran
penting dalam menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husein as kepada
masyarakat. Salah satu lembaran penting dalam sejarah pasca Peristiwa
Karbala adalah pidato tegas Imam al-Sajjad di masjid Bani Umayyah,
Syam. Dengan pidatonya, Imam al-Sajjad mampu menyampaikan pesan
revolusionernya dengan landasan argumentasi kuat dan logis.
Saat Imam as digelandang bersama para tawanan Karbala dan sampai di kota Kufah, beliau melontarkan orasi yang sangat memukau dan menyentuh, sampai-sampai seluruh warga kota Kufah seakan tersihir oleh orasi beliau. Setelah memaparkan tentang keutamaan Ahlul Bait Nabi dan Imam Husein as, beliau berbicara kepada warga Kufah: "Wahai umat manusia, demi Allah aku bersumpah dengan kalian, apakah kalian ingat, kalian sendiri yang telah menulis surat kepada ayahku, namun setelah itu kalian menipunya? Kalian menjalin janji dan berbaiat kepadanya, namun kalian juga yang memeranginya? Lantas dengan mata yang mana lagi kalian akan melihat saat Rasulullah Saw di hari Kiamat kelak berkata, ‘Kalian telah bunuh Ahlul Baitku dan mematahkan kehormatanku!'
Puncak orasi Imam Sajjad as saat beliau berpidato di hadapan khalifah
zalim, Yazid bin Muawiyah di Syam. Seluruh kejahatan dan kebobrokan
penguasa zalim itupun diungkap secara jelas oleh Imam as hingga Yazid
kehilangan muka. Dalam salah satu bagian pidatonya, Imam Sajjad as
menuturkan, "Wahai umat manusia, Allah Swt menganugerahkan
keutamaan-keutamaan seperti keilmuan, kesabaran, kedermawanan, kelugasan
dan keberanian kepada Ahlul Bait Rasulullah Saw. Allah juga
menganugerahkan kecintaan kepada Ahlul Bait pada hati orang-orang
mukmin." Beliau menambahkan, "Wahai umat manusia, barangsiapa yang tidak
mengenal aku, maka aku akan mengenalkan diriku." Dikatakannya, "Akulah
putra Fatimah, akulah putra seorang yang syahid saat bibirnya kering
kehausan".
Imam pun terus menegaskan keutamaan diri dan keluarganya hingga
masyarakat Syam pun menangis penuh penyesalan. Untuk memotong pidato
Imam Sajjad, Yazid pun memerintahkan untuk melantunkan azan.
Pidato Imam al-Sajjad membuat kondisi kota Syam yang juga pusat
pemerintahan dinasti Umayyah saat itu menjadi kalang kabut. Bahkan para
petinggi Bani Umayyah memutuskan untuk segara membawa Imam Husein dan
para tawanan keluarga Nabi lainnya ke Madinah. Tak dapat dipungkiri,
pidato Imam Sajjad berhasil membangkitkan nurani masyarakat kota Syam
yang selama ini dikuasai Dinasti Bani Umayyah. Di pusat pemerintahan,
para petinggi Bani Umayyah tidak mampu menghalau pidato-pidato Imam Ali
Zainal Abidin as yang memancarkan semangat revolusi dan gerakan
anti-arogansi. Pencerahan Imam Sajjad as secara perlahan, mampu
membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan kezaliman di berbagai
penjuru. Karena itu, pasca tragedi Karbala muncul belbagai gerakan
kebangkitan menentang ketidakadilan pemerinatahan Bani Umayyah.
Setiba di kota Madinah, Imam al-Sajjad terus melanjutkan pidato-pidato
pencerahannya yang isinya menyingkap kezaliman penguasa Bani Umayyah.
Sementara itu, para penguasa Bani Umayyah kian bersikap
sewenang-wenang. Saat itu, perjuangan utama Imam Sajjad as mempunyai
misi untuk meluruskan pandangan masyarakat dan meningkatkan kesadaran
umat.
Peran dan jasa berharga Imam Sajjad as pasca tragedi Asyura adalah
menyebarkan risalah doa dan munajat yang sangat luhur. Kini kumpulan
doa-doa dan munajat beliau itu dihimpun dalam sebuah kitab bernama
Sahifah Sajjadiyah. Kendati doa dan munajat Imam Husein merupakan
naskah doa, namun di dalamnya mengandung muatan ajaran Islam yang
sangat luhur mengenai filsafat hidup, penciptaan, keyakinan, moral dan
politik.
Imam al-Sajjad as dalam salah satu doanya mengatakan, "Ya Allah
berilah kami kekuatan untuk mampu menjaga sunnah Nabi-Mu, dan berjuang
melawan bid'ah-bid'ah, serta melaksanakan kewajiban amar ma'ruf nahi
munkar."
Al-Sajjad dalam sejarah hidupnya selalu memanfaatkan setiap kesempatan
untuk mengungkap misteri di balik tragedi Karbala. Imam Ali Zainal
Abidin as selalu meneteskan air mata dan menunjukkan duka yang mendalam
saat menceritakan peristiwa pembantaian terhadap keluarga Nabi pada
hari Asyura. Duka yang ditunjukkan Imam Sajjad as itulah yang akhirnya
mampu membangkitkan semangat juang umat Islam dalam melawan kezaliman
Bani Umayyah. Imam al-Sajjad as juga dikenal sebagai sosok pemaaf,
pengasih dan populis.
Imam Ali
Zainal Abidin as gugur syahid pada tahun 95 hijrah setelah penguasa
Bani Umayyah, Walid bin Abdul Malik mengeluarkan perintah untuk
meracuni al-Sajjad as.
SURAT PERINTAH MUAWIYAH DAN YAZID UNTUK MEMBUNUH IMAM HUSAIN AS.
Oleh: Mahzab Ahlul'Kisa Ahlul Bait
Paripurna Menuliskan:
Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah, “Yazid bin Muawiyah
tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan
kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu
Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.” Ketika
kabar tentang terbunuhnya Al Husain sampai kepada Yazid, maka nampak
terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya.
Kaum wanita rombongan Al Husain yang ditawan oleh pasukan Ibnu Ziyad
pun diperlakukan secara hormat oleh Yazid hingga mereka dipulangkan ke
negeri asal mereka. Dalam buku-buku Syiah, mereka mengangkat
riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul Bait yang
tertawan diperlakukan secara tidak terhormat. Mereka dibuang ke negeri
Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada mereka. Semua
ini adalah riwayat yang batil dan dusta. Justru sebaliknya, Bani Umayyah
memuliakan Bani Hasyim.Disebutkan pula bahwa kepala Al Husain
dihadapkan kepada Yazid. Tapi riwayat ini pun tidak benar, karena kepala
Al Husain masih berada di sisi Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.
Ibnu Jawi al Jogjakartani menanggapi.
Ibnu Taimiyah dan Ahlul bait.
Diatas disebutkan bahwa sumber yang dipakai untuk membantah bahwa Yazid
bin Muawiyah tidak terlibat pembunuhan Imam Husain adalah Ibnu Taimiyah,
seperti diketahui bersama bahwa Ibnu Taimiyah memiliki kebencian yang
luar biasa pada Ahlul bait dan memiliki kecintaan yang bukan alang
kepalang kepada Muawiyah dan Yazid sebuah kitab berjudul “Fadho’il
Muawiyah wa Yazid” (Keutamaan Muawiyah dan Yazid) didesikasikan untuk
Muawiyah dan Yazid. Berikut adalah bukti-bukti Ibnu taimiyah menampakan
kebencian kepada Ahlul Ba’it (salah satunya Imam Ali bin Abi Tholib)
yang dinukil dari kitabnyua sendiri Minhaj as Sunnah:
1. Ibnu Taimiyah menolak kekhalifahan Imam ali bin Abi Thalib
“Diriwayatkan dari Syafi’i dan pribadi-pribadi selainnya, bahwa khalifah
ada tiga; Abu Bakar, Umar dan Usman”.[1]
2. Ibnu Taimiyah menolak ke imamahan Imam Ali “Manusia telah bingung
dalam masalah kekhilafan Ali (karena itu mereka berpecah atas) beberapa
pendapat; Sebagian berpendapat bahwa ia (Ali) bukanlah imam, akan tetapi
Muawiyah-lah yang menjadi imam. Sebagian lagi menyatakan, bahwa pada
zaman itu tidak terdapat imam secara umum, bahkan zaman itu masuk
kategori masa (zaman) fitnah”.[2]
3. “Dari mereka terdapat orang-orang yang diam (tidak mengakui) atas
(kekhalifahan) Ali, dan tidak mengakuinya sebagai khalifah keempat. Hal
itu dikarenakan umat tidak memberikan kesepakatan atasnya. Sedang di
Andalus, banyak dari golongan Bani Umayyah yang mengatakan: Tidak ada
khalifah. Sesungguhnya khalifah adalah yang mendapat kesepakatan
(konsensus) umat manusia. Sedang mereka tidak memberi kesepakatan atas
Ali. Sebagian lagi dari mereka menyatakan Muawiyah sebagai khalifah
keempat dalam khutbah-khutbah jum’atnya. Jadi, selain mereka menyebutkan
ketiga khalifah itu, mereka juga menyebut Muawiyah sebagai (khalifah)
keempat, dan tidak menyebut Ali”.[3]
4. “Kita mengetahui bahwa sewaktu Ali memimpin, banyak dari umat manusia
yang lebih memilih kepemimpinan Muawiyah, atau kepemimpinan selain
keduanya (Ali dan Muawiyah)…maka mayoritas (umat) tidak sepakat dalam
ketaatan”.[4]
Dan menariknya lagi ulama-ulama ahlu sunnah banyak juga yang
mengomentari atas sikapnya yang berlebihan yang melecehkan Imam Ali dan
Ahlul Ba’it Nabi dalam Kitab Minhaj dan tersebut :
1. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam menjelaskan tentang pribadi Ibnu
Taimiyah mengatakan: “Ia terlalu berlebihan dalam menghinakan pendapat
rafidhi (Allamah al-Hilli seorang ulama Syiah. red) sehingga terjerumus
kedalam penghinaan terhadap pribadi Ali”.[5]
2. Allamah Zahid al-Kautsari mengatakan: “…dari beberapa ungkapannya
dapat dengan jelas dilihat kesan-kesan kebencian terhadap Ali”.[5]
3. Syeikh Abdullah Ghumari pernah menyatakan: “Para ulama yang sezaman
dengannya menyebutnya (Ibnu Taimiyah) sebagai seorang yang munafik
dikarenakan penyimpangannya atas pribadi Ali”.[6]
4. Syeikh Abdullah al-Habsyi berkata: “Ibnu Taimiyah sering melecehkan
Ali bin Abi Thalib dengan mengatakan: Peperangan yang sering
dilakukannya (Ali) sangat merugikan kaum muslimin”.[7]
5. Hasan bin Farhan al-Maliki menyatakan: “Dalam diri Ibnu Taimiyah terdapat jiwa ¬nashibi dan permusuhan terhadap Ali”.[8]
6. Hasan bin Ali as-Saqqaf berkata: “Ibnu Taimiyah adalah seorang yang
disebut oleh beberapa kalangan sebagai ‘syeikh Islam’, dan segala
ungkapannya dijadikan argumen oleh kelompok tersebut (Salafy). Padahal,
ia adalah seorang nashibi yang memusuhi Ali dan menyatakan bahwa
Fathimah (puteri Rasulullah. red) adalah seorang munafik”.[9]
Demikian pula dalam kasus Imam Husain bagaimana Ibnu taimiyah membela
matimatian Yazid bin Muawiyah, sebagaimana dalam Su’al fi Yazid bin
Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Yazid tidak menginginkan pembunuhan
Husein, ia bahkan menunjukkan ketidaksenangannya atas peritiwa
tersebut, Yazid tidak pernah memerintahkan untuk membunuh Husein,
kepala-kepala (peristiwa Karbala) tidak dihadirkan di hadapannya, ia
tidak memukul gigi-gigi kepala Husein dengan kayu. Akan tetapi,
Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu semua” di halaman lain Ibnu
taimiyah mengatakan pula “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk
membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah.
Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan
menjadi penguasa negeri Iraq.”
saking ngefan dan memujanya Ibnu Taimiyah pada Yazid sampai-sampai dalam
peristiwa Hara pun Ibnu taimiyah membelanya. bahkan ketika Yazid
melakukan perusakan Ka’bah sebagaimana Abrahah Ibnu taimiyah pun membela
lagi dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah
mengatakan:
“Tidak seorang muslim pun yang mau bermaksud menghinakan Ka’bah, bukan
wakil Yazid, juga bukan wakil Abdul Malik yang bernama Hajjaj bin Yusuf,
ataupun selain mereka berdua, bahkan segenap kaum muslimin bermaksud
untuk mengagungkan Ka’bah. Jadi, kalaulah Masjid al-Haram dikepung, hal
itu karena pengepungan terhadap Ibnu Zubair. Pelemparan menggunakan
manjanik-pun tertuju kepadanya. Yazid tidak ada maksud untuk membakar
dan merusak Ka’bah, Ibnu Zubair yang telah melakukan semua itu”.
Dikalangan Ahlu sunnah sendiri Ibnu Taimiyah dikatagorikan orang yang
sesat lihat di syiahnews.wordpress.com
Benarkah Muawiyah idak memerintahkan membunuh Husain AS ?
Kebencian Bani Umayyah yang oleh Allah dalam Al Qur’an al Isra : 60
dijuluki sebaga al syajarah al Mal’unah (pohon kayu terkutuk/terlaknat)
kepada Rasulullah SAWW dan Ahlul Ba’itnya memang tak disangsikan lagi,
termasuk diantaranya sekenario pembunuhan terhadap Imam Husain AS,
perencanaan pembunuhan itu disusun sendiri oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan
dan dilanjutkan oleh Yazid bin Muawiyah, adapun buktinya adalah surat
yang dikirimkan oleh Muawiyyah kepada Yazid berikut isi surat itu :
Kepada Yazid dari Muawiyyah bin abi sufyan, tak pelak, kematian adalah
peristiwa yang sungguh menyeramkan dan sangat merugikan bagi seorang
lelaki berkuasa seperti ayahmu. Namun, biarkanlah, semua peran telah
kumainkan. Semua impianku telah kuukirkan pada kening sejarah dan
semuanya telah terjadi, Aku sangat bangga telah berjaya membangun
kekuasaan atas nama para leluhur Umayyah.
Namun, yang kini membuatku gundah dan tak nyenyak tidur adalah nasib dan
kelanggengan pada masa-masa mendatang, Maka camkanlah, putraku, meski
tubuh ayahmu telah terbujur dalam perut bumi, kekuasaan ini, sebagaimana
yang di inginkan Abu sofyan dan seluruh orang, haruslah menjadi hak
abadi putra-putra dan keturunanku.
Demi mempertahankannya, beberapa langkah mesti kau ambil, Berikan
perhatian istimewa kepada warga syam. Penuhi seluruh kebutuhan dan
saran-saran mereka, Kelak mereka dapat kau jadikan sebagai tumbal dan
perisai. Mereka akan menjadi serdadu-serdadu berdarah dingin yang setia
kepadamu.
Namun, ketahuilah, kedudukan dan kekuasaan ini adalah incaran banyak
orang bak seekor kelinci manis ditengah gerombolan serigala lapar. Maka,
waspadalah terhadap 4 tokoh masyarakat yang ku sebut dibawah ini :
pertama adalah ‘Abdurahman bin Abu Bakar, pesanku, jangan terlalu
khawatir menghadapinya, ia mudah di bius dengan harta dan gemerlap
pesta. Benamkan dia dalam kesenangan, dan seketika ia menjadi dungu,
bahkan menjadi pendukungm.
Ke 2 Abdullah bin Umar bin al Khatab, ia menurut pengakuanya, hanya
peduli pada agama damn akherat, seperti mendalami dan mengajarkan Al
qur’an dan mengurung diri dalam mihrab masjid. Aku meramalkan, ia tidak
terlalu berbahaya bagi keududkanmu, karena dunia dimatanya adalah kotor,
sedangkan panji-panji Muhammad adalah harapan pertama dan terakhir.
Biarkan putra kawanku ini larut dalam upacara-upacara keagamaanya dan
menikmati mantra-mantranya
Ke 3 adalah ‘Abdullah bin Zubair, Ia seperti ayahnya bisa memainkan 2
peran, serigala dan harimau. Pantaulah selalu gerak geriknya, jika
berperan sebagai serigala, ia hanya melahap sisa-sisa makanan harimau
dan ia tidak akan mengusikmu. Apabila memperlihatkan sikap lunak,
sertakanlah cucu Al ‘Awam ini dalam rapat-rapat pemerintahanmu. Namun
jika ia berperan seperti Harimau, yaitu berambisi merebut kekuasaanmu,
maka janganlah mengulur-ulur waktu mengemasnya dalam keranda. Ia cukup
berani, cerdik dan bangsawan.
Ke 4 adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, sengaja aku letakkan namanya
pada urutan terakhir, karena ayahmu ingin mengulasnya lebih panjang.
Nasib kekuasanmu sangat ditentukan oleh sikap dan caramuy dalam
menghadapinya. Bila kuingat namanya, kuingat pada kakek, ayah, ibu dan
saudaranya. Bila semua itu teringat, maka serasa sebonngkah kayu
menghantam kepalaku dan jilatan api cemburu membakar jiwaku. Putra ke 2
musuh bebuyutanku ini akan menjadi pusat perhatian dan tumpuan
masyarakat.
Pesanku, dalam jangka sementara, bersikaplah lembut padanya, karena,
sebagaimana kau sendiri ketahui, darah Muhammad mengalir di tubuhnya, Ia
pria satria, putra pangeran jawara, susu penghulu para ksatria. Ia
pandai, berpenampilan sangat menarik, dan gagah. Ia mempunyai semua
alasan untuk disegani, dihormati dan di taati
Namun, bila sikap tegas dibutuhkan dan keadaan telah mendesak, kau harus
mempertahankan kekuasaan yang telah kuperoleh dengan susah payah ini,
apapun akibatnya, tak terkecuali menebas batang leher al Husain dan
menyediakan sebidang tanah untuk menanam seluruh keluarga dan
pengikutnya. Demikianlah surat pesan ayahmu yang ditulis dalam keadaan
sakit. Harapanku, kau siap-siap melaksanakan pesan-pesanku tersebut “
Dan surat tersebut di antar oleh Adh Dhahhak bin Qais al Fihri kepada
Yazid bin Muawiyah, sebagian sejahrawan menyebutkan bahwa Muawiyyah
sempat menasehati Yazid dengan statment sama seperti surat yang tertulis
diatas. [10]
Reaksi Yazid bin Muawiyyah setelah matinya Muawiyah adalah memerintahkan
Al Walid bin Uthbah untuk memaksa orang-orang yang disebut dalam waisat
bapaknya agar berbai’at kepadanya. Surat perintah tersebut
didokumentasikan oleh para ahli sejarah, berikut kutipan lengkapnya :
Surat ditujukan kepada al Walid Ibn Utba :
Panggil al Husain Ibn Ali Ibn Abi Thalib (AS) dan Abdullah Ibn Zubair,
Minta padanya untuk membaiat kekhalifaanku ! dan jika mereka menolak,
pisahkan kepalanya dari tubuhnya dan kirimkan padaku di Damaskus ! Juga
galanglah baiat untukku dari orang-orang madinah, dan jika ada yang
menolak, maka perintah yang telah aku keluarkan juga berlaku untuk
mereka ! [11]
Bukti ke 2 bukti surat diatas adalah bukti difinitif yang membuktikan
bahwa Muawiyah dan Yazid memerintahkan untuk membunuh Husain as.
Kegagalan pengambilan paksa bai’at kepada Imam Husain tersebut
diteruskan kepada perwira-perwira lapangan, salah 1 surat tersebut
memerintahkan pembunuhan dan perusakan jenazah Imam Husain, dalam surat
tersebut di Perintah kepada Ibn Sa’ad, agar memilih 1 diantara 2
perintah : segera menyerang Husain atau menyerahkan komando tentara
kepada Syimr, dan bila Husain gugur dalam pertempuran, tubuhnya harus di
injak-injak [12]
Benarkah Yazid tidak memukul kepala dan gigi imam Husain ?
Dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Yazid tidak menginginkan pembunuhan Husein, ia bahkan menunjukkan
ketidaksenangannya atas peritiwa tersebut, Yazid tidak pernah
memerintahkan untuk membunuh Husein, kepala-kepala (peristiwa Karbala)
tidak dihadirkan di hadapannya, ia tidak memukul gigi-gigi kepala Husein
dengan kayu. Akan tetapi, Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu
semua”.
Benarkah bualan Ibnu Taimiyah itu ? mari kita uji dengan pandangan ulama Sunni yang lain :
Ibnu Atsir dalam kitabnya menukil ucapan Abdullah bin Abbas ra kepada
Yazid, Ibnu Abbas berkata, “Engkaulah (Yazid) yang telah penyebab
terbunuhnya Husein bin Ali”. Ibnu Atsir dalam kitab yang sama menulis,
“Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk menemuinya sedangkan kepala
Husein bin Ali as ada di sisinya, sambil ia memukuli muka kepala
tersebut sembari mengucapkan syair”. Sementara Taftazani, seorang pemuka
Ahlusunnah mengatakan: “Pada hakikatnya, kegembiraan Yazid atas
terbunuhnya Husein dan penghinaannya atas Ahlul Bait (keluarga Rasul)
merupakan suatu hal yang mutawatir (diterima oleh mayoritas), sedang
kami tidak lagi meragukan atas kekafirannya (Yazid), semoga laknat Allah
tertuju atasnya dan atas penolong dan pembelanya”. Sedang Mas’udi dalam
kitab Muruj adz-Dzahab dengan jelas menuliskan “Suatu hari, setelah
peristiwa terbunuhnya Husein, Yazid duduk di hidangan minuman khamr
sedang di samping kanannya duduk Ibnu Ziyad”.
Menarik lagi jika diperhatikan Sabath Ibn al Jauzi ia menuliskan :
Ketika ahlul bait sampai ke syam dalam keadaan tertawan, Yazid duduk di
Istananya, menghadap ke arah balkon, dan Yazid meminta sorang penyair
melantunkan syairnya :
Ketika kepala-kepala itu mulai tampak
Terlihatlah kepala para pembangkang itu di atas balkon
Burung gagak berkoak koak
Aku berkata ” Hutang-Hutangku kepada Nabi telah terlunasi. [13]
Ulama-ulama ahlu sunnah lainya menceritakan dalam kitab-kitabnya : Yazid
menyambut gembira dengan terbunuhnya Imam al Husain, ia kemudian
mengundang kaum yahudi dan Nasrani untuk mendatangi majelisnya, yazid
meletakkan kepala al husain di Hadapanya sambil mendengarkan syair-syair
yang dilantunkan oleh Asyar bin al Zubari :
Seandainya para leluhurku di Badar
Menyaksikan kesedihan kaum al Khazraj
Karena patahnya lembing mereka
Mereka pasti akan senenang melihat hal ini
Kemudian mereka berkata :
”Hai Yazid seharusnya jangan kau potong kepalanya
Sesungguhnya kami telah membunuh pemuka mereka
Terbunuhnya ia sebanding dengan kekalahan kita di Badar
Hasyim mencoba bermain-main dengan Sang Penguasa
Akibatnya, tidak ada berita dan tidak ada yang hidup
Aku bukannya sombong, jika aku tidak membalas dendam kepada keturunan Bani Muhammad
Namun, kami telah membalas dendam kepada Ali Dengan mebunuh si Husain pengendara kuda. Si singa pemberani
Para sejahrawan ahlu sunnah seperti menuliskan bahwa ketika lantunkan
syair bait ke 2 di atas Yazid memukul gigi depan Imam Husain dengan
tongkatnya [14]
Tentang Tangisan Yazid (dan Muawiyah).
Mengapa mereka tidak mau belajar tentang tangisan dari Kitab Agung Al
Qur’an ? sehingga dapat dibuai oleh tangisan palsu Muawiyah dan Yazid.
Ibnu Jawi al Jogjakartani menulis tentang tangisan Muawiyah dan Yazid
ini dalam artikel Tangisan Politik Muawiyah dan Yazid Tangisan Palsu
Yang Menipu.
Tentang wanita-wanita Ahlul ba’it yang tertawan.
Sejahrawan menuliskan secara jelas bagaimana tawanan itu digiring,
bagaimana Zainnab, Ummu kultsum, Sukainah, Atikah, Shafiyah, ”ali awsath
bagaimana Yazid begitu kegirangan menyaksikan tawanan tersebut,
silahkan merujuk ke maqtal Abu Mikhnaf, Mir’at al jinan Juz I , al Kamil
Juz 4, al Iqad al farid juz 2, Majma’ az zawa’id juz 1 dll terlalu
banyak untuk disebutkan kitab yang menyebutkan serangkaian tindakan
penawanan keluarga Nabi Saw. Adalah aneh jika dikatakan bahwa riwayat
penawanan wanita-wanita ahlul ba’it sebagai batil dan dusta, bukankah
begitu banyak saksi yang melihat dan mendengar pidato-pidato keluaraga
nabi di istana Yazid ? mengapa kalian mendustakan itu ? kami akan
menyebutkan nama-nama sebagian yang turut menyaksikan peristiwa
tersebut, diantarannya :
1. Al Ghazu bin Rabi’ah al Jusrasyi (ia berada di dalam Istana Yazid dan
menyaksikan peristiwa penawanan wanita-wanita Ajlul Ba’it dan
arak-arakan kepala keluarga Nabi SAWW)
2. Al Qasim bin ’Abdurrahman (budak yazid bin Muawiyah, ia mendengar
ucapan penistaan pada kepala Imam husain dan menyaksikan rombongan
tawanan wanita ahlul ba’it)
3. Abu ’Imarah al Absi (ia yang menyaksikan bagaimana Yazid
memerintahkan putranya Khalid agar mendebat Ali bin Husain dan bagaimana
menyaksikan bagaimana ia berkata pada wanita-wanita Ahlul Ba’it yang
dicela oleh khalid.
4. Fatimah binti Ali bin Abi Thalib (ia menceritakan bagaimana
perdebatan antara Zaenab dan Yazid dan menyaksikan bagaimana Yazid
mencoba cuci tangan dari peristiwa pembunuhan Imam Husain seraya
melemparkan tanggungjawab pada Ibnu Marjanah.
5. Kesaksian ’Uwanah bin al hakam al kalbi (ia menyaksikan bagaimana Yazid meperlakukan wanita-wanita ahlul bait tersebut)
6. Kesaksian al Qasim bin Bukhait (ia menyaksikan tawanan dibawa ke
istana Yazid dan melihat bagaimana Yazid memukul dan menusuk-nusuk mulut
Imam Husain)
Penutup:
Jika argumentasi didfasarkan pada presentasi dan pendapat Ibnu taimiyah
bisa dipastikan terdapat distorsi sejarah yang teramat besar, ia banyak
sekali mendhoifkan hadis keutamaan ahlul ba’it demi membela Bani Umayyah
demikianpula dalam masalah kesejarahan banyak pula yang ia distorsi
demi membela banu Umayah bani yang dikutuk oleh Allah azza wajala
sebagai Pohon kayu terkutuk.
Wallahu alam bhi showab
[1] Minhaj as-Sunnah Jil:2 Hal:404
[2] Ibid Jil:1 Hal:537
[3] Ibid Jil:6 Hal:419
[4] Lisan al-Mizan Jil:6 Hal:319-320
[5] Al-Hawi fi Sirah at-Thahawi Hal:26
[6] Ar-Rasail al-Ghomariyah Hal:120-121
[7] Al-Maqolaat as-Saniyah Hal:200
[8] Dinukil dari kitab Nahwa Inqod at-Tarikh al-Islami karya Sulaiman bin Shaleh al-Khurasyi hal:35
[9] At-Tanbih wa ar-Rad Hal:7[4] Ibid Jil:4 Hal:682
[10] Surat ini di dokumentasikan oleh : Al Khawarizmi, Maqtal al Husain
hal 175; Maqtal abu Mikhnaf, baladzuri Ansab al Asyraf IV hal 122,
ThabariTarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 196 ; Dinawari Kitab al
Akhbar at Tiwal, 226
[11]. Surat Yazid ini terdokumentasikan dalam Kitab Baladzuri, Ansab al
Asyraf Juz IV hal 12, Ya’qubi, ath Tarikh Juz II hal 2414, Thabari,
Tarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 216, Bidayah Juz VIII hal 146.
[12] lebih detail lihat di Thabari, Tarikh ar rasul wa al Muluk,II hal
308-16. Dinawari, al akhbar at Tiwal hal 253, Bidayah,Juz VIII hal 175
[13] al tadzkirah, hlm 148
[14] Silahkan rujuk detailnya di Abu al faraj Ibnu al Jauzi, al
Tadzkirah h 148, Abdullah bin Muhammad bin Amir al Syabrawi, al Ittihaf
bi Hubb al asyaraf, h 18; al Khathib al Khawarizmi, Maqtal al Husain,
juz 2.
Peristiwa Asyura, Kemasan Lain Kebatilan Melawan Kebenaran.
Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sai'd.
Asyura adalah hari, dimana alam menangis atas pembantaian pasukan durjana Yazid bin Muawiyah yang dilakukan terhadap keluarga Rasulullah Saw. Islam saat itu baru mencapai usia 60-an tahun, tapi sebagian muslimin sudah kabur matanya tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Mereka tergiur oleh iming-iming harta dan kedudukan. Mereka nekat membantai cucunda Rasulullah Saw al-Husein as yang di masa kecilnya senantiasa diciumi lehernya oleh kakeknya Rasulullah Saw.
Peristiwa karbala semakin hari semakin semarak diperingati oleh muslimin pecinta keluarga Nabi Muhammad Saw di seluruh penjuru dunia. Ini menunjukkan bahwa pesan karbala tidak mengenal batas teritorial. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang merdeka. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang menghargai kemanusiaan dan kebebasan beragama.
Asyura adalah hari, dimana alam menangis atas pembantaian pasukan durjana Yazid bin Muawiyah yang dilakukan terhadap keluarga Rasulullah Saw. Islam saat itu baru mencapai usia 60-an tahun, tapi sebagian muslimin sudah kabur matanya tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Mereka tergiur oleh iming-iming harta dan kedudukan. Mereka nekat membantai cucunda Rasulullah Saw al-Husein as yang di masa kecilnya senantiasa diciumi lehernya oleh kakeknya Rasulullah Saw.
Peristiwa karbala semakin hari semakin semarak diperingati oleh muslimin pecinta keluarga Nabi Muhammad Saw di seluruh penjuru dunia. Ini menunjukkan bahwa pesan karbala tidak mengenal batas teritorial. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang merdeka. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang menghargai kemanusiaan dan kebebasan beragama.
Karbala mengajarkan kemerdekaan, mengajarkan kemanusiaan, mengajarkan kemuliaan dan mengajarkan kebenaran. Memperingati hari Asyura memberikan banyak pelajaran kepada manusia. Namun ada satu pertanyaan penting yang muncul dari peringatan peristiwa bersejarah dan menyedihkan ini. Apa yang membuat seseorang tidak dapat membedakan kebenaran dari kebatilan?
Asyura erat kaitannya dengan sejarah Islam. Salah seorang tokoh dalam peristiwa ini adalah Umar bin Saad. Bagaimana pribadi ini dengan sadis membantai keluarga Rasulullah Saw yang berada dalam kondisi haus. Ternyata perbuatan itu dilakukannya karena iming-iming akan dijadikan gubernur Kota Rey yang dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah kepadanya.
Tapi akan lebih baik bila menyingkap sejarah lebih jauh hingga ke medan pertempuran Shiffin. Medan pertempuaran antara pasukan Imam Ali bin Abi Thalib as dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Medan pertempuran yang terjadi pada tahun 37 Hq di daerah Shiffin yang terletak di bagian barat Irak antara Raqqah dan Bals.
Salah satu komandan perang pasukan Imam Ali bin Abi Thalib as adalah Ammar Yasir. Nama Ammar Yasir membawa siapa saja ke dalam sejarah permulaan Islam. Ammar Yasir berasal dari keluarga muslim di Mekkah. Ayah dan ibunya menerima ajakan Rasulullah Saw untuk memeluk Islam sebagai agamanya. Di jalan inilah kedua orang tua dan saudara laki-laki Ammar harus menanggung siksaan Abu Jahal dan dan kafir Quraisy. Di jalan inilah mereka mati syahid dan ibunya Sumayyah menjadi wanita syahid pertama Islam.
Asma' bin Hakim mengatakan, "Kami termasuk pasukan Ali as di bawah pimpinan Ammar Yasir berperang melawan musuh. Mendekati Zuhur kami berada di bawah tenda berwarna merah. Pada saat itu juga datanglah seseorang dari pasukan Ali as seraya berkata, "Siapakah di antara kalian yang bernama Ammar Yasir? Ammar menjawab, "Aku."
Orang itu bertanya, "Engkaukah Abu Yaqzhan? Ammar menjawab, "Ya." Ia berkata,"Aku membutuhkanmu." Ammar berkata, "Silakan!" Ia berkata, "Aku sampaikan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi? Ammar berkata, "Terserah kamu."
Ia berkata, "Aku sampaikan secara terang-terangan saja. Ketika aku berangkat dari rumah aku yakin bahwa kita ini ada di jalan yang benar dan tidak ada keraguan sama sekali bahwa kaum ini (Muawiyah dan para pendukungnya) berada di jalan yang batil dan sesat. Keyakinanku ini berlanjut sampai kemarin malam. Namun, tadi malam aku mendengar muazzin kita dalam azannya menyatakan kesaksiannya atas ke-Esaan Allah dan kerasulan Muhammad Saw. Muazzin mereka (Muawiyah dan para pendukungnya) juga menyatakan kesaksiannya atas ke-Esaan Allah dan kerasulan Muhammad saw. Setelah azan kita melaksanakan shalat, mereka juga melaksanakan shalat. Al-Quran kita dengan al-Quran mereka sama. Dakwah kita juga sama. Rasul kita juga sama. Karena hal inilah tadi malam muncul keraguan dalam diriku. Tadi malam hanya aku dan Allah saja yang mengetahui kondisiku. Paginya aku datang kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dan aku ceritakan permasalahanku. Beliau berkata kepadaku, "Sudahkah kamu menemui Ammar? Aku jawab, "Belum." Beliau berkata, "Temui Ammar! Ikuti segala yang dikatakannya!" Karena itulah aku sekarang menemuimu."
Ammar berkata kepadanya, "Tahukah kamu siapakah pemilik bendara hitam yang ada di sebelah sana itu? (mengisyaratkan kepada Amr bin Ash). Di masa Rasulullah Saw aku berperang melawan orang itu sebanyak tiga kali dan sekarang adalah kali keempatnya aku berperang melawannya. Kali ini tidak lebih baik dari ketiga perang sebelumnya, melainkan lebih buruk dari ketiga perang tersebut. Di perang Badar, Uhud dan Hunain aku berperang melawannya. Apakah ayahmu ada di sini sehingga bisa menceritakannya kepadamu? Orang tersebut berkata "Tidak."
Ammar berkata, "Pada masa itu kami berada di bawah bendera Rasulullah Saw, akan tetapi mereka (Amr bin Ash, Muawiyah dan para pasukannya) berada di bawah bendera kemusyrikan. Apakah kamu melihat para pasukan Muawiyah dan orang-orang yang ada di sana? Demi Allah! Coba mereka berbentuk satu orang, akan aku penggal leher orang tersebut. Demi Allah menumpahkan darah mereka lebih halal dari menumpahkan darah seekor burung gereja? Apakah menumpahkan darah burung gereja hukumnya haram?
Orang itu berkata, "Tidak, tapi hukumnya halal." Ammar berkata, "Menumpahkan darah mereka juga hukumnya halal. Sudahkan aku menjelaskan masalah ini dengan baik? Orang itu berkata, "Ya, engkau telah menjelaskannya dengan sebaik-baiknya." Ammar berkata, "Sekarang pergilah! Pilih salah satu dari kedua pasukan yang kau mau!"
Kalau Amr bin Ash kala itu berperang melawan Rasulullah Saw dengan semboyan "Hidup Latta Uzza", kali ini ia tetap juga menggunakan semboyan "Hidup Latta Uzza" dengan dikemas Shalat dan Azan serta al-Quran berperang melawan Imam Ali bin Abi Thalib as.
Coba kita lihat kembali bagaimana Imam Ali bin Abi Thalib as mengenalkan siapakah Amr bin Ash dalam khotbahnya:
"Saya heran akan putra Naghibah yang mengatakan tentang saya di kalangan orang Syam bahwa saya seorang pecanda, senang melucu dan bersenang-senang. la bicara batil dan mengatakan dosa. Ingatlah, pembicaraan yang terburuk ialah pembicaraan yang tidak benar. la berkata dan berdusta. la mengemis dan bersikeras, tapi bila seseorang meminta kepadanya, ia kikir. la mengkhianati sumpah dan mengabaikan persaudaraan.
Jika dalam suatu pertempuran, ia mengatur dan memerintah, tapi hanya sebatas pedang tidak bertindak. Bila saat itu tiba, kelicikan besarnya adalah bertelanjang di hadapan lawannya. Demi Allah, ingatan akan kematian telah menjauhkan saya dari senda gurau dan canda, sedang kelalaiannya akan akhirat mencegahnya untuk berkata benar. la berbaiat kepada Mu'awiah bukan tanpa maksud, melainkan dengan syarat bahwa ia harus membayar harganya, dan memberikan kepadanya suatu hadiah karena meninggalkan agama. (Khotbah Nahjul Balaghah 83).
Dalam perang Shiffin Amr bin Ash telanjang untuk mengelakkan pedang Imam Ali as. Saat Amr bin Ash telanjang Imam Ali as langsung memalingkan wajahnya dan membiarkan nyawa Amr bin Ash.
Membaca sejarah semestinya mampu memberikan pencerahan kepada umat manusia, betapa banyak orang yang menghaku muslim, tapi tidak sudi menghormati muslimnya untuk mengungkapkan kesedihannya atas kesedihan yang dialami keluarga Rasulnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mengaku muslim tapi tidak menghormati keyakinan muslim lainnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mengaku muslim tapi membantai muslim lainnya? Apakah dunia dengan gemerlapannya telah menutup mata hatinya bahwa Rasulullah Saw dalam dakwahnya tidak meminta imbalan dari umatnya selain hanya kecintaan dan kasih sayang kepada keluarganya? Apa yang mereka khawatirkan bila seorang muslim mengungkapkan kecintaan pada keluarga Rasulnya?
Para muffasir, ahli hadis, penyair dan ahli bahasa sepakat bahwa dalam surat as-Syura ayat 23 diturunkan berkaitan dengan Ahlul Bait Rasul Saw, "Katakan: "Aku tidak meminta sesuati upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Imam Syafi'i terkait masalah ini mengungkapkan keimanannya dalam bentuk syair yang artinya:
"Hai Ahlul Bait Rasulullah kecintaan kepada kalian adalah kewajiban dari Allah yang diturunkan dalam al-Quran. Keagungan kedudukan kalian cukup terbukti bahwa barang siapa yang tidak mengucapkan shalawat kepada kalian, maka shalatnya tidak sah." (Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar).
JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA
Hurr bin Yazid Al-Riyahi.
Kebebasan berada pada saat manusia
menghormati dan memuliakan dirinya serta tidak menyerahkan dirinya
kehinaan dan kenistaan jiwanya dalam tawanan dunia. Dalam kerumitan
kehidupan terkadang muncul satu peristiwa yang membuat manusia rela
menjadi hina dan nista demi meraih tujuan-tujuan dunia. Namun ada
manusia bebas yang tidak akan pernah membiarkan dirinya terhina dengan
tebusan apapun. Satu dari contoh manusia semacam ini adalah Imam Husein
as. Dalam salah satu ucapannya Imam Husein as berkata, "Kematian dengan
kemuliaan lebih mulia daripada kehidupan penuh kehinaan." (Bihar
al-Anwar, jilid 44, hal 196).
Kebangkitan Asyura merupakan manifestasi kebebasan Imam Husein as dan para sahabatnya. Dalam Islam kebebasan merupakan nilai. Kebebasan dan berkehendak berkelindan erat dengan wujud manusia. Masalah ini menjadi sarana paling baik bagi pertumbuhan dan kesempurnaan sehingga mencapai derajat spiritual yang tinggi. Imam Ali as dalam wasiatnya kepada anaknya mengatakan, "Wahai anakku, Setiap apa yang engkau berikan dan jual dapat diberi harga, tapi ada satu yang tidak dapati dinilai dengan materi. Bila engkau menjual jiwamu, maka tidak akan dapat dihargai dengan seluruh dunia."
Kebangkitan Asyura merupakan manifestasi kebebasan Imam Husein as dan para sahabatnya. Dalam Islam kebebasan merupakan nilai. Kebebasan dan berkehendak berkelindan erat dengan wujud manusia. Masalah ini menjadi sarana paling baik bagi pertumbuhan dan kesempurnaan sehingga mencapai derajat spiritual yang tinggi. Imam Ali as dalam wasiatnya kepada anaknya mengatakan, "Wahai anakku, Setiap apa yang engkau berikan dan jual dapat diberi harga, tapi ada satu yang tidak dapati dinilai dengan materi. Bila engkau menjual jiwamu, maka tidak akan dapat dihargai dengan seluruh dunia."
Dalam al-Quran, kebebasan berarti terbebasnya penghambaan manusia dari selain Allah. Banyak ayat yang menjelaskan masalah ini. Allah Swt dalam surat az-Zumar ayat 2 berfirman, "Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." Dalam budaya Islam penghambaan kepada selain Allah dan melakukan maksiat merupakan perbudakan itu sendiri.
Syarat pertama melalui jalan kebenaran adalah melepaskan dari diri dan melepaskan segala kecenderungan duniawi. Siapa saja yang tertawan keinginan duniawi, maka ia tidak akan dapat mencapai tujuan mulia. Senantiasa ada ketakutan akan kehilangan harta yang dimilikinya. Hal ini membuatnya tidak dapat mengambil keputusan besar. Sementara ciri khas orang yang bebas adalah tidak tertawan oleh kecenderungan hawa nafsunya. Betapa banyak ketamakan dan keinginan yang menggilas manusia. Begitu juga betapa banyak orang yang tidak tertawan kecenderungan hawa nafsu yang membawanya ke puncak kesempurnaan. Hal ini dapat disaksikan pada para pahlawan Karbala.
Imam Husein as menuntut orang-orang yang menyertainya melepaskan dirinya dari simpul-simpul kecenderungan duniawi. Bila itu dapat dilakukan maka mereka mampu menciptakan peristiwa heroik dalam membela nilai-nilai ilahi yang akan terus dikenang oleh sejarah. Satu dari pahlawan Karbala yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan adalah Hurr bin Yazid al-Riyahi. Hurr saat bergabung dengan pasukan Umar bin Saad memiliki posisi yang cukup tinggi. Namun tiba-tiba semua itu ditinggalkannya dan dengan bebas ia bergabung dengan Imam Husein as.
Hurr bin Yazid al-Riyahi melewati gurun pasir dalam rangka melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada dasarnya Hurr tidak satu hati untuk melakukan tugas ini. Hurr tahu benar siapa Yazid bin Muawiyah. Ia seorang fasik, namun tidak ada pilihan baginya, selain membaiatnya demi melindungi jiwa ayah dan keluarganya. Ubaidillah bin Ziyad, Gubernur Kufah menyerahkan ribuan pasukan menjadi anak buahnya. Pelimpahan ini sangat mengganggu batin Hurr. Karena ia bersama pasukannya ditugaskan mencegah perjalanan karavan Imam Husein as dan menggiring mereka ke Dar al-Imarah, istana gubernur Kufah.
Pasukan yang bersama Hurr seluruhnya menunggang kuda. Oleh karenanya, dengan cepat mereka mencapai karavan Imam Husein as. Ketika berhadap-hadapan dengan kafilah Imam Husein as, Hurr sejenak tertegun dan kembali keraguan membakar dirinya. Saat itu Imam Husein as melihat bahwa pasukan Hurr kehausan setelah melewati jarak yang jauh tanpa henti, beliau berkata kepada para sahabatnya, "Berikan air kepada mereka dan kuda-kudanya." Pada waktu Imam melihat satu dari pasukan Hurr tidak dapat minum sendiri, saking lemasnya, beliau sendiri bangkit dan memberinya dan kudanya minum langsung dari tangan penuh berkahnya. Setelah itu beliau memerintahkan sahabatnya untuk mendinginkan tengkuk kuda-kuda itu.
Waktu shalat telah tiba. Hurr bersama pasukannya ikut shalat berjamaah yang dipimpin oleh Imam Husein as. Usai melakukan shalat, Imam Husein as bangkit dan memberikan ceramah singkat dan berkata, "Wahai umat Islam, takutlah kalian kepada Allah. Bila kalian tidak mengetahui kebenaran kami dan pandangan kalian berbeda dengan apa yang kalian tuliskan dalam surat-surat yang dikirimkan kepada kami, maka saya memilih kembali." Hurr mengatakan, "Surat seperti apa yang engkau bicarakan?" Seorang dari sahabat Imam Husein menunjukkan satu bungkusan penuh surat dari warga Kufah. Hurr berkata, "Saya tidak tahu menahu soal surat-surat ini. Saya ditugaskan untuk membawa kalian menghadap Ubaidillah di Kufah."
Imam Husein as mulai memahami bahwa pembicaraannya dengan Hurr dan pasukannya tidak menghasilkan apa-apa, beliau lalu memerintahkan anggota karavannya untuk melanjutkan perjalanan. Namun pasukan Hurr menutup ruang gerak Imam. Sikap pasukan Hurr membuat kafilah Imam Husein tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Kufah dan akhirnya mereka terpaksa memilih arah lain dan sampai ke Karbala.
Hari kesepuluh bulan Muharram yang dikenal dengan Asyura, sekitar 30 ribu tentara mengepung Imam Husein as dan 72 sahabatnya. Menyaksikan keadaan itu, Hurr bin Yazid al-Riyahi merasa yakin Bani Umayyah serius membunuh Imam Husein bin Ali as. Seketika ia berbicara pada dirinya, "Ya ilahi, kini aku berdiri menghadap anak Fathimah, sebagian dari tubuh Rasulullah Saw. Ilahi, aku telah menutupi jalan bagi anak Nabi-Mu." Dialog batinnya ini semakin membuatnya ragu untuk tetap berada di pasukan Umar bin Saad.
Hurr melemparkan pandangannya ke dua arah; kesesatan dan kebahagiaan. Kembali ia berdialog dengan batinnya, "Ya Allah, Jangan sampai pintu-pintu dunia yang Engkau bukakan kepadaku menjadi sebab tertutupnya pintu-pintu surga. Aku telah hidup lebih dari setengah abad. Seberapa lama lagi aku ingin hidup? Seandainya mereka memberikan istana Syam kepadaku, tapi pada akhirnya kematian bakal menghampiriku. Pada waktu itu apa yang harus aku lakukan?"
Hurr terus berdialog dengan dirinya sendiri, "Ketika tanganku berlumuran darah anak Nabi, bukankah hanya laknat yang sampai kepadaku?Alangkah baiknya ketika aku menutupi jalannya, aku katakan kepadanya bahwa aku tidak punya niat berperang dengannya. Ya Allah, ia dengan sikap ksatria memberi minum aku dan pasukanku. Aku telah menutup jalannya dan anak-anaknya. Ya Allah, aku telah membuat takut anak-anak Imam Husein as. Saya yang bersalah telah menyeret mereka ke lembah ini. Sungguh celaka diriku."
Hurr bin Yazid al-Riyahi mengetahui benar kemazluman Imam Husein as. Ia juga mendengar panggilan Imam Husein as yang meminta siapa saja yang siap menolongnya. Pada waktu itu, Hurr memutuskan untuk memenuhi panggilan Imam Husein as. Kepada pasukan Yazid ia beralasan bahwa kudanya kehausan. Untuk itu perlahan-lahan ia mulai meninggalkan pasukan Yazid dan mulai mendekati Imam Husein as dan rombongan.
Ketika Hurr sampai ke tenda Imam Husein as, ia berkata, "Wahai Husein! Saya adalah orang yang menyakiti hati Zainab as dan membawamu ke lembah ini. Aku telah membuatmu menjadi tamu yang kehausan, terblokade dan ditemani 33 ribu pasukan dengan pedang terhunus." Imam Husein as berkata kepadanya, "Hurr, mengapa engkau tidak turun dari kudamu? Hurr menjawab, "Aku tidak akan turun sampai anak-anakmu memaafkanku, sehingga Zainab memaafkan dosaku dan tangan cintamu menuntun tanganku. Imam berkata, "Hurr, turunlah, kami akan menjamu engkau."
Pada saat itu Hurr berkata dengan nada putus asa, "Apakah Allah menerima taubatku?" Imam Husein menjawab, "Ya, Allah menerima taubatmu dan memaafkan dosamu." Hurr masih terus berkata, "Aku adalah orang pertama yang menutup jalanmu. Aku tidak akan turun dari kudaku sampai engkau memberiku izin menjadi orang pertama yang syahid dalam jalan dan cita-citamu. Dengan perbuatan ini, semoga aku bisa berada satu tempat dengan Nabi Muhammad Saw."
Dengan sigap dan segera, Hurr menggerakkan kudanya menuju medan pertempuran. Pada awalnya, Hurr menasihati pasukan musuh. Namun anak panah berseliweran di sekitarnya meminta nyawanya. Ia kemudian berteriak, "Aku adalah Hurr. Aku adalah penjaga pria terbaik kota Mekah. Aku berperang, mengayunkan pedang dan tidak kenal takut."
Keberanian Hurr membuat takut pasukan musuh. Tapi banyaknya anak panah yang menancap di tubuh kudanya, membuat kudanya tidak dapat bangkit lagi. Hurr akhirnya turun dari kudanya dan melesat ke tengah-tengah pasukan Yazid. Hal itu dilakukannya hingga sebuah panah menembus dadanya. Hurr terjatuh ke atas tanah. Ia masih memaksakan dirinya untuk berteriak, "Wahai anak Nabi, lihatlah aku!" Hurr tidak sabar membawa dirinya menghadap Imam Husein as.
Waktu sejenak berlalu. Hurr merasakan panasnya tangan Imam Husein as yang diletakkan di atas dahinya. Kepadanya Imam Husein as berkata, "Tenanglah. Biarkan tanganku membalut dahimu. Bukankah engkau sendiri yang mengatakan agar di akhir hidupmu, aku berada di sampingmu? Bukalah matamu dan saksikan bahwa engkau bebas. Engkau menjadi manusia bebas di dunia dan di akhirat." Imam kemudian membalut dahi Hurr. Saat itu Hurr berkata, "Apakah engkau memaafkanku? Apakah Allah memaafkan dosaku yang lalu? Wahai tuanku, tersenyumlah untukku agar aku mendapat ketenangan dan menuju Allah dengan tenang. Sambil membersihkan darah dan tanah yang menutupi wajah Hurr, Imam Husein berkata, "Betapa indahnya seorang pria yang bebas mendengar seruan pertolongan Husein dan mengorbankan dirinya. Ya Allah, terimalah ia di surga-Mu."
Post a Comment
mohon gunakan email