Pesan Rahbar

Home » » Pasal V - Hukum-hukum Benda-benda Najis

Pasal V - Hukum-hukum Benda-benda Najis

Written By Unknown on Thursday, 31 July 2014 | 20:28:00


Oleh: Ayatullah Al Uzhma Sistani

Masalah 136: Menajiskan tulisan dan kertas Al-Qur’an—apabila hal itu menyebabkan penghinaan terhadapnya—adalah haram. Jika tulisan dan kertasnya menjadi najis, maka kita harus segera mencucinya dengan air. Bahkan, berdasarkan ihtiyath wajib, seandainya tidak ada penghinaan sekalipun, menajiskan Al-Qur’an adalah haram dan mencucinya dengan air adalah wajib.

Masalah 137: Jika sampul Al-Qur’an najis, dan kenajisan ini merupakan penghinaan terhadapnya, maka kita wajib mencucinya dengan air.

Masalah 138: Meletakkan Al-Qur’an di atas benda najis, seperti darah dan bangkai adalah haram meskipun benda najis tersebut sudah kering, apabila tindakan ini adalah sebuah penghinaan terhadapnya.

Masalah 139: Menulis Al-Qur’an dengan tinta yang najis—meskipun satu hurufnya saja—memiliki hukum menajiskan Al-Qur’an. Jika Al-Qur’an sudah ditulis dengannya, maka tulisan itu harus dicuci dengan air atau dikerik dan lain sebagainya sehingga tulisan tersebut terhapus.

Masalah 140: Apabila memberikan Al-Qur’an kepada orang kafir menyebabkan penghinaan terhadapnya, maka tindakan memberikan itu adalah haram dan mengambil Al-Qur’an tersebut dari tangannya adalah wajib.

Masalah 141: Jika selembar kertas Al-Qur’an atau segala sesuatu yang harus dihormati, seperti secarik kertas yang bertuliskan nama Rasulullah saw atau imam ma’shum as jatuh ke dalam WC, maka mengeluarkan dan mencucinya adalah wajib meskipun hal itu membutuhkan biaya. Jika tidak mungkin untuk mengeluarkannya, maka kita jangan memasuki WC tersebut hingga kita yakin bahwa kertas itu sudah punah. Begitu juga, jika sebuah turbah jatuh ke dalam WC dan tidak mungkin untuk dikeluarkan. Selama kita tidak yakin bahwa turbah itu telah punah, tidak boleh kita memasuki WC tersebut.

Masalah 142: Makan dan minum sesuatu yang terkena benda najis adalah haram. Begitu juga, memakankan benda najis kepada orang lain. Akan tetapi, memakankan benda najis tersebut kepada anak kecil atau orang gila adalah boleh. Akan tetapi, jika ia sendiri yang memakan makanan najis atau menajiskan makanan dengan tangannya yang najis, lalu memakannya, maka tidak wajib (kita) mencegahnya.

Masalah 143: Tidak isykal (kita) menjual dan meminjamkan barang yang terkena benda najis kepada orang lain, asalkan barang itu bisa disucikan. Akan tetapi, kita harus memberitahukan kenajisan barang tersebut kepadanya dengan dua syarat berikut ini:

Pertama, jika kita tidak memberitahukan hal itu kepadanya, ia dapat melakukan penentangan terhadap taklif syar'i, seperti ia ingin menggunakan barang tersebut untuk makan atau minum. Apabila tidak demikian, maka tidak wajib kita memberitahukan hal itu kepadanya. Misal, kita tidak wajib memberitahukan kenajisan sehelai pakaian yang akan digunakan olehnya untuk mengerjakan shalat. Hal itu karena kesucian pakaian shalat bukan syarat hakiki, (melainkan syarat zhahiri).

Kedua, kita memberikan kemungkinan bahwa ia akan menggubris ucapan kita. Jika kita tahu bahwa ia tidak akan menggubris ucapan kita, maka tidak wajib kita memberitahukan kenajisan barang itu kepadanya.

Masalah 144: Jika kita melihat seseorang sedang memakan makanan yang najis atau sedang mengerjakan shalat dengan menggunakan pakaian yang najis, maka tidak wajib kita memberitahukan kepadanya.

Masalah 145: Jika salah satu bagian dari rumah atau karpet kita adalah najis dan kita melihat badan, pakaian, atau barang lain milik orang yang masuk ke dalamnya menyentuh bagian yang najis tersebut dalam kondisi basah, maka wajib kita memberitahukan hal itu kepada mereka—dengan memperhatikan kedua syarat tersebut di atas, apabila kita sendiri yang telah menyebabkan kenajisan tersebut.

Masalah 146: Jika tuan rumah tahu di waktu pertengahan makan bahwa makanan (yang sedang dihidangkan itu) adalah najis, maka—dengan terpenuhinya syarat yang kedua tersebut—ia harus memberitahukan hal itu kepada para tamu. Akan tetapi, jika salah seorang tamu tahu hal itu, maka tidak wajib ia memberitahukannya kepada tamu-tamu yang lain. Akan tetapi, apabila ia bergaul dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari sehingga—lantaran kenajisan mereka oleh makanan itu—ia juga pasti melakukan penentangan terhadap hukum ilzami karena terkena najis (dengan berjabatan tangan dengan mereka dan lain sebagainya), maka ia harus memberitahukan hal itu kepada mereka.

Masalah 147: Jika barang yang telah kita pinjam terkena benda najis, maka kita harus memberitahukan hal itu kepada pemiliknya—dengan memperhatikan dua syarat yang telah dipaparkan pada masalah 143.

Masalah 148: Jika seorang anak kecil mengatakan bahwa suatu barang adalah najis atau ia telah mencuci suatu barang yang najis, tidak boleh kita menerima ucapannya. Akan tetapi, jika seorang anak yang sudah mumayiz dan dapat memahami masalah kenajisan dan kesucian dengan baik mengatakan bahwa ia telah mencuci barang yang najis, maka ucapannya itu dapat diterima, dengan syarat barang itu berada di bawah kekuasaannya atau ucapannya dapat dipercaya. Begitu juga jika ia mengatakan bahwa suatu barang adalah najis.

(Dokumentasi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: