Pesan Rahbar

Home » » Siasat Rasulullah Saw Dalam Perang Ahzab

Siasat Rasulullah Saw Dalam Perang Ahzab

Written By Unknown on Monday, 7 July 2014 | 03:32:00

Oleh: DR. Ali Muhammad Valawi.

Jika kita benar-benar memahaminya, sungguh sejarah Rasulullah saw. penuh dengan nilai-nilai berharga yang dapat kita manfaatkan, dalam dunia politik, sosial, budaya, keilmuan dan lain sebagainya. Hanya saja yang kita perlukan untuk memahami nilai-nilai tersebut adalah kejelian dan cara baru dalam menelaah.

Salah satu peristiwa bersejarah dalam Islam adalah perang Ahzab. Sejarawan mengenalnya dengan baik karena peristiwa tersebut adalah usaha terakhir kaum kafir memerangi Muslimin dan juga titik tertinggi upaya pertahanan umat Islam di antara perang-perang sebelumnya. Namun ada yang kurang dijadikan perhatian sejarawan mengenai peristiwa itu adalah manajemen Rasulullah saw. yang menjadi kunci kemenangannya.

Manajemen yang diupayakan oleh Rasulullah saw di perang tersebut bermacam-macam. Tulisan ini berusaha mengupas salah satunya saja, yaitu penggalian parit yang disebut khandak. Meskipun kita juga akan menyinggung yang lainnya secara cukup.

Satu pertanyaan.
Muslimin memiliki kesempatan selama 8 hari untuk melancarkan taktik pertahanannya terhadap serangan Quraisy.

Keputusan Rasulullah saw untuk menggali parit adalah salah satu dari keputusan-keputusannya yang ceemerlang dan berani. Parit tersebut panjangnya tidak kurang dari 8 kilometer yang lebarnya kurang lebih 8 sampai 10 meter dan berkedalaman 3 meter. Diperlukan banyak tenaga untuk menggali parit yang sedemikian. Padahal tentara beliau hanya berjumlah kurang dari 3000 orang. Pertanyaannya adalah, siasat dan manajemen apakah yang diusahakan beliau sehingga menghasilkan keberhasilannya membuat parit pertahanan; padahal banyak sekali keterbatasan-keterbatasan yang beliau hadapi?

Sekilas gambaran peristiwa itu.
Perang Ahzab dikenal meletus pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah(1) di barat daya Madinah. Al Quran juga menyebutnya kurang lebih dalam 22 ayat di 4 surah.(2)

Pasukan musuh terbentuk dalam tiga formasi:

1. Pasukan Qurasy dan sekutunya yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb dan dikomando oleh beberapa orang seperti Khalid bin Walid, Akramah bin Abu Jahl, 'Amr bin Ash, Shafwan bin Umayyah, dan 'Amr bin 'Abdi Wudd. Pasukan yang dipimpin oleh Abu Sufyan berjumlah 48.000 orang yang menunggangi lebih dari 300 kuda dan 1500 onta.(3) Setelah pasukan Abu Sufyan mendekati Madinah, mereka berkumpul di tempat bernama Roumah.

2. Pasukan Ghathfan dan sekutunya dari kabilah Najd, yang dipimpin oleh Uyainah bin Hishn Fazari, Mas'ud bin Rakhilah dan Harits bin 'Auf. Mereka kurang lebih berjumlah 1800 orang dengan pasukan berkuda sebanyak 300 orang; mereka berkumpul di dekat Uhud.(4)

3. Bani Asad yang dipimpin oleh Talihah bin Khuwailid Asadi. Di antara mereka juga terdapat kaum Yahudi Bani Nadhir. Mereka lebih cenderung memotivasi dan membangun mental kelompok tersebut. Kaum Yahudi Bani Quraidhah pun melanggar perjanjiannya dan bergabung dengan tentara Quraisy.

Kebanyakan ahli sejarah mencatat bahwa jumlah pasukan musuh secara keseluruhan kurang lebih 10.000 orang.(5) Namun sepertinya itu berlebihan, karena sebenarnya mereka tidak lebih dari 8.000 orang.

Begitu terdengar berita keberangkatan kelompok-kelompok tersebut ke Madinah, kondisi Madinah mulai goncang dan masyarakatnya terbagi menjadi beberapa kelompok. Al Qur'an telah menggambarkannya dalam 17 ayatnya di surah Al Ahzab.

Pasukan Ahzab (kelompok-kelompok) dengan tentara berkudanya yang paling sedikit berjumlah 600 orang, membuat semua orang dapat memprediksikan kemenangan mereka. Dengan demikian satu-satunya cara yang dapat dilakukan oleh Muslimin saat itu adalah bagaimana caranya mereka dapat melumpuhkan pasukan berkuda.

Jumlah pasukan Muslimin.
Ibnu Ishaq meriwayatkan, jumlah pasukan Islam kira-kira 3.000 orang.(6) Sepertinya pun nilai itu kurang tepat. Karena banyak sekali waktu itu orang-orang yang ikut dalam perang secara terpaksa, seperti orang-orang munafik; juga banyak sekali anak-anak remaja yang sekiranya tidak bisa dihitung sebagai tentara Muslimin seperti itu. Yang pasti, jumlah pasukan berkuda Muslimin hanya berjumlah 30 orang atau lebih sedikit.(7)

Berdasarkan riwayat Waqidi, empat hari semenjak pasukan Quraisy meninggalkan Makkah, orang-orang berkuda Khaza'ah menyampaikan berita keberangkatan mereka kepada Rasulullah saw.(8) Jarak antara Makkah dan Madinah jika ditempuh dengan pasukan berkuda dengan kecepatannya yang normal memakan waktu 10 sampai 12 hari. Oleh karena itu, semenjak mendapatkan berita tersebut, Rasulullah saw hanya memiliki waktu 6 sampai 8 hari untuk mempersiapkan pasukannya.

Kondisi umum kota Madinah dan mental penduduknya.
Dalam memimpin, selain memberikan keputusan-keputusan yang bersifat sosial, politik atau militer, ada dua hal penting yang juga perlu diperhatikan:

1. Kondisi umum masyarakat:

Kondisi struktur masyarakat dan cara komunikasi mereka memiliki peran penting dalam membentuk perubahan. Bersatu atau pecahnya penduduk Madinah pada waktu itu bergantung pada komunikasi pemimpin-pemimpin kabilah mereka. Rasulullah saw dengan siasatnya mampu mengatur kondisi tersebut sejak dini, contohnya seperti membuat surat-surat perjanjian umum Madinah, akad persaudaraan, pembangunan masjid guna dilakukannya aktifitas-aktifitas sosial, dll.

2. Kondisi sumber daya manusia:

Sumber daya manusia, adalah rukun penting dalam manajemen sosial. Faktor-faktor seperti jumlah SDM, kondisi psikis, komunikasi, sangat menentukan keberhasilan masyarakat.

Ketika keduanya diperhatikan dan diatur dengan baik, segalanya akan berjalan dengan lancar.

Semenjak terdengar rencana penyerangan kaum kafir Quraisy, sebagaimana yang dijelaskan Al Qur'an, penduduk Madinah terbagi menjadi tiga kelompok:

1. Orang-orang yang beriman: Jumlah mereka sangat terbatas. Mereka adalah para sahabat sejati nabi yang tidak pernah waswas dalam kondisi apapun mereka berada. Tentang mereka Allah swt berfirman:

"Dan ketika mereka melihat Al Ahzab (pasukan yang berkelompok-kelompok), mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan utusan-Nya. Dan tidaklah bertambah pada diri mereka kecuali keimanan dan kepasrahan."(9)

2. Kaum munafik: Pada dasarnya mereka terpaksa memeluk Islam, dan bahkan masih menyimpan dendam terhadap Rasulullah saw. Seandainya ada kesempatan, mereka segera menjatuhkan nabi dan menolong musuhnya. Dia berfirman:

"Dan ketika itu orang-orang munafik yang sakit hatinya berkata: "Sungguh yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita hanyalah kebohongan belaka." Lalu sebagian dari mereka berkata: "Wahai penduduk Yatsrib (Madinah), kalian tidak sebanding dengan mereka; pulanglah."(10)

3. Para pengecut: Dengan kelemahan mental yang mereka miliki, terkadang sampai-sampai mereka menularkan sifat buruk itu ke orang lain. Allah swt berfirman:

"Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang- halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara- saudaranya: "Marilah kepada kami." Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar."(11)

Mereka pergi meninggalkan nabinya dalam peperangan:

"Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata : "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari."(12)

Mereka tidak dapat dipercaya. Mereka lebih cenderung kembali ke kufuran:

"Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan bertangguh untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat."(13)

Mereka bakhil, bermental lemah bak seseorang yang berhadapan dengan malaikat maut ketika berada dalam kondisi tegang. Namun jika kondisi tersebut berakhir, mereka mulai menjulurkan lidahnya dan banyak berbicara, bahkan memaki nabinya:

"Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan."(14)

Dengan melihat dua kelompok yang tidak bisa diandalkan seperti di atas, terbayang betapa sulitnya nabi Muhammad saw mengatur barisan pasukan.

Lalu bagaimana bisa beliau melewati rintangan itu?

Program tepat dan strategi handal.
Keputusan nabi saat itu adalah untuk tetap tinggal di kota Madinah dan memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Dengan tinggal di kota, pasukan Islam lebih mudah untuk mendapatkan pasokan kebutuhan-kebutuhannya selama perang pertahanan.

Dengan melihat jumlah pasukan musuh, cara terbaik mereka adalah menghadang serangan pertama musuh; dan juga bagaimana caranya pasukan berkuda yang berjumlah 600 orang itu lumpuh.

Cara yang ditempuh nabi untuk melumpuhkan pasukan berkuda adalah menggali parit. Karena keputusan-keputusan dalam perang beliau sendiri yang memutuskan, maka setiap langkah dan taktik denan cepat dijalankan oleh pengikut setianya.

Pentingnya siasat ini.
Menurut bukti-bukti sejarah, parit yang dibuat pasukan Islam memiliki kriteria-kriteria seperti berikut:

Panjang parit itu kurang lebih 5 sampai 6 kilometer. Penggalian parit tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan pembagian tugas. Setiap 10 orang bertugas untuk menggali sepanjang 40 dzira' (20 meter). Dengan cara itu, setiap kelompok saling bersaing dan bahkan setiap anggota kelompok saling bersaing dalam bekerja. Apalagi batasan kerja tiap kelompok telah ditentukan dengan jelas dan tidak ada campur tangan antar kelompok.(15)

Sebagaimana yang disebut ahli sejarah, jumlah penggali parit sekitar 3000 orang. Jika setiap 10 orang menggali 20 meter, maka panjang parit sekitar 6 kilometer.

Rute penggalian parit demikian: dimulai dari Taraj dan benteng Syaikhan, melewati bukit dzabbab di utara Madinah, lalu menuju barat hingga gunung Bani 'Abid, dan dari sana terus ke area yang saat ini dibangun Masjid Fath. Di daerah barat pun, dalam rangka berhati-hati, parit juga digali; meskipun juga ada penghalang-penghalang alami lainnya seperti perkebunan kurma.

Lebar parit tidak kurang dari 10 meter. Karena parit memang didesain sebagaimana mungkin agar penunggang kuda tidak dapat melompatinya. Adapun kedalamannya, digali sekiranya seorang pasukan pejalan kaki tidak bisa turun dari satu sisi dan naik dari sisi lainnya untuk menyebrang.(16)

Perlengkapan dan fasilitas.
Setelah ditentukannya jalur parit oleh nabi sendiri berdasarkan musyawarahnya dengan beberapa sahabat seperti Salman Al Farisi, Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad in 'Ubadah. Usaha penggalian parit dilakukan secara efektif dan secepat mungkin. 300 kelompok penggali dipimpin oleh pembesar dari Muhajirin dan Anshar. Komunikasi antara nabi dengan semua prajurit terjadi melalui perantara pembesar yang memimpin tiap kelompok. Misalnya saat kelompok Salman Al Farisi berhadapan dengan batu besar dalam galian mereka, mereka menyampaikan masalah tersebut kepada nabi melalui Salman.(17)

Manajemen SDM.
Pembagian tugas dilakukan dengan cerdas oleh Rasulullah saw. Sebagian tugas penggalian parit diserahkan kepada Muhajirin, dan sebagian lagi yang lebih besar ditugaskan kepada Anshar. Karena di antara kaum Anshar banyak persaingan, mereka dibagi menjadi tiga kelompok; yang mana pembagian tersebut berdasarkan kedekatan kabilah.(18) Dengan demikian Rasulullah saw sengaja memanfaatkan persaingan antar kabilah untuk mempercepat penggalian parit.

Motifasi yang diberikan oleh Rasulullah saw.
Beliau selalu mengingatkan para sahabatnya tentang akhirat. Menekankan bahwa kehidupan di dunia hanya sebentar dan sementara saja. Dengan wejangan-wejangan tersebut beliau dapat memberikan semangat kepada prajuritnya sehingga pekerjaan yang mereka lakukan dapat terselesaikan dengan baik dan penuh semangat.

Sambil bekerja, prajurit Islam meneriakkan yel-yel dan motonya. Yang isinya adalah dzikir seperti berikut:

"Ya Tuhan, sesungguhnya kebaikan adalah akhirat. Maka ampunilah Ansar dan Muhajirin!"
"Tidak ada kehidupan seperti kehidupan di akhirat. Maka ampunilah Ansar dan Muhajirin!"
"Ya Tuhan, jika tak ada Engkau maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk!"

Selogan tersebut diungkapkan dalam bahasa syair Arab yang indah. Dengan demikian Rasulullah saw membuat para prajuritnya tidak kehilangan kesadaran akan tujuan sebenarnya dalam pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan.

Selain itu, banyak lagi upaya-upaya belia dalam menyemangati prajuritnya. Misalnya:
1. Beliau ikut turun tangan sendiri dalam menggali parit. Dalam sejarah dikenal bahwa di malam hari Rasulullah saw membolehkan sahabat-sahabat lainnya untuk meninggalkan parit dan pergi beristirahat. Sedang beliau sendiri dan bersama beberapa orang dari sahabatnya tinggal di parit.(21)

2. Rasulullah saw bekerja dengan penuh semangat dan kegembiraan. Dengan melihat nabi seceria itu, prajuritnya pun bekerja lebih bersemangat. Bahkan terlihat banyak di antara mereka yang bercanda dan saling menyemangati sesamanya. Selama canda tawa mereka tidak berlebihan, Rasulullah saw pun membiarkannya.(22)

3. Menyanyikan lagu-lagu penyemangat. Sebagai ganti dari usaha sebagian orang yang berusaha menurunkan semangat orang lain. Lagu-lagu tersebut benar-benar memuat kandungan-kandungan yang berarti; memberikan semangat dan pelajaran-pelajaran yang berharga.(23)

Salah satu nyanyian yang berupa syair tersebut adalah ciptaan seseorang bernama Ju'ail bin 'Amr. Ia terkenal buruk rupa dan berpenyakit kulitnya; namun ia termasuk penggali parit dan setia dengan nabinya. Syairnya dibacakan oleh nabi dan diulang oleh para prajuritnya.(24)

4. Berbeda dengan metode-metode militer yang ada, yang sarat dengan bentakan dan kekerasan, bahkan tidak pernah sekalipun terlihat Rasulullah saw memarahi salah satu prajuritnya jika ia melakukan kesalahan. Nabi dalam menjalankan taktik perangnya tidak membiarkan sumber daya-sumber daya manusia lainnya terabaikan tanpa pekerjaan; meskipun sebagian orang tidak menyertai beliau, seperti orang-orang munafik dan yang bermental lemah, beliau tetap memanfaatkan mereka sedapat mungkin. Beliau telah mengatur siasatnya dalam memimpin sedemikian rupa yang mana jika seandainya seseorang melakukan kesalahan, dengan sendirinya akan merasa malu dan berusaha memperbaiki diri. Waqidi menukilkan bahwa saat itu jika seseorang bermalas-malasan dalam menggali parit, mereka akan ditertawakan kawan-kawannya.(25)

Dengan demikian orang-orang yang lemah imannya pun mau tidak mau juga bekerjasama menggali parit. Meskipun dalam kesempatan-kesempatan lainnya, sebagaimana yang disebut dalam Al Qur'an, mereka suka mencari-cari alasan dan menghindar dari tugas yang diberikan.(26)

Komunikasi.
Rasulullah saw mengatur sistem komunikasi dalam peperangan dengan sangat baik. Prajurit beliau terbagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok dipimpin oleh seseorang. Pemimpin kelompok lah yang berkomunikasi langsung dengan nabi sekaligus menjadi perantara komunikasi antara beliau dengan prajuritnya secara keseluruhan.

Seusai parit tergali dengan sempurna, mereka membangun 8 pintu dan setiap pintunya dijaga oleh seseorang yang telah dipilih sebelumnya; sedang ada satu orang, Zubair bin 'Awam, yang ditunjuk untuk mengawasi mereka semua.(27) Dengan manajemen seperti ini terciptalah keteraturan dan keserasian sistem militer yang benar-benar utuh; sehingga kontrol sangat mudah dilakukan dengan cepat dan tepat.

Begitupula Rasulullah saw juga menjalankan taktik penggunaan kata-kata tertentu sebagai kode rahasia yang juga dapat digunakan untuk identifikasi militer. Beliau juga meneriakkan syi'ar-syi'ar tertentu seperti "Allahu Akbar" dan mengulang-ulangnya. Dengan komunikasi yang baik, setiap prajurit menyadari keadaan-keadaan yang dihadapinya secara optimal dan dapat bertindak sesuai tuntutannya.(28)

Sebagai catatan, kode-kode yang diciptakan tidak semata kata-kata tanpa makna, melainkan memiliki kandungan yang dalam dan pada dasarnya merupakan perang mental bagi musuh-musuh Islam.

Kontrol dan pengawasan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kontrol yang dilakukan oleh Rasulullah saw bersifat tidak langsung. Pembagian kerja dan adanya persaingan mewujudkan keteraturan yang terkontrol. Bahkan dapat dikatakan bahwa setiap orang pun sampai mengkontrol pekerjaan orang lain. Secara tidak langsung pula hadir atau tidaknya seseorang dalam penggalian parit tercatat dengan jelas; karena setiap orang yang ingin meninggalkan pekerjaannya karena alasan tertentu ia pasti meminta izin terlebih dahulu dari Rasulullah saw. Dan juga, sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al Ahzab, meminta izin kepada nabi merupakan salah satu nilai yang dijunjung tinggi dan tanda keimanan seseorang.

Dengan siasat dan manajemen tersebut Rasulullah saw berhasil menyelesaikan penggalian parit yang sangat luar biasa dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10hari) dan berhasil mengalahkan pasukan musuh yang merupakan serangan terakhir pasukan musyrik bersatu.

Catatan Kaki:
1. Ibnu Hisyam, As Sirah Al Nabawiyah, Mesir 1355, jilid. 3, halaman 224; Begitu pula Majid Jarir Thabari, Muhammad bin Umar Waqidi dan Ibnu Sa'id menyebutkan bahwa peristiwa tersebut dimulai pada bulan Dzulqa'dah tahun ke-5.
2. Al Baqarah, ayat 214; Ali Imran, ayat 26-27; An Nur, ayat 42-44; Al Ahzab, ayat 2-25.
3. Muhammad bin Umar Waqidi, Maghazi, Beirut 1409 H, jilid 2, halaman 331.
4. Ibid, halaman 332.
5. Ibid, halaman 335; Muhammad bin Jarir Thabari, Tarikh Ar Rusul wa Al Muluk, jilid 3, halaman 1073.
6. Ibnu Hisyam, As Sirah Al Nabawiyah, halaman 231.
7. Muhammad bin Umar Waqidi, Maghazi, jilid 1, halaman 343.
8. Ibid, jilid 2, halaman 333.
9. Al Ahzab, ayat 22.
10. Ibid, ayat 12-13.
11. Ibid, ayat 18.
12. Ibid, ayat 13.
13. Ibid, ayat 14.
14. Ibid, ayat 19.
15. Muhammad bin Umar Waqidi, Maghazi, jilid 2, halaman 338; Muhammad bin Jarir Thabari, As Sirah Al Nabawiyah, halaman 1069; Muhammad Ibrahim Ayati, Tarikh e Peyambar e Eslam, halamn 381.
16. Muhammad Ibrahim Ayati, Tarikh e Peyambar e Eslam, halaman 382.
17. Muhammad bin Jarir Thabari, As Sirah Al Nabawiyah, halaman 1070.
18. Pada peristiwa perang Khandak (perang Ahzab), setiap orang baik dari kaum Muhajir ataupun Anshar berusaha menyebut Salman Al Farisi sebagai bagian dari mereka.
19. Ibnu Sa'ad, Thabaqat, jilid 2, halaman 51.
20. Muhammad bin Umar Waqidi, Maghazi, halaman 336.
21. Ibid.
22. Ibid.
23.Ibid, halan 334.
24. Ibnu Hisyam, As Sirah Al Nabawiyah, halaman 227.
25. Muhammad bin Umar Waqidi, Maghazi, halaman 323.
26. Al Ahzab, ayat 13.
27. Tarikh Ya'qubi, jilid 1, halaman 409.
28. Muhammad bin Umar Waqidi, Maghazi, halaman 353.

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: